Samantha terbangun saat ponsel yang ia letakkan di atas nakas berdering. Dengan mata yang sangat mengantuk, Samantha meraih ponsel tersebut. Dilihatnya panggilan telepon dari Elnathan terpampang di layar. “Halo?” Suaranya terdengar serak dan matanya kembali tertutup rapat. Namun sedetik kemudian, kedua mata yang tertutup itu sontak membulat dengan lebar saat mendengar informasi yang diberikan oleh saudaranya itu. “APA? Kamu apa? Di rumah sakit?” pekik Samantha terkejut. Tapi tak cukup nyaring untuk membangunkan Dante yang tidur nyenyak di sampingnya. Samantha segera turun dari ranjang begitu panggilan tersebut berakhir. Dengan sedikit panik Samantha berjalan menuju walk in closet, mengambil mantel kemudian mengenakannya. “Mau pergi ke mana kamu?” Samantha terkesiap saat Dante menyambangnya dengan sebuah pertanyaan. Gadis itu tidak menduga Dante akan bangun dan memergokinya saat hendak pergi. “Uhm, aku harus ke rumah sakit. Elnathan baru saja meneleponku dan memintaku segera ke s
Pada akhirnya, hal yang selama ini berusaha Samantha tutupi harus terbongkar juga. Samantha tidak bisa lagi merahasiakan pernikahannya bersama Dante dari Elnathan. Malam ini, Samantha mengaku pada adiknya bahwa ia telah menikah. Elnathan menatapnya tak percaya. "Apa? Kamu menikah dan tidak memberi tahuku? Kamu sungguh luar biasa, Samantha!" ucapnya sambil bertepuk tangan.Samantha menggigit bagian dalam bibirnya. Berusaha mengabaikan tatapan penuh cemooh yang diberikan oleh saudaranya itu. Meski tidak mengatakannya, namun Samantha tahu apa yang saudaranya itu pikirkan.Andai Elnathan tahu alasan mengapa ia menikah dengan Dante adalah demi menyelamatkan laki-laki itu agar tidak mendekam di penjara. Tapi, meskipun laki-laki itu tahu, tidak ada jaminan dia akan bersimpati dan merasa bersalah. Selain kurang ajar, Elnathan adalah seseorang yang tidak tahu terima kasih.Elnathan tidak pernah menghargai semua usaha yang dilakukan Samantha padanya. Atau apa yang gadis itu berikan selama hidu
Pagi ini Samantha mendadak harus terbang ke Seattle mengikuti Jennifer untuk melakukan pemotretan. Seharusnya orang yang terbang mengikuti Jennifer adalah Ashley, namun gadis itu mendadak cuti sehingga Samantha harus menggantikannya.Dengan pesawat jet pribadi yang sebelumnya pernah Samantha tumpangi bersama Dante, mereka terbang ke Seattle. Ya! Mereka. Samantha, Jennifer, dan tentu saja Lionel.Samantha duduk tepat di seberang Lionel. Sementara Jennifer, wanita berambut pirang itu memutuskan beristirahat di sebuah kamar tidur setelah sebelumnya mengeluh pusing."Selamat pagi, Nona, Tuan. Apa kalian menginginkan kopi atau teh?" Seorang pramugari datang menghampiri mereka dan menawarkan minuman.Samantha menyunggingkan seulas senyum manis. "Teh saja, tolong," ucapnya ramah.Pramugari itu lantas mengangguk pelan kemudian memandangi Lionel. "Bagaimana dengan Anda, Tuan? Kopi atau teh?""Kopi dengan sedikit gula," sahut Lionel tanpa menatap sang pramugari. Pria itu malah memandangi Samant
Samantha berlari menuju pintu kamar hotel sesaat setelah mendengar suara ketukan pada benda tersebut. Dengan rambut yang tergerai basah sebab baru saja selesai mandi, Samantha menarik pegangan pintu dan membukanya. “Jen? Ada apa ke mari?” tanyanya saat melihat Jennifer berdiri di depan pintu. Wanita berambut pirang itu tersenyum manis. “Aku ingin mengajakmu bersenang-senang.” Samantha mengerutkan kening sebelum akhirnya mempersilakan adik iparnya itu masuk ke kamar hotelnya. “Apa maksudmu bersenang-senang?” Jennifer mendaratkan bokongnya di atas sofa. “Ayolah, apa kamu tidak mengerti maksudku? Kita akan pergi berpesta. Kapan lagi kamu bisa melakukannya kalau bukan malam ini?” Samantha menggelengkan kepala dengan cepat. “Aku tidak bisa, Jen. Dante pasti sangat marah jika tahu aku—” “Kakakku tidak ada di Seattle. Dia sangat jauh dari sini. Dia tidak akan marah selama dia tidak mengetahuinya, bukan? Aku akan tutup mulut, begitu juga denganmu,” sela Jennifer berusaha merayu Samantha
"Apa yang kamu masukkan ke dalam minumanku?!" tanya Samantha sambil menatap Lionel dengan tajam. Ia yakin ada yang tidak beres dengan minuman yang diberikan oleh pria itu padanya beberapa saat lalu.Lionel mengerutkan kening. "Apa maksudmu? Aku tidak mengerti."Samantha meremas kuat gaun yang ia kenakan saat gairah di dalam tubuhnya semakin berkobar. Sambil berusaha menahan diri, gadis itu buru-buru melangkah keluar."Samantha! Hey, kamu mau ke mana?" teriak Lionel kemudian berlari mengejar gadis itu.Samantha mempercepat langkah di tengah gairah yang semakin menyala. Bagian paling sensitif di tubuhnya terus berdenyut hingga membuat pikirannya kacau tak beraturan. Samantha sangat bergairah dan membutuhkan seseorang untuk melampiaskan!"Ada apa denganmu? Mengapa buru-buru pergi?" tanya Lionel setelah berhasil menangkap lengan Samantha.Samantha mendesah berat kemudian berbalik untuk memandangi Lionel dengan tatapan penuh nafsu. Seolah Lionel adalah mangsa segar yang akan menghentikan r
Seolah ada sesuatu yang baru saja membisiki telinganya, Dante berhenti menciumi Samantha dan menatap gadis itu dengan seksama.Ada yang salah. Samantha tampak tidak sepenuhnya sadar. Gadis itu seperti berada dalam pengaruh sesuatu hingga membuatnya seperti sekarang. "Ayolah, Dante. Bercinta denganku," desak gadis itu dengan tatapan yang semakin liar.Dante segera menjauhkan tubuhnya dari Samantha. Lalu merengkuh gadis itu dan menggendongnya ke kamar mandi. Dante mendudukkan Samantha di dalam bathtub, kemudian mengguyur gadis itu dengan air dingin.Samantha berteriak saat rasa dingin menyergap seluruh tubuhnya. Gadis itu sampai memohon pada Dante agar segera berhenti mengguyurnya dengan air."Berhenti! Aku kedinginan!" Dante tidak menggubris teriakan Samantha dan terus mengguyur gadis itu dengan air hingga sekujur tubuhnya menggigil karena kedinginan. "Siapa yang melakukan hal gila ini padamu, huh!" bentaknya.Samantha memandangi Dante dengan bibir bergetar. Matanya jelas menunjukka
Pagi harinya, Samantha terbangun dan mendapati dirinya berada dalam pelukan Dante. Hal pertama yang Samantha lakukan adalah mengintip tubuhnya dibalik selimut untuk memastikan bahwa dirinya masih mengenakan pakaian. Dan gadis itu langsung mengembuskan napas lega karena setidaknya ia masih mengenakan pakaian dalam.Samantha mendongakkan sedikit kepalanya untuk memandangi Dante yang masih terlelap. Pria itu sangat tampan. Well, Samantha tahu dan tidak ragu mengakui hal itu.Dengan sangat hati-hati, Samantha menjauhkan tubuhnya dari Dante. Namun sebelum ia berhasil menurunkan kedua kakinya dari atas ranjang, Dante mendadak membuka mata dan menoleh ke arahnya."Berpikir untuk kabur, huh?" kata pria itu, lalu dengan cepat meraih tangan Samantha dan menarik gadis itu kembali ke pelukannya.Samantha diam mematung saat Dante mengeratkan pelukan. Meski merasa aneh sebab permukaan kulitnya bersentuhan langsung dengan kulit Dante yang bertelanjang dada, namun Samantha tampak menikmati. Pada det
Saat ini Samantha dan Dante duduk di sebuah kedai kopi yang terletak di seberang hotel tempat mereka bermalam. Dua menit yang lalu, Samantha mendapat kabar dari Jennifer bahwa pemotretan terpaksa ditunda. Bagaimana tidak? Hujan tiba-tiba mengguyur Seattle pagi ini. Samantha menatap ke luar jendela. "Kurasa hujannya akan bertahan lama," gumamnya pelan.Dante meraih cangkir kopinya lalu menyesap minuman itu dengan perlahan. "Yah, kurasa juga begitu," sahutnya sambil memegang cangkir porselen di tangan.Suara lonceng mengudara saat seseorang mendorong pintu kedai dan hal itu secara tak sadar menarik perhatian Samantha. Seorang pria yang Samantha kenal masuk ke dalam kedai dan pandangan mereka saling bertabrakan.Lionel. Pria itu menyapa Samantha dengan melemparkan senyuman hangat untuk gadis itu. Mata birunya berkilau seperti air laut yang terkena pantulan sinar matahari.Samantha hanya tersenyum tipis untuk membalas sapaan Lionel padanya. Di seberangnya, Dante duduk memperhatikan. Sama