Hari ini adalah hari pertama Samantha bekerja dan gadis itu bertekad untuk tidak datang terlambat. Samantha sudah bangun sejak pagi-pagi sekali. Namun ketika ia siap berangkat, Margareth tiba-tiba memberinya sebuah perintah.Samantha sudah menjelaskan pada ibu mertuanya itu bahwa ia ingin pergi bekerja. Tetapi Margareth dengan begitu egois memaksakan kehendaknya. Wanita paruh baya itu bersikeras mengatakan bahwa Jennifer akan memaklumi jika Samantha datang terlambat."Aku hanya memintamu mengambilkan beberapa buku di perpustakaan. Seharusnya hal itu tidak akan membuang waktumu jika kamu melakukannya sekarang!" desak Margareth."Baiklah, aku akan mengambilkannya untuk Ibu."Samantha pun bergegas menuju perpustakaan. Setibanya di sana, gadis itu langsung mencari buku yang dimaksud oleh Margareth."Ya Tuhan, di mana letaknya buku tersebut?" gumam Samantha kebingungan.Dengan waktu yang cukup sempit, Samantha jadi merasa sangat terdesak. Perpustakaan di rumah ini cukup luas dan ada banyak
Tepat pukul sembilan malam, para ART dibuat kebingungan saat mendapat perintah untuk berkumpul di ruang tengah. Masing-masing dari mereka sibuk menerka alasan mengapa harus berkumpul di ruangan tersebut. Meski kebingungan, tidak ada satu pun dari mereka yang berani bertanya.Di depan mereka, Dante berdiri dengan wajah serius sambil melipat kedua tangannya di dada. Pria itu sibuk memperhatikan satu per satu wajah ART yang berdiri di depannya. Hingga ia berhasil menemukan wajah yang dicari, Dante segera menghampiri orang tersebut."Mulai hari ini kamu dipecat!" ucap Dante pada salah satu ART yang berdiri sambil menundukkan kepala di depannya.ART yang diketahui bernama Rora itu pun sontak membulatkan mata. "Ta-tapi mengapa saya dipecat, Tuan Muda? Apa kesalahan saya?" tanyanya bingung.Rora sama sekali tidak merasa membuat kesalahan, tapi mengapa Dante tiba-tiba memecatnya? Dante berdecak dengan wajah sinis. "Kamu masih bertanya apa kesalahanmu?!" bentaknya tak sabar.Rora langsung mem
Keesokan harinya, Samantha membungkukkan badan setelah sebelumnya meminta maaf pada beberapa rekan kerjanya. Tadi malam Jennifer sudah menceritakan bahwa pemotretan harus ditunda karena Samantha tidak datang. Hal itu terjadi atas keputusan Jennifer sendiri karena ia ingin Samantha menjadi model utama untuk koleksi edisi terbatas.Beberapa rekan kerja tampak menyunggingkan senyum terpaksa, sedangkan beberapa lainnya tidak begitu peduli. Samantha adalah orang baru dan dia tidak datang pada hari pertama bekerja sehingga mengacaukan jadwal mereka. Memangnya siapa yang merasa senang akan hal itu? Samantha membetulkan posisinya. Ketika ia tak sengaja bertatapan dengan seorang pria yang memegang kamera, pria itu memberikan tatapan yang menusuk tajam untuknya. Samantha memberikan senyum ramah, namun pria itu malah mendatanginya kemudian membisikkan sesuatu yang tidak nyaman didengar."Siapa yang peduli kamu membungkuk dan meminta maaf? Kamu mengacaukan jadwal pemotretan, itu yang terpenting!"
Samantha mengembuskan napas lega ketika ia berhasil duduk di mobil Dante. Kalau saja Ashley tidak berlari keluar dari ruang ganti sambil ketakutan, Dante tidak akan mempunyai kesempatan untuk kabur dari sana."Bagaimana dengan rekan-rekanmu? " tanya Dante.Samantha menyandarkan kepala, lalu menoleh ke samping untuk menatap Dante. "Aku terpaksa membohongi mereka dengan mengatakan penguntit itu sudah kabur."Dante mengangkat salah satu alis. "Jadi, maksudmu aku adalah penguntit?""Bukan aku yang mengatakannya, tapi Ashley. Dia mengira kamu adalah penguntit yang selama ini menguntitnya." Samantha meluruskan.Situasi di dalam studio berubah menjadi sedikit kacau karena Ashley begitu ketakutan. Setelah melapor pada Jennifer tentang kejadian tersebut, pada akhirnya pemotretan pun ditunda untuk sementara. Karena jeda waktu cukup panjang, Samantha memutuskan untuk menemani Dante menghadiri jamuan makan siang. Sebenarnya Samantha merasa bersalah pada Ashley, tetapi situasi gadis itu juga sang
Dante segera menangkap lengan Samantha ketika gadis itu bersiap turun dari mobil. Sejak Christian Brantley menyapa mereka di restoran, Dante sama sekali merasa tidak tenang. Pria itu mendadak penasaran bagaimana hubungan Samantha dengan Tuan Muda dari keluarga Brantley itu setelah kembali dari pulau. "Apa kamu pernah bertemu dengan Christian Brantley setelah pulang dari pulau selain hari ini?" tanya Dante. Samantha bergumam singkat. "Hari ini adalah pertemuan pertama kami sejak terakhir kali bertemu di pulau," aku gadis itu dengan jujur. Dante menatap Samantha dengan sedikit ragu. "Benarkah itu? Kamu tidak sedang membohongiku 'kan?" tanyanya memastikan. Siapa yang tahu? Samantha mungkin saja sedang membohonginya sekarang. Samantha memberikan tatapan dingin untuk Dante. "Tidak ada untungnya bagiku berbohong tentang hal itu. Jika kamu tidak memercayaiku, mengapa kamu tidak bertanya langsung pada Tuan Brantley?" Suara gadis itu terdengar jengkel. Dante mendesah kasar. "Baiklah, aku m
Saat ini Samantha dan para rekan kerjanya baru saja tiba di sebuah bar yang terletak tidak jauh dari gedung perusahaan. Gadis itu sama sekali tidak menduga jika pesta penyambutan yang dimaksud oleh Ana akan diadakan di tempat semacam ini. Mulanya Samantha menolak untuk pergi, tetapi Ana bersikeras memintanya untuk ikut dengan alasan pesta tersebut sengaja diadakan untuk Samantha."Ana, aku sungguh tidak bisa minum," aku Samantha saat mereka baru saja duduk.Ana tersenyum geli. "Ayolah! Jangan menipuku seperti ini," sahutnya tak percaya. Ana mengira Samantha hanya berbohong agar bisa segera pergi.Samantha memandangi Ana dengan serius. "Aku tidak berbohong, Ana. Aku sungguh tidak bisa minum alkohol," kata gadis itu berusaha meyakinkan.Ana mengangguk pelan. "Baiklah, aku mengerti. Tapi setidaknya kamu harus tetap di sini karena pesta ini diadakan untuk menyambutmu. Bahkan Lionel bersedia untuk datang. Jarang-jarang dia mau bergabung di acara semacam ini."Samantha meringis pelan saat m
Sebelum datang menjemput Samantha di bar, sebenarnya Dante sudah menunggu gadis itu di halaman gedung perusahaan. Ia sudah berusaha menghubungi Samantha, namun gadis itu tidak menjawab sama sekali. Dan ketika gadis itu akhirnya menjawab, Dante dikejutkan oleh suara Samantha yang terdengar mabuk.Pria itu sama sekali tak kehabisan akal untuk mencari tahu keberadaan sang istri. Dante segera menghubungi Jennifer dan ia langsung mendapatkan lokasi Samantha setelah diminta menunggu. Bagaimanapun, Jennifer juga tidak tahu dan ia harus bertanya pada salah satu karyawannya lebih dahulu."Ayo berdiri!" titah Dante pada Samantha. Pria itu tidak bisa menutupi kemarahannya. Sebelumnya ia sudah pernah memperingatkan Samantha untuk tidak mabuk di depan pria lain. Namun malam ini, gadis itu melakukannya, Samantha mabuk di depan Lionel.Karena berada di bawah pengaruh alkohol, Samantha sama sekali tidak merasa terintimidasi. Gadis itu malah tertawa cekikikan melihat Dante yang kesal terhadapnya.Dant
Keesokan paginya, Dante terbangun saat mendengar suara teriakan Samantha yang cukup memekakkan telinga. Dengan kesadaran yang masih belum terkumpul, Dante bergegas bangun dan duduk.“Mengapa kamu berteriak?” Dante mengamati Samantha dengan wajah masam. Gadis itu duduk di ujung kasur dengan tubuh dibalut selimut. “A-apa yang terjadi tadi malam? Mengapa kita berdua tidak mengenakan pakaian?” tanya Samantha begitu panik.Dante mendesah kasar lalu mendaratkan tubuhnya kembali di atas kasur. Kedua matanya sangat mengantuk. Dante masih ingin tidur dan beristirahat sebentar lagi.“Dante, jawab aku! Apa yang terjadi tadi malam? Apa kita melakukannya?” desak Samantha tak sabar. Ia ingin tahu apakah mereka telah melewati malam panas berdua tadi malam?Dante mengabaikan Samantha yang menuntut sebuah jawaban darinya. Pria itu memejamkan mata rapat-rapat meski sekarang Samantha sangat berisik karena terus merengek.“Demi Tuhan, Dante. Tolong jawab aku,” ucap Samantha lirih. Pikiran-pikiran aneh t
Malam harinya, Dante dan Samantha datang ke kediaman keluarga Adams untuk memenuhi undangan makan malam Margareth. Meski sebenarnya Dante merasa tidak berminat—Dante masih curiga pada sikap ibunya yang berubah secara mendadak. Namun pria itu tidak bisa menolak keinginan Samantha yang tampak antusias ingin datang. "Ayolah, Honey. Jangan pasang wajah seperti itu. Tersenyumlah.” Samantha merengek ketika melihat ekspresi Dante yang terlihat kaku. Dante menghela napas pelan, kemudian berusaha menyunggingkan kedua sudut bibirnya ke atas. Meski jelas sekali Dante tampak terpaksa, tetapi Samantha tidak ingin berargumen. Setidaknya Dante masih bersedia datang dan saat ini pria itu sedang tersenyum. Orang pertama yang menyambut kedatangan mereka tentu saja Jennifer Adams. Wanita berambut pirang itu terlihat antusias dengan menghamburkan diri memeluk Samantha. “Rasanya sepi tidak ada kalian di rumah ini. Bagaimana kehidupan pernikahan di kediaman sendiri? Pasti sangat menyenangkan, bukan? Kal
Setelah sepakat untuk memulai kembali hubungan mereka, satu minggu kemudian Dante lantas mengajak Samantha untuk keluar dari kediaman keluarga Adams. Keduanya pindah ke griya tawang yang Dante beli beberapa bulan lalu. Tidak ada yang ingin Dante lakukan selain ingin terus bersama dan menghabiskan waktunya dengan istrinya yang cantik itu. Sebenarnya Dante ingin langsung mengajak Samantha pindah ke griya tawang setelah ia membelinya. Namun ada beberapa ketidakyakinan tersirat di dalam hatinya kala itu. Tetapi kali ini Dante sangat yakin untuk melakukannya dan ia bersumpah tidak akan melepaskan Samantha dari hidupnya. Saat ini Dante masih terlelap di atas tempat tidur mereka yang berukuran king size itu. Dan ketika sinar mentari yang memaksa masuk di celah jendela tak sengaja mengenai kelopak matanya, Dante menggeliat sebentar lalu membuka mata. Ditengoknya ke samping kiri dan ia tidak menemukan Samantha di sana. “Honey …,” seru Dante dengan suara parau. “Hey, di mana kamu?” Karena ti
Dante memutuskan untuk mengantar Samantha pulang ke kediamannya alih-alih mengajak gadis itu ke kediaman keluarga Adams. Satu alasan yang Dante pikirkan adalah karena ingin Samantha menenangkan diri dan beristirahat dengan nyaman tanpa ada yang menganggu. Hingga saat ini gadis itu masih tampak syok dan begitu sedih karena insiden penculikan yang didalangi oleh sahabatnya sendiri.Samantha tak banyak berbicara. Dante juga tak banyak melontarkan pertanyaan pada gadis itu. Sekarang keduanya sedang berpelukan di atas ranjang dengan berbalutkan keheningan.“Aku tidak mengerti mengapa Jere melakukan hal semacam itu. Untuk apa dia menculikku?” Samantha keheranan. Keheningan yang semula membalut ruangan tersebut langsung pecah ketika pertanyaan tersebut terlontar dari mulut gadis itu.Dante meneguk saliva dengan sedikit payah. Sejujurnya Dante sudah mengetahui jika keluarga Sinclair telah jatuh bangkrut. Dan alasan Jeremiah menculik Samantha adalah karena pria itu memerlukan banyak uang.Dant
Dante tiba di Panti Asuhan Mida empat jam setelah menerima informasi lokasi dari Jeremiah. Seperti yang pria itu inginkan, Dante datang seorang diri dengan membawa dua buah tas berukuran besar. Dante berjalan sambil mengamati area sekitar, kewaspadaan memenuhi diri pria itu.“Cih! Dasar berengsek. Dia pasti memilih tempat ini setelah menyurvei berkali-kali,” geram Dante.Lokasi yang dipilih Jeremiah sangat jauh dari keramaian. Dante bahkan harus menyetir selama berjam-jam agar tiba di tempat ini. Panti asuhan ini seperti bangunan terbengkalai yang sudah lama ditinggalkan, tidak akan ada yang datang menolong meski seseorang berteriak dengan lantang di tempat ini.Dante terus berjalan hingga akhirnya ia tiba di depan sebuah bangunan tempat Samantha disandera. Dengan kemarahan yang berkobar di dalam dirinya, Dante menendang pintu di depannya itu dan bergegas masuk ke dalam.“Samantha!” teriak pria itu ketika melihat wanita pujaannya tepat di depan mata.Tepat di depannya, Samantha duduk
Keesokan malamnya, Dante kembali mampir ke area kediaman Samantha seperti yang biasa ia lakukan. Namun ada yang aneh kali ini, kediaman gadis itu tampak gelap gulita. Dante sudah berada di sana selama sepuluh menit dan tak ada tanda-tanda keberadaan Samantha di sana. “Apa mungkin dia belum pulang?” gumam Dante curiga. Dante ingat Jennifer memberi tahunya bahwa hari ini Samantha pulang lebih awal. Sekarang jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Lalu, ke mana perginya gadis itu? Setelah bergulat dengan beberapa macam dugaan, Dante memutuskan untuk turun dari mobil dan memeriksa langsung gadis itu di kediamannya. Dante mengetuk pintu hingga beberapa kali sambil memanggil nama Samantha. Namun tidak ada jawaban sama sekali dari gadis itu. Dante semakin gelisah. Dengan cekatan salah satu tangannya meraih ponsel dan menghubungi seseorang dari daftar kontak. Tapi lagi-lagi Dante harus melontarkan sumpah serapah sebab panggilannya tidak berhasil tersambung. “Sial!” umpat Dante kesal. S
Masa kini …. Setelah semua kekacauan yang terjadi, Dante memutuskan untuk mengembalikan rumah yang sempat ia rampas dari Samantha dulu dan memberikan hak milik pada gadis itu. Setiap hari sebelum dan setelah pulang bekerja Dante selalu menyempatkan diri untuk mampir. Tentu saja ia hanya bisa berdiri dari kejauhan dan mengawasi gadis itu sambil berharap keajaiban. Samantha masih tidak bersedia—atau bahkan sudah tidak sudi—untuk bertemu dengannya. Dante sadar tidak ada yang bisa ia lakukan untuk membela diri sekarang. Ia jelas salah dan sekarang ia harus menerima hukumannya. Memikirkan perjanjian mereka akan berakhir dalam beberapa bulan jelas menambah ketakutan di hati Dante. Sebelumnya ia dengan percaya diri dapat mempertahankan Samantha di sisinya. Namun keadaan menjadi terbalik dalam sehari, sekarang Dante tidak yakin ia akan berhasil melakukannya. “Samantha, maafkan aku,” gumam Dante pelan. Tatapan matanya sama sekali tak lepas dari jendela kamar Samantha yang lampunya masih men
Beberapa hari setelah acara peragaan busana ....Dante membaca dengan serius laporan pemeriksaan latar belakang yang ia terima dari Jasper. Tidak ada satu baris kalimat pun yang lolos dari kedua mata Dante. Pria itu membaca semuanya tanpa terkecuali.“Jadi namanya Samantha Rayne,” ucap Dante seraya mengetuk-ngetuk meja dengan jari tangannya.“Nama yang indah. Tidak salah orang tuanya memberi nama Samantha, selaras dengan wajahnya yang juga indah.” Jasper menjawab dengan santai.Dante hanya tersenyum tipis saat mendengar jawaban Jasper. Kedua matanya masih sibuk memindai baris kata yang tertuang di dalam laporan hingga sebuah kalimat berhasil membuatnya tersenyum lega. Sebuah kalimat yang menyatakan jika Samantha Rayne adalah seorang gadis lajang.“Oke, kurasa mudah untukmu membuatnya terlibat denganku. Kamu bisa menjadikan adiknya sebagai umpan.” Dante menutup laporan latar belakang Samantha kemudian memasukkannya ke dalam laci meja kerjanya.“Aku sudah memikirkannya. Ini akan menjadi
Acara peragaan busana Jennifer Adams. Beberapa bulan yang lalu ….“Aku sudah menemukan calon pengantinku.” Kalimat itu meluncur dengan mudah dari mulut Dante.“Benarkah? Apa aku mengenalnya?” Jasper hampir tidak percaya saat mendengar kalimat itu dari Dante.“Tidak, kamu tidak mengenalnya. Bahkan aku pun tidak,” Dante menjawab tanpa menatap Jasper yang duduk menganga di sampingnya, “tapi kita akan segera mengenalnya,” lanjutnya kemudian menunjuk seorang gadis yang berdiri di depan mereka dengan dagunya.Jasper sontak mengarahkan matanya ke arah di mana dagu Dante menunjuk. Meski tidak terlalu yakin apakah gadis dengan balutan gaun pengantin itu adalah yang Dante maksud, Jasper hanya mengeluarkan satu kalimat. “Mengapa dia?” tanyanya.“Entahlah. Aku hanya merasa dia akan mudah dihadapi.” Bahkan Dante sendiri tidak terlalu yakin mengapa ia memilih gadis itu sebagai calon pengantinnya. Hanya saja instingnya mengatakan jika semuanya akan berjalan dengan mudah jika memilih gadis itu.Dante
Dante tidak dapat mempertahankan Samantha meski ia telah memohon pada gadis itu berkali-kali. Sekarang Dante harus menerima kenyataan jika Samantha telah membencinya. Gadis itu tidak ingin melihatnya lagi.“Aku tahu ini adalah hukuman. Tapi rasanya sangat menyakitkan untuk menerima kenyataan bahwa Samantha telah membenciku. Dia tidak ingin melihatku lagi, Jasper.” Dante memijat pelipisnya kemudian mendesah kasar.Di seberangnya, Jasper yang sedari tadi hanya diam menyimak ikut mendesah. “Aku minta maaf karena situasinya menjadi kacau seperti ini, Dante,” kata pria itu terdengar menyesal. Seolah kekacauan ini terjadi karena ulahnya.Dante menggelengkan kepala. “Ini bukan salahmu. Jelas sekali bukan salahmu, kawan,” sahutnya dengan suara lemah.Tidak ada alasan bagi Dante untuk menyalahkan Jasper. Dante bukan seorang pemuda berusia enam belas tahun lagi. Usianya sebentar lagi akan menginjak angka tiga puluh tujuh, tentu saja Dante tidak akan bersikap kekanakan untuk menjadikan Jasper se