Halo, terima kasih sudah mengikuti cerita Samantha dan Dante sampai hari ini. Yuk! Bantu Author untuk menaikkan cerita ini dengan memberi gems sebanyak-banyaknya ^^
Samantha mengembuskan napas lega ketika ia berhasil duduk di mobil Dante. Kalau saja Ashley tidak berlari keluar dari ruang ganti sambil ketakutan, Dante tidak akan mempunyai kesempatan untuk kabur dari sana."Bagaimana dengan rekan-rekanmu? " tanya Dante.Samantha menyandarkan kepala, lalu menoleh ke samping untuk menatap Dante. "Aku terpaksa membohongi mereka dengan mengatakan penguntit itu sudah kabur."Dante mengangkat salah satu alis. "Jadi, maksudmu aku adalah penguntit?""Bukan aku yang mengatakannya, tapi Ashley. Dia mengira kamu adalah penguntit yang selama ini menguntitnya." Samantha meluruskan.Situasi di dalam studio berubah menjadi sedikit kacau karena Ashley begitu ketakutan. Setelah melapor pada Jennifer tentang kejadian tersebut, pada akhirnya pemotretan pun ditunda untuk sementara. Karena jeda waktu cukup panjang, Samantha memutuskan untuk menemani Dante menghadiri jamuan makan siang. Sebenarnya Samantha merasa bersalah pada Ashley, tetapi situasi gadis itu juga sang
Dante segera menangkap lengan Samantha ketika gadis itu bersiap turun dari mobil. Sejak Christian Brantley menyapa mereka di restoran, Dante sama sekali merasa tidak tenang. Pria itu mendadak penasaran bagaimana hubungan Samantha dengan Tuan Muda dari keluarga Brantley itu setelah kembali dari pulau. "Apa kamu pernah bertemu dengan Christian Brantley setelah pulang dari pulau selain hari ini?" tanya Dante. Samantha bergumam singkat. "Hari ini adalah pertemuan pertama kami sejak terakhir kali bertemu di pulau," aku gadis itu dengan jujur. Dante menatap Samantha dengan sedikit ragu. "Benarkah itu? Kamu tidak sedang membohongiku 'kan?" tanyanya memastikan. Siapa yang tahu? Samantha mungkin saja sedang membohonginya sekarang. Samantha memberikan tatapan dingin untuk Dante. "Tidak ada untungnya bagiku berbohong tentang hal itu. Jika kamu tidak memercayaiku, mengapa kamu tidak bertanya langsung pada Tuan Brantley?" Suara gadis itu terdengar jengkel. Dante mendesah kasar. "Baiklah, aku m
Saat ini Samantha dan para rekan kerjanya baru saja tiba di sebuah bar yang terletak tidak jauh dari gedung perusahaan. Gadis itu sama sekali tidak menduga jika pesta penyambutan yang dimaksud oleh Ana akan diadakan di tempat semacam ini. Mulanya Samantha menolak untuk pergi, tetapi Ana bersikeras memintanya untuk ikut dengan alasan pesta tersebut sengaja diadakan untuk Samantha."Ana, aku sungguh tidak bisa minum," aku Samantha saat mereka baru saja duduk.Ana tersenyum geli. "Ayolah! Jangan menipuku seperti ini," sahutnya tak percaya. Ana mengira Samantha hanya berbohong agar bisa segera pergi.Samantha memandangi Ana dengan serius. "Aku tidak berbohong, Ana. Aku sungguh tidak bisa minum alkohol," kata gadis itu berusaha meyakinkan.Ana mengangguk pelan. "Baiklah, aku mengerti. Tapi setidaknya kamu harus tetap di sini karena pesta ini diadakan untuk menyambutmu. Bahkan Lionel bersedia untuk datang. Jarang-jarang dia mau bergabung di acara semacam ini."Samantha meringis pelan saat m
Sebelum datang menjemput Samantha di bar, sebenarnya Dante sudah menunggu gadis itu di halaman gedung perusahaan. Ia sudah berusaha menghubungi Samantha, namun gadis itu tidak menjawab sama sekali. Dan ketika gadis itu akhirnya menjawab, Dante dikejutkan oleh suara Samantha yang terdengar mabuk.Pria itu sama sekali tak kehabisan akal untuk mencari tahu keberadaan sang istri. Dante segera menghubungi Jennifer dan ia langsung mendapatkan lokasi Samantha setelah diminta menunggu. Bagaimanapun, Jennifer juga tidak tahu dan ia harus bertanya pada salah satu karyawannya lebih dahulu."Ayo berdiri!" titah Dante pada Samantha. Pria itu tidak bisa menutupi kemarahannya. Sebelumnya ia sudah pernah memperingatkan Samantha untuk tidak mabuk di depan pria lain. Namun malam ini, gadis itu melakukannya, Samantha mabuk di depan Lionel.Karena berada di bawah pengaruh alkohol, Samantha sama sekali tidak merasa terintimidasi. Gadis itu malah tertawa cekikikan melihat Dante yang kesal terhadapnya.Dant
Keesokan paginya, Dante terbangun saat mendengar suara teriakan Samantha yang cukup memekakkan telinga. Dengan kesadaran yang masih belum terkumpul, Dante bergegas bangun dan duduk.“Mengapa kamu berteriak?” Dante mengamati Samantha dengan wajah masam. Gadis itu duduk di ujung kasur dengan tubuh dibalut selimut. “A-apa yang terjadi tadi malam? Mengapa kita berdua tidak mengenakan pakaian?” tanya Samantha begitu panik.Dante mendesah kasar lalu mendaratkan tubuhnya kembali di atas kasur. Kedua matanya sangat mengantuk. Dante masih ingin tidur dan beristirahat sebentar lagi.“Dante, jawab aku! Apa yang terjadi tadi malam? Apa kita melakukannya?” desak Samantha tak sabar. Ia ingin tahu apakah mereka telah melewati malam panas berdua tadi malam?Dante mengabaikan Samantha yang menuntut sebuah jawaban darinya. Pria itu memejamkan mata rapat-rapat meski sekarang Samantha sangat berisik karena terus merengek.“Demi Tuhan, Dante. Tolong jawab aku,” ucap Samantha lirih. Pikiran-pikiran aneh t
Samantha baru saja tiba di LUX Holding dengan membawa paper bag berisi makan siang untuk Dante. Tidak seperti sebelumnya, kali ini Sage si resepsionis membiarkan Samantha lewat begitu saja dan naik ke lantai atas menuju ruangan Dante.Samantha mengetuk pintu beberapa kali sebelum akhirnya masuk ke dalam ruangan tersebut. Suasana di ruangan itu sangat sunyi, tidak ada tanda-tanda keberadaan Dante di sana. Namun ketika Samantha berjalan lebih masuk ke dalam, ia melihat Dante terlelap di atas sofa.Samantha tersenyum simpul kemudian menghampiri pria itu. Dengan sangat hati-hati, Samantha meletakkan paper bag ke atas meja. Detik berikutnya gadis itu duduk berjongkok di depan Dante lalu mengulurkan tangan dan menempelkannya di dahi pria itu."Syukurlah, demamnya sudah turun," gumam Samantha pelan.Samantha berniat menjauh, tetapi Dante tiba-tiba membuka mata dan menangkap lengannya. Samantha sampai membulatkan mata sebab merasa sangat terkejut. Ia sama sekali tidak menduga Dante akan membuk
Samantha sigap melingkarkan kedua tangannya di leher Dante saat Clara Johnson melongo menyaksikan keduanya duduk dengan begitu mesra. Ia sengaja melakukan hal tersebut untuk membuat Nona Muda dari keluarga Johnson tersebut marah karena cemburu. Samantha masih menaruh dendam pada gadis itu karena telah melakukan beberapa hal yang merugikan dirinya. “Apa yang membawa Nona Johnson datang ke mari?” tanya Samantha sambil mengamati gadis itu melangkah masuk ke dalam. Samantha tersenyum puas saat melihat wajah Clara Johnson berubah menjadi merah. Clara bahkan mengepalkan kedua tangan sementara matanya memicing tajam karena amarah. Membuat Samantha semakin bersemangat untuk menggoda gadis itu dan bertekad membuatnya terbakar api cemburu. “Kudengar kamu sakit hari ini. Jadi, aku membawakanmu makan siang dan beberapa buah,” ucap Clara pada Dante, lalu meletakkan paper bag di atas meja. Dante memberikan tatapan dingin pada Clara. “Apa kamu tidak melihat itu? Aku baru saja makan siang dengan
Samantha kembali ke studio diantar oleh Jasper atas perintah dari Dante. Saat ia turun dari mobil mewah itu, Samantha tak sengaja berpapasan dengan Ana yang baru tiba. Sejujurnya Samantha tak mengharapkan hal ini, namun ia tidak bisa menghindar sebab Ana sudah terlanjur melihatnya. Ana segera menghampiri Samantha begitu mobil yang dikendarai oleh Jasper melesat meninggalkan halaman gedung perusahaan. Wanita yang usianya dua tahun lebih tua dari Samantha itu tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya. Lantas, ia pun melontarkan pertanyaan tanpa memikirkan Samantha merasa nyaman atau tidak. “Siapa pria yang mengantarmu tadi? Sepertinya dia bukan pria yang sama dengan pria yang menjemputmu di bar malam itu,” kata Ana berasumsi. Kedua mata Samantha bergerak gelisah sambil memikirkan sebuah jawaban untuk pertanyaan yang dilontarkan oleh Ana. Mustahil baginya mengatakan bahwa pria yang baru saja mengantarnya tadi adalah sekretaris suaminya. Bagaimanapun, Samantha tidak ingin ada yang ta