Samantha baru saja menginjak anak tangga terakhir dan Margareth sudah menyambutnya dengan wajah kaku. Dia tidak tahu apa yang diinginkan ibu mertuanya itu. Tetapi satu hal yang Samantha yakini, Margareth pasti mempunyai alasan khusus menemuinya sekarang."Ikuti aku!" titah Margareth dengan begitu angkuh.Samantha mengangguk pelan. "Baik, Bu," sahutnya kemudian mengekor di belakang wanita paruh baya itu menuju dapur.Setibanya di ruangan tersebut, Samantha melihat Rora berdiri di belakang meja. Gadis itu tidak mengenakan seragam yang biasa ia kenakan saat bekerja. Rora mengenakan pakaian kasual sementara rambutnya dikuncir kuda. "Hey, kamu terlihat cantik," bisik Samantha ketika ia berdiri di samping Rora. Rora tersenyum manis. "Terima kasih, Nyonya Muda," sahutnya begitu sopan.Margareth melipat kedua tangan di dada dan langsung mengumumkan tujuannya membawa Samantha ke mari."Aku ingin kamu mengantarkan kue ke kediaman keluarga Johnson," ucapnya sambil mengayunkan dagu ke arah seb
Dante langsung berdiri dari duduk setelah menerima kabar dari Jasper bahwa Samantha telah menghilang sejak satu jam yang lalu."Apa? Bagaimana bisa dia menghilang padahal hanya diam di rumah?" Suara Dante terdengar berat. Dante tidak tahu jika Samantha menghilang saat dalam perjalanan mengantarkan kue ke kediaman keluarga Johnson atas perintah ibunya. Entah bagaimana pria itu akan bereaksi saat mengetahui hal tersebut nanti. "Aku juga tidak tahu bagaimana kronologinya. Ibumu hanya memintaku untuk menyampaikan berita ini padamu." Jasper mengatakan semua yang ia ketahui.Dante mendengus kasar lalu meraih ponsel di dalam saku untuk menghubungi Samantha. Namun pada detik berikutnya, Dante dibuat mengumpat karena ternyata ponsel Samantha dimatikan."Sial!" Dante menatap Jasper yang duduk di sofa. "Apa kamu yakin dia memang menghilang? Well, siapa tahu mungkin dia hanya pergi ke luar?"Jasper menggaruk pelipisnya dengan pelan. "Jangan bertanya padaku karena aku juga mendengar kabar ini d
Berbekal informasi lokasi terakhir Samantha berada, yaitu di sebuah lahan parkir umum di salah satu sudut kota ini, Dante meminta Jasper untuk melacak keberadaan gadis itu. Meski sempat mendapatkan sedikit kendala, tetapi mereka berhasil menemukan mobil taksi yang ditumpangi oleh Samantha terekam di kamera keamanan. Sejak awal Samantha memang tidak pernah turun dari kendaraan roda empat itu. Hanya Rora yang terekam turun dari mobil taksi dengan terburu-buru."Sial! Bukankah dia ART yang pernah mengunci Samantha di perpustakaan?" Dante meninju meja ketika melihat Rora muncul di layar. Kecurigaannya tiba-tiba mencuat pada gadis itu. Bahwa sebenarnya Rora ada sangkut pautnya dengan menghilangnya Samantha sekarang."Apa? Benarkah?" tanya Jasper sedikit terkejut. Dante menganggukkan kepala. "Sebenarnya aku pernah ingin memecatnya setelah kejadian itu. Tetapi Samantha memohon padaku untuk memaafkannya. Dan lihat apa yang terjadi sekarang? Gadis ini mungkin saja terlibat dalam insiden me
Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, akhirnya Dante beserta tim tiba di lokasi yang cukup dekat dengan tempat Samantha disekap. Usaha Dante untuk menyelamatkan sang istri tidak main-main. Dante menurunkan puluhan anak buahnya untuk melawan para penculik itu. "Anda ingin pergi ke mana, Tuan?" Josh mengulurkan lengan untuk menghalau Dante yang hendak melangkah. Dante menatap kepala pengawal yang selama ini bekerja untuknya dengan tatapan serius. "Apa lagi memangnya? Aku akan masuk dan menyelamatkan istriku!" "Tidak, Tuan. Anda tidak perlu ikut masuk ke sana. Biarkan kami yang masuk dan menyelamatkan istri Anda. Ini adalah pekerjaan kami. Tunggulah di sini dan saya pastikan untuk membawa Nyonya Muda kepada Anda." Dante menggelengkan kepala dengan cepat. Tidakkah Josh tahu bahwa Dante sangat khawatir sekarang? Lihat saja kedua matanya yang bergetar itu! "Tidak, Josh! Aku harus menyelamatkan Samantha. Jangan menghalangiku!" balasnya tegas. "Saya mengerti Anda sangat khawat
Dante tidak bisa menjelaskan bagaimana perasaannya sekarang. Meski Samantha berhasil diselamatkan, tetapi kondisi gadis itu cukup memprihatinkan.Sepasang mata abu-abunya kini menatap nanar lantai koridor rumah sakit. Hening. Semua tiba-tiba terasa lenyap di sekitar Dante. Demi Tuhan! Dante menyesali apa yang menimpa Samantha hari ini. Ia kembali gagal melindungi gadis itu dan hal itu membuatnya mengutuk dirinya sendiri.'Mengapa aku selalu gagal melindunginya?'Pertanyaan itu terus berputar di kepala Dante. Kejadian hari ini terasa seperti sebuah pukulan yang menghantamnya dengan begitu keras. Dante merasa tidak berguna."Hey, bagaimana kondisi istrimu?"Suara berat Jasper seketika memecah lamunan Dante. Dengan cepat pria itu mendongak ke atas untuk menatap sekretaris sekaligus sahabat baiknya itu. "Dia sudah mendapatkan perawatan, tetapi masih belum sadar." Suara Dante terdengar lemah seolah semangat di dalam dirinya menghilang entah ke mana.Jasper menganggukkan kepala dengan pel
Bagi Samantha, malam ini akan menjadi malam yang sangat panjang untuk dilalui. Sedari tadi gadis itu mencoba untuk tidur, tetapi selalu gagal dan berakhir menjadi sangat gelisah. Setiap kali Samantha menutup mata, kilas balik kejadian saat dirinya diculik langsung membayangi pikirannya.Samantha sudah berusaha untuk tenang dan melupakan kejadian buruk yang menimpanya. Namun ingatan itu sudah tertanam di dalam memori dan kini tumbuh menghantuinya.Samantha bergegas duduk dan begitu ketakutan saat mendengar suara langkah kaki Dante yang baru saja keluar dari kamar mandi. Kedua matanya bahkan sampai berkaca-kaca.“Hey, ada apa?” Dante menghampiri Samantha yang duduk ketakutan di atas tempat tidur rumah sakit.Samantha memandangi pria itu dengan wajah pucat serta gelisah. Dalam sekejap air mata sudah jatuh membasahi kedua pipinya. Samantha tampak begitu terguncang sekarang.Bahkan lidahnya terasa kelu dan suaranya tercekat di tenggorokan. Samantha tidak bisa menjawab pertanyaan yang Dante
Dua hari kemudian Samantha akhirnya diperbolehkan untuk pulang dan beristirahat di rumah. Selama dua hari belakangan, Dante sama sekali tidak beranjak dari sisi gadis itu dan terus menemaninya. Meski urusan perusahaan juga sama pentingnya, tetapi Dante sudah berjanji akan menemani Samantha dan ia tidak ingin melanggar janjinya tersebut.Sekarang mereka baru saja tiba di kediaman keluarga Adams. Kedatangan mereka disambut oleh Jennifer Adams dan ibunya.Kali ini Margareth Adams tidak memberikan wajah angkuhnya ketika bertatapan dengan Samantha. Wanita paruh baya itu justru menanyakan sesuatu yang tidak terduga oleh semua orang.“Bagaimana keadaanmu? Apa kamu baik-baik saja?” tanya Margareth.Jujur, Samantha tidak menduga bahwa Margareth akan menanyainya seperti itu. Membuatnya sedikit linglung karena merasa terkejut oleh sikap tidak biasa dari ibu mertuanya tersebut.Samantha tersenyum ramah. “Aku baik-baik saja, Bu. Hanya sedikit terguncang,” aku gadis itu.Margareth berdeham pelan se
Dante melangkah masuk ke dalam sebuah ruangan yang dijaga ketat oleh beberapa anak buahnya. Sebuah ruangan yang begitu gelap dan tidak ada apa-apa di sana kecuali seorang pria yang diikat di sebuah kursi.Dante melangkah maju mendekati pria itu.“Siapa kau?” tanya pria tersebut saat menyadari seseorang datang mendekatinya. Ia tidak bisa melihat sebab matanya ditutup dengan sebuah kain berwarna hitam.Dante menarik sebuah kursi lalu meletakkannya tepat di depan pria itu. Detik berikutnya Dante mengulurkan lengannya untuk membuka penutup mata si pria.Dante tersenyum miring sementara pria di hadapannya langsung menggigil ketakutan.“Tuan Muda …,” kata si pria dengan suara bergetar.Dante menarik kerah kemejanya lalu melucuti dua kancing sekaligus. “Steven Roger,” geramnya dengan nada suara berat.Ya, pria yang sedang duduk ketakutan di hadapannya adalah Steven Roger, sekretaris Clara Johnson yang menjadi kaki tangan dalam penculikan Samantha beberapa waktu lalu.Dante sengaja mengurung
Malam harinya, Dante dan Samantha datang ke kediaman keluarga Adams untuk memenuhi undangan makan malam Margareth. Meski sebenarnya Dante merasa tidak berminat—Dante masih curiga pada sikap ibunya yang berubah secara mendadak. Namun pria itu tidak bisa menolak keinginan Samantha yang tampak antusias ingin datang. "Ayolah, Honey. Jangan pasang wajah seperti itu. Tersenyumlah.” Samantha merengek ketika melihat ekspresi Dante yang terlihat kaku. Dante menghela napas pelan, kemudian berusaha menyunggingkan kedua sudut bibirnya ke atas. Meski jelas sekali Dante tampak terpaksa, tetapi Samantha tidak ingin berargumen. Setidaknya Dante masih bersedia datang dan saat ini pria itu sedang tersenyum. Orang pertama yang menyambut kedatangan mereka tentu saja Jennifer Adams. Wanita berambut pirang itu terlihat antusias dengan menghamburkan diri memeluk Samantha. “Rasanya sepi tidak ada kalian di rumah ini. Bagaimana kehidupan pernikahan di kediaman sendiri? Pasti sangat menyenangkan, bukan? Kal
Setelah sepakat untuk memulai kembali hubungan mereka, satu minggu kemudian Dante lantas mengajak Samantha untuk keluar dari kediaman keluarga Adams. Keduanya pindah ke griya tawang yang Dante beli beberapa bulan lalu. Tidak ada yang ingin Dante lakukan selain ingin terus bersama dan menghabiskan waktunya dengan istrinya yang cantik itu. Sebenarnya Dante ingin langsung mengajak Samantha pindah ke griya tawang setelah ia membelinya. Namun ada beberapa ketidakyakinan tersirat di dalam hatinya kala itu. Tetapi kali ini Dante sangat yakin untuk melakukannya dan ia bersumpah tidak akan melepaskan Samantha dari hidupnya. Saat ini Dante masih terlelap di atas tempat tidur mereka yang berukuran king size itu. Dan ketika sinar mentari yang memaksa masuk di celah jendela tak sengaja mengenai kelopak matanya, Dante menggeliat sebentar lalu membuka mata. Ditengoknya ke samping kiri dan ia tidak menemukan Samantha di sana. “Honey …,” seru Dante dengan suara parau. “Hey, di mana kamu?” Karena ti
Dante memutuskan untuk mengantar Samantha pulang ke kediamannya alih-alih mengajak gadis itu ke kediaman keluarga Adams. Satu alasan yang Dante pikirkan adalah karena ingin Samantha menenangkan diri dan beristirahat dengan nyaman tanpa ada yang menganggu. Hingga saat ini gadis itu masih tampak syok dan begitu sedih karena insiden penculikan yang didalangi oleh sahabatnya sendiri.Samantha tak banyak berbicara. Dante juga tak banyak melontarkan pertanyaan pada gadis itu. Sekarang keduanya sedang berpelukan di atas ranjang dengan berbalutkan keheningan.“Aku tidak mengerti mengapa Jere melakukan hal semacam itu. Untuk apa dia menculikku?” Samantha keheranan. Keheningan yang semula membalut ruangan tersebut langsung pecah ketika pertanyaan tersebut terlontar dari mulut gadis itu.Dante meneguk saliva dengan sedikit payah. Sejujurnya Dante sudah mengetahui jika keluarga Sinclair telah jatuh bangkrut. Dan alasan Jeremiah menculik Samantha adalah karena pria itu memerlukan banyak uang.Dant
Dante tiba di Panti Asuhan Mida empat jam setelah menerima informasi lokasi dari Jeremiah. Seperti yang pria itu inginkan, Dante datang seorang diri dengan membawa dua buah tas berukuran besar. Dante berjalan sambil mengamati area sekitar, kewaspadaan memenuhi diri pria itu.“Cih! Dasar berengsek. Dia pasti memilih tempat ini setelah menyurvei berkali-kali,” geram Dante.Lokasi yang dipilih Jeremiah sangat jauh dari keramaian. Dante bahkan harus menyetir selama berjam-jam agar tiba di tempat ini. Panti asuhan ini seperti bangunan terbengkalai yang sudah lama ditinggalkan, tidak akan ada yang datang menolong meski seseorang berteriak dengan lantang di tempat ini.Dante terus berjalan hingga akhirnya ia tiba di depan sebuah bangunan tempat Samantha disandera. Dengan kemarahan yang berkobar di dalam dirinya, Dante menendang pintu di depannya itu dan bergegas masuk ke dalam.“Samantha!” teriak pria itu ketika melihat wanita pujaannya tepat di depan mata.Tepat di depannya, Samantha duduk
Keesokan malamnya, Dante kembali mampir ke area kediaman Samantha seperti yang biasa ia lakukan. Namun ada yang aneh kali ini, kediaman gadis itu tampak gelap gulita. Dante sudah berada di sana selama sepuluh menit dan tak ada tanda-tanda keberadaan Samantha di sana. “Apa mungkin dia belum pulang?” gumam Dante curiga. Dante ingat Jennifer memberi tahunya bahwa hari ini Samantha pulang lebih awal. Sekarang jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Lalu, ke mana perginya gadis itu? Setelah bergulat dengan beberapa macam dugaan, Dante memutuskan untuk turun dari mobil dan memeriksa langsung gadis itu di kediamannya. Dante mengetuk pintu hingga beberapa kali sambil memanggil nama Samantha. Namun tidak ada jawaban sama sekali dari gadis itu. Dante semakin gelisah. Dengan cekatan salah satu tangannya meraih ponsel dan menghubungi seseorang dari daftar kontak. Tapi lagi-lagi Dante harus melontarkan sumpah serapah sebab panggilannya tidak berhasil tersambung. “Sial!” umpat Dante kesal. S
Masa kini …. Setelah semua kekacauan yang terjadi, Dante memutuskan untuk mengembalikan rumah yang sempat ia rampas dari Samantha dulu dan memberikan hak milik pada gadis itu. Setiap hari sebelum dan setelah pulang bekerja Dante selalu menyempatkan diri untuk mampir. Tentu saja ia hanya bisa berdiri dari kejauhan dan mengawasi gadis itu sambil berharap keajaiban. Samantha masih tidak bersedia—atau bahkan sudah tidak sudi—untuk bertemu dengannya. Dante sadar tidak ada yang bisa ia lakukan untuk membela diri sekarang. Ia jelas salah dan sekarang ia harus menerima hukumannya. Memikirkan perjanjian mereka akan berakhir dalam beberapa bulan jelas menambah ketakutan di hati Dante. Sebelumnya ia dengan percaya diri dapat mempertahankan Samantha di sisinya. Namun keadaan menjadi terbalik dalam sehari, sekarang Dante tidak yakin ia akan berhasil melakukannya. “Samantha, maafkan aku,” gumam Dante pelan. Tatapan matanya sama sekali tak lepas dari jendela kamar Samantha yang lampunya masih men
Beberapa hari setelah acara peragaan busana ....Dante membaca dengan serius laporan pemeriksaan latar belakang yang ia terima dari Jasper. Tidak ada satu baris kalimat pun yang lolos dari kedua mata Dante. Pria itu membaca semuanya tanpa terkecuali.“Jadi namanya Samantha Rayne,” ucap Dante seraya mengetuk-ngetuk meja dengan jari tangannya.“Nama yang indah. Tidak salah orang tuanya memberi nama Samantha, selaras dengan wajahnya yang juga indah.” Jasper menjawab dengan santai.Dante hanya tersenyum tipis saat mendengar jawaban Jasper. Kedua matanya masih sibuk memindai baris kata yang tertuang di dalam laporan hingga sebuah kalimat berhasil membuatnya tersenyum lega. Sebuah kalimat yang menyatakan jika Samantha Rayne adalah seorang gadis lajang.“Oke, kurasa mudah untukmu membuatnya terlibat denganku. Kamu bisa menjadikan adiknya sebagai umpan.” Dante menutup laporan latar belakang Samantha kemudian memasukkannya ke dalam laci meja kerjanya.“Aku sudah memikirkannya. Ini akan menjadi
Acara peragaan busana Jennifer Adams. Beberapa bulan yang lalu ….“Aku sudah menemukan calon pengantinku.” Kalimat itu meluncur dengan mudah dari mulut Dante.“Benarkah? Apa aku mengenalnya?” Jasper hampir tidak percaya saat mendengar kalimat itu dari Dante.“Tidak, kamu tidak mengenalnya. Bahkan aku pun tidak,” Dante menjawab tanpa menatap Jasper yang duduk menganga di sampingnya, “tapi kita akan segera mengenalnya,” lanjutnya kemudian menunjuk seorang gadis yang berdiri di depan mereka dengan dagunya.Jasper sontak mengarahkan matanya ke arah di mana dagu Dante menunjuk. Meski tidak terlalu yakin apakah gadis dengan balutan gaun pengantin itu adalah yang Dante maksud, Jasper hanya mengeluarkan satu kalimat. “Mengapa dia?” tanyanya.“Entahlah. Aku hanya merasa dia akan mudah dihadapi.” Bahkan Dante sendiri tidak terlalu yakin mengapa ia memilih gadis itu sebagai calon pengantinnya. Hanya saja instingnya mengatakan jika semuanya akan berjalan dengan mudah jika memilih gadis itu.Dante
Dante tidak dapat mempertahankan Samantha meski ia telah memohon pada gadis itu berkali-kali. Sekarang Dante harus menerima kenyataan jika Samantha telah membencinya. Gadis itu tidak ingin melihatnya lagi.“Aku tahu ini adalah hukuman. Tapi rasanya sangat menyakitkan untuk menerima kenyataan bahwa Samantha telah membenciku. Dia tidak ingin melihatku lagi, Jasper.” Dante memijat pelipisnya kemudian mendesah kasar.Di seberangnya, Jasper yang sedari tadi hanya diam menyimak ikut mendesah. “Aku minta maaf karena situasinya menjadi kacau seperti ini, Dante,” kata pria itu terdengar menyesal. Seolah kekacauan ini terjadi karena ulahnya.Dante menggelengkan kepala. “Ini bukan salahmu. Jelas sekali bukan salahmu, kawan,” sahutnya dengan suara lemah.Tidak ada alasan bagi Dante untuk menyalahkan Jasper. Dante bukan seorang pemuda berusia enam belas tahun lagi. Usianya sebentar lagi akan menginjak angka tiga puluh tujuh, tentu saja Dante tidak akan bersikap kekanakan untuk menjadikan Jasper se