Beranda / Romansa / Istri Tanpa Nafkah (Batin) / Bab 65: Benar-benar Berakhir

Share

Bab 65: Benar-benar Berakhir

Penulis: Ana_miauw
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-20 14:17:27

“Mau pesan apa?” tanya Dewa begitu mereka tiba di sebuah restoran.

Ini adalah pertemuan mereka yang pertama kalinya setelah anak mereka tiada. Karena sebelumnya, Nabila menolak untuk ditemui oleh siapapun selama masa berduka.

“Apa aja,” jawab Nabila menyerahkan sepenuhnya pada pra itu.

Karena makanan dan minuman apapun sudah tidak lagi penting baginya kecuali inti dari pertemuan ini, yang diharapkan dapat segera berakhir dengan kesepakatan sama lega.

Walaupun sudah dapat ditebak, Dewa pasti berbeda pandangan dengannya yang inginkan tetap berpisah.

“Ya sudah, aku pesankan jus alpukat aja, ya.”

“Terserah.”

Dewa memanggil pramusaji dan mengatakan apa yang ingin dia pesan, Namun apabila melarangnya untuk memesan makanan. Dengan alasan, ia sedang tak punya banyak waktu.

Tentu. Dia memang tidak punya banyak waktu dengan pria ini.

Untuk apa berlama-lama dengannya? Tidak ada lagi yang bisa mereka harapkan dari hubungan mereka berdua yang lebih pantas dikatakan musuh.

Keduanya sudah tak la
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 66: Sederhana, Tapi Tidak Semua Orang Bisa Melakukannya

    Nabila berjalan dengan tergesa begitu dia tiba di rumah mama Dina. Tujuannya hanya satu, yakni ingin segera menemui anaknya yang sedari kemarin ia abaikan.“Zakiii! Zakii! Naak, Ibu pulang!” teriaknya ke seluruh sudut rumah. “Hei, hei, sabar. Orang baru sampai di rumah kok langsung teriak-teriak, bukannya cuci tangan dulu,” omel mama Dina meletakkan barang bawaan.“Di mana Zaki, Ma. Aku kangen...”“Dari kemaren dicuekin, sekarang dicariin,” sindirnya.“Mama plis, deh, jangan bercanda dulu. Waktunya lagi nggak pas buat bercanda, aku lagi panik, nih, beneran pengen cepet-cepet ketemu sama Zaki.”“Ngapain panik? Orang mereka nggak papa kok dipanikin?” balasnya tak acuh.Dan yang menyebalkan, wanita itu malah meninggalkannya ke dapur, mengabaikannya seolah ia tak pernah ada.Sehingga Nabila meradang, “Mama, ih! Yang bener ngapa? Zaki sama Papa di mana?”“Apa sih, Bil? Kok kamu jadi kayak anak kecil, toh? Ya, cari sendirilah. Orang mama aja baru sampai. Kita bareng kan pulangnya?”“Nggak

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-21
  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 67: Baik, Tapi Nggak Sebaik yang Kamu Pikirkan

    Ayahnya Zaki? Nabila dalam hatinya. Sebab sudah dipastikan yang papanya maksud itu bukan Dewa, tapi ayah kandung Zaki yang sebenarnya. “Bila boleh jujur sama Papa siapa orangnya. Nggak usah takut, kamu diancam kan?” Papanya berkata lagi mengira demikian. “Pa, aku itu udah jujur emang beneran nggak tau.” Namun Nabila berterus-terang menceritakan semua detailnya, mulai dari dia jengkel karena sikap keterlaluan ibu mertuanya dan Dewa yang tak pernah bisa menjadi penengah diantara mereka. Nabila kemudian masuk kelab, mabuk dan berakhir masuk ke Hotel hingga tanpa sengaja bermalam dengan laki-laki itu. Entah siapa yang salah, diakah atau dirinya. Yang jelas, tahu-tahu mereka berada di satu penginapan yang sama. Mereka melakukannya dan pria itu kabur pada pagi harinya sebelum Nabila sadarkan diri. “Maksud papa... siapapun ayahnya Zaki harus tetap kita cari untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan ke depannya. Nggak mau kan, kalau suatu saat nanti Zaki besar dan menikah—tapi usut

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-21
  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 68: Kangen Om

    “Masih kurang estetik kayaknya Pak, efeknya.”“Begini, Bu?”“Ah, iya. Kalau yang ini baru keren. Sayangnya tadi warna lipstiknya mbaknya masih kurang menyala dikit.”“Ibu maunya seperti apa? Kayaknya masih bisa diotak-atik, kok.”“Permisi ....”Suara dari pintu menghentikan mereka sejenak dari diskusi. Karena es teh dan nasi kotak yang dibawa oleh seorang OB tampak lebih menarik minat mereka.Lagipula jam dinding memang sudah menunjukkan pukul dua belas siang, sudah waktunya mereka beristirahat.“Aduh, pas banget lagi anu begini. Makasih ya, Rian!” seru crew yang lain mewakili isi hati Nabila. “Kita rehat dulu sejenak semuanya. Maksiang, mari kita makan siang.”Nabila keluar dari ruangan kemudian, membiarkan semua crew beristirahat sejenak menikmati untuk menikmati makan siangnya. Tentunya setelah dia mengambil satu cup es teh tersebut juga.Saat di lift turun, dia malah tak sengaja bertemu dengan Aditya.“Pak, selamat siang.”“Siang juga, Bil,” Aditya membalas sapaan Nabila. Ya iyala

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-22
  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 69: Calon Papa Baru Zaki

    “Udah, Nak. Udah. Telat nangisnya. Orangnya udah pergi jauh.” “Ini kenapa jadi begini, sih, Bil?” “Ya, nggak tau, Ma. Emangnya aku yang mau?” Kedua wanita itu kebingungan saat melihat Zaki yang tantrum parah. Tidak pernah Zaki seperti itu sebelumnya saat dia menangis, namun hanya karena masalah sepele. Dan kali ini cuma gara-gara dia ditinggal oleh Aditya, karena dia masih ingin lebih lama bersamanya. Padahal kan Aditya bukan siapa-siapa mereka. Orang lain yang melihat pasti akan bingung mengapa bisa demikian. Ya, jangankan orang lain. Nabila saja yang ibunya sendiri tidak tahu kenapa bisa sampai sebegitunya. Mama Dina yang penasaran pun bertanya, “Mereka udah deket banget ya?” “Ya lumayan. Tapi nggak sedekat Itu juga, Ma. Biasa aja lah kayak anak kecil ketemu sama teman akrabnya, udah.” “Ibu aku mau sama Om, Buu... mau main di kantor ibu lagi...” racau anak itu melemparkan semua mainan yang ada di depannya. “Omnya udah nggak ada di kantor lagi, Nak. Kantornya udah tu

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-22
  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 70: Dewa Penolong yang Sesungguhnya

    “Nabila?” Mendengar namanya dipanggil membuat Nabila sontak menoleh ke sumber suara. Ia meletakkan lagi barang yang baru saja diambilnya demi menanggapi perempuan itu. Lantaran tampaknya, beliau tak hanya sekedar ingin berbasa-basi. Namun juga berbicara empat mata. Terkejut sudah pasti. Karena baru kali ini—setelah sekian lama—dia bisa kembali bertemu dengan mantan ibu mertuanya lagi. Tepatnya semenjak kasus perceraiannya dengan Dewa. “Eh, Bun, apa kabar?” Nabila balas menyapa. Ya, kendatipun dia benci—mengingat semua yang pernah Adawiyyah lakukan sehingga ia hancur karenanya, namun bukan berarti ia harus menumpahkan semuanya di depan mukanya langsung. Sebab bagaimanapun, Adawiyah adalah orang tua yang seharusnya dihormati. Walaupun Nabila rasa, dia tak pantas diperlakukan seperti itu. Karena tingkah lakunya sendiri. “Udah bisa kamu belanja-belanja Bunda lihat, udah masuk kerja juga. Haha hihi pula kamu sama atasanmu. Nggak ada sedih-sedihnya sama sekali anakmu meninggal,” u

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-24
  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 71: Duda & Janda

    “Pak, itu orangnya, awas!” Nabila mengusap kasar pipinya yang basah oleh air mata, lalu segera menarik kembali tangan Aditya menjauh dari sana. Sebuah reaksi yang aneh dan tidak Adit yang mengerti. Padahal Aditya sama sekali tak mengenal wanita itu. Jadi jika pun dia tak ikut bersembunyi, harusnya tidak masalah. Tapi yang terheran, kenapa pria itu mau saja saat Nabila tarik tangannya untuk sama-sama bersembunyi? Bukankah ini gila? Ya, Aditya yang gila. Bagaimana tidak? Di saat keadaan sedang (Nabila anggap genting) diam-diam Aditya malah mencari kesempatan dalam kesempitan. “Stop, Bila. Udah. Kita udah jauh, mau lari ke mana lagi? Lagian ibu mertuamu itu udah tua, nggak mungkin bisa lari sejauh ini mengejar kamu.” “Eh, jangan salah. Orang kalau lagi jengkel biasanya tenaganya naik berkali-kali li—” kalimat Nabila terhenti saat tiba-tiba dia menyadari apa yang baru saja dilakukannya. Bisa-bisanya dia membawa pria itu lari bersamanya? Apa urusannya mantan mertuanya dengan Adity

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-24
  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 72: Hari Apes Memang Tidak Ada Di Kalender

    Kamu lagi ngapain sih, Bil? Batin Nabila bingung dengan apa yang sedang dilakukannya bersama seorang pria di sebuah Cafe and Eatery. Sebuah Cafe yang mengusung tema romantis pula.Padahal pamitnya ke Mama Dina mau pergi berbelanja, tapi malah, berduaan dengan si dia.Namun sisi lain hatinya menampik, ''Aku nggak sengaja, kok".Masalahnya, dia bisa dicap janda gatal jika kedapatan sedang berduaan dengan laki-laki lain—oleh orang yang dia kenal. Ya, Nabila berdoa semoga saja tak terjadi demikian.Pasalnya ia baru bercerai kemarin. Masa iddah saja baru terlewati beberapa hari, tapi sekarang sudah mulai gandeng cowok baru lagi.Eits, tunggu-tunggu. Apa ini yang disebut dengan kencan?Nabila tidak tahu persis definisi kencan itu seperti apa. Sebab selama menikah dengan Dewa, sangat jarang mereka bisa pergi berdua. Saling mengungkapkan perasaan, bercerita banyak hal dan lain-lainnya.Selalu ada jarak diantara mereka dan anehnya, Nabila bisa sebucin itu. Padahal tak jarang, Dewa mengabaikan

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-25
  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 73: Anti-mainstream Confess

    Seperti apa yang baru saja dikatakan oleh Aditya tadi, tentunya sebelum mereka tiba di sini. Bahwasanya, status mereka sekarang sudah sama-sama single. Semestinya tidak ada yang boleh mempermasalahkan ke mana dan dengan siapa mereka pergi, apalagi berhubungan. Tapi masalahnya ini negara Indonesia—negara yang sebagian besar masyarakatnya memandang segala sesuatu dari kepantasannya sendiri. Cepat menikah setelah wanita menjanda dianggap buruk dan tidak tahanan, namun menjanda terlalu lama juga dipermasalahkan dan dianggap tidak laku-laku. Jadi Nabila sebenarnya pun bingung harus seperti apa dia bersikap di tengah-tengah masyarakat. Mau bersikap tak peduli, mereka ada di depan mata. Jadi ya, mau bagaimana lagi? Beginilah ragam Indonesia yang mau tak mau, suka tak suka harus mereka nikmati. “Cepat banget move on-nya. Atau kalian pada dasarnya memang ada hubungan sebelumnya?” tuduh pria itu langsung saja, memandangi Nabila dan Aditya secara bergantian dengan penuh kebencian. Namun

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-25

Bab terbaru

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 125: Tamat

    “Udah ah, Mas. Capek.”Aditya menghentikan langkahnya ketika mendengar Nabila mengeluh. Ditatap nya sang istri yang kini sudah terdengar ngos-ngosan, sedang satu tangannya mengusap perut besarnya. Sembilan bulan usia kandungannya membuat dia menjadi semakin malas-malasan. Hobinya rebahan dan makan-makan camilan. “Baru juga jalan lima menit, Sayang. Kan kata dokter kamu harus lebih banyak jalan biar peredaran darahmu lancar. Kalau kamu mageran baby nggak akan turun-turun panggul kan?”“Aku nggak males, Mas. Tapi emang udah capek aja. Capek banget. Pengen minum, tapi yang manis-manis.”“BB-nya adek itu udah agak berlebih. Tadi pagi kan Bila sebelum sarapan udah minum teh manis. Masa sekarang mau minum yang manis-manis lagi?”“Ini anak kamu yang pengen loh, Mas. Jahat banget sumpah kalau nggak dibolehin.” Nabila langsung ngambek. Astaga... capek sekali loh, Aditya menjaga istrinya dari makanan-makanan yang manis. Ya, anak mereka berjenis kelamin perempuan. Pantas kalau masih di dalam

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 124: Go Public

    Harusnya sih, harusnya. Setiap kali ada karyawan lama yang akan resign, mereka pasti akan mengadakan acara kumpul-kumpul untuk perpisahan. Ya mungkin sekedar untuk makan-makan traktiran, spesial dan terakhir dari orang yang akan resign itu.Tapi karena posisinya berbeda--lebih tepatnya Nabila bukan seorang karyawan yang sederhana nya, disukai oleh banyak orang meskipun dia berprestasi, jadi yang ditraktir makan siang hanya satu orang, yakni Risa.Gadis itu sangat senang setelah mengetahui bahwa ia akan ditraktir sepuasnya. Bahkan diperbolehkan membawa makanannya pulang untuk keluarga di rumah. Nabila bilang, ini spesial untuknya karena hanya dirinya satu-satunya orang yang mendapatkan hadiah tersebut. Dari uang pesangonnya yang masih banyak. “Bukan cuman uang pesangon, Bil. Tapi uang bulananmu dari Pak Bos juga pasti nilainya nggak kecil kan?”“Ya, alhamdulillah...”“Berapa kamu dikasih sama suamimu, Bil? Kasih aku bocoran tipis-tipis lah, aku beneran pengen tahu.”“Dia nggak kasih

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 123: Baperan Banget

    Ok, satu persatu persoalan Nabila sudah selesai. Siapa ayah kandung Zaki, bagaimana dulu itu bisa terjadi dan ke mana para pelaku dihukum saat ini, semua sudah dibereskan. “Kecuali satu, Bil. Ya, cuma tinggal satu aja, beresin anggota tim kamu yang rese itu.” “Kayaknya kalau itu nggak usah deh, Mas. Toh, aku juga yang salah karena aku dah wara-wiri nggak masuk kerja. Lagian kalau mereka tau aku udah nikah mereka nggak bakalan ngomong gitu.” “Kamu boleh bilang nggak papa, tapi sebagai suamimu aku nggak suka istri kesayanganku digituin. Tetep aja mereka bakalan kukasih sanksi nanti.” Aditya sama sekali tak goyah dengan ketidak tegaan Nabila. “Kan aku juga udah mau keluar sih, Mas. Besok terakhir.” “Kelakuan mereka pasti nggak akan jauh beda ke anak baru nantinya.” “Belum tentu," sahut Nabila segera, “udahlah, Mas. Aku yakin mereka cuma lagi capek aja kemarin. Sebelumnya nggak pernah, kok. Soalnya aku cuti terus, jadi ya wajarlah kalau mereka marah.” “Biar itu jadi urusanku, Bil.

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 122: Kondusif

    Karena kabarnya Zaki dan Mama Dina ada di rumah Ami Safira, jadi Nabila dan Aditya langsung menuju ke sana. Namun tepat mereka sampai di sana, bukan hanya Mama Dina dan Zaki yang mereka dapati, tapi juga Papa Rudi. “Loh, kok, Papa ada di sini juga?” Nabila tak bisa menahan diri untuk bertanya. “Iya kebetulan Papa ada urusan sama beliau.” Lelaki itu mengerahkan pandangannya pada Ami Safira. “O-oohh?” dari nada suaranya, Nabila terdengar bingung. Anak itu sebenarnya sangat penasaran, ingin bertanya ada apakah gerangan urusan yang dimaksud oleh Papanya. Sebab sebelumnya mereka tidak saling mengenal, baru kenal pertama kali setelah Ami Safira datang ke rumah. Nabila takut Papanya sedang bertindak jauh tanpa persetujuannya lebih dulu--yang pada akhirnya akan merugikannya sebagai seorang menantu. Tapi kemudian buru-buru Nabila menepis pikirannya yang buruk itu. Tidak mungkin lelaki yang selalu memiliki perencanaan sangat matang tersebut, melakukan tindakan memalukan di bawah ha

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 121: Aku Sebenernya...

    “Hayooo, abis ngapain baru dateng langsung cuci tangan?” Sebuah suara dari belakang mengejutkan Nabila yang tengah menyabuni tangannya di depan wastafel.Bukan, bukan karena dia kagetan. Tapi karena pemilik suara itulah yang membuat dia terkejut sekaligus senang setengah mati. Karena salah satu bestie nya sudah kembali ke kantor lagi. Hingga dia bisa berbagi cerita dan bersenda gurau bersamanya. “Oh my God, Risaaa!” langsung saja Nabila memeluknya yang di balas dengan putaran bola mata. “Iyuhh, apaan sih? Lebay amat punya teman. Baru ditinggal sehari aja langsung gila. Awas ah, risih gue dah kaya lesbong aja kita,” ujarnya. Namun bukan teman namanya kalau langsung tersinggung. Perkataan-perkataan nyelekit itu sudah biasa keluar dari mulut Risa. Makanya Nabila sudah tidak pernah kaget lagi jika Risa mencibirnya ratusan kali pun. “Kamu kali yang gila. Lagian dipeluk temen bukannya seneng. Itu artinya kamu dikangenin.”“Males dikangenin sama kamu! Mending dikangenin sugar daddy.”“

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 120: Say Papa

    “Kita nanti main, yuk!”“Mau main ke mana?”“Jaki mau berenang di rumahnya Nainai.”“Boleh ... kapan?” agar Aditya bisa menanggapi secara penuh permintaan Zaki barusan, ia menjauhkan benda yang sedari tadi menjadi fokusnya ke meja, yakni si setan gepeng. “Besok yah?” kedua bola mata Zaki berbinar penuh pengharapan. “Tapi besok Papa sama Ibu kerja, Nak. Gapapa ya, kalau berenangnya cuma ditemenin sama Nainai?”“Hu'um.” Zaki kemudian naik ke atas pangkuan Aditya untuk berbisik, “Boleh tonton spidermen ga, tapi yang anak gede.”Mungkin yang Zaki maksud adalah Spiderman yang versi orang dewasa, bukan kartun. Tapi yang Aditya tahu, Nabila belum membolehkannya karena Zaki belum cukup umur untuk menyaksikan. “Ngga boleh, Nak. Yang gede buat anak gede, kalau anak kecil bolehnya nonton kartun.”“Dikit aja, Om ... eh, Pa?”Berdebar hati Aditya begitu Zaki memanggilnya dengan sebutan Papa. Ini pertama kalinya meskipun Zaki tampak ragu-ragu saat mengucapkannya. “Apa tadi manggilnya? Coba Pa

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 119: Sudah Mengetahui Semuanya

    “Dari mana, Bil? Papa sama Mas Ditya pergi, kamu juga,” tanya Mama Dina ketika Nabila baru saja tiba di rumah. “Iya, ada keperluan bentar,” jawab Nabila, “si bocil nggak bangun kan?”“Nggak kedengaran nangis sih.” Mama Dina mematikan kompornya dan memberikan kuah sup daging buatannya pada Nabila untuk anak itu cicipi. “Gimana rasanya? Udah pas? Udah enak? Kurang apa?”“Kurang banyak, Ma. Kurang kalau sesendok doang.”Mama Dina terkekeh. Sebab jawaban itu menandakan bahwa masakannya telah berhasil. “Ya udah kalau Bila mau ya ambil aja. Nggak usah nunggu nanti. Nanti bayimu malah kelaperan.”“Mama sama Ami nih, sama aja. Sama-sama ngebet aku buruan punya bayi. Baru juga seminggu kita nikah.”“Namanya juga orang tua. Nggak sabar liat anak-anaknya bahagia.”“Iya, tapi nggak mau diburu-buruin juga, Ma. Aku juga tadinya pengen cepet, tapi belakangan setelah liat postingan temen yang ngeluh berapa repotnya ngurus baby born, aku baru nyadar kalau punya anak bayi tuh capek. Padahal dulu perju

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 118: Sidang

    “Kamu tahu kenapa Papa ngajak kamu ke sini?” tanya papa Rudi tegas. Sekarang keduanya sudah berada di bengkel, tepatnya di ruangan khusus biasa Papa Rudi mengurus segala rekapitulasi dan evaluasi bengkelnya. Mereka duduk berhadapan, dengan Aditya yang kini menunduk dalam menanti semua rahasia besarnya akan terungkap. Dalam hati ia tersadar, betapa nikmat hidupnya sehari-hari yang selalu bisa bernapas lega, tapi ia tak pernah mensyukurinya. Giliran sudah diberi pelajaran ini saja, dia baru mengaku membutuhkannya dan meminta agar nikmat itu kembali. “Karena Zaki?” jawab Aditya langsung saja. Hingga tak lama Pak Rudi mengangguk, mengiyakan dugaannya. Sudah tak ada lagi pilihan untuk Aditya selain berterus terang. Memangnya kapan lagi dia bisa mendapatkan momen yang pas? “Maaf, Pa, mungkin ini terdengar sangat mengejutkan. Karena orang yang selama ini papa cari-cari, ternyata malah ada di depan mata dan jadi menantu Papa sendiri.” “Papa kecewa sama kamu!” Namun kendatipun b

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 117: Mencurigainya

    Nabila tiba di rumah ketika mendapati Zaki tengah menangis sangat kencang sampai tak bisa terlolong oleh Mama Dina.Ah, kasihan sebenarnya wanita tua itu. Pasti puyeng sekali mengurusi anaknya yang belakangan gampang banget tantruman ini. Bocah itu mengatakan ingin ikut berenang temannya--anak tetangga sebelah. Tapi mamanya tak mengizinkan karena beliau merasa harus meminta izin pada Nabila. “Lagian harus banget sekarang ya, Nak? Kan bisa besok. Ini udah sore, bentar lagi juga magrib. Emangnya nggak takut sama hantu penunggu kolam itu?”“Nggak! Jaki ngga mau ada hantunya!” teriaknya membalas bujukan sang ibunda. “Ya udah, makanya besok aja renangnya.”“Huwaaaaa! Maunya Jaki sekaraaaanggg! Tapi ngga mau yang ada hantunyaaa!" serunya dengan lebih keras. Nabila jadi berang. “Heh, nggak usah teriak-teriak bisa kan?""Biarin?! Ibu jahat?! Jaki ngga suka sama ibuu?!" Brakk!Sebuah mainan terlempar dari tangannya. "Ibu heran ya sama Zaki yang sekarang. Nyebelin kelakuannya yang apa-apa

DMCA.com Protection Status