“Saya kira anda akan datang bersama Anastasya, saya sudah lama tidak ngobrol dengannya,” sapaan tuan rumah di depan pintu masuk itu membuat Raffael dan Bella tak suka, meski sedapat mungkin kemarahan itu mereka sembunyikan dengan senyum menawan yang selalu bertengger di wajah ke duanya.
Ada yang retak dan patah di dalam sana, bahkan tak ada orang lain yang tahu, kalau aoi itu mulai tersulut di hati Bella, bukan hanya orang tua Raffael yang mengagungkan wanita itu, tapi juga artis senior ini juga, Bella bahkan tak suka cara sang tuan rumah menyebut nama Ana, apalagi sang istri juga terlihat sangat antusias menanyakan tentang Ana.“Ana sedang tidak enak badan, karena itu saya datang mewakilinya, dia bilang tidak enak kalau tidak datang,” kata Raffael.“Ah, tuan Raffael bisa saja, saya sebenarnya yang tidak enak hati karena mengganggu waktu sibuk tuan, padahal ini hanya acara ulang tahun orang tua seperti saya.”“Saya malah terhormat bisa datan“Bukankah dia laki-laki yang waktu itu minumannya diberi obat perangsang,” kata salah satu pelayan yang kebetulan melihat Raffael menuntun Bella ke dalam ruangan. “Iya benar dan wanita yang dituntun itu yang memberikan obat itu.” “Iya benar, itu artis Isabella tidak salah lagi, dia juga membagi-bagikan uang untuk tutup mulut, padahal laki-laki itu terlihat mencintai Bella, tapi kenapa Bella malah menjebaknya dengan Ana?” yang lain mengajukan tanya, “Entahlah, apa mungkin waktu itu salah sasaran ya?” “Ah mana mungkin, kalau salah sasaran untuk apa kita diberi uang, bukankah waktu itu Bella sendir yang memergoki mereka.” “Ya jelas saja bisa memergoki wong dia yang merencanakan.” “Stt,,,, sepertinya dia mendengar pembicaraan kita, ayo pergi jika tidak ingin mendapat masalah kabarnya laki-laki itu sangat berkuasa.” Para pelayan yang baru saja berkumpul itu langsung membubarkan diri dan pura-pura bekerja seperti biasa.
Raffael memandang wajah yang masih tertidur pulas itu dengan pandangan geram, kalau saja tidak malu dan gengsi pada harga dirinya yang setinggi gunung himalaya, Raffael tentu saja akan menangis, yah menangisi semua yang terjadi padanya. Sungguh ironis bukan wanita yang dia perjuangkan mati-matian nyatanya tega menusuknya dari belakang, dia bahkan pernah bercerita pada Bella saat akan menikahi Ana, akan membalas dendam pada wanita itu dan membuatnya menderita karena berani menjebaknya, tapi ternyata....Raffael menggelengkan kepalanya, merasa konyol sendiri. Sejak awal pernikahannya dengan Bella, ornag tuanya memang tidak terlalu setuju, meski tidak menentang dengan keras dan berbuat yang ekstrim, tapi orang tuanya sudah berkali-kali bilang untuk memikirkan semuanya sekali lagi. Bagi Raffael yang sedang terserang virus jatuh cinta yang sudah dalam tahap parah, tentu saja tak akan mau mendengarkan itu, baginya menikahi Bella adalah hal paling b
Bella menangis sangat keras, dan berusaha melawan, dia bukan wanita yang mau begitu saja tunduk pada orang lain, dia terbiasa dipuja dan dimanja. Hidup bergelimang harta sejak kecil membuatnya sangat percaya diri dan merasa bahwa dunia berada dalam genggamannya, dia selalu memiliki seribu satu cara untuk bisa mencapai keinginannya. Sejak kecil Bella adalah magnet, wajahnya yang cantik sangat mendukung itu semua, dia sangat suka jika perhatian semua orang tertuju padanya, saat sekolah dulu banyak sekali kawan sekelasnya yang mendekati, mereka dengan suka rela akan mengerjakan semua PR Bella, dan membantu Bella jika ada kesulitan. Kehidupan yang selalu dimudahkan sejak kecil itu terbawa sampai sekarang. Bella salah jika mengira dengan tangisnya Raffael akan luluh dan meminta maaf padanya, suaminya itu hanya menatap lurus ke depan, ke arah jalan yang lengang dini hari ini, bahkan dengan semena-mena Raffael menambah kecepatan mobilnya membuat Be
Raffael tidur meringukuk di pangkuan ibunya. Dia hanya diam tanpa berkata-kata, tapi sang ibu seolah sudah tahu tentang apa yang dirasakan putranya, mungkin ini yang disebut ikatan batin. Sandra Alexander hanya membelai rambut putranya dengan sayang, yang dibutuhkan Raffael saat ini bukan kata-kata hiburan, atau bantuan apapun, putranya itu hanya butuh ketenangan dan bisa kembali berpikir jernih. Sandra tak tahu dengan jelas apa yang terjadi, tapi dari laporan asistennya yang tiba-tiba dihubungi Raffael untuk datang di gedung waktu itu, membuatnya sedikit banyak bisa meraba apa yang telah terjadi.... rahasia besar itu terkuak sudah. Akan tetapi Ana sudah pergi dan terlihat sama sekali tak ingin kembali, Sandra bisa mengerti itu, luka yang didapat anak itu karena putranya sudah sangat parah dan rasanya jika dia ada dalam posisi Ana akan memilih mati saja dari pada menghadapai ini semua, tapi anak itu berbeda, dia masih saja menampakkan senyumn
“Saya datang bukan untuk mendapat tamparan,” kata Raffael dingin. Tangannya dengan sigap menahan tangan ayah mertuanya yang ingin memukulnya, Raffael mengakui kalau rasa perdulinya pada Bella masih tetap ada meski dia sudah sangat kecewa pada wanita itu. Bella tetap saja istrinya, wanita yang sampai saat ini Raffael akui sebagai wanita yang sangat dia cintai, tapi dia tidak akan mau lagi diperbudak oleh perasaannya, benar aoa kata ibunya andai saja waktu itu orang tuanya mengatakan secara langsung tentang masalah ini, dia pasti tidak akan percaya dan pasti akan menyangka orang tuanya hanya mengada-ada, tapi saat dia sendiri yang menemukan fakta ini, dia tak bisa lagi menghindar, dan tentu saja ini juga menjadi pukulan tersendiri untuknya. “Kurang ajar kamu?! Berani membiarkan anakku seperti ini, ini yang kamu sebut akan membahagiakannya!”terikan keras penuh kemarahan itu menggema di ruangan VVIP rumah sakit itu.Raffael hanya menatap dengan da
Ana bukanlah sosok yang introvet sebenarnya, dia adalah gadis yang ceria dan ramah pada siapa saja. Akan tetapi kehidupan melemparnya pada kenyataan yang tak bisa dia tolak. Sekarang dia bukan lagi Ana yang dulu yang bebas pergi kemana saja dan berakting di depan kamera. Kehamilan ini membuatnya harus pergi secepat mungkin dan tak menoleh ke belakang lagi. Oh... sekarang Ana memang lebih memilih untuk tinggal di pelosok dengan rumah mungil yang... ehm ralat sebenarnya Adamlah yang menemukan tempat ini dan mengatakan pada Ana kalau tempat ini sangat cocok untuk self healing, yah asalkan tidak ada tetangga yang julid saja karena dia hamil di tanpa di dampingi oleh sosok suami. Mereka mungkin mengenali Ana dulu, tapi Ana tak yakin saat bertemu langsung orang langsung mengenalinya, apalagi di desa ini dia lebih sering berwajah polos tanpa riasan juga memakai baju yang dia beli di pasar, jadi jejak Ana sang artis seolah hilang dari dirinya.
Tujuh tahun kemudian. “Lepaskan apa yang kamu lakukan!” teriak wanita itu pada laki-laki yang mendekatinya. “Ikut aku, jangan melawan.” “Tidak!” Wanita itu terus berusaha memberontak dengan sekuat tenaga, dia menendang tubuh laki-laki yang berusaha menyentuhnya, tangan kanannya berusaha menggapai vas bunga yang hanya berjarak satu jengkal dengan jarinya, sedangkan tangan kirinya berusaha tetap mempertahankan gaunnya yang berusaha ditarik laki-laki itu. Mulutnya terus berteriak minta tolong sampai serak rasanya, tapi semua seolah sia-sia, tak ada seorang pun yang datang menolongnya, suara musik di bawah sana terlalu kencang untuk mengalahkan teriakannya, juga orang-orang yang sebagian besar sedang menikmati kemeriahan pesta. Wanita itu menyesal, kenapa tadi harus naik ke mari, seharusnya dia duduk diam saja di pojokan, melihat orang-orang tertawa menikmati pesta. Dia menyesal sungguh. Laki-laki itu m
Beberapa jam sebelumnya.Laki-laki itu menutup pintu kamar dengan pelan, seolah khawatir kalau ada orang yang akan terganggu dengan suara pintu yang tertutup, meski nyatanya hanya dia sendiri yang selama tujuh tahun ini menempati kamar itu sendiri hanya untuk mengais maaf yang entah kapan bisa dia utarakan secara langsung. Perasaan sedih dan juga rasa bersalah selalu menghantuinya selama ini, hanya dengan berada di kamar ini dia bisa merasakan kehadiran wanita itu lagi, wanita yang telah dia hancurkan masa depannya dan telah dia patahkan sayapnya. “Tuan akan pergi?” tanya bibi yang malam itu melihat tuannya sudah rapi. “Iya, mungkin aku akan pulang malam, aku tidak akan makan di rumah.” Raffael mengemudikan mobilnya dengan kecepatan penuh, dia sedikit terlambat memang, pesta itu dialah yang mengadakan setidaknya alasan karena salah satu drama yang dibintangi oleh artis-artisnya berhasil memenangkan penghargaan dan alasan untuk cuku