Ana memang bisa mengatakan kalau dia enggan untuk semobil dengan Raffael dengan berbagai alasan yang menjadi pertimbangannya, tapi tetap saja berada di dekat Raffael seperti ini adalah impian yang bahkan tak berani dia harapkan untuk menjadi kenyataan.
Jangan berharap sikap Raffael akan lembut dan manis padanya, laki-laki itu tidak menghina dan merendahkannya adalah sebuah prestasi yang sangat besar, dan dirinya patut bersyukur untuk itu, itulah setidaknya itu yang dipikirkan Ana saat ini.“Sebenarnya kita akan pergi ke mana?” tanya Raffael, karena sedari tadi Ana hanya diam saja, bahkan saat Raffael melajukan mobilnya ke kantornya.“Kamu bisa turunkan aku di lobi kantormu,” kata Ana berusaha tenang.“Aku tidak ingat perusahaanku melakukan kerja sama denganmu.”“Aku memang tidak ada kerja sama dengan kantormu.”“Lalu apa yang akan kamu lakukan di sana... jangan bilang kamu akan berperan seperti istri posesif yang mengikuti s“Pa kenapa keluarga kita tidak pernah mengadakan gatering seperti keluarga Alexander?” tanya Bella kecil saat orang tuanya menghadiri acara family gathering keluarga alexander yang juga mengundang para kolega dan sahabatnya. Event yang menurut Bella sangat cool, karena di sana dia bisa berkenalan dengan banyak orang penting dan keluarganya. “Bukankah kita juga mengadakan family gathering saat hari raya,” jawab sang ayah. “Tapi kita tidak bisa bertemu para pengusaha, lihatlah, Pa di sana banyak produser dan sutradara terkenal yang hadir, jika papa mengadakan acara seperti ini, mereka pasti juga akan mengenalku.” “Kamu tahu caranya dan itu lebih mudah,” kata sang ayah lalu meninggalkan Bella sendiiri. Jujur saja saat itu Bella sama sekali tak tahu apa maksud ayahnya, keluarganya juga kaya raya, mereka berada dalam sirkul pergaulan yang sama, Impiannya menjadi artis terkenal membuat
Perasaan Ana sudah lebih baik setelah aksi kebut-kebutan yang membuat jantungnya hampir jatuh tadi, dia juga bisa bercakap-cakap normal dengan Adam, meski lebih banyak mereka memilih membicarakan hal-hal remeh dan menghindari membicarakan kejadian tadi. Adam juga sangat berbaik hati dengan menuruti keinginan Ana yang kadang sangat aneh itu, bagaimana tidak aneh, sekarang mereka naik mobil dalam kecepatan sangat rendah, bahkan Adam yakin kalau ada becak yang lewat akan sangat mudah menyalip mobilnya. “Kapan kita sampai kalau seperti ini,” gumam Adam. Tapi tentu saja telinga Ana yang masih sangat sensitif mendnegarnya. “Ini lebih baik dari pada kebut-kebutan tadi, setidaknya kalau ada orang yang berniat menguntit kita dengan mobil mereka akan putus asa duluan dan memutuskan menyalip saja,” Logika yang sangat aneh menurut Adam, tapi mengingat dia sudah sangat berdosa karena ngebut tadi, jadi dia hanya bisa diam dan menuruti kemauan Ana. Untung di
“Aku akan memberikan sopir pribadi untukmu.” Raffael langsung mengatakan hal itu tadi malam setelah Ana menyelesaikan makan malamnya. Ana menatap Raffael dengan pandangan tak mengerti, untuk apa dia melakukan semua ini, bukankah dia bisa berangkat ke lokasi syuting bersama Adam, ataukah ini cara Raffael untuk mengetahui semua hal yang dia lakukan. Astaga Mobil itu, apa benar Raffael yang meminta orang untuk mengikutinya dan karena tadi orang itu kehilangan jejak atau mungkin malah tidak sabar karena Adam mengendarai mobilnya sangat pelan, Raffael mengubah strateginya? “Sopir pribadi untuk apa? aku bisa-“ “Aku tidak suka kamu hanya pergi berdua dengan Adam,” kata Raffael dengan wajah yang menunjukkan ketidak sukaan yang tidak dia tutup-tutupi. Bolehkah Ana mengartikan ini sebagai rasa cemburu? “Mas Adam managerku, jadi apa salahnya dia menjemputku.”
“Ibu tidak pernah tahu rasanya menjadi aku yang diduakan oleh suaminya!” wanita itu menatap wanita paruh baya di depannya dengan pandangan membara.“Aku juga sama seperti wanita lainnya yang ingin suamiku hanya milikku saja!” “Bella sudahlah, ibu hanya bertanya,” kata Raffael menenangkan istrinya. Nyonya Sandra Alexander hanya bisa terperangah menatap menantunya yang baru saja membentaknya, dia memang sudah mendengar semuanya dari sang suami, tapi dia selalu percaya kalau Bella melakukan itu semua bukan atas kemauannya sendiri. Bella selalu bersikap lembut padanya, meski wanita itu kadang sombong dan suka semaunya, tapi bagi Sandra itu wajar saja karena dia hanya anak tunggal yang sangat dimanja orang tuanya. “Maksudku, bukan begitu, Nak, aku hanya ingin keluarga kalian akur, apa salahnya kalian berangkat bersama bukankah satu rumah juga,” kata Sandra. “Raffael memang anak ibu, tapi ibu tidak berhal ikut campur urusan rumah tangga kami,” kata Bella dengan keras, napasnya memburu
Judulnya memang makan malam keluarga, tapi kalau yang mengadakan keluarga kaya raya seperti mereka tentu akan sangat berbeda,Ana bisa melihat berbagai makanan lezat yang tersaji di atas meja, padahal mereka hanya lima oramg, tapi makanan yang disajikan sudah seprti untuk orang sekampung. “Ini makanan kesukaan ayah dan ibu juga Raffael dan Bella, tentu saja untukmu juga, tapi karena kamu pernah bilang tak ada menu khusus yang kamu suka, makanya ibu tidak buatkan, maaf ya, Nak,” kata sang ibu dengan tulus. “Kata siapa ibu tidak menyiapkan masakan kesukaan saya, semua makanan ini aku suka, jadi bisa dibilang aku yang paling istimewa,” kata Ana sambil tertawa kecil yang langsung menular pada sang ibu. “Syukurlah kalau begitu, ibu senang karena kamu selalu menanggapi segala sesuatu dengan positif.” Ana hanya trsenyum tak ingin mendebat ucapan itu. Bagi orang baru seperti dirinya, diam barang kali hal yang yang lebih baik, di sin
Hampir tengah malam ketika ponsel Bella bergetar di atas nakas, waniat itu menoleh sekilas pada sang suami yang tidur lelap di sebalahnya, cepat-cepat dia menyambar ponselnya, dan menuju kamar mandi. Kran air sengaja dinyalakan, kamar mandi ini memang tidak kedap suara tentu saja, jadi sedapat mungkin Bella harus berhati-hati, sekilas tadi dia membaca nomer yang tertera di layar ponselnya. Bukan nomer yang dia simpan memang, tapi Bella memiliki ingatan yang cukup baik untuk tahu nomer siapa yang menghubunginya saat ini. “Aku harap berita yang kamu bawa cukup penting, sampai membuatku bangun tengah malam seperti ini,” kata Belle ketus. Sesekali dia menoleh ke arah pintu kamar andi, takut tiba-tiba Raffael datang, “Anastasya akan menghadiri audisi Theater, dia akan melakukan audisi untuk pemeran utama.” Bella tersenyum sinis, wanita itu sudah benar-benar tak laku rupanya, tidak sia-sia usahanya untuk menjatuhkan Ana, meski d
“Apa tidak sebaiknya saya belikan saja Nyonya?” tanya wanita muda itu, dia memandang majikannya dengan kening berkerut. Tidak biasanya majikannya yang suka semena-mena ini berangkat mencari hadiah sendiri, biasanya dia akan menginstruksikan padanya untuk mencarikan hadiah untuk seseorang, terserah dia saja hadiah seperti apa yang akan dia beli. Bahkan wanita muda itu pernah berpikir kalau seandainya dia tak jujur bisa saja dia membungkus batu bata sebagai hadiah, toh majikannya tak akan tahu, paling-paling dia sendiri yang akan malu kalau orang yang dia beri hadiah bermulut lemes dan mengatakan pada yang lain. “Tidak perlu aku akan cari sendiri, kerjakan saja apa yang aku perintahkan tadi.” Wanita itu melenggang dengan santai ke arah mobil mewah yang menunggunya, bodynya yang sangat bagus terbungkus barang mahal dari ujung kaki sampai ujung kepala membuat banyak mata yang menoleh padanya, apalagi kecantikan wajahnya yang sudah tak diragukan la
Siapa sih orang yang tidak suka diberi hadiah? Apalagi oleh orang yang dia cintai? Raffael memang bisa dengan mudah membeli hadiah-hadiah itu dengan uangnya sendiri, Jam tangan itu bagi Raffael bukan barang yang akan membuat isi rekeningnya berkurang banyak, hidupnya memang sudah kaya sejak lahir, meski keluarganya bukan orang terkaya se indonesia, tapi kondisi ekonominya sangat stabil dan tak perlu susah-susah menabung hanya untuk membeli barang-barang mewah. Akan tetapi hadiah mahal dari orang yang dia cintai menurut Raffael adalah cara untuk menunjukkan ketulusan orang tersebut dan Raffael akan sangat menghargainya, akan tetapi ada kebimbangan dalam diri Raffael kali ini, jam tangan itu sama dengan jam tangan yang diberikan Ana beberapa saat yang lalu dan dia buang, karena tidak ingin membuat wanita itu berekspekasi lebih padanya, dia malas kalau Ana mengira kalau jam tangan itu hadiah darinya. “Kenapa, Raf, apa kamu tidak suka, maafkan aku ini meman