"Boleh, Yah!" seru Ardian dengan senyuman lebar di bibirnya. Tampak sekali kalau pria itu begitu antusias menyambut kelahiran putra pertama baginya."Ayah mau kasih nama ke bayi kamu, Anugerah Argantara. Gimana?" tanya Hardi dengan wajah semringah."Artinya apa itu, Pak Hardi?" tanya Lukman sembari tersenyum karena mendengar nama yang bagus yang diusulkan Hardi."Anugerah itu 'kan, ya pemberian yang baik, bagus, membahagiakan. Kalau Argantara itu artinya sesuatu yang luas tak terbatas.""Waah ... maa syaa Allah, bagus banget artinya, Yah! Aku setuju!" seru Ardian riang.Natasya hanya diam menatap ke arah sang suami di sana dengan menahan rasa perih di hati karena panasnya api cemburu."Nanti kita tanya Naura dulu," sela Nina sambil menepuk pundak Ardian, "dia juga berhak memberi pendapat ....""Iya benar," sahut Hardi tersenyum.Tak lama kemudian keluar seorang bidan senior dari dalam ruangan. Namun, wanita berusia sekitar 40 tahunan itu tidak menyampaikan apa pun. Ia hanya mengulas s
"Menurut lo apa yang menyebabkan Ardian bisa jatuh cinta sama perempuan itu?" tanya Fika seraya menatap lekat ke arah Natasya.Tasya tampak berpikir sejenak. "Aku nggak tahu, Fik .... Buatku, setiap perempuan itu pasti ada sisi menarik di mata laki-laki. Nggak peduli perempuan itu jelek ataupun cantik. Apa lagi yang memang cantik. Dan Naura termasuk cantik, 'kan?""Yaa ... tapi nggak secantik elo, sih. Lo 'kan, turunan bule, Grandpa lo bule asli." Afika berkata jujur apa adanya."Hhhh ... Naura juga keliatannya nggak banyak nuntut, Fik. Waktu itu dia bilang nggak mau banyak ngebebanin suami." Natasya teringat ketika Naura yang mengatakan hal itu kepada Ardian."Lo sendiri apa banyak nuntut?" Afika memicingkan mata ke arah sang sahabat."Dari surat perjanjian yang aku buat untuk mereka sebelum mereka menikah di KUA, itu bukti aku banyak nuntut ke Ardian, Fik. Dan ...." Natasya menggantung omongannya."Dan ... apa?" "Dan sampai sekarang kami juga masih pisah ranjang."Afika seketika me
"O–oh, ya?" Natasya meraih gelas air, kemudian meminum isinya beberapa tegukan. Wanita cantik itu bersyukur, makanan yang ia masukkan ke dalam mulut barusan, itu adalah suapan terakhir. Kalau tidak, mungkin ia akan menghentikan kegiatan makannya sebab sontak hilang selera setelah mendengar apa yang sang suami sampaikan."Iya, besok aku izin keluar sebentar dari kantor. Kamu mau ikut jemput Naura dan nganter dia pulang ke rumah ayah?" tanya Ardian, "aku juga jemput Papa Lukman dan Mama Sufia dulu sebelum itu." "Hmm ... aku nggak ikut, Ar. Kamu aja sama-sama Pak Lukman dan istrinya," jawab Natasya sembari bangkit dan membereskan piring bekas makan malam mereka berdua.Ardian hanya memperhatikan gelagat yang berubah dari sang istri. Memang sepertinya Natasya masih belum sepenuhnya bisa menerima Naura dalam kehidupan rumah tangga mereka. Lelaki itu berusaha memahami. Walau bagaimanapun, tentu saja hal itu bukanlah sesuatu yang mudah untuk dijalani."Sini, biar aku yang cuci piringnya."
Ketika keduanya telah mencapai nikmat pelepasan masing-masing, Ardian lalu mengecup dahi dan kedua mata sang istri dengan lembut. Lantas dilanjutkan dengan mengecup singkat bibir istrinya sekali lagi. "Thank you, Sya ...," ucapnya tulus. Malam ini merupakan salah satu malam paling membahagiakan bagi Ardian. Ya, semua karena perubahan sang istri yang tiba-tiba menerima ajakan bercintanya setelah sekian lama.Natasya yang tampak kelelahan hanya terpejam sambil menikmati kecupan-kecupan penutup dari sang suami. Ardian memang tidak pernah lupa untuk mengecup wajah sang istri setelah selesai menunaikan hajat dan terpuaskan hasratnya. Hal-hal manis seperti inilah yang sebenarnya sering Natasya rindukan dari berhubungan intim bersama lelaki itu. Tak lama kemudian, terdengar suara dengkuran halus dari Natasya. Ia tertidur dengan untaian senyuman yang menghiasi bibirnya.Melihat rona bahagia di wajah Natasya, Ardian juga menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Meski tipis, tetapi senyuman itu
"Kemarin Ayah bilang Arga mirip aku? Kenapa sekarang berubah jadi mirip Arya, Tan?" sela Ardian sambil tertawa kecil.Natasya mendaratkan bokongnya di sofa. Ia menghela napas mendengar orang-orang membahas lagi wajah si bayi. 'Bayi semua mukanya ya kayak gitu-gitu. Emang bisa kelihatan jelas mirip siapa? Nggak mungkin juga. Nanti kalau udah gede, baruuu bisa nampak jelas mirip siapa,' ocehnya di dalam hati.Kedua alis Arya bertautan mendengar omongan kakak lelakinya. "Heheh ... siapa yang bener ini? Ayah apa Mama? Dedek bayi ini mirip Abang atau aku sebenarnya?" tanyanya gugup. Denyut jantungnya terasa bertabuh lebih cepat ketika tadi mendengar dari sang ibu kalau bayi itu mirip dengannya."Terserah aja ... mirip siapa. Intinya dia cucu Ayah. Cucu Ayah pasti ganteng, soalnya kakeknya ganteng," timpal Hardi cuek."Hahahahaaaa! Bener jugaa Ayaaah!" Arya tertawa palsu berusaha mencairkan suasana hatinya sendiri yang tadi terasa gugup. Ardian tersenyum lebar, kemudian pria itu duduk di s
"Iya. Aku mau cepet sampe di rumah, biar istirahat. Capek banget rasanya badanku. Mungkin bawaan hamil juga," jawab Natasya."Oke, kalo gitu kita pulang sekarang." Ardian pun memutar stir kendaraannya, dan berbelok ke arah kanan. Sesampainya mereka ke unit apartemen, Natasya segera masuk ke dalam kamar, lalu melepas hijab dan gamisnya. Lantas ia mengganti dengan daster baby doll rumahan yang lebih nyaman baginya. Setelah itu, wanita tersebut langsung merebahkan badan ke atas kasur empuk di sana.Ardian yang juga sudah mengganti kemeja dengan kaus oblong pun segera menyusul naik ke atas ranjang. Ia lalu memijat pundak, punggung, dan pinggang sang istri yang berbaring miring membelakanginya."Enak, Ar ... iya di situ," ujar Natasya ketika Ardian memijat bagian pinggang dan panggulnya.Ardian pun terus menggerakkan jemarinya dengan kekuatan yang diperkirakan membuat tubuh sang istri merasa nyaman. "Perut kamu udah enakan rasanya, Sayang?" tanya pria itu sambil ikut merebah di belakang N
"Kenapa Kak Tasya?" tanya Naura mendekat ke arah sang kakak madu. Ia sambil menenangkan Arga yang tiba-tiba merengek di dalam gendongannya."Ar ... perutku sakit bangeeet," keluh Natasya sekali lagi kepada sang suami tanpa mempedulikan Naura."Antar ke rumah sakit, Ar!" suruh Hardi."Iya, benar," timpal Lukman membenarkan besannya."Iya, ayo, Sya. Kita ke rumah sakit terdekat," ajak Ardian sambil memapah sang istri menuju ke luar rumah ke arah mobilnya.Orang-orang terlihat khawatir melihat Natasya yang kesakitan."Ayah yang ikut Ardian ya, Ma!" ujar Hardi kepada Nina."Iya, Yah!" sahut Nina sambil menahan pintu mobil agar terbuka lebar untuk Natasya masuk ke dalamnya.Natasya pun masuk ke dalam kendaraan dan dipasangkan seat belt-nya oleh Ardian. "Aku mau langsung ke klinik Tante Risa aja, Ar ...," pinta Tasya sembari menahan perutnya yang sering sekali terasa kencang saat ini."Kamu yakin?" tanya Ardian sambil memastikan kalau ayahnya sudah masuk ke dalam mobil. Kemudian lelaki itu
"Gimana keadaan istrimu?" tanya Hardi dengan raut khawatir kepada Ardian."Alhamdulillah, sudah baikan, Yah. Anakku perempuan ...." Ardian tersenyum lebar dan tampak begitu semringah. Rona bahagia sangat terpancar di wajah tampannya. Ia kemudian mendaratkan bokong ke kursi panjang di sebelah sang ayah."Alhamdulillaaah ...," ucap Hardi merasa syukur. Ia mengusap wajahnya sendiri, "bayi kalian juga gimana, sehat?" tanya pria itu lagi."Masuk inkubator, Yah," jawab Ardian apa adanya."Bayi kalian kelihatan kecil sekali. Apa nggak apa-apa itu, Ar?" tanya Hardi sambil mengernyitkan dahinya."Iya, beratnya cuma 1,9 kilogram, Yah. Masih terlalu kecil. Beda dengan Arga yang BB-nya seperti anak udah cukup bulan," imbuh Ardian."Iya ya." Hardi menganggukkan kepalanya."Tapi, kata Tante Risa sih, nggak ada masalah. Anakku sehat," ujar Ardian lagi dengan senyuman yang tak pernah hilang dari bibirnya."Syukurlah kalau begitu." Hardi merasa lega mendengar ungkapan dari sang putra."Assalamualaikum!
"Apa maksud omongan kamu tadi, Ya?" tanya Ardian dengan melempar tatapan setajam peluru, "kalian berduaan seperti ini di dalam kamar. Dan Naura, kamu membuka dadamu di hadapan, Arya. Apa pantas?" Lelaki itu menoleh ke arah sang istri."Ba–Bang, akuu ... aku bisa jelasin semuanya." Naura tergagap di tempatnya."Bang, aku dan Naura mau jelasin sesuatu," sela Arya. Ia lalu mencoba mendekati sang kakak.Namun, Ardian segera menjauh, ia mencoba menenangkan diri dengan menjaga jarak. Lelaki itu mendaratkan bobotnya ke atas sofa single yang ada di kamar tersebut. "Oke, jelaskan!" tegasnya.Arya dan Naura saling mencuri pandang satu sama lain. Mereka sungguh merasa salah tingkah di hadapan Ardian saat ini.Karena kedua orang itu masih saja tidak memulai omongan, kembali Ardian menyeru, "Ayo! Katanya mau menjelaskan ke Abang? Ada apa dengan kalian? Kedustaan dan tipuan apa yang sudah dilakukan kepada Abang?" sindirnya. Ia tadi sempat mencerna apa yang Arya bicarakan.Arya dan Naura terlihat ge
"Bang, Abang udah di mana?" tanya Arya kepada Ardian."Abang udah nyampe di Banten ini, Ya. Ini lagi dalam perjalanan ke apartemen.""Oh, nggak jadi ke rumah sakit langsung?" "Abang mesti antar Tasya dan Syirisy dulu ke apartemen, Ya. Syirisy tiba-tiba demam, panas badannya. Gimana kabar Papa Lukman? Nanti abis antar mereka, Abang langsung ke rumah sakit!" "Bang ...." Arya menggantung omongannya."Iya?" "Papa Naura ... udah meninggal dunia," lanjut Arya.Deg!Kontan saja Ardian tertegun dan kaku. Lidahnya terasa kelu seketika karena mendengar berita mengejutkan itu."Kenapa, Yah?" tanya Natasya ketika melihat sang suami yang tiba-tiba terdiam begitu saja."Innalillaahi wa inna ilaihi raaji'uun," ucap Ardian dengan lirih.Natasya langsung mengernyitkan dahinya. "Papanya Naura meninggal?" tanyanya memastikan.Ardian refleks menganggukkan kepalanya. Natasya beringsut mendekati sang suami. Ia pun meraih telapak tangan Ardian yang bebas dan menggenggamnya erat. Wanita itu sangat menger
Natasya lalu bangkit dari tempat tidur dan berdiri tegak menatap dengan sorot mata yang nanar ke arah sang suami. "Kamu dengar apa yang aku katakan, Ar!" serunya tegas. Kelopak mata Tasya terlihat sembab karena menangis semalaman, tetapi sudah tak ada air mata lagi dari sana saat ini.Wanita itu sudah tidak lagi memanggil Ardian dengan sebutan 'ayah' karena sakit hati yang mendera sejak tadi malam."Iya, Ayah dengar. Tapi, kenapa malah kamu yang minta cerai begini, Bun?" Ardian ikut berdiri, kemudian mendekati sang istri hendak meraih tangannya.Natasya menghindar. "Naura sudah mau mundur, karena dia tahu pernikahan poligami ini nggak bakal berhasil. Aku juga berpendapat sama! So, memang harus ada yang mengalah.""Mengalah apa, Bun? Kita di pernikahan poligami ini baru sebentar, 'kan? Belum juga ada setahun," kilah Ardian memprotes apa yang Natasya sampaikan."Ooh, jadi kamu menikmati pernikahan poligami ini, heh?" cibir Natasya, "laki-laki di mana-mana kayak begini ya! Senang ngoleks
Ardian berteriak memanggil. Ia langsung bangkit dan kelabakan mengejar Natasya.Arya yang melihat hal itu pun segera mengejar kakak lelakinya.Sampai di lift, Ardian tak sempat masuk ke dalam karena Natasya lekas menutup pintunya."Bang, sudahlah. Biar aja dulu Tasya pulang!" bujuk Arya kepada sang kakak."Natasya mesti paham maksud Abang!" seru Ardian sambil terus menekan tombol lift agar segera terbuka.Tak lama kemudian pintu ruang kecil itu pun terbuka. Lelaki itu segera masuk dan Arya pun turut ke dalamnya.Arya melihat ke arah sang kakak dengan perasaan yang tidak menentu. Ingin sekali ia mendesak agar Ardian segera menceraikan Naura supaya tidak ada lagi penghalang baginya untuk mendekati kekasih hatinya itu.Sesampai di lantai bawah, lift berdenting, lantas terbuka lebar.Dengan cepat Ardian berlari hendak menuju ke parkiran mobil. Arya berjalan mengekorinya.Akan tetapi, sekali lagi, Ardian terlambat. Natasya sudah membawa kendaraan roda empat itu keluar dari gerbang area par
"Maksud kamu apa, Dek? Kok, tiba-tiba minta cerai?" Ardian menautkan kedua alisnya dan memicingkan mata menatap heran ke arah sang istri muda.Natasya terkesiap. Ia melebarkan bola mata sebab begitu kaget dengan apa yang baru saja dipinta oleh Naura kepada sang suami. 'Beneran ini? Ada apa? Masak cuma gara-gara Ardian sakit dan telat nyamperin, dia langsung minta cerai??' tanyanya dalam hati.Sementara Arya yang sudah mengetahui rencana itu memilih diam dan menunduk. Ia menyerahkan semua keputusan kepada Naura. Ia bersyukur akhirnya bisa punya kesempatan untuk bersatu dengan sang kekasih hati. Apalagi setelah tahu Arga adalah darah dagingnya sendiri, ia merasa sangat bahagia."A–ku rasa nggak bisa lagi menjalankan pernikahan poligami ini, Bang. Aku nggak sanggup. Lebih baik aku mundur," imbuh Naura tanpa mau melihat wajah Ardian.Ardian menoleh ke arah sang mertua yang seakan membuang muka juga di pembaringannya. Lalu bergiliran ia menoleh ke arah Natasya dan juga Arya. Lelaki itu sea
"Ayo, Bun!" seru Ardian kepada Natasya yang ada di belakangnya.Natasya menghela napas lelah. Ia melajukan langkah menyusul sang suami yang sudah berada di lift hotel.Ya, Ardian terbangun pukul setengah 12 malam. Ia baru teringat kalau malam ini dirinya mesti bersama Naura. Ia khawatir kalau Naura kecewa kalau ia tidak datang. Karena jatah Naura berada di kota itu tinggal dua malam saja. Malam ini, dan malam besok. Tentu saja lelaki itu merasa bersalah jika sampai tidak menunaikan kewajibannya. Padahal sudah jauh-jauh Naura berangkat ke kota Pontianak.Sementara Natasya, tadinya ia telah menjelaskan kepada sang suami kalau ia sudah menelepon Naura. Akan tetapi, Ardian yang masih sakit itu tetap berkeras mau mendatangi istri mudanya karena rasa tanggungjawab. Tadinya Natasya marah karena Ardian keras kepala. Namun, akhirnya ia kasihan melihat sang suami yang lemas karena sudah sakit, mesti ditambah pula berdebat dengannya. Akhirnya Natasya mengizinkan sang suami pergi dengan syarat
"Ma–Mama ...?" lirih Naura masih tampak terperanjat dengan kedatangan sang ibu. Tiba-tiba Arga menangis kencang. Bayi lelaki itu terkejut dengan suara keras dari Sufia. "Ya Allah, Nauraaa! Aryaaa! Kenapa kalian melakukan perbuatan setan ini ...?!" pekik Sufia lagi. Arya tampak bingung sekaligus kelabakan karena di depan ada Sufia yang marah-marah, dan di sebelahnya Arga yang terus menangis kencang. Sementara dirinya masih dalam keadaan naked di balik selimut bersama Naura. "Mama Naura, i–ini nggak seperti yang Mama Naura pikirkan," ujar Arya gugup. Ia meraih celananya yang terserak di sana, dan dengan terburu-buru ia berusaha mengenakannya lagi. "Nauraaa ... Mama nggak nyangka bisa kejadian hal seperti ini lagiii? Otak kalian ke mana?!!" bentak Sufia dengan linangan air mata serta tatapan yang nanar. Arya yang sudah mengenakan kembali celananya, dengan cepat mendatangi Arga, lantas meraih bayi kecil itu. "Cup cup cup, diam, Sayang ...." Naura tertunduk dalam sembari terus
Akan tetapi, dua detik kemudian ponselnya berdering. Itu nomor Ardian lagi. Namun, itu sebuah panggilan video, bukan suara."Tuuuh, lo liat! Ardian tidur dan dia memang lagi sakit ... biar lo percaya ...." Suara Natasya terdengar lirih dan geram sambil men-zoom gambar di kamera ponsel itu mengarah ke pembaringan Ardian. Lelaki itu terlihat meringkuk di dalam selimut. Sepertinya Tasya mengambil video dari luar kamarnya. Memang ia sengaja mengambil gambar dari jarak jauh agar jangan sampai Ardian terganggu karena mendengar suaranya yang sedang bicara dengan Naura.Naura menekan kedua rahangnya dengan keras. "Sudah, 'kan? Lo udah percaya sama gue sekarang? Sorry, ini bikin lo kecewa. Bye!" Kembali Natasya memutuskan sambungan telepon mereka."Aaaaaarrrgh ...!!!" Naura melempar ponselnya ke tempat tidur.Dengan gerakan cepat wanita itu mengambil kimono lingerie-nya, lantas mengenakannya. Kemudian ia melangkah lebar keluar kamar dan menggedor kamar Arga.Brak! Brak! Brak!Tidak butuh wak
"Dek, Arya cuma bilang dia minta masakin sama kamu," tukas Ardian menjelaskan sembari menatap lekat ke arah sang istri muda. Ia juga heran dengan Naura yang seakan tengah melantur dan tidak fokus terhadap pertanyaan Arya.Dahi Naura terlihat mengernyit kencang. Ia berusaha mencerna maksud suaminya."Yaaa, kalau nggak mau masakin aku juga nggak apa-apa. Nggak perlu ngegas juga," ucap Arya cuek. Ia lanjut mengunyah makanannya."Kamu kenapa, Nak? Memangnya kamu pikir Arya bicara apa tadi?" tanya Sufia heran.Bola mata Naura berlari ke sana kemari. Ia juga bingung mengapa pendengaran dan pikirannya jadi ke mana-mana. Sungguh, dia tadi menyangka kalau Arya membicarakan masa lalu mereka berdua di hadapan semua orang dan tentu saja dia mau membantahnya."Hmm, aku udah kenyang. Makasih banyak Tasya dan Bik Jum udah masak makanan yang enak banget siang ini. Tadi aku benar-benar lapar karena dari tadi malam belum sempat menyentuh makanan apa pun," tutur Ardian mengalihkan bahasan. Lelaki itu m