Aku tidak mau, Buk!"
Laras terus menangis memohon kemurahan hati Indah. Alih-alih merasa kasihan, wajah malaikat Indah yang tadi ditampakkan di rumah sakit, kini sekonyong konyong berubah menjadi wajah ib-lis."Tidak ada penolakan! Aku sudah menghabiskan banyak uang untukmu, jadi kau harus melakukan apa yang aku perintahkan," bentak Indah dengan nada pongah. Wanita itu menggerakkan jarinya sebagai isyarat memerintahkan beberapa pelayan untuk menanggalkan pakaian yang dikenakan Laras dan mengganti dengan gaun yang dia berikan tadi.Laras mencoba memberontak. Akan tetapi, sekuat apa pun dia menolak tenaga gadis itu kalah kuat dengan tenaga para pelayan Indah, sehingga pakaian lama yang dikenakan oleh Laras robek besar. Gadis itu menangis, memohon, dan menghiba, tetapi Indah malah tertawa dan mengejek gadis tersebut."Sekarang kau menolak dan menangis histeris seperti ini. Akan tetapi, nanti setelah kau melakukan pekerjaan pertama dan kedua, kau akan tertawa lebar sambil mengibaskan uang di wajahmu, malah kau akan menikmati pekerjaan ini nanti, Laras, percayalah padaku," ucap Indah sambil memperhatikan jari jarinya yang dicat kutek berwarna merah.Laras menggeleng cepat. "Tidak, aku tidak mau, Buk! Aku tidak mau menjadi pelacur, tolong lepaskan aku." Dia memohonnya dengan air mata yang berderai di pipi.Indah yang sudah habis kesabaran, menghampiri Laras dan menam-par pipi gadis itu dua kali, sehingga tubuh Laras terhempas keras ke lantai."Dasar gadis tidak tahu diri! Aku sudah habis banyak untuk membayar biaya perawatan Ayahmu, kalau kau tidak mau, tidak apa apa, aku akan suruh preman bayaranku untuk menghabisi nyawa Ayahmu hari ini juga, bagaimana?!" ancamnya dengan sorot menajam, seolah-olah hendak menguliti kulit tubuh Laras hidup-hidup.Mata Laras membeliak, dia memegang kaki Indah. "Jangan, jangan ... tolong kasihinilah Ayahku, dia sudah tua hanya dia satu-satunya yang aku punya di dunia ini. Tolong jangan lakukan itu," tangis gadis itu meledak, wajahnya semakin basah oleh air mata.Indah tersenyum penuh kemenangan. "Kalau kau ingin Ayahmu selamat kau turuti perintahku. Kau akan mendapatkan uang yang banyak sehingga bisa membiayai pengobatannya sampai sembuh. Kau juga bisa membeli apa pun yang kau mau. Kapan lagi kau bisa membahagiakan Ayahmu dan menjadi anak berbakti? Berkorban sedikit saja tidak apa apa untuk membahagiakan laki laki tua itu," ucapnya mempengaruhi pikiran Laras yang sedang kalut dan ketakutan.Indah kembali memberi isyarat ketika melihat Laras tidak lagi melawan. Kedua pelayan wanita itu segera memakaikan gaun tadi kepada si gadis. Keduanya juga memoles wajah Laras dengan make up tipis, lalu menyanggul rambut gadis itu sehingga leher dan tengguknya terlihat jelas. Setelah keduanya selesai mendandani Laras, Indah memberi isyarat kepada kedua pelayannya untuk membawa gadis tersebut ke sebuah ruangan khusus.Laras tidak punya daya lagi menolak ketika dibawa ke sebuah ruangan yang pencahayaannya kurang. Di sana bukam hanya dia, tetapi ada gadis-gadis lain berpakaian minim sepertinya. Laras menyesal terlalu percaya pada Indah. Kebaikan wanita itu menolongnya setelah diusir pemilik kontrakan berbuah petaka."Kau lihat kan, banyak gadis gadis sepertimu. Mereka juga membutuhkan uang yang banyak. Jangan kau kira mereka tidak berusaha mencari pekerjaan yang layak. Akan tetapi, tidak mudah mencari pekerjaan di zaman sekarang. Apalagi tidak mempunya pengalaman dan koneksi. Mencari uang juga harus memakai uang sekarang."Laras mendengarkan perkataan Indah sambil menatap satu per satu wajah para gadis yang sedang didandani. Ada yang diam sembari menahan air mata, ada yang terlihat santai seakan-akan sudah yakin dengan apa yang dilakukan, ada juga yang hanya diam menatap ke depan dengan tatapan kosong. Laras menunduk memikirkan keadaannya sama saja dengan para gadis itu. Pasti di antara mereka ada yang terpaksa melakukan ini. Entah karena keadaan atau ditipu."Kalian semua berkumpul di sini!" Indah memberi perintah kepada semua gadis. Mereka semua seperti hamba yang mematuhi perkataan sang tuan. "Sebentar lagi acara akan dimulai. Aku tidak ingin kalian mengacaukan acara nanti, kalau sampai terjadi kalian harus membayar mahal semuanya."Kesemua gadis itu hanya mengangguk patuh. Mereka semua termasuk Laras digiring menuju lorong yang panjang dan redup. Mereka naik ke sebuah panggung, berbaris sejajar, dan disuruh menunggu di balik kain raksasa yang terbentang tinggi dan lebar. Tak lama terdengar suara seorang wanita memperkenalkan dirinya dengan gaya centil. Sepertinya di balik kain merah itu banyak pengunjung karena terdengar suara riuh. Tak lama, tirai raksasa itu terbuka lebar, Laras memicingkan matanya karena di balik layar itu cahaya lampu begitu terang menyorot ke arah panggung. Begitu dia pandangannya kembali normal, mata gadis itu melebar karena begitu banyak mata yang menatap lapar ke arah panggung. Mata para pria yang menatap dengan sorot lapar, seolah-olah sudah tidak sabar hendak menerkam para gadis."Tuan tuan sekalian, inilah sepuluh gadis pera-wan yang pernah tersentuh oleh tangan laki laki. Lihat, betapa ranumnya mereka." Wanita berambut pirang dengan pakaian seksi memperkenalkan para gadis. Dia mendekati mereka satu per satu."Lihat, wajah mereka begitu cantik." Dia menyentuh wajah seorang gadis bergaun merah. Lalu menyentuh pinggang agar gadis itu berputar. "Betapa indah tubuhnya, dia sangat ranum."Perut Laras terasa diaduk-aduk dari dalam mendengar perkataan vul-gar wanita tersebut. Dia mengerti bahwa mereka sedang dilelang di depan pria hidung belang, persis seperti barang dagangan. Ingin rasanya menangis. Akan tetapi, sorot mata Indah menatapnya tajam, seolah-olah memperingatkannya agar tidak membuat kekacauan. Gadis itu mere-mas kedua sisi gaunnya kuat kuat, dia juga menggigit bibir agar tangisnya tidak keluar.Satu per satu satu para gadis itu disuruh maju. Mereka di suruh berputar, berjalan, dan menari untuk mendapatkan penawaran yang tinggi. Suara riuh pria hidung belang ramai menawar para gadis satu per satu. Ketika satu orang berhasil mendapatkan gadis tersebut, dia segera membayar, lalu gadis itu dibawa pergi entah ke mana.Tiba giliran Laras. Tubuh gadis itu gemetar ketika harus mulai menari. Dia tidak pernah menari sebelumnya, apalagi di hadapan para pria dengan pakaian minim pula. Keringat dingin menetes di dahinya berharap tidak ada seorang pun yang menawarnya. Akan tetapi, doa gadis itu tidak terkabul. Justru yang menawarnya sangat banyak, sahut bersahutan, keadaan lebih ramai dari para gadis sebelumnya. Seperti Laras sangat menarik di mata para hidung belang yang berkumpul. Semakin tinggi penawaran, tubuh gadis itu semakin gemetar. Namun, berbanding terbalik dengan Indah. Wanita itu tersenyum puas. Pandangannya tidak salah saat pertama kali melihat gadis itu. Laras akan menjadi favorit baru untuk para pelanggannya."Ada lagi yang mau menawar?" tanya wanita berambut pirang ketika tawaran tertinggi mencapai tiga ratus juta. Tidak ada yang menjawab, semua laki laki yang ada di sana hanya bergumam seperti dengan lebah mereka saling melirik satu sama lain, berpikir tiga ratus juta adalah harga paling tinggi untuk seorang gadis perawan.Laki laki bertubuh gempal dengan kulit hitam legam tersenyum penuh kemenangan. Dia merasa sudah menjadi pemenang dari pelelangan tersebut. Matanya menatap tubuh Laras lapar. Dia sudah tidak sabar ingin menikmati tubuh gadis tersebut. Sementara wajah Laras memucat, tubuhnya gemetar melihat laki laki yang berhasil menawar kegadisannya. Wajah laki laki itu sangat menyeramkan dengan bekas luka panjang dari dahi ke pipi. Mulut laki laki tersebut tidak berhenti mengepulkan asap rokok. Saat tersenyum tampak giginya berwarna kuning kehitaman, pertanda laki laki itu banyak sekali mengkonsumsi nikotin. Laras bergidik ngeri membayangkan jika laki laki itu akan menyetubuhinya."Baiklah, jika tidak ada lagi yang menawar, saya akan menghitung sampai sepuluh."Laras memejamkan matanya erat erat sambil berdoa dalam hati agar ada orang lain yang menawarnya lebih tinggi dari itu. Dia tahu tidak bisa lari dari rumah pelacu-ran milik Indah. Oleh karena itu, dia berharap seseorang yang baik hati membawanya keluar dari tempat tersebut agar dia tidak perlu melayani banyak laki-laki"Baiklah, ini hitungan teakhir." Si wanita sampai di hitungan ke tujuh. Dia lanjut menghitung. " delapan, sembilan, sepu ....""Lima ratus juta." Suara keras terdengar menyela hitungan wanita berambut pirang tersebut."Wow! Penawaran yang sangat fantastis," ujar si wanita dengan wajah ceria. Bukan di saja yang terkejut. Indah malah sangat bersemangat mendengar penawaran sangat tinggi tersebut, sejak dia mulai melelang gadis gadis perawan baru kali ini dia mendapatkan harga setinggi itu. Tidak terkecuali semua orang yang ada di sana, mereka menoleh ke belakang ke tempat arah suara terdengar.Tampak seorang laki laki sedang duduk menikmati minumannya. Dia sama sekali tidak terusik dengan tatapan semua orang padanya, terbukti dia kembali menuangkan sampanye ke dalam gelasnya. Sementara di sebelahnya berdiri seorang pemuda berpakaian necis. Suara tadi berasal darinya."Anda yakin Tuan?" tanya si wanita tadi, dia melihat laki laki itu mengangguk. "Coba Anda ulangi agar semua yang ada di si
Aku mengerjap beberapa kali ketika terbangun. Tanganku memijit dahi sedikit ditekan karena rasa penggar di kepala. Sial! Terlalu banyak minum semalam sampai mabuk berat. Semua gara gara wanita itu. Mengapa dia sangat keras kepala dan selalu menentangku? Parahnya aku tidak bisa bersikap tegas padanya sehingga dia leluasa dalam bersikap. Semua karena perjanjian sialan itu. Harusnya aku masih melajang sampai sekarang, tetapi demi Ayah aku terpaksa menerima pernikahan dengan putri sahabatnya.Andai orang-orang tahu aku sekacau ini karena wanita itu, pasti mereka akan menertawakanku. Namaku Rakasena, seorang laki laki bertubuh tegap dengan otot-otot keras terbentuk di beberapa bagian berkat latihan rutin di gym. Parasku tampan. Aku bukan seorang narsistik juga tak pandai meninggikan diri sendiri. Apa yang aku katakan benar adanya. Aku memiliki Ibu asli Prancis dan Ayah berdarah Sunda tulen. Bahkan, aku memiliki dua kewarganegaraan. Masa kecil dan remaja aku habiskan di negara Paman Sam, s
Lama Rakasena terdiam menatap keluar melalui jendela ruang kerjanya. Kata kata Okta terus terngiang-ngiang di tempurung kepalanya, bahwa gadis yang dia tiduri masih perawan. Harusnya dia tidak memerlukan masalah itu terlalu dalam, bukankah gadis itu tidak rugi apa pun? Dia tak menyentuh tidak pula meminta uangnya kembali.Sena, begitu dia dipanggil bisa mendengar pintu ruang kerjanya dibuka dari luar, tetapi dia abai karena tahu siapa yang masuk ke dalam ruangannya. Dia memerintahkan asistennya memanggil mucikari pemilik rumah bordir tempat gadis itu dilelang. Dia ingin melakukan satu penawaran dengan wanita bernama Indah itu."Tuan, Nyonya Indah sudah di sini." Okta memberitahu kedatangan wanita itu. Dia segera meninggalkan ruang kerja Sena setelah melihat isyarat laki laki tersebut, lalu menutup pintu rapat.Indah tersenyum. Dia tidak mengira seorang Rakasena mau bertemu dengannya. Siapa yang tidak mengenal laki laki itu. Sena sangat terkenal di antara pada pengusaha dan termasuk mi
Laras tak bisa menyembunyikan rasa gugupnya ketika manik mata Sena tepat menatap ke arahnya. Laki laki itu tidak melakukan apa apa, tetapi mampu membuat sekujur tubuhnya merinding. Gadis tersebut menunduk dan saling menggenggam jari-jarinya sekadar menenangkan jantung yang berdegup kencang. Berkali-kali Laras menelan ludah, atsmosfer di dalam ruangan itu benar benar membuatnya sesak, seolah-olah oksigen di sekitarnya semakin menipis setiap detik."Kau!" Suara Sena akhirnya terdengar menggema di dalam ruang kerjanya itu, "mendekat padaku."Laras masih diam dengan kepala masih menunduk, meski ingin bergerak tetapi kakinya seakan terpasak ke lantai."Apa kau tuli? Atau kau perlu diseret hingga bisa bergerak?" Lagi, terdengar suara Sena bernada dingin dan datar.Laras kembali menelan salivanya dengan susah payah. Dia memaksakan kaki melangkah menghampiri Sena yang berdiri menjulang membelakangi kaca. Postur laki-laki itu tinggi besar dengan tubuh kekar. Laras merasa seperti kurcaci sekara
Sena berdeham untuk menghilangkan rasa canggungnya. Dia mengalihkan pandangan sekadar menghalau rasa kagum yang mencoba masuk ke dalam dadanya. Dia tidak boleh menggunakan hati ketika bersama gadis itu. Berkali kali Sena mengingatkan dirinya sendiri kalau Laras hanyalah alat baginya untuk membuktikan dominasinya dan untuk membuat seseorang menyadari kalau dia bisa melakukan apa yang dia mau. Namun, setiap kali bersama Laras selalu saja ada geleyar asing yang merambat pelan masuk ke dalam dadanya. Apalagi setiap kali manik mata mereka bertemu. Ada rasa nyaman yang membuat laki laki tersebut tak ingin menjauh."Tuan." Sapaan dari Laras membuat fokus Sena kembali kepada gadis tersebut. Dia mengangkat dagu memperlihatkan wajah pongah."Ikut aku." Sena berbalik setelah memberi perintah.Laras dengan patuh mengekori Sena. Mau tidak mau matanya terpasak pada bahu lebar dan punggung tegak si laki laki. Tanpa sadar bibir gadis tersebut tersenyum, pasti menyenangkan bila bersandar di sana. Lara
Kaki Laras terseok-seok mengikuti langkah lebar Sena. Laki-laki itu menarik tangan gadis tersebut setelah keduanya sampai di kediamannya kembali. Entah apa yang membuat Sena kesal, yang pasti sejak pulang dari pesta rahang lelaki itu mengeras hingga Laras tak berani untuk menatap saja."Malam ini kau tidur di sini!" Sena menarik gadis itu masuk ke dalam kamarnya lalu menghempas gadis itu ke atas tempat tidur.Laras mengaduh karena keningnya terbentur kepala ranjang. Alih-alih merasa bersalah, Sena malah mencengkeram dagu gadis tersebut, memaksa wajah Laras mendongak menatapnya."Kau harus ingat kalau kau adalah milikku. Setiap gerakanmu, apa yang kau lakukan, dengan siapa kau bicara, bahkan apa yang harus dipikirkan otakmu akulah yang mengatur. Kau mengerti?!" geram Sena dengan sorot mata menajam.Laras mengangguk pelan. Tubuh gadis itu gemetar karena gentar melihat kemarahan Sena. Ketakukan dengan cepat menyergap dadanya membuat buliran bening seketika tergenang di pelupuk matanya. D
Udara sejuk dari pendingin ruangan menerpa kulit Laras membuat gadis itu menarik selimut lebih tinggi menutupi tubuhnya. Namun, percintaan tadi malam dengan Sena kembali hadir ke dalam ruang ingatannya. Gadis itu membuka kelopak matanya pelan-pelan, dia meraba seprai halus yang menjadi alas tidurnya, aroma khas Sena masih menempel di dalam ruangan tersebut. Gadis itu mendudukkan diri dan menatap sekeliling kamar yang didominasi warna putih untuk cat dindingnya serta warna hitam untuk beberapa perabotannya, tampak sepi. Tidak ada tanda tanda laki laki itu di sana. Laras tersenyum getir. Apa yang dia harapkan? Bercinta di saat malam lalu bangun dengan Sena ada di sampingnya? Tidak mungkin dan sangat mustahil. Mereka bukan sepasang kekasih yang saling mencintai. Jadi, setelah menyalurkan hasratnya laki-laki itu pergi begitu saja.Laras menyudahi lamunannya. Dia turun dari tempat tidur lalu melilitkan selimut ke tubuhnya. Gadis itu bermaksud untuk membersihkan diri karena rasa lengket di
"Seandainya makanan ini dibagikan kepada orang orang, apa Tuan tahu berapa perut yang bisa kita selamatkan?" Laras menjeda sejenak kata katanya, dia ingin melihat reaksi Sena. Akan tetapi, laki laki itu hanya diam menatapnya dengan alis terangkat. "Kita bisa mengganjal perut orang orang yang kelaparan sekitar sepuluh atau lima belas orang. Bukankah itu lebih baik dari pada kita membuang makanan ini sia sia?"--------------Kata kata Laras barusan terus terngiang-ngiang di tempurung kepala Sena. Laki-laki itu menopang dagunya dengan tangan yang diletakkan di jendela kaca mobil. tatapan Sena berlabuh menatap pohon pohon yang bergerak, seolah-olah sedang berlari berlawanan arah dengan mobil yang dikendarai oleh sopirnya. Ada rasa kagum menginap ke dalam hatinya mendengar cara gadis itu memandang sesuatu, meski terdengar sederhana tetapi isi pikiran Laras benar adanya. Dia bisa menilai kalau gadis tersebut memiliki hati yang sangat baik dan juga lembut. Malang sekali nasib Laras harus me
Setelah mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya dan dari mana dia berasal, keinginan untuk menjauh dari Sena semakin kuat. Jika dulu dia ragu untuk pergi karena tidak mau membawa anaknya dalam kesengsaraan, tetapi kini dia justru bisa memberikan kehidupan yang baik untuk anaknya. Apakah pikiran Sena akan berubah kalau mengetahui bahwa mereka memiliki hubungan keluarga? Laras mengusir harapan-harapan semu itu, dia rasa percuma mengharapkan Sena. Bahkan, sampai sekarang laki-laki itu tidak pernah mengabarinya. Apakah Sena tidak tahu kalau dia mengalami musibah? Apakah tidak terbetik keinginan di dada laki-laki itu untuk bertanya kabarnya saja? Atau setidaknya keadaan anaknya. Namun, sepertinya berlibur bersama sang istri adalah prioritas si lelaki sekarang, membuat Laras semakin tahu diri di mana posisinya di hati laki-laki tersebut. "Sekarang apa keputusanmu?" Pertanyaan Randy beberapa waktu yang lalu membuat Laras berpikir lebih dalam. "Kini kau punya segalanya. Kau tidak perlu lagi
Laras meraba perutnya dengan pikiran menerawang. Nyaris saja dia kehilangan calon bayi karena kecerobohan sendiri. Beruntung janinnya sangat kuat sehingga bisa bertahan meski terjatuh dan berguling lalu terhempas ke lantai. Helaan napas gadis itu terdengar berat. Pandangannya pun berlabuh ke luar jendela. Langit tampak mendung pagi ini, serupa dengan hatinya yang digelayuti sendu. Kesepian juga rindu berdesakan memenuhi setiap sendi rongga dadanya, menuntut mencari jalan keluar. Sebaris nama terus saja hadir menggoda benaknya, meski gadis itu telah berusaha melupa, tetapi tetap saja sulit menggerus dari ceruk kepala."Laras ...."Laras menoleh ketika mendengar pintu kamar terbuka dan seseorang memanggil namanya. Da tersenyum dengan mata berembun melihat sang ayah berjalan menghampiri. Air mata gadis itu jatuh begitu saja. Saat ini dia memang sangat membutuhkan sosok sang ayah yang kerap ada setiap kali dia merasa sedih. Laki-laki itu akan selalu memeluknya dan mengatakan kalau semua b
"Tuan, apa Anda mendengar kabar tentang Tuan Sena?" Maria menghampiri Randy yang berdiri di dekat brankar tempat Larslas terbaring. Gadis itu baik-baik saja, pun bayi yang usianya baru hitungan minggu. Laras hanya mengalami shock yang membuatnya harus beristirahat. "Pelankan suaramu ....," desis Randy melirik ke arah Laras. Dia tidak ingin gadis itu mendengar kabar apa pun tentang Sena. Maria mengatupkan bibirnya rapat. Dia mengikuti Randy ketika laki-laki memberi isyarat padanya keluar dari kamar tempat Laras di rawat. "Mulai hari ini jangan pernah ada nama Sena lagi. Kesepakatan antara Laras dan dia sudah berakhir, ingat itu!" Randy memperingatkan Maria. Wanita itu mengangguk. Dia masih ingat ketika Randy menyuruhnya memberi kabar kepada Sena bahwa Laras keguguran. Dia menyetujuinya karena hanya itu satu-satunya cara untuk membawa gadis tersebut pergi dari rumah orang tua Sena. Maria tidak ingin Laras mengalami nasib sepertinya. Lagi pula dia sangat yakin gadis itu adalah darah
"Maaf, Nyonya, Anda tidak boleh masuk!"Okta membentangkan tangannya ketika Eva memaksa masuk ke dalam ruangan steril, di mana Sena ditempatkan setelah mendapat tindakan operasi. Kecelakaan tunggal yang dialami laki-laki tersebut menyebabkan dia mengalami patah tulang tangan dan kaki. Tidak itu saja, kepalanya mengalami luka parah karena air bag di mobilnya tidak berfungsi dengan baik saat terjadi benturan."Kau tidak berhak melarangku! Aku istrinya!" Eva memelotot memarahi Okta. Dia menepis tangan asisten Sena itu agar bisa masuk.Namun, Okta jauh lebih tegas. Dia memberi isyarat agar dua orang bodyguard yang berjaga di depan pintu untuk menarik Eva menjauh."Lepaskan!" Eva berseru dan menepis keras tangan dua bodyguard yang memegang lengannya. "Jauhkan tangan kotor kalian dariku.""Nyonya, ini rumah sakit. Saya harap Anda tidak membuat keributan." Lagi Okta memberi peringatan dengan raut datar."Kau memang tidak tahu diri!" Eva menuding ke arah Okta dengan jari menunjuk runcing, mat
Sena membiarkan Eva berkonsultasi dengan dokter di dalam ruangannya, sebabd dia menyerahkan semua urusan kepada para ahli yang tentu lebih mengetahui seluk-beluk dari proses bayi tabung. Lagi pula Sena tidak terlalu kuat mencium aroma obat-obatan di dalam ruangan dokter tersebut, jadi dia memilih untuk menghirup udara segar dengan berjalan menyusuri selasar rumah sakit. Mata Sena melihat seorang laki-laki sedang mendorong kursi roda yang diduduki wanita hamil membuat ingatannya melayang kepada Laras. Dia tersenyum membayangkan seperti apa wajah anaknya kelak. Imajinasinya terjeda ketika ponselnya berbunyi penanda pesan masuk dari aplikasi WhatsApp. Dahi Sena berkerut ketika melihat nomor pengirim tidak tersimpan di kontaknya. Dia segera membuka pesan yang dikirimkan oleh nomor yang tidak dikenal tersebut. Seketika rahang laki-laki itu mengeras, Sena meremas ponselnya dengan sangat erat melihat foto-foto Laras bersama Randy terlihat sangat akrab. Di mana sepupunya itu sedang menggeng
"Randy, ini air esnya!"Randy menoleh ketika mendengar suara Laras, membuat Maria bernapas lega, wanita itu segera undur diri dengan jantung berdebar."Makasih, ya." Randy menerima air yang disodorkan Laras, dia duduk kembali ke sofa di sisi gadis itu."Aku masih belum mengerti hubunganmu dengan Sena. Kalau kalian bersaudara tiri apa dia tahu?" Laras kembali bertanya, karena otaknya ruwet memikirkan silsilah keluarga kedua lelaki itu.Randy menggeleng. "Aku yakin tidak tahu, karena sejak lahir dia tinggal di luar negeri bersama keluarganya. Ayahku juga tidak berminat menceritakan hal-hal pribadi dengan saudaranya itu." Dia menjeda kata-katanya, "eeem ... sebenarnya hubungan Ayah angkatku dan Ayah Sena tidak baik. Keduanya baru dekat setelah Kakek meninggal."Laras mulai mengerti. Ternyata runutan keluarga Sena tidak sesulit yang dia pikirkan. Mengingat laki-laki itu kembali kesedihan hadir di dada gadis tersebut. Sekuat apa pun gadis itu mencoba tetap saja dia tidak bisa mengenyahkan
Tanpa terasa pesawat yang ditumpangi oleh Sena dan Eva mendarat di bandar udara Changi Singapura, setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam lima puluh menit. Bandara internasional Changi adalah bandara sipil utama di Singapura. Pemerintah negara yang terkenal dengan patung kepala singa itu terus memperbaiki fasilitas salah satu bandara terbesar di Asia Tenggara tersebut. Sena membiarkan Eva bergelayut manja di lengannya saat mereka keluar dari gerbang kedatangan yang tidak terlalu ramai, karena pesawat mendarat saat matahari baru saja naik ke cakrawala. Ditambah lagi karpet yang sengaja di pasang untuk meredam suara sehingga suasana bandara tidak terlalu bising. Di sepanjang jalan gerbang kedatangan yang dilewati, mata dimanjakan oleh pemandangan hijau dari tanaman yang sengaja ditanam oleh pengelola.Di pintu keluar mereka sudah ditunggu oleh seorang sopir yang memang sudah dipersiapkan oleh Okta untuk mengantar jemput selama keduanya di sana. Sang asisten juga sudah menyiapkan ho
"Sen, mau ke mana?" Eva bersuara lembut memanggil laki-laki itu ketika hendak beranjak dari kursi. Mereka baru saja selesai makan malam yang khusus di masak oleh wanita tersebut Steak daging terderloin dengan tingkat kematangan medium rare yang diberi olesan saus barbeque, rebusan kentang, wortel, dan buncis menjadi menu makan malam favorit Sena."Aku mau ke ruang kerja, ada yang harus kukerjakan," jawab laki-laki itu singkat sambil meletakkan serbet yang digunakan mengelap bibirnya."Sayang ...." Eva menghampiri Rakasena yang berdiri di sebelah kursi yang baru dia duduki. "Apa kau lupa kalau aku ingin bicara sesuatu denganmu?" Wanita itu menatap suaminya dengan sorot memohon."Maaf, aku lupa. Apa yang ingin kau bicarakan?"Eva menggamit lengan Sena dan menuntun laki-laki itu berjalan pelan-pelan menuju tangga. "Aku sudah memikirkan tentang rencana kita mengusahakan bayi tabung. Aku juga sudah berkonsultasi dengan dokter dan mempercepat waktunya." Eva tersenyum dan menoleh ke arah Se
"Makasih banyak, Sen."Laras menunduk sembari melihat barang-barang belanjaan yang ada di dalam kantong belanjaan kertas. Andai saja tidak dicegah, mungkin saja laki-laki itu sudah memborong semua isi toko, belum apa-apa Sena sudah menghabiskan uang sepuluh juta rupiah. Orang kaya memang tidak pernah memikirkan berapa jumlah uang yang dibelanjakan karena mereka seolah-olah memiliki kekayaan yang tidak habis-habis."Tidak perlu, aku membelikan untuk anakku." Sena menjawab sambil merogoh saku celana bahannya. Dia menyerahkan sebuah kotak kecil ke hadapan Laras. "Aku punya hadiah untukmu."Mata Laras berkedip-kedip ketika Sena membuka kotak dari bahan beludru berwarna hitam. Seuntai kalung dari emas putih tampak berkilauan."I ... ini untuk aku?"Sena mengangguk. Dia menuntun Laras menuju meja rias, lalu mendudukkan gadis itu di sana. Dia kemudian mengambil kalung setelah meletakkan kotaknya di atas meja rias yang terbuat dari kaca.Laras menyampirkan rambutnya ketika Sena memakaikan kal