Share

Tahu Diri

Penulis: Maheera
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sena berdeham untuk menghilangkan rasa canggungnya. Dia mengalihkan pandangan sekadar menghalau rasa kagum yang mencoba masuk ke dalam dadanya. Dia tidak boleh menggunakan hati ketika bersama gadis itu. Berkali kali Sena mengingatkan dirinya sendiri kalau Laras hanyalah alat baginya untuk membuktikan dominasinya dan untuk membuat seseorang menyadari kalau dia bisa melakukan apa yang dia mau. Namun, setiap kali bersama Laras selalu saja ada geleyar asing yang merambat pelan masuk ke dalam dadanya. Apalagi setiap kali manik mata mereka bertemu. Ada rasa nyaman yang membuat laki laki tersebut tak ingin menjauh.

"Tuan." Sapaan dari Laras membuat fokus Sena kembali kepada gadis tersebut. Dia mengangkat dagu memperlihatkan wajah pongah.

"Ikut aku." Sena berbalik setelah memberi perintah.

Laras dengan patuh mengekori Sena. Mau tidak mau matanya terpasak pada bahu lebar dan punggung tegak si laki laki. Tanpa sadar bibir gadis tersebut tersenyum, pasti menyenangkan bila bersandar di sana. Laras memejamkan mata ketika benih-benih suka mulai bertunas di dadanya. Dia berusaha mematikan rasa yang tidak seharusnya. Tidak sepantasnya dia bercita cita melukis di langit, sementara tangannya saja tak sampai. Dia harus profesional. Kehadirannya di rumah dan di sisi Sena hanya murni karena bisnis. Dia butuh uang untuk pengobatan sang ayah juga perlindungan dari Indah dan orang orangnya. Sementara Sena membutuhkan pelayanan darinya. Entah kenapa laki laki itu memilihnya. Bukankah Sena bisa mendapatkan wanita mana saja yang dia mau? Dengan kekayaan dan wajah tampannya, Laras pikir banyak wanita yang rela menjatuhkan diri ke dalam pelukan si lelaki.

"Aduh!" Laras mengaduh dan memegang dahinya ketika terbentur sesuatu. Terlalu larut dalam lamunan gadis itu tidak menyadari kalau Sena berhenti di depannya.

"Matamu tak berfungsi?"

Laras menunduk sembari menggigit bibirnya. Dia tahu salah melamun saat berjalan, tapi kata-kata Sena terlalu ketus. 'Dasar mulut bon cabe! Apa tidak ada kata yang lebih enak didengar. Pantas saja tidak ada yang mau sama dia.' Gadis itu menggerutu pelan.

"Apa?" Lagi Sena bertanya.  Dahinya berkerut melihat bibir Laras komat kamit mengucapkan kata kata tidak jelas.

Laras mengangkat pandangannya. "Apa?" Dia balik bertanya dengan wajah polos dan mata membesar.

"Kau bicara apa?" tanya Sena lagi. Sebenarnya dia gemas melihat ekspresi Laras Andai saja gadis itu wanita yang dia cintai, pasti saat dia sudah menarik tubuhnya mendekat dan mencumbu dengan panas. Sayangnya, Laras tak pantas mendapatkan cintanya.

Laras menggeleng. "Aku hanya bilang, sakit." Dia berbohong. Tidak mungkin kan, dia jujur. 'Aku sedang mengumpatmu, Tuan.' Bisa-bisa Sena akan langsung memulangkannya kembali kepada Indah.

Mata Sena memicing ke arah Laras, seolah-olah menunjukkan ketidakpercayaannya pada pengakuan gadis itu, tapi kemudian laki-laki itu mengabaikan. Semakin lama berinteraksi dengan Laras membuat perasaannya semakin tidak karuan. Dia membuka pintu mobil dan masuk ke dalam.

Laras baru menyadari kalau mereka ada di garasi rumah. Dia berjalan tanpa memperhatikan sekitar karena tatapannya hanya terpusat kepada Sena.

"Aku tidak punya waktu untuk menunggumu masuk!" Terdengar suara Sena ketus.

"Anda tidak menyuruhku masuk." Balas Laras begitu duduk di sebelah Sena.

"Apa kau sebodoh itu? Kau pikir kenapa aku menyuruhmu ikut? Apa untuk mengantarku ke mobil saja?" Lagi Sena mengejek Laras.

Gadis itu menghela napas dalam. Semakin lama bicara dengan Sena makin membuatnya kesal. Sepertinya lelaki itu hanya punya kosa kata pedas saja. Oleh karena itu, Laras memilih diam dari pada membalas.

Sena menyalakan mesin mobil. Dia memilih menyetir kendaraan itu sendiri malam ini. Dia tak ingin apa pun yang nanti dibicarakan dengan Laras didengar oleh orang lain, termasuk sopirnya sendiri. Perjalanan sangat lancar karena jalanan tidak terlalu ramai. Lagi pula dia memilih melalui jalan tol sehingga waktu tempuh menjadi lebih cepat. Mobil sedan hitam berkilat itu berhenti di sebuah rumah besar dan megah.

Dari balik kaca mobil Laras melihat bangunan itu dengan rasa kagum. Bentuk bangunannya berbeda dengan hunian Sena. Rumah dua lantai di hadapannya lebih terlihat modern dengan menggunakan warna-warna hangat untuk cat dinding bagian luar. Warna jingga dipadu dengan abu abu membuat rumah terlihat menyolok. Lampu lampu taman berbentuk kubus memancarkan warna putih yang sedikit redup, meski begitu masih mampu menerangi pekarangan yang dihampari rumput jepang yang dipangkas rapi.

"Ayo!" Sena membuka pintu mobil, Laras juga membuka pintu bagian samping. Dia berdiri di sisi mobil menunggu laki-laki itu berjalan lebih dahulu. Bukan apa-apa, dia hanya takut melakukan kesalahan lagi.

"Ini rumah siapa?" Larasntak mampu menahan lidahnya untuk bertanya.

Sena melirik sekilas, membuat Laras menggigit bibirnya. Harusnya dia tak perlu bertanya, tetapi lidahnya lebih dulu bergerak ketimbang otaknya.

"Tak perlu kau tahu. Cukup diam dan ikuti saja."

Lagi-lagi jawaban Sena membuat Laras menghela napas dalam-dalam. Dia harus lebih melapangkan sabar menghadapi sikap ketus laki laki tersebut dan belajar untuk menutup mulutnya. Begitu masuk ke dalam rumah, mata Laras disambut perabotan mahal yang membuatnya berdecak kagum. Furniture di dalam rumah itu terlihat sangat mahal. Dia pernah melihat benda benda seperti itu di majalah milik tetangganya dulu. Koleksi limited edisi yang hanya diproduksi terbatas dan hargannya sangat tidak masuk akal baginya.

Seorang laki laki berpakaian pelayan menyambut kedatangan kedua. Laki laki itu mengantar Sena dan Laras masuk ke dalam rumah melewati lorong yang diterangi lampu lampu LED yang melekat di plafon. Mata Laras melebar ketika melihat keadaan di depannya. Pelayan tadi mengantarkan mereka ke pekarangan belakang. Di mana tempat itu diterangi lampu kerlap kerlip dan rangkaian bunga bunga asli. Seorang penyanyi dan alunan musik yang selaras menyentuh gendang telinga Laras. Sepertinya sedang ada pesta karena tampak para tamu berpakaian santai, tapi tetap terlihat elegan.

"Hai, Sena." Seorang wanita menghampiri si lelaki dan Laras. Dia bergelayut manja di lengan laki laki tersebut. Aku pikir kau tidak jadi datang," ucapnya sembari melirik ke arah Laras dengan tatapan menilai. "Ini siapa? Tumben kok, bawa perempuan ke pesta?" tambahnya lagi.

"Bukan urusanmu," balas Sena acuh tak acuh. Laki-laki itu lalu menggenggam tangannya Laras dan menariknya pelan untuk bergabung dengan orang orang, meninggalkan wanita tadi yang masih menatap Laras dari kepala hingga ke kaki.

Sementara darah Laras berdesir ketika Sena menggenggam tangannya erat. Debaran jantung gadis itu berdegup dua kali lebih cepat. Namun, dia kembali mengingatkan dirinya sendiri tidak boleh menggunakan perasaan bila bersama laki-laki tersebut, karena tak mungkin Sena bersikap baik jika tak ada maksud terselubung.

"Sena, kejutan! Kami pikir kau tak akan datang." Seorang laki laki berambut sedikit gondrong menyapa Rakasena, dia menepuk bahunya pelan.

"Aku sedang senang, makanya aku datang, Yanka," jawab Sena sambil meraih gelas yang berisi minuman dan memberikan satu gelas untuk Laras.

"Dan dia siapa ....?" Laki-laki yang bernama Yanka itu menatap ke arah Laras dengan tatapan kagum.

Alih-alih menjawab, Sena hanya tersenyum tipis. Dia meneguk minumannya lalu mengalihkan topik pembicaraan ke arah lain dan mengabaikan keberadaan Laras. Ada sengatan ngilu di dada gadis tersebut karena laki laki itu tidak memperkenalkannya kepada orang orang yang bertanya.  Seharusnya Laras tidak perlu merasa sedih karena memang dia tidak memiliki status apa pun bagi Sena selain wanita bayaran yang ditugasi melayani si lelaki. Perlahan Laras mundur karena dia tidak paham apa yang mereka bicarakan. Saham, nilai turun, dan segala macam. Dia yakin ketidak keberadaannya di sana tak berpengaruh pada laki laki itu. Jadi gadis tersebut berpikir lebih baik mencari tempat yang nyaman untuknya.

Laras menghirup oksigen dalam-dalam ketika dia berada sedikit jauh dari keramaian pesta. Gadis itu tidak tahu berapa tepatnya besar pekarangan belakang dari rumah itu, yang pasti sangat luas karena dia masih bisa menemukan tempat yang sedikit sepi untuk menenangkan diri. Gadis itu duduk di bangku besi yang di kiri kanannya terdapat lampu taman yang bersinar ke putih putihan. Di depannya tampak kolam ikan yang diterangi lampu warna warni sehingga dia bisa melihat koleksi ikan koi yang berenang lincah ke sana kemari, juga air mancur buatan yang menghasilkan suara gemericik yang terdengar sejuk di gendang telinganya.

"Akan lebih menyenangkan bila melihat air mancur yang sebenarnya." Suara seorang laki laki mengusik ketenangan Laras. Gadis itu menoleh ke belakang, ke arah suara untuk melihat siapa yang telah menyapanya.

Mata Gadis itu menangkap sosok laki laki bertubuh tegap, tinggi, dan memiliki fitur wajah yang sangat tampan. Tidak berbeda dengan Sena, hanya laki laki itu kulitnya terlihat lebih gelap dan bibir yang tersenyum lebar. Mungkin hanya itu satu satunya perbedaannya dengan Sena. Laras yang menggerutu pelan, kenapa dia harus selalu mengingat laki laki itu.  Sena lagi, Sena lagi. Padahal dia gegas menghindar agar tidak memikirkan laki laki itu lagi. Dia juga tidak mau  terpengaruh oleh laki-laki tersebut, tetapi tetap saja setiap melihat laki laki yang memiliki postur tegap dan rupawan mengingatkannya pada si Tuan arogan.

"Boleh aku duduk di sini?" Laki laki itu kembali bertanya.

Laras mengganguk pelan, dia bergeser untuk memberi jarak dengan laki laki asing itu.

"Sepertinya kau tidak terlalu suka pesta ya?" Laki laki itu kalau dia bertanya kepada Laras.

Gadis itu tersenyum tipis. "Aku suka hanya saja bukan pesta seperti ini," jawabnya polos.

Dahi laki laki itu berkerut. "Memangnya apa bedanya?" tanyanya ingin tahu.

Gadis itu menghela nafas sebelum menjawab. "Biasanya aku hanya menghadiri pesta kecil. Tertawa dengan teman teman, membahas hal yang sepele, seperti camilan apa yang sedang viral atau yang remeh temeh lainnya. Akan tetapi pesta kali pembahasannya sangat berat. Aku tidak mengerti tentang saham, broker, trading, capital loss, cut loss, atau fraksi harga. Mumet?" Tanpa sengaja Laras berceloteh di depan laki laki asing tersebut.

Laki-laki itu hanya tertawa mendengar racauan Laras, diam-diam dia mengagumi si gadis.

"Siapa namumu?" tanya laki laki itu menatap Laras lekat.

Belum sempat gadis itu menjawab, suara berat Sena lebih dahulu interupsi.

"Dia tidak punya kewajiban menyebutkan namanya padamu," ucap Sena ketus. Tatapannya beralih ke arah Laras. "Kita pergi!"

Laras bangkit, dia segera menghampiri Sena, tetapi laki laki asing itu menghadang langkah gadis tersebut. Dia mengulurkan kartu nama ke arah Laras.

"Ini kartu namaku. Hubungi saja jika ingin berteman denganku," tawarnya sembari mengulas senyum.

"Terima kasih." Laras menerima kartu nama tersebut lalu kembali gegas menghampiri Sena yang menatapnya tajam. Kaki gadis itu gegas mensejajari langkah si laki laki yang cepat dan lebar, dia bahkan ketinggalan jauh di belakang.

"Masuk!" Sena membukakan pintu untuk gadis itu. Lalu setelah menutup pintu mobil dia berputar untuk masuk ke sisi sebelahnya.

"Berikan kartu nama itu." Sena meminta kartu nama laki-laki tadi kepada Laras. Dia merampas dengan cepat lalu membuang ke luar jendela mobil.  Gadis itu terkesiap ketika Sena melumat bibirnya tiba tiba. Cumbuan yang sangat kasar dan keras. Laki laki itu baru melepaskan pagutannya setelah napas Laras terengah-engah.

"Jangan pernah menerima apa pun dari siapa pun. Apalagi dari laki-laki lain." Sena memperingatkan. Wajahnya dekat sekali hingga Laras bisa merasakan embusan napas laki laki itu di pipinya.

Laras mengangguk. Dia tidak tahu kenapa Sena semarah itu, padahal laki laki itu sendiri yang mengabaikannya.

Bab terkait

  • Istri Simpanan CEO Arogan   Kau Milikku

    Kaki Laras terseok-seok mengikuti langkah lebar Sena. Laki-laki itu menarik tangan gadis tersebut setelah keduanya sampai di kediamannya kembali. Entah apa yang membuat Sena kesal, yang pasti sejak pulang dari pesta rahang lelaki itu mengeras hingga Laras tak berani untuk menatap saja."Malam ini kau tidur di sini!" Sena menarik gadis itu masuk ke dalam kamarnya lalu menghempas gadis itu ke atas tempat tidur.Laras mengaduh karena keningnya terbentur kepala ranjang. Alih-alih merasa bersalah, Sena malah mencengkeram dagu gadis tersebut, memaksa wajah Laras mendongak menatapnya."Kau harus ingat kalau kau adalah milikku. Setiap gerakanmu, apa yang kau lakukan, dengan siapa kau bicara, bahkan apa yang harus dipikirkan otakmu akulah yang mengatur. Kau mengerti?!" geram Sena dengan sorot mata menajam.Laras mengangguk pelan. Tubuh gadis itu gemetar karena gentar melihat kemarahan Sena. Ketakukan dengan cepat menyergap dadanya membuat buliran bening seketika tergenang di pelupuk matanya. D

  • Istri Simpanan CEO Arogan   Riak-Riak Rasa

    Udara sejuk dari pendingin ruangan menerpa kulit Laras membuat gadis itu menarik selimut lebih tinggi menutupi tubuhnya. Namun, percintaan tadi malam dengan Sena kembali hadir ke dalam ruang ingatannya. Gadis itu membuka kelopak matanya pelan-pelan, dia meraba seprai halus yang menjadi alas tidurnya, aroma khas Sena masih menempel di dalam ruangan tersebut. Gadis itu mendudukkan diri dan menatap sekeliling kamar yang didominasi warna putih untuk cat dindingnya serta warna hitam untuk beberapa perabotannya, tampak sepi. Tidak ada tanda tanda laki laki itu di sana. Laras tersenyum getir. Apa yang dia harapkan? Bercinta di saat malam lalu bangun dengan Sena ada di sampingnya? Tidak mungkin dan sangat mustahil. Mereka bukan sepasang kekasih yang saling mencintai. Jadi, setelah menyalurkan hasratnya laki-laki itu pergi begitu saja.Laras menyudahi lamunannya. Dia turun dari tempat tidur lalu melilitkan selimut ke tubuhnya. Gadis itu bermaksud untuk membersihkan diri karena rasa lengket di

  • Istri Simpanan CEO Arogan   Hati yang Mulai Terusik

    "Seandainya makanan ini dibagikan kepada orang orang, apa Tuan tahu berapa perut yang bisa kita selamatkan?" Laras menjeda sejenak kata katanya, dia ingin melihat reaksi Sena. Akan tetapi, laki laki itu hanya diam menatapnya dengan alis terangkat. "Kita bisa mengganjal perut orang orang yang kelaparan sekitar sepuluh atau lima belas orang. Bukankah itu lebih baik dari pada kita membuang makanan ini sia sia?"--------------Kata kata Laras barusan terus terngiang-ngiang di tempurung kepala Sena. Laki-laki itu menopang dagunya dengan tangan yang diletakkan di jendela kaca mobil. tatapan Sena berlabuh menatap pohon pohon yang bergerak, seolah-olah sedang berlari berlawanan arah dengan mobil yang dikendarai oleh sopirnya. Ada rasa kagum menginap ke dalam hatinya mendengar cara gadis itu memandang sesuatu, meski terdengar sederhana tetapi isi pikiran Laras benar adanya. Dia bisa menilai kalau gadis tersebut memiliki hati yang sangat baik dan juga lembut. Malang sekali nasib Laras harus me

  • Istri Simpanan CEO Arogan   Si Tuan Angkuh dan Gadis Rapuh

    Setelah meletakkan gagang telepon ke tempatnya, sang pelayan wanita tadi kembali menghampiri Laras yang masih berada di dapur. Maria, nama kepala pelayan itu. Dia salut karena tidak biasanya sang Tuan membawa wanita lain ke rumah, meski ini bukan hunian satu satunya sang jutawan, tapi wanita yang dibawa pernah dibawa Tuan Sena adalah Nyonya Eva, istrinya sekarang. Jadi, kalau gadis bernama Laras itu dibawa ke rumah, artinya gadis tersebut memang spesial bagi sang tuan.Pertama melihat Laras, Maria bisa melihat gadis itu memiliki hati yang baik, terpancar dari wajahnya. Gadis tersebut juga masih belia tampak dari sikap dan cara bicaranya yang apa adanya. Prediksi Maria tidak salah karena Laras memang berbeda, jauh bila dibandingkan dengan sang nyonya yang angkuh dan suka merendahkan para pelayan. Mungkin karena wanita tersebut berasal dari kalangan atas, jadi menganggap pekerja rendah seperti mereka tidak berharga sama sekali.Seperti jauhnya jarak antara bumi dan langit, Laras justru

  • Istri Simpanan CEO Arogan   Musim Dingin di Belanda

    Setelah perjalanan panjang, pesawat yang ditumpangi Sena dan Laras mendarat dengan selamat di Bandara Schiphol Amsterdam yang terletak di bagian selatan Kota Amsterdam. Hawa dingin menyambut kedatangan gadis tersebut saat keluar dari pesawat. Sialnya, dia hanya mengenakan gaun tipis yang membuat hawa dingin seakan menusuk nusuk kulitnya. Bahkan, gadis itu harus memeluk tubuhnya erat erat agar tidak kedinginan. Akan tetapi, sia sia saja. Udara di Belanda di musim panas saja hanya berkisar tujuh belas sampai dua puluh derajat celcius. Apalagi di musim dingin, biasanya berkisar antara satu sampai enam derajat celcius. Pantas saja bibir Laras bergetar dan mulai memucat.Sena yang lebih dahulu berjalan di depan menghentikan langkahnya. Dia menoleh ke belakang karena Laras tidak berada di sampingnya. Dia menghela napas keras melihat gadis tersebut tertinggal di belakang, berdiri tidak bergerak di tempatnya. "Kau kenapa?" Laki laki itu mengerutkan dahi melihat tubuh si gadis gemetar."Dingin

  • Istri Simpanan CEO Arogan   Tuan Arogan Mulai Mencair

    Laras bergerak-gerak gelisah di atas tempat tidur. Dia terbangun ketika merasakan sesak di dada. Meski sudah mematikan pendingin udara, napasnya masih saja terasa tersendat. Waktu terasa sangat lama untuk gadis itu. Kalau hanya menahan lapar dia masih sanggup, tetapi sakit di kepala semakin membuatnya nelangsa. Rasa geli yang menggelitik hidungnya membuat Laras bersin tak hitungan kali. Dia meringkuk di atas tempat tidur dengan selimut membungkus seluruh tubuh. Napasnya memburu karena panas yang berasal dari dalam, tetapi telapak kaki terasa dingin.Untuk tidur pun Laras tidak bisa. Sinusitis yang dia idap membuatnya semakin tersiksa. Parahnya, gadis tersebut lupa membawa inhaler yang biasanya selalu siaga di dalam dompetnya. Dia bangun lalu berjalan ke luar kamar berharap Sena sudah pulang. Namun, dia harus kecewa karena tidak melihat laki laki tersebut. Laras kembali masuk ke kamar dan memilih duduk di dekat jendela. Gadis itu duduk di kursi menghadap keluar sambil merapatkan selimu

  • Istri Simpanan CEO Arogan   Bagaimana Ini?

    Bulu mata lentik yang membingkai mata bulat Laras perlahan-lahan terbuka. Tempat tidur dari busa terbaik membuatnya nyaman, hingga memilih diam di sana. Tubuh gadis itu terasa hangat bergelung di dalam selimut. berbanding terbalik dengan udara di luar hotel. Dia bisa melihat salju jatuh melalui jendela kamar. Laras tersenyum melihat butir-butir putih itu adalah pemandangan yang sangat indah baginya. Ingin rasanya melompat turun dari ranjang, lalu berlari keluar hotel untuk merasakan kelembutan salju.'Salju rasanya kayak es krim, ya? Kalau dikasih sirup pasti segar.' Laras senyum senyum sendiri.""Kau kenapa?" Teguran Sena menyadarkan Laras kalau dia tidak sendirian di dalam kamar. Gadis itu duduk dan menatap ke arah si laki laki yang sedang berdiri di depan pintu toilet.Wajah Laras memerah melihat tubuh Sena hanya berbalut handuk sebatas pinggang, sehingga perut kotak-kotak yang terbentuk karena latihan fitness tampak menggoda untuk disentuh. Mata gadis itu enggan berpaling. Seolah-

  • Istri Simpanan CEO Arogan   Senyum di Bawah Salju

    Laras menoleh saat seorang laki laki bicara kepada pelayan di depannya. Seketika dia mengembuskan napas lega. Keajaiban itu ada.Sang pelayan mengangguk dan tersenyum ramah. Seperti laki laki itu sudah familiar di hotel ini."Kau tidak apa apa?" tanya Laki laki itu menghampiri Laras.Gadis itu mengangguk. Dahinya berkerut ketika mengingat pernah melihat si laki laki."Anda ....""Namaku, Randy." Laki laki itu mengulurkan tangan, "kita pernah bertemu di pesta sekitar beberapa hari yang lalu."Senyum Laras mengembang. Dia tidak salah mengingat. Gadis itu menyambut uluran tangan Bastian. "Aku Laras.""Nama yang sangat cantik. Secantik orangnya." Puji Randy lagi, membuat pipi Laras terasa panas.*"Makasih." Laras kembali tersenyum canggung ketika Rendy membayar tagihan makanannya, ditambah minuman yang dipesan selagi mereka mengobrol."Anggap aja aku traktir kamu, tapi enggak gratis," balas Randy sambil tersenyum jenaka."Maksudnya." Lengkung di bibir Laras tertahan. Gadis itu sudah meng

Bab terbaru

  • Istri Simpanan CEO Arogan   Kedengkian Eva

    Setelah mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya dan dari mana dia berasal, keinginan untuk menjauh dari Sena semakin kuat. Jika dulu dia ragu untuk pergi karena tidak mau membawa anaknya dalam kesengsaraan, tetapi kini dia justru bisa memberikan kehidupan yang baik untuk anaknya. Apakah pikiran Sena akan berubah kalau mengetahui bahwa mereka memiliki hubungan keluarga? Laras mengusir harapan-harapan semu itu, dia rasa percuma mengharapkan Sena. Bahkan, sampai sekarang laki-laki itu tidak pernah mengabarinya. Apakah Sena tidak tahu kalau dia mengalami musibah? Apakah tidak terbetik keinginan di dada laki-laki itu untuk bertanya kabarnya saja? Atau setidaknya keadaan anaknya. Namun, sepertinya berlibur bersama sang istri adalah prioritas si lelaki sekarang, membuat Laras semakin tahu diri di mana posisinya di hati laki-laki tersebut. "Sekarang apa keputusanmu?" Pertanyaan Randy beberapa waktu yang lalu membuat Laras berpikir lebih dalam. "Kini kau punya segalanya. Kau tidak perlu lagi

  • Istri Simpanan CEO Arogan   Waktunya Kebenaran

    Laras meraba perutnya dengan pikiran menerawang. Nyaris saja dia kehilangan calon bayi karena kecerobohan sendiri. Beruntung janinnya sangat kuat sehingga bisa bertahan meski terjatuh dan berguling lalu terhempas ke lantai. Helaan napas gadis itu terdengar berat. Pandangannya pun berlabuh ke luar jendela. Langit tampak mendung pagi ini, serupa dengan hatinya yang digelayuti sendu. Kesepian juga rindu berdesakan memenuhi setiap sendi rongga dadanya, menuntut mencari jalan keluar. Sebaris nama terus saja hadir menggoda benaknya, meski gadis itu telah berusaha melupa, tetapi tetap saja sulit menggerus dari ceruk kepala."Laras ...."Laras menoleh ketika mendengar pintu kamar terbuka dan seseorang memanggil namanya. Da tersenyum dengan mata berembun melihat sang ayah berjalan menghampiri. Air mata gadis itu jatuh begitu saja. Saat ini dia memang sangat membutuhkan sosok sang ayah yang kerap ada setiap kali dia merasa sedih. Laki-laki itu akan selalu memeluknya dan mengatakan kalau semua b

  • Istri Simpanan CEO Arogan   Laras Putriku

    "Tuan, apa Anda mendengar kabar tentang Tuan Sena?" Maria menghampiri Randy yang berdiri di dekat brankar tempat Larslas terbaring. Gadis itu baik-baik saja, pun bayi yang usianya baru hitungan minggu. Laras hanya mengalami shock yang membuatnya harus beristirahat. "Pelankan suaramu ....," desis Randy melirik ke arah Laras. Dia tidak ingin gadis itu mendengar kabar apa pun tentang Sena. Maria mengatupkan bibirnya rapat. Dia mengikuti Randy ketika laki-laki memberi isyarat padanya keluar dari kamar tempat Laras di rawat. "Mulai hari ini jangan pernah ada nama Sena lagi. Kesepakatan antara Laras dan dia sudah berakhir, ingat itu!" Randy memperingatkan Maria. Wanita itu mengangguk. Dia masih ingat ketika Randy menyuruhnya memberi kabar kepada Sena bahwa Laras keguguran. Dia menyetujuinya karena hanya itu satu-satunya cara untuk membawa gadis tersebut pergi dari rumah orang tua Sena. Maria tidak ingin Laras mengalami nasib sepertinya. Lagi pula dia sangat yakin gadis itu adalah darah

  • Istri Simpanan CEO Arogan   Sekali Licik Tetap Licik

    "Maaf, Nyonya, Anda tidak boleh masuk!"Okta membentangkan tangannya ketika Eva memaksa masuk ke dalam ruangan steril, di mana Sena ditempatkan setelah mendapat tindakan operasi. Kecelakaan tunggal yang dialami laki-laki tersebut menyebabkan dia mengalami patah tulang tangan dan kaki. Tidak itu saja, kepalanya mengalami luka parah karena air bag di mobilnya tidak berfungsi dengan baik saat terjadi benturan."Kau tidak berhak melarangku! Aku istrinya!" Eva memelotot memarahi Okta. Dia menepis tangan asisten Sena itu agar bisa masuk.Namun, Okta jauh lebih tegas. Dia memberi isyarat agar dua orang bodyguard yang berjaga di depan pintu untuk menarik Eva menjauh."Lepaskan!" Eva berseru dan menepis keras tangan dua bodyguard yang memegang lengannya. "Jauhkan tangan kotor kalian dariku.""Nyonya, ini rumah sakit. Saya harap Anda tidak membuat keributan." Lagi Okta memberi peringatan dengan raut datar."Kau memang tidak tahu diri!" Eva menuding ke arah Okta dengan jari menunjuk runcing, mat

  • Istri Simpanan CEO Arogan   Terkuaknya Rahasia Eva

    Sena membiarkan Eva berkonsultasi dengan dokter di dalam ruangannya, sebabd dia menyerahkan semua urusan kepada para ahli yang tentu lebih mengetahui seluk-beluk dari proses bayi tabung. Lagi pula Sena tidak terlalu kuat mencium aroma obat-obatan di dalam ruangan dokter tersebut, jadi dia memilih untuk menghirup udara segar dengan berjalan menyusuri selasar rumah sakit. Mata Sena melihat seorang laki-laki sedang mendorong kursi roda yang diduduki wanita hamil membuat ingatannya melayang kepada Laras. Dia tersenyum membayangkan seperti apa wajah anaknya kelak. Imajinasinya terjeda ketika ponselnya berbunyi penanda pesan masuk dari aplikasi WhatsApp. Dahi Sena berkerut ketika melihat nomor pengirim tidak tersimpan di kontaknya. Dia segera membuka pesan yang dikirimkan oleh nomor yang tidak dikenal tersebut. Seketika rahang laki-laki itu mengeras, Sena meremas ponselnya dengan sangat erat melihat foto-foto Laras bersama Randy terlihat sangat akrab. Di mana sepupunya itu sedang menggeng

  • Istri Simpanan CEO Arogan   Rencana Randy

    "Randy, ini air esnya!"Randy menoleh ketika mendengar suara Laras, membuat Maria bernapas lega, wanita itu segera undur diri dengan jantung berdebar."Makasih, ya." Randy menerima air yang disodorkan Laras, dia duduk kembali ke sofa di sisi gadis itu."Aku masih belum mengerti hubunganmu dengan Sena. Kalau kalian bersaudara tiri apa dia tahu?" Laras kembali bertanya, karena otaknya ruwet memikirkan silsilah keluarga kedua lelaki itu.Randy menggeleng. "Aku yakin tidak tahu, karena sejak lahir dia tinggal di luar negeri bersama keluarganya. Ayahku juga tidak berminat menceritakan hal-hal pribadi dengan saudaranya itu." Dia menjeda kata-katanya, "eeem ... sebenarnya hubungan Ayah angkatku dan Ayah Sena tidak baik. Keduanya baru dekat setelah Kakek meninggal."Laras mulai mengerti. Ternyata runutan keluarga Sena tidak sesulit yang dia pikirkan. Mengingat laki-laki itu kembali kesedihan hadir di dada gadis tersebut. Sekuat apa pun gadis itu mencoba tetap saja dia tidak bisa mengenyahkan

  • Istri Simpanan CEO Arogan   Patah Kembali

    Tanpa terasa pesawat yang ditumpangi oleh Sena dan Eva mendarat di bandar udara Changi Singapura, setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam lima puluh menit. Bandara internasional Changi adalah bandara sipil utama di Singapura. Pemerintah negara yang terkenal dengan patung kepala singa itu terus memperbaiki fasilitas salah satu bandara terbesar di Asia Tenggara tersebut. Sena membiarkan Eva bergelayut manja di lengannya saat mereka keluar dari gerbang kedatangan yang tidak terlalu ramai, karena pesawat mendarat saat matahari baru saja naik ke cakrawala. Ditambah lagi karpet yang sengaja di pasang untuk meredam suara sehingga suasana bandara tidak terlalu bising. Di sepanjang jalan gerbang kedatangan yang dilewati, mata dimanjakan oleh pemandangan hijau dari tanaman yang sengaja ditanam oleh pengelola.Di pintu keluar mereka sudah ditunggu oleh seorang sopir yang memang sudah dipersiapkan oleh Okta untuk mengantar jemput selama keduanya di sana. Sang asisten juga sudah menyiapkan ho

  • Istri Simpanan CEO Arogan   Liontin

    "Sen, mau ke mana?" Eva bersuara lembut memanggil laki-laki itu ketika hendak beranjak dari kursi. Mereka baru saja selesai makan malam yang khusus di masak oleh wanita tersebut Steak daging terderloin dengan tingkat kematangan medium rare yang diberi olesan saus barbeque, rebusan kentang, wortel, dan buncis menjadi menu makan malam favorit Sena."Aku mau ke ruang kerja, ada yang harus kukerjakan," jawab laki-laki itu singkat sambil meletakkan serbet yang digunakan mengelap bibirnya."Sayang ...." Eva menghampiri Rakasena yang berdiri di sebelah kursi yang baru dia duduki. "Apa kau lupa kalau aku ingin bicara sesuatu denganmu?" Wanita itu menatap suaminya dengan sorot memohon."Maaf, aku lupa. Apa yang ingin kau bicarakan?"Eva menggamit lengan Sena dan menuntun laki-laki itu berjalan pelan-pelan menuju tangga. "Aku sudah memikirkan tentang rencana kita mengusahakan bayi tabung. Aku juga sudah berkonsultasi dengan dokter dan mempercepat waktunya." Eva tersenyum dan menoleh ke arah Se

  • Istri Simpanan CEO Arogan   Mulai Jatuh Cinta

    "Makasih banyak, Sen."Laras menunduk sembari melihat barang-barang belanjaan yang ada di dalam kantong belanjaan kertas. Andai saja tidak dicegah, mungkin saja laki-laki itu sudah memborong semua isi toko, belum apa-apa Sena sudah menghabiskan uang sepuluh juta rupiah. Orang kaya memang tidak pernah memikirkan berapa jumlah uang yang dibelanjakan karena mereka seolah-olah memiliki kekayaan yang tidak habis-habis."Tidak perlu, aku membelikan untuk anakku." Sena menjawab sambil merogoh saku celana bahannya. Dia menyerahkan sebuah kotak kecil ke hadapan Laras. "Aku punya hadiah untukmu."Mata Laras berkedip-kedip ketika Sena membuka kotak dari bahan beludru berwarna hitam. Seuntai kalung dari emas putih tampak berkilauan."I ... ini untuk aku?"Sena mengangguk. Dia menuntun Laras menuju meja rias, lalu mendudukkan gadis itu di sana. Dia kemudian mengambil kalung setelah meletakkan kotaknya di atas meja rias yang terbuat dari kaca.Laras menyampirkan rambutnya ketika Sena memakaikan kal

DMCA.com Protection Status