Suara jarum jam yang berdetak mengiringi degub jantung yang dirasakan oleh Naura dan juga Arkan. Keduanya hanya diam menatap langit di kamar mereka."Aku lapar," tutur Naura.Pandangan Arkan terhalang bantal saat menoleh ke arah Naura.Ya, dengan sengaja mereka menyusun bantal guling sebagai penghalang agar mereka tak saling bersentuhan."Mau aku buatkan apa?" tanya Arkan."Apa saja yang penting bisa di makan," jawabnya.Arkan beranjak dari ranjang berniat membuatkan makanan untuk Naura. Namun, baru beberapa langkah dia kembali berbalik menatap ke arah Naura."Argh, kenapa Om malah menggendongku?""Karena aku enggak mau kamu makan di atas ranjang."Naura pun pasrah saat Arkan membawanya ke dapur lalu mendudukkannya di kursi. Naura hanya diam melihat suaminya itu bersiap untuk masak."Spaghetti, kamu suka kan?" tanya Arkan mengeluarkan bahan-bahan di lemari. Naura hanya mengangguk lalu memperhatikan suaminya yang sedang masak. Entah mengapa mata Naura tak bisa berpaling dari wajah Ark
Arkan mengetuk jemarinya di atas meja. Kepalanya terlalu berisik memikirkan masalah yang dia buat sendiri."Argh ... apa yang harus aku lakukan. Haruskan aku meminta bantuan Mamah? Aku yakin Mamah tau masalah kontrak ini," gumamnya. Tok ... tok! "Sial." Arkan memutar kursinya menghadap ke arah pintu. "Masuk," ucapnya lalu membenarkan duduknya. "Permisi, Pak. Ada tamu." "Siapa?" Rahang Arkan mengeras ketika melihat tamu yang datang adalah mantan istrinya."Liona," desis Arkan.Liona tersenyum lalu masuk ke ruangan yang pernah dia datangi saat masih menjadi istrinya. "Hai ... Arkan," sapanya. Matanya melihat ke sekeliling.Tidak ada yang berubah di sana kecuali foto pernikahan Arkan dan juga Naura. Foto pernikahan berukuran besar itu pun di pajang tepat di depan para tamu.Senyumannya pun seketika memudar. Ingatannya berputar ke masa saat dia masih menjadi istri Arkan.Jangankan foto pernikahan, foto kebersamaan mereka saja tidak pernah di pajang di ruang kerja atau apartemen mere
Suara ponsel yang tak berhenti itu pun membuat Naura kesal. Dia pun terpaksa membuka mata dan menggeser semua banyak yang berada di dekatnya dan—"Halo ...!"[Naura buka pesanku.]Tangan Naura menjauh sedikit untuk memastikan pesan yang masuk. "Kenapa, aku baru bangun."Terdengar suara helaan napas seolah terasa berat saat akan mengucapkannya. [Arkan lagi makan sama cewek. Mesra banget mereka, mana ceweknya cantik banget.]"Serius?" Naura begitu terkejut saat mendengar ucapan Lala.Kalau saja dia sedang tidak berpura-pura terluka. Mungkin Naura sudah menghampiri mereka.[Si cewek mulai getel rangkul tangan Arkan. Mereka keluar dari restoran, sepertinya mereka mau ke hotel.]"Hotel," gumam Naura.Tanpa permisi Naura mematikan panggilannya. Dia lalu mencari nomor Arkan lalu menghubunginya. Terdengar sambungan telepon yang terhubung dan-[Halo.]Suara Arkan terdengar dengan jelas seperti sedang berada di pinggir jalan karena Naura dapat mendengar dengan jelas suara kendaraan di sekitarny
"Mati aku, kalau seperti ini pasti kebohonganku terbongkar," batin Naura merutuki kebodohannya. "Kita enggak perlu ke rumah sakit, aku sudah sembuh," ucap Naura mencoba meyakinkan pria ya yang ada di sampingnya itu. Arkan hanya mendelik tak ingin berdebat dengan Naura apa lagi mendengar penolakannya. Tak lama mobil mereka pun sampai di rumah sakit yang di tuju. Naura terus memperhatikan Arkan yang keluar dari mobil, berjalan ke arah pintu yang dekat dengannya. "Argh ... dia benar-benar menyebalkan," gerutu Naura. Dia memegang pintu menghalangi Arkan yang menariknya dari luar. "Naura buka!" Arkan menggedor-gedor kaca mobil berharap Naura membuka pintunya. Namun, keduanya malah saling tarik menarik. Kesal, Arkan lalu membuka pintu mobil yang berada di belakang kursi Naura. "Buka pintunya!" hardik Arkan. "Aku enggak mau ke Dokter," ucap Naura bersikukuh. Arkan pun berdecak, dia lalu memeluk Naura dari belakang agar dia tak bergerak. Perlahan tangannya membuka sabuk pengaman kemudi
Paginya, Naura bangun lebih awal. Namun, betapa terkejutnya Naura saat dia bangun sudah berada di atas ranjang. Dia refleks menoleh ke arah sisi kirinya dan tak mendapati Arkan tidur di sampingnya. "Kemana dia?" Naura lalu keluar dari kamar, matanya melihat ke sekeliling mencari keberadaan Arkan. Namun, sayangnya pria itu sudah tidak ada di dalam apartemen. Naura pun bernapas lega karena dia tak perlu bertegur sapa dengan pria itu. Ceklek Suara pintu terbuka membuat Naura terkejut. Dia pikir Arkan sudah pergi ternyata dia baru saja pulang berbelanja. "Om, dari mana?" Arkan sama sekali tak bergeming dan malah terkesan tak mempedulikan Naura sama sekali. Dia berjalan ke dapur memisahkan makanan yang baru dia beli. "Buat aku mana?" tanya Naura lagi. Namun, lagi-lagi Arkan bungkam, memilih menikmati sarapannya di balkon. Naura berdecak melihat kelakuan Arkan yang mendiamkannya tanpa sebab. Naura berjalan ke dapur, tapi sayangnya Arkan hanya membeli sebungkus sarapan untuknya sendi
"Naura," panggil Devan berjalan mendekatinya. "Hai, Devan," sapa Naura sembari menyunggingkan senyum termanisnya. "Mau ke mana?" tanya Naura saat melihat Devan membawa tas rangsel yang biasa digunakan untuk naik gunung. Devan menoleh ke arah tasnya lalu menjawab, "Aku mau nge-camp." "Nge-camp, di mana?" "Di tempat yang waktu itu aku tujukkan ke kamu. Oh ya, kamu mau ikut?" tanya Devan. Naura menoleh ke arah Lala seolah meminta persetujuannya dan ingin ikut serta membawa sahabatnya itu untuk di tumbalkan jika Arkan mencarinya. Lala menyilangkan jarinya, tanda jika dia melarang Naura untuk ikut bersama Devan. "Ah, maaf sepertinya Lala enggak ngebolehin aku ikut." "Kami mau ke klub malam," sela Lala sembari berbisik. "Apa kamu mau ikut?" Devan terlihat berpikir sejenak. "Aku ingin menenangkan pikiranku. Bye, Naura, La." Dia berlalu meninggalkan Naura dan juga Lala. "Ayo, kita pulang." Lala merangkul bahu Naura, menyeretnya untuk bergegas masuk ke mobilnya. "Mau aku antar pulang?"
Bagaimana bisa dia bertemu dengan orang yang sama sekali tak ada di pikirannya. Bahkan saat ini mereka sedang menikmati minuman bersama."Kamu biasa datang ke sini?" tanya Liona.Naura menggeleng pelan. "Baru kali ini, sahabatku yang merekomendasikan tempat ini," jelas Naura."Senang bertemu denganmu. Oh ya, waktu itu aku belum mengucapkan selamat atas pernikahanmu dengan Arkan. Apa kamu menyukai hadiah dariku?""Hadiah?" batin Naura. Arkan bahkan tak pernah membahas wanita ini di depannya apa lagi hadiah.Senatural mungkin Naura harus terkesan memiliki hubungan yang baik dengan suaminya itu. "Hm, terima kasih hadiahnya."Liona tersenyum senang. "Di mana kalian pertama bertemu?"Naura berpikir sejenak, masih terekam jelas saat pertama kali dia bertemu dengan pria menyebalkan yang kini menjadi suaminya."Di klub malam.""Benarkah, Arkan bilang dia pertama bertemu denganmu di kampus tempatmu kuliah?""Mati aku, kenapa jawaban kami berbeda. Ah, apa Arkan ingin menciptakan pertemuan yang b
Naura berbalik berjalan mendekati Arkan dan- Plak! Tangan Naura melayang tepat di pipi pria yang ada di depannya. "Argh, berhentilah senaif itu. Aku tahu yang kamu inginkan itu dia bukan aku. Jadi bawa dia pergi dari sini dan jangan pernah menggangguku!" Teriakan Naura begitu melengking hingga akhirnya dia sadar jika semua yang dia lakukan tadi hanya ilusi yang tak mampu dia lakukan saat ini. "Ayo, kita pulang." Devan merangkul bahu Naura membawanya menjauh dari Arkan. Tanpa mereka sadari Arkan berjalan ke arah mereka berdua lalu menarik tangan Naura dengan kasar hingga beralih ke sisinya. "Ikut aku pulang." "Dia akan pulang denganku!" ucap Devan menarik tangan Naura ke sisinya. Srreeeett! Naura terseret saat Arkan menariknya dengan kasar. "Dia istriku, aku akan membawanya pulang." Naura merasakan sakit di kedua ketiaknya saat Arkan dan Devan menarik tangannya seolah sedang berebut mainan. "Lepas, tanganku sakit,"keluh Naura berharap Devan dan Arkan melepaskan tangannya Namun
Satu bulan berlalu hubungan Naura dan Arkan semakin erat. Meski harus menjalani hubungan long distance relationship, tak menghalangi rasa cinta Arkan untuk anak dan istrinya."Pagi, Sayang."Perlahan Naura membuka mata saat mendengar suara bariton berbisik di telinganya."Kapan kamu datang?""Lima menit yang lalu. Aku rindu memeluk tubuhmu, Sayang."Seketika Naura membuka matanya. "Axel, di mana dia?"Arkan mengeratkan pelukannya. "Dia di bawah sama Papah dan Bu Dila.""Oh." Naura hanya ber-oh-ria lalu menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. "Kamu mau ke mana?""Mau buat sarapan," jawab Naura mengikat rambutnya. Namun, Arkan menarik tubuh Naura hingga tergeletak di atas kasurnya. "Aku masih kangen, diam di sini sebentar saja."Naura lalu membiarkan Arkan untuk memeluknya beberapa saat sampai dia puas meluapkan rasa rindunya."PAPA ...." teriak Axel."Tuh anaknya manggil, sana samperin."Arkan menghela napasnya lalu mencium bibir Naura dengan lembut. "Ku menginginkanmu Sayang." Tanga
Suara gemercik air membangunkan Naura dari tidurnya. Dia lalu mengibas selimut yang menutupi tubuhnya dan— "Argh." Naura berteriak histeris saat melihat tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang pun. "Apa yang terjadi, di mana bajuku?" gerutu Naura. Tak lama dia mendengar suara seseorang membuka pintu. Naura pun segera menutup tubuhnya dengan selimut berpura-pura tidur untuk melihat siapa orang yang keluar dari kamar mandi. Sedikit demi sedikit Naura membuka matanya dan mendapati Arkan yang sedang memakai pakaiannya setelah mandi. "Arkan, jadi aku tidur dengan dia. Tunggu, kenapa aku bisa bersama Arkan?" batinnya. Naura mencoba mengingat kembali apa yang terjadi di klub semalam. Ingatannya mulai berputar seperti sebuah rekaman dan berakhir saat dia mencium Arkan. Naura begitu menikmati ciuman itu hingga membuatnya tak ingin melepaskan sedetik pun kesempatan itu. "Aku mencintaimu, Naura." "Aku juga mencintaimu, Arkan," ucap Naura dengan sadar hingga membuat wajahnya bers
Dentuman musik mengalun begitu kencang hingga memekikkan telinga. Namun, hal itu malah menarik atmosfer di sekitar membuat orang-orang yang berada di dalam klub ikut terhanyut dengan irama musik yang dibawakan oleh seorang DJ. "Naura, ayo turun!" ajak Sela saat mereka memasuki klub malam. "Kamu aja aku tunggu di bar ya." "Jangan di bar kita cari meja saja," ujar Sela. Matanya melihat ke sekeliling mencari tempat yang kosong. Namun, sayang tidak ada tempat kosong. Hampir semua meja terisi penuh oleh orang-orang yang sedang menikmati malam panjang mereka. "Tunggu, bukankah itu Arkan. Kita ikut di meja dia saja." Naura mencekal tangan Sela, tapi wanita itu terus berjalan meninggalkannya begitu saja. Mau tidak mau Naura pun mengikuti Sela hingga berhenti tepat di depan meja Arkan. "Hai, Arkan. Sendiri aja nih, boleh gabung?" Arkan mendelik, tanpa bicara dia bergeser tanda jika dia mempersilahkan mereka untuk duduk bersama dengannya. "Terima kasih, aku titip Naura dulu ya. B
Deburan ombak mengalihkan perhatian Naura dari Roni dan Sela yang sedang berbincang. Padahal meeting sudah berakhir dan mereka berdua masih asik bersama."Ini." Naura menoleh ke samping saat Raka memberikan kopi untuknya. "Makasih.""Sama-sama."Naura kembali menoleh ke arah Sela dan Roni, tapi mereka sudah tidak ada di sana. "Ke mana mereka pergi?""Siapa? Oh Pak Roni dan Bu Sela, paling ke hotel.""Hah, kok bisa secepat itu?"Raka tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi terkejut Naura. "Kamu tenang saja mereka sedang melihat lokasi untuk penempatan barang-barang.""Oh," ujar Naura bernapas lega. Naura pun memilih berteduh di bawah pohon yang rindang lalu menurunkan bokongnya di atas pasir. "Menurutmu bagaimana Bu Sela dan Pak Roni?""Maksudnya?"Raka tersenyum lalu menjawab, "Aku sudah lama ikut kerja dengan Pak Roni, aku tau dia tertarik pada Bosmu.""Oh, aku pikir Pak Roni bukan tipe pria idaman Bu Sela. Apa lagi usia mereka terpaut jauh, aku nggak yakin hubungan mereka akan b
Setelah pertemuan Sela dan Arkan, wanita itu terus mendiamkan Naura seolah kesal kepada.Naura pun tidak tahu harus melakukan apa karena Sela terus memalingkan wajahnya."Sebentar lagi kita sampai, apa kamu akan terus bersikap seperti itu?"Sela mendelik dan hanya menggerakkan tubuhnya seolah tak memperdulikan Naura. Kesal, Naura pun menginjak rem hingga tubuh Sela terhuyung ke depan. "Argh ... Kamu gila, apa kamu ingin aku mati?""Lihat kamu masih hidup dan berteriak dengan kencang."Sela mendelik, dengan anggunnya dia merapihkan rambutnya. "Aku kesal karena kamu nggak ngasih tahu aku kalau Arkan ada di sini.""Aku juga nggak tahu kalau dia datang ke sini. Lagi pula baru tadi pagi aku ketemu sama dia. Tunggu, kenapa kamu sekesal ini sama aku. Apa kamu masih mengharapkan dia?""Hah, yang benar saja. Mana mungkin aku mau sama duda apa lagi bekas karyawanku," cibirnya.Naura berdecak kembali mengendarai mobilnya. "Berhenti berbohong buktinya kamu kesal saat melihat aku dan Arkan bersa
Deburan ombak mengalun indah menemani Naura yang sedang menikmati kopi di pagi buta. Dia sama sekali tak bisa tidur nyenyak saat berada jauh dari putra semata wayangnya.Tok,tok."Permisi, room service."Naura menoleh ke arah pintu lalu beranjak dari kursinya.CeklekNaura terkejut melihat staf hotel membawakan sarapan ke kamarnya. "Maaf aku nggak pesan, mungkin salah kamar."Staf tersebut melihat kartu untuk memastikan jika mereka tidak salah kamar. "Dengan Ibu Naura kamar 210""Iya aku Naura, tapi aku nggak pesan," tutur Naura mencoba menjelaskan. Tak lama ponsel Naura berdering terlihat nama Arkan di sana. "Halo."[Selamat menikmati sarapannya.]"Apa, jadi kamu yang kirim makanan ini. Dari mana kamu tahu aku ada di hotel ini?"[Selamat menikmati, Sayang.]Arkan mematikan panggilannya sepihak. Mau tidak mau Naura pun mempersilahkan staf untuk masuk dan menyajikan makanan pesanan Arkan.Sudut bibir Naura terangkat saat melihat makanan pesanan Arkan. Tak lupa dia mengabadikan momen
Naura merapihkan beberapa pakaian ke dalam koper. Tak lupa dia pun memasukkan beberapa berkas ke dalam tasnya."Sudah di masukkan semua? Awas nanti ada yang ketinggalan!" ucap Dila sambil mengajak Axel bermain."Sepertinya sudah beres semua. Bu, aku titip Axel beberapa hari ya.""Iya, kamu tenang saja. Ibu akan menjaga Axel dengan baik, lagi pula Pak Teddi juga ada pasti dia membantu Ibu menjaga Axel."Naura tersenyum lalu beranjak dari lantai. "Aku siap-siap dulu."Seolah mengerti, Dila mengajak Axel untuk keluar dari kamar Naura.Tok, tok."Permisi."Dila menuruni anak tangga lalu menghampiri tamu yang baru saja datang."Siapa Bi?" tanya Dila saat dia berjalan ke arahnya."Itu Bu, temennya Bu Naura," jawabnya."Oh Sela. Tolong buatkan minuman buat Sela ya." Dila pun menghampiri Sela yang sedang duduk di sofa. "Eh, Sela.""Tante, hai Axel," sapa Sela saat melihat Axel tersenyum menatapnya.Mereka pun duduk bersampingan sambil bermain dengan Axel. "Acaranya mendadak ya?" selidik Dila.
Suara bising di sekitar tak mengalihkan perhatian Naura dari berkas yang ada di hadapannya. Brak!Hening seketika, semua yang ada di ruang meeting diam menatap ke arah Naura. "Ini kenapa bisa beda?"Naura menggeser berkas yang ada di depannya. "Laporan keuangan ganti, salah tuh! Teliti dulu sebelum di kirim. Ini lagi, bukannya klien kita minta ganti kursi, kenapa masih ditulis kursi dengan merek yang sama?""Ma-maaf Bu, tapi Bu Sela sudah setuju dengan merek itu," jelas Kevin.Seketika Naura menoleh ke arah Sela. "Apa, aku nggak tau ya. Kevin, kamu benar-benar ya, harusnya kamu bilang kalau barangnya di ganti, aku kan nggak tahu."Sela langsung menggeser kursinya mendekati Naura seolah menyerang Kevin."Ta-tapi Bu Se—"Mata Sela hampir saja keluar memelototi Kevin bahkan mulutnya berkomat-kamit seolah menyuruhnya tutup mulut."Bereskan semuanya, kerjakan dengan baik dan teliti. Baiklah, meeting kita tutup, selamat siang."Naura keluar dari ruang meeting di ikuti Sela di belakang. Wan
Hening, seketika Naura tak mendengar suara apapun kecuali detak jantungnya yang begitu cepat.Mata Naura terpaku pada wajah pria yang selalu membuat hatinya berdesir. "Papa," teriak Axel berjalan ke arah mereka.Refleks Arkan melepaskan tangannya dari pinggang Naura. "Sayang." Axel berlari memeluk Arkan dengan erat. "Ayo, kita cari makan," sambung Arkan meninggalkan Naura yang masih mematung. Sorak dari para tamu undangan pun kembali riuh saat Adelia bersiap melempar buket bunga yang dia pegang. "Naura, sini!" panggil Adelia. Dengan enggan Naura pun ikut ke kerumunan yang bersiap menerima buket bunga. Semua bersiap hanya Naura yang diam dan ikut berdiri dengan kerumunan."Satu, dua, tiga."Buket itu pun melayang ke arah Naura, tapi seketika tubuhnya terhuyung ke depan saat seseorang mendorongnya dari belakang. "Argh," ucap Naura terkejut. Namun, dengan cepat pria itu menarik tangan Naura hingga menyentuh tubuhnya. "Woa, selamat Bro!" teriak Reza mengalihkan perhatian semua yang