Apa kali ini Naura beneran kabur? penasaran kelanjutannya yuk baca bab berikutnya 🥰🥰
Lampu yang temaram menyamarkan pandangan Arkan saat melihat ke trotoar. Perlahan mobil yang di kemudikan Arkan menepi di jembatan tempatnya menurunkan Naura di sana. "Ke mana dia pergi," gumam Arkan. Perlahan ia membuka ponselnya lalu menghubungi nomor ponsel Naura, tapi panggilan selalu di alihkan. "Argh, si bodoh itu cepat sekali jalannya. Apa dia naik taksi ya?" Tak ingin berpikir yang bukan-bukan Arkan pun kembali mengemudikan mobilnya ke apartemen mereka. Sementara itu, Naura tengah memandangi wajahnya di depan cermin. "Aku ingin beli baju ini," tutur Naura. Ya saat ini Naura sedang membeli pakaian untuk ia gunakan nge-camp bersama Lala. "Jaketnya terlalu tebal. Pakai ini saja." Lala memberikan hoodie untuk Naura gunakan. "Sepertinya bagus," ujar Naura memutar tubuhnya di depan cermin. Melihat penampilan Naura yang rapih dengan mini dress yang menempel di tubuhnya membuat Lala penasaran. "Sebenarnya kamu habis dari sama sama Arkan?" Naura terdiam lalu mengambil celana
Seperti nyamuk, Naura hanya melihat kemesraan Lala dan juga Rendy. Ada rasa iri di hati Naura saat melihat Rendy yang begitu perhatian kepada sahabatnya itu. "Menyebalkan, kenapa mataku harus di nodai seperti ini," gerutu Naura lalu mengalihkan pandangannya dari Lala dan Rendy. Tangan Naura merogoh saku celananya mencari ponselnya. Entah mengapa dari kemarin Arkan tak menghubunginya seolah masalah kemarin membuatnya begitu kesal padanya. "Ck, harusnya aku yang marah kenapa jadi dia yang marah sih!" gerutu Naura merasa begitu kesal dengan sikap pria egois itu. Namun, saat ia menoleh ke arah kerumunan, ia mendapati sebuah mobil yang tak asing di matanya. "Sepertinya aku kenal mobil itu. Tunggu, bukannya itu mobil Arkan?" batin Naura beranjak dari kurisnya. Benar saja, tak lama Arkan keluar dari dalam mobil dengan menggunakan celana pendek serta hoodie yang membalut tubuhnya. "Ke-kenapa dia ada di sini?" Naura masih mematung melihat kedatangan pria yang sama sekali tak diharapkan k
Kedua tangan Naura mendekap mulutnya saat melihat tendanya bergoyang. Bayang Lala dan Rendy sedang melakukan sesuatu hal di dalam tenda pun terlihat jelas dari luar tenda."Oh my God, apa yang mereka lakukan di sini?" gumam Naura."Bajingan ini enggak tau tempat," gerutu Arkan yang tak kalah syok dengan apa yang dia lihat.Namun, tak lama kepala Lala menyembul di balik tenda sembari membawa karpet diikuti Rendy di belakangnya."Apa yang kalian lakukan?" tanya Naura."Kenapa kamu diam aja, bantu aku," jawab Lala kesusahan membawa karpet.Naura pun membantu Lala dan juga Rendy membawa karpet sembari melihat ke dalam tenda memastikan apa yang dia liat tadi itu salah."Tadi kalian ngapain di tenda?" bisik Naura.Dengan polos Lala menjawab, "Gulung karpet, tadi aku gulung sendiri malah jatuh. Untung Rendy datang bantuin aku."Seketika pikiran kotor di otak Naura menghilang. Ia terlalu berpikir berlebihan hingga menganggap sahabatnya mesum di tempat umum.Keduanya pun duduk di karpet sembar
Tangan Arkan terus memegangi pipinya yang terasa ngilu saat kepala Naura dengan teganya mengenai wajahnya. "Sakit, lirih Arkan sembari mencebikkan bibirnya. Susut mata Naura terus menatap ke arah Arkan, ia sama sekali tak ingin membantu meski hal itu terjadi karena ulahnya. "Siapa suruh mau menciumku," ucap Naura mendengus kesal. "Hei, siapa yang mau menciummu. Aku hanya ingin mendekatkan wajahku karena mau berbisik," kilahnya. "Untuk apa berbisik, toh enggak ada orang di siniselan kita berdua. Tenda orang jah juga jaraknya jauh, mustahil mereka mendengar percakapan kita." Arkan menghela napasnya berat, ia tidak tahu lagi harus berkata apa agar Naura mengerti dengan tujuannya. "Lala ke mana lagi, beli bir satu jam enggak balik-balik!" kesal Naura dengan nada tinggi. Terdengar sambungan telepon yang tak juga di angkat. Naura kembali menghubungi Lala dan juga Rendy."Om telepon Rendy, di mana mereka sekarang?""Percuma, ponsel Rendy enggak aktif. Aku yakin mereka sengaja meningga
Wanita cantik itu terlihat sangat anggun membuat Naura seketika insecure membandingkan dirinya dengan wanita yang berada di depannya. Namun, saat menatap wajahnya Naura merasa pernah merasa melihatnya di suatu tempat. "Liona," desis Sinta lalu menoleh ke arah Arkan. "Liona, di mana Hadi?" tanya Teddi. "Maaf, Papah enggak bisa datang ke sini. Jadi aku mewakili Papah untuk mengucapkan selamat ulang tahun perusahaan." "Terima kasih, titip salah untuk Hadi." "Baik Pah, nanti aku sampaikan." Saat berbicara dengan Teddi mata Liona terus melirik ke arah Naura yang berdiri di samping Arkan. "Hai, Arkan. Lama kita enggak ketemu," tuturnya mengulurkan tangan. Namun, sayangnya Arkan hanya diam mengabaikan jabatan tangan Liona. "Sayang, kita ke meja kita." Arkan membawa Naura menjauh dari Liona menuju ke meja mereka. Ada rasa penasaran di benak Naura saat melihat interasi Arkan dan wanita yang baru pertama kali ialihat. "Siapa wanita itu?" tanya Naura saat Arkan menarik kursi untuknya.
Acara ulang tahun perusahaan berjalan dengan lancar. Namun, meninggalkan banyak luka bagi Arkan dan juga Liona.Ya, meski sudah bercerai tetapi hati mereka masih terikat satu sama lain."Om baru pulang?" tanya Naura saat ia berpapasan dengan suaminya itu."Hm ...." Naura hanya mendengar gumaman dari mulut Arkan— berjalan melewatinya."Aneh banget sih jadi manusia," gerutu Naura kemudian kembali ke sofa untuk mengerjakan tugas kampusnya.Untungnya acara di perusahaan Arkan hanya berlangsung tiga jam saja. Hal itu memberi ruang agar Naura bisa mengerjakan tugas dari kampus.Dengan cekatan Naura mengerjakan tugasnya dengan baik sembari di temani secangkir kopi agar ia tidak ngantuk.CeklekSudut mata Naura melirik ke arah pintu kamar Arkan. Pria itu berjalan ke dapur tanpa menyapa Naura yang masih terjaga."Kamu lagi apa?""Astaga, kenapa muncul tiba-tiba!" Betapa terkejutnya Naura saat Arkan duduk di sampingnya tanpa mendengar langkah kakinya."Ini sudah malam, cepat tidur," tutur Arkan
Semua mata memandang melihat apa yang di lakukan oleh Adelia. Beberapa orang yang kenal akan mereka mencoba memisahkan, tapi sayangnya mata Adelia dipenuhi kebencian dan rasa iri kepada adiknya membuatnya gelap mata dan memperlakukan adiknya seperti binatang."Adelia, lepasin Naura, kasian dia."Beberapa pria yang sedang berada di dekat mereka pun berusaha untuk melerai. Bahkan diantara mereka mencoba menarik tangan Adelia dari rambut Naura.Setelah di paksa, akhirnya Adelia melepaskan tangannya dari rambut Adelia. Terlihat jelas kepuasan yang tercetak dari wajahnya saat melihat adiknya menderita."Kamu enggak apa-apa kan?" Bohong jika Naura menjawab tidak apa-apa sementara rambutnya sudah acak-acakan dan di permalukan di depan umum oleh kakaknya sendiri. Naura meraphkan ambutnya dan memilih pergi dari sana. "Aku benar-benar enggak mau lihat wajahmu lagi Adelia. Aku bersumpah hidupmu akan menderita selamanya, Adelia!" teriak Naura histeris di dalam mobilnya. Tak terasa mobil yang di
Suara video masak begitu terdengar mengiringi Naura yang sedang belajar memasak. Perlahan tapi pasti, Naura berusaha membuat makanan untuk Arkan. Hal itu Naura lakukan karena hanya dialah yang saat ini menjadi keluarga Naura. Meski entah kapan sebuah ikatan ini akan berakhir, yang pasti hanya Arkan yang saat ini Naura miliki. Ceklek Naura mendengar suara pintu ruang tamu terbuka. Ia bergegas menuangkan makanannya ke atas piring lalu menyajikannya di meja makan. "Om sudah pulang?" "Hm ... wah, apa yang sedang kamu lakukan? Ah, apa karena pujian Papah, kamu jadi rajin masak!" Naura memutar bola matanya jengah mendengar sindiran yang sering di lakukan oleh Arkan. Menyebalkan memang, tapi Naura sudah terbiasa dengan celetukan Arkan yang sering membuatnya ingin menghajar wajahnya. "Om mau makan dulu?" tanya Naura masih bersikap baik. Arkan mendekat dan melihat masakkan yang Naura buat. "Sepertinya enak. Aku ganti pakaian dulu." Sementara Arkan mengganti pakaian, Naura pun mengambil