Pagi hari yang sangat cerah, Madiya sudah bersiap dengan seragam kantornya dia akan berangkat bersama dengan Richard, pria itu yang malah mengajak dia untuk pergi ke kantor bareng. Apalagi ini adalah hari pertama dia yang akan datang ke kantor. "Seharusnya aku berangkat sendiri saja," tolak Madiya karena dia tidak mau menjadi bahan gosip orang lain."Sudah memangnya kenapa kalau kamu berangkat bersama, toh semua orang juga pada akhirnya akan tahu kalau kamu adalah istriku," ujar Richard dengan santai. Madiya yang mendengar itu pun malah mendengus kesal. Bisa-bisanya Richard malah bilang seperti itu kepada dirinya. Membuat dia merasa sedikit malu. "Kamu gak paham posisi aku, Richard." "Bukannya akan bagus jika dia bisa berangkat bersama.""Susah juga jika berdebat dengan kamu, aku yang pasti kalah," dengus Madiya. Dia tidak punya pilihan lain selain bersama dengan Richard. "Kamu tenang saja, aku akan memberikan pengumuman kepada semua karyawan yang ada di sana nanti. Kalau kamu ad
Bab 51 Madiya mulai bekerja dan menemani Richard untuk bertemu dengan semua kliennya. Tetapi yang membuat dia kesal sekarang adalah, ketika Richard memperkenalkan dirinya sebagai istrinya. Ini membuat dia merasa kesal dan tidak terima sampai sekarang. "Kenapa tadi kamu malah memperkenalkan sebagai istri kepada semua klien mu?" kesal Madiya. Berbeda dengan ekspresi wajah Richard sekarang. Dia memang sengaja memperkenalkan Madiya sebagai istrinya. Semuanya dia lakukan untuk memperkenalkan pada publik kalau sekarang istrinya hanya Madiya. "Aku sengaja melakukan itu agar semua orang tahu, kalau kamu hanya istriku," jawab Richard dengan santai.Richard sudah bertekad seperti ini, biar tidak ada timbul fitnah atau apapun lagi tentang dirinya dekat dengan siapa sekarang. Dia juga ingin memperkenalkan pada semua orang kalau Madiya istrinya. "Aku tidak paham dengan apa yang kamu pikirkan sebenernya, Richard.""Bukannya memang benar kalau aku adalah suami kamu? Jadi tolong terima kenyataan
Madiya menatap adiknya ketika mengajak dirinya untuk masuk ke dalam kamar. Dia tidak menyangka dengan yang dia pikirkan sekarang. Akhirnya dia memutuskan untuk mengikuti adiknya saja. Mungkin ada yang memang ingin dikatakan oleh Sabira dengan serius. "Ayo kak, ikut ke kamar dengan aku," ajak Sabira sambil menarik tangan Madiya. Madiya tidak banyak bicara, sekarang dia hanya mengikuti Sabira untuk masuk ke dalam kamarnya. Madiya hanya mengekor saja dari belakang. "Kenapa Sabira?" tanya Madiya. "Sebenarnya aku hanya ingin menanyakan sesuatu saja pada Kak Madiya," ungkap Sabira dengan serius setelah mereka masuk ke dalam kamar. "Kamu mau bertanya apa?" tanya Madiya langsung to the poin. "Apa sekarang Kak Madiya sudah mencintai Richard?" tanya Sabira dengan pandangan serius. Madiya menaikan sebelah alisnya, kenapa adiknya malah menanyakan hal itu padanya. Jadi itu alasan Sabira mengajak dirinya untuk bertemu, hanya karena itu saja. "Kenapa kamu tiba-tiba bertanya seperti itu? Apa
Richard menegang tangan Madiya agar wanita itu tidak pergi dari dirinya. Dia ingin mengajak wanita itu kembali tinggal dengan dirinya. "Aku ingin kamu tinggal kembali bersama denganku, tetapi aku tidak ingin egois menahan kamu," gumam Richard membuat Madiya malah terdiam sejenak. "Aku akan tetap tinggal bersama dengan Shela," jawab Madiya menanggapinya. "Aku juga tidak akan memaksa kamu untuk tinggal bersama denganku Madiya. Walaupun sebenarnya aku ingin."Madiya menaikan sebelah alisnya dengan heran, kenapa sekarang Richard malah terlihat seperti orang yang sedikit sedih. Apa karena dia memilih tinggal bersama dengan Shela dibandingkan ke rumah bersama Richard. "Sudah aku keluar!"Madiya keluar dari mobil Richard setelah sampai dikediaman rumah Shela. Madiya hanya melirik kearah Richard dengan sekilas. Dia masih ragu untuk tinggal bersama dengan Richard. Apalagi dia memikirkan mertuanya yang tidak suka dengan dirinya. Madiya membuka pintu rumah Shela, baru juga dia membukanya, t
Madiya tidak bisa menolak, akhirnya memutuskan untuk bersama dengan seseorang yang mengajak dirinya tinggal. Sebelumnya Madiya sempat menolak. Tetapi orang tersebut terus memaksa dirinya untuk tinggal. "Maaf karena selama ini aku tidak tahu kalau kamu anak dari Ratih. Aku minta maaf karena selama ini selalu berbuat tidak baik," ujar Ana. "Aku sudah memaafkan mamah kok. Semuanya sudah terjadi dan aku tidak menyimpan dendam juga," jawab Madiya sambil tersenyum tipis. Mereka sudah berada di rumah Madiya, dia merasa lega karena mertuanya sudah baik padanya. Ana duduk di meja makannya sambil tersenyum manis. Dia bahkan tidak menyangka semuanya. "Terimakasih banyak. Aku harap hubungan kamu dengan Richard akan menjadi lebih baik."Ana merasa bersalah atas semuanya, ini memang semuanya adalah salah dari dirinya. Sekarang dia akan memperbaiki hubungan antara dirinya dengan Madiya. "Aku tidak tau, lagian Richard tidak pernah menyatakan cintanya padaku.""Aku liat dia cinta padamu, mana mu
Sudah hampir satu minggu setelah Richard mencari kebenaran Madiya. Sampai sekarang, laki-laki itu belum bisa menemukan kebenaran wanita itu. Dia sudah melakukan berbagai cara untuk menemukan kebenaran Madiya. Termasuk dengan dirinya yang menyuruh orang untuk mengawasi rumah Madiya. Sampai sekarang belum juga menemukan dia. "Di mana kamu Madiya?" gumam Richard yang benar-benar merasa frustasi karena sampai sekarang dia belum menemukan kebenaran wanita itu. Robi masuk ke dalam ruangan Richard setelah mendengar kalau Richard berteriak. Ada perasaan khawatir dalam dirinya sekarang. "Maaf Richard, aku sudah mencari kebenaran Madiya dari kemarin tapi, aku tidak menemukan nya.""Aku tidak akan mengizinkan kamu untuk segara menikah dengan Shela jika Madiya belum ketemu!" ancam Richard yang sebenarnya kesal. Andai saja Robi tidak bermesraan dan membuat Madiya jadi merasa tidak nyaman. Mungkin saat ini dia masih bisa memantau Madiya. "Kenapa harus begitu sih," umpat Robi yang sebenarnya k
Madiya merasa mual, padahal dia sudah makan tadi. Dia sendiri merasa heran karena tidak tahu apa yang terjadi padanya. Ana yang melihat Madiya dengan raut muka yang pucat pasi pun merasa khawatir. Ana takut terjadi sesuatu dengan menantunya. "Kamu tidak apa-apa Madiya? Muka kamu pucat sekali, apa kamu sakit?" tanya Ana sambil menghampiri Madiya. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, aku hanya pusing dan sedikit mual saja sekarang," kata Madiya. Ana yang mendengar itu pun mengerenyitkan dahinya. Dia merasa heran dengan keadaan menantunya sekarang. Tiba-tiba dia teringat akan sesuatu dan langsung tersenyum. "Kalau begitu, ikut denganku ke rumah sakit. Kita harus memeriksanya," ajak Ana sambil tersenyum. Dia sudah berharap kalau dugaan dirinya akan benar. Madiya menggelengkan kepalanya, dia paling malas jika harus berhubungan dengan rumah sakit, apalagi dengan mencium obat-obatan yang jelas tidak suka. "Tidak usah pergi ke rumah sakit yah, aku tidak apa kok. Lagian hanya mual biasa
Ana senang ketika dia sudah berhasil membuat Richard dekat dengan menantunya. Dia yang sedang duduk bersama dengan suaminya dengan tenang. Tiba-tiba melihat Richard yang keluar dari kamarnya dengan perasaan panik. "Kenapa kamu Richard? Bukannya kamu senang habis ketemu dengan Madiya?" tanya Ana ketika melihat ekspresi wajah anaknya yang kini berada. "Iya, kenapa muka kamu lesu kaya gitu?" tanya Imran yang juga ikut menimpali anaknya. Richard menatap kedua orangtuanya yang tengah duduk di kursi. Dia kemudian ikut duduk juga di sana dengan pandangan yang lesu, bagaimana dia tidak lesu sekarang, apa yang dia inginkan malah tidak tercapai. "Madiya tidak mau bertemu denganku, dia malah merasa aneh, katanya aku bau, dia malah menghindar dariku." "Kenapa Madiya bisa begitu?" tanya Imran yang merasa heran sendiri. "Dia bilang aku bau, padahal aku sudah mandi, memangnya aku bau?" tanya Richard meminta pendapat kedua orangtuanya. Ana mengendus hanya untuk memastikan saja. Dia menggelengk
Sebuah pemakaman, Madiya hanya menabur bunga ditemani oleh Richard yang kini ada dihadapannya. Dia menangis karena merasa kasian di sana. "Semoga setelah ini, kamu akan tenang.""Bagaimana pun dia adalah adikmu," ujar Richard merangkul Madiya sambil ikut menaburkan bunga. Haris terdiam kaku sambil melirik kearah makam tersebut. Dia terus saja bungkam dan tidak mau mengatakan apapun juga. Sampai Robi tiba-tiba datang menghampiri Haris. "Ini ikut menaburkan bunga juga.""Aku tidak menyangka kalau dia sudah tidak ada. Semuanya terasa masih mimpi," ujar Haris. Shela ikut melayat di sini, dia langsung memeluk Ratih dengan erat. "Tante yang sabar yah."Ratih hanya bisa mengangguk sambil tersenyum tipis. Dia menghapus kembali air matanya dengan cepat. Bisa tidak enak kalau terjadi sesuatu di sini. "Iya gak papa.""Ayo kita pulang."Ratih mengatakan itu kepada semua orang yang ada di sini setelah prosesi pemakaman sudah selesai. Dia hanya melihat dengan sekilas saja. Richard merangkul
Madiya datang ke rumah sakit bersama dengan ibunya setelah mendengar kamar kalau Sabira kena tusuk Nita. Dia tidak menyangka kalau Sabira akan nekat seperti ini. Ketika mereka berdua sudah sampai di rumah sakit, Madiya langsung menghampiri Haris yang sudah berlumuran darah. "Haris, bagaimana keadaan Sabira?" tanya Ratih. Begitu pun dengan Madiya sekarang, dia sangat khawatir dengan keadaan adiknya sekarang. Dia tidak menyangka kalau hal ini akan terjadi dengan adiknya. "Dia telah ditangani oleh dokter," jawab Haris. Sampai dan lama kemudian, Richard dagang juga ke rumah sakit setelah dia menyelesaikan misi tentang Roy. Haris menatap kearah Richard dengan sekilas. "Bagaimana dengan Roy, dia sudah ditangkap?""Iya, dia sudah ditangkap oleh pihak kepolisian. Dia akan dikenai pasal pembunuhan karena sudah membunuh Nita."Madiya yang mendengar itu pun menutup mulutnya dengan tidak percaya. "Madiya mati?""Iya," jawab Richard. "Innalilahi," ucap Ratih yang sama terkejutnya dengan hal
Pagi hari yang begitu cerah, Richard masuk ke kantor setelah dia berpamitan dengan istrinya. Dia masih memikirkan tentang orang tersebut. "Aku pamit ke kantor dulu.""Kamu semalam tidur hanya sebentar, udah mau masuk kantor?" tanya Madiya. "Iya, kebetulan ada urusan yang harus aku selesaikan. Kamu tahu kalau orang yang sudah membantu Nita kabur itu juga rekan bisnisku," terang Richard memberitahu istrinya. Madiya yang mendengar itu pun sedikit terkejut dan tidak menyangka sama sekali. "Kok bisa?" tanya Madiya. "Aku baru melacak nomor plat mobilnya, semuanya sudah diatur dengan baik.""Syukurlah kalau begitu. Aku akan mengatur semuanya.""Kalau begitu aku berangkat yah," kata Richard sambil memberikan kecupan di kening istrinya dan mengelus perut anaknya. Sebelum akhirnya dia kembali naik ke dalam mobil. "Iya hati-hati di jalan."Madiya mengatakan itu sambil melambaikan tanganmya, dia melihat suaminya yang kini sudah pergi mengendarai mobilnya. Sampai akhirnya Madiya memutuskan un
Haris menatap kearah Sabira yang tadi memberikan nomor ponselnya dengan mudah begitu saja. Dia harus menanyakan langsung. "Kenapa tadi kamu memberikan nomor ponsel kepada istrinya Pak Roy?" tanya Haris dengan nada yang sedikit penasaran. Apalagi dia yakin kalau istrinya pasti menyembunyikan sesuatu tanpa dia ketahui kebenarannya. Sabira yang memang tengah ada di mobil dan hendak pulang setelah acara pernikahan antara Robi dan Shela selesai. Sebenernya tadi Sabira merasa curiga. "Kenapa diam?" tanya Haris. Sabira langsung mengatakan yang sebenarnya. "Kamu merasa gak sih tadi, istrinya Roy itu sedikit agak aneh.""Maksud kamu, bagaimana?" tanya Haris yang merasa heran. "Gelagat itu loh, mengingatkan aku akan sesuatu, dia terlihat sedikit gugup ketika berjabat tangan denganku dan raut mukanya juga terlihat seperti ketakutan begitu," ujar Sabira. "Iya itu wajar Sabira. Kan kalian baru saja bertemu." Haris mengatakan itu dengan santai. Tetapi Sabira punya pikiran lain karena tadi d
Nita sudah siap dengan yang akan dia lakukan selanjutnya. Dia berjalan bersama dengan Roy sambil menyalami tangan Shela dan Robi. "Selamat yah atas pernikahan kalian berdua."Shela menjawab dengan ramah karena dia tidak tahu sosok Roy yang sebenernya. Shela mengira kalau memang itu teman dekat suaminya.Roy menatap kearah Robi yang sedari tadi diam saja, dia langsung menepuk pundak pria itu dengan pelan. "Selamat yah bro.""Iya," jawab Robi dengan singkat. Lalu mata Robi melihat kearah wanita yang dibawa oleh Roy barusan. Dia merasa heran sendiri karena melihat wanita yang dibawa oleh Roy sangat sederhana dengan pakaikan yang tidak mencolok sama sekali. Sedangkan Robi tahu kalau selera Roy adalah wanita yang sedikit modis. "Kamu bawa sekertarismu buat datang ke sini?" tebak Robi karena mungkin saja Roy tidak mempunyai pasangan makanya dia membawa wanita itu. Roy menggelengkan kepalanya, lalu dia mendekap wanita yang ada disampingnya itu dengan mesra. Dia hanya ingin memperlakukan
Acara pernikahan antara Robi dan Shela. Madiya sudah siap dengan baju yang memang dia gunakan dengan baik. Kebetulan ini adalah pemberian dari mertuanya. "Mana suamimu, kok belum muncul?" tanya Ratih ketika melihat anaknya hanya datang sendiri. "Richard tadi sedang menerima telepon dari seseorang bun. Dia masih mencari kebenaran Nita yang kabur dari lapas," jawab Madiya. Ratih yang mendengar itu pun sedikit terkejut. "Jadi sampai sekarang Nita belum ditemukan juga?" "Iya bunda, sampai sekarang Nita belum ditemukan sama sekali."Ratih yang mendengar itu pun jadi ikut khawatir. Apalagi dia tahu kalau Nita orang yang nekat, dia bahkan tidak yakin kalau semuanya akan jadi seperti ini. "Apa Richard sudah berusaha untuk mencarinya?""Iya tentu saja. Dia sudah berusaha untuk mencarinya.""Sampai sekarang belum ditemukan?" tanya Ratih. "Iya Bunda." Madiya hanya menjawab dengan jujur saja. Sampai tak lama kemudian, muncul Richard yang menghampiri dirinya. Dia sudah memikirkan semuanya
Richard benar-benar tidak tahu harus melakukan apalagi. Terlebih setelah dia mendapatkan informasi dari bawahannya kalau mereka semuanya tidak menemukan kebenaran Nita. "Sialan, kalian sangat bodoh sekali. Masa mencari satu orang saja tidak ketemu."Richard mengumpat dengan kesal ketika anak buahnya tidak menemukan kebenaran Nita. Padahal wanita itu sangat berbahaya. Haris datang menemui Richard karena ada informasi yang ingin dia beritahu dengan Richard. "Haris," panggil Richard setelah menyadari keberadaan Haris. "Aku datang ke sini karena ingin memberikan informasi," kata Haris. "Informasi tentang apa?" tanya Richard sambil menatap kearah Haris dengan pandangan serius. Dia penasaran dengan yang dikatakan oleh Richard barusan. Dia yakin kalau laki-laki itu tengah merencanakan sesuatu sekarang. "Kamu harus tahu sesuatu Richard, Nita memang benar menyamar sebagai suster.""Aku sudah tahu tentang itu Haris. Tidak usah menjelaskan semuanya. Anak buahku sudah mengincar Nita, tetap
Madiya melihat baju yang diberikan oleh ibu mertuanya, dia memperhatikan dengan seksama. Baju ini akan dia gunakan ketika acara pernikahan antara Robi dengan Shela. "Sepertinya sangat bagus, aku akan memadukan baju ini dengan dasi yang akan dipakai oleh Richard nanti. Agar kami berdua terlihat sebagai pasangan," kata Madiya sambil tersenyum manis. Dia sudah tidak sabar dengan yang akan terjadi nantinya.Beruntung ibunya dan mertuanya sudah pulang. Kini dirinya hanya tinggal sendiri di dalam kamar. Madiya memperhatikan baju tersebut dengan seksama. Ketika dia hendak akan memakainya, tiba-tiba Richard masuk ke dalam kamar. Madiya sedikit terkejut karena Richard datang secara tiba-tiba begitu saja. "Loh Richard, sejak kapan kamu berdiri di sana?" tanya Madiya ketika melihat suaminya. "Baru saja, kenapa kamu akan lepas baju?" tanya Richard heran. Madiya akhirnya memberitahu Richard tentang apa yang tengah terjadi sekarang. Dia memang sengaja melakukan itu karena akan mengganti kostum
Madiya sudah memberikan hasil USG calon bayinya kepada ibu dan mertuanya. Mereka berdua terlihat senang setelah melihat hasil USG tersebut. "Ini anak kamu Madiya," kata Ratih. "Tentu saja Ratih, ini adalah cucu kita."Ana mengatakan itu sambil tersenyum dengan manis. Dia terharu melihat calon cucunya yang memang terlihat sangat manis. "Tentu saja. Aku sudah memikirkan semuanya.""Terimakasih banyak.""Richard sudah kembali ke kantor setelah mengantar kamu pulang?" tanya Ana yang tidak melihat anaknya. Madiya hanya mengangguk saja, tadi memang Richard sempat berpamitan kepada dirinya untuk balik ke kantor. Sedangkan Madiya malah dilarang untuk kembali ke kantor oleh Richard. "Iya mah, dia pergi lagi ke kantor nanti," terang Madiya. "Pasti dia sangat sibuk sekali, terlebih Robi sudah akan mengambil cuti menikah," ujar Ana. "Iya mah gak papa. Nanti Richard akan menyuruh orang untuk menjadi asistennya mengentikan Robi untuk sementara," jawab Madiya. Ana hanya mengangguk saja, kemu