Richard menegang tangan Madiya agar wanita itu tidak pergi dari dirinya. Dia ingin mengajak wanita itu kembali tinggal dengan dirinya. "Aku ingin kamu tinggal kembali bersama denganku, tetapi aku tidak ingin egois menahan kamu," gumam Richard membuat Madiya malah terdiam sejenak. "Aku akan tetap tinggal bersama dengan Shela," jawab Madiya menanggapinya. "Aku juga tidak akan memaksa kamu untuk tinggal bersama denganku Madiya. Walaupun sebenarnya aku ingin."Madiya menaikan sebelah alisnya dengan heran, kenapa sekarang Richard malah terlihat seperti orang yang sedikit sedih. Apa karena dia memilih tinggal bersama dengan Shela dibandingkan ke rumah bersama Richard. "Sudah aku keluar!"Madiya keluar dari mobil Richard setelah sampai dikediaman rumah Shela. Madiya hanya melirik kearah Richard dengan sekilas. Dia masih ragu untuk tinggal bersama dengan Richard. Apalagi dia memikirkan mertuanya yang tidak suka dengan dirinya. Madiya membuka pintu rumah Shela, baru juga dia membukanya, t
Madiya tidak bisa menolak, akhirnya memutuskan untuk bersama dengan seseorang yang mengajak dirinya tinggal. Sebelumnya Madiya sempat menolak. Tetapi orang tersebut terus memaksa dirinya untuk tinggal. "Maaf karena selama ini aku tidak tahu kalau kamu anak dari Ratih. Aku minta maaf karena selama ini selalu berbuat tidak baik," ujar Ana. "Aku sudah memaafkan mamah kok. Semuanya sudah terjadi dan aku tidak menyimpan dendam juga," jawab Madiya sambil tersenyum tipis. Mereka sudah berada di rumah Madiya, dia merasa lega karena mertuanya sudah baik padanya. Ana duduk di meja makannya sambil tersenyum manis. Dia bahkan tidak menyangka semuanya. "Terimakasih banyak. Aku harap hubungan kamu dengan Richard akan menjadi lebih baik."Ana merasa bersalah atas semuanya, ini memang semuanya adalah salah dari dirinya. Sekarang dia akan memperbaiki hubungan antara dirinya dengan Madiya. "Aku tidak tau, lagian Richard tidak pernah menyatakan cintanya padaku.""Aku liat dia cinta padamu, mana mu
Sudah hampir satu minggu setelah Richard mencari kebenaran Madiya. Sampai sekarang, laki-laki itu belum bisa menemukan kebenaran wanita itu. Dia sudah melakukan berbagai cara untuk menemukan kebenaran Madiya. Termasuk dengan dirinya yang menyuruh orang untuk mengawasi rumah Madiya. Sampai sekarang belum juga menemukan dia. "Di mana kamu Madiya?" gumam Richard yang benar-benar merasa frustasi karena sampai sekarang dia belum menemukan kebenaran wanita itu. Robi masuk ke dalam ruangan Richard setelah mendengar kalau Richard berteriak. Ada perasaan khawatir dalam dirinya sekarang. "Maaf Richard, aku sudah mencari kebenaran Madiya dari kemarin tapi, aku tidak menemukan nya.""Aku tidak akan mengizinkan kamu untuk segara menikah dengan Shela jika Madiya belum ketemu!" ancam Richard yang sebenarnya kesal. Andai saja Robi tidak bermesraan dan membuat Madiya jadi merasa tidak nyaman. Mungkin saat ini dia masih bisa memantau Madiya. "Kenapa harus begitu sih," umpat Robi yang sebenarnya k
Madiya merasa mual, padahal dia sudah makan tadi. Dia sendiri merasa heran karena tidak tahu apa yang terjadi padanya. Ana yang melihat Madiya dengan raut muka yang pucat pasi pun merasa khawatir. Ana takut terjadi sesuatu dengan menantunya. "Kamu tidak apa-apa Madiya? Muka kamu pucat sekali, apa kamu sakit?" tanya Ana sambil menghampiri Madiya. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, aku hanya pusing dan sedikit mual saja sekarang," kata Madiya. Ana yang mendengar itu pun mengerenyitkan dahinya. Dia merasa heran dengan keadaan menantunya sekarang. Tiba-tiba dia teringat akan sesuatu dan langsung tersenyum. "Kalau begitu, ikut denganku ke rumah sakit. Kita harus memeriksanya," ajak Ana sambil tersenyum. Dia sudah berharap kalau dugaan dirinya akan benar. Madiya menggelengkan kepalanya, dia paling malas jika harus berhubungan dengan rumah sakit, apalagi dengan mencium obat-obatan yang jelas tidak suka. "Tidak usah pergi ke rumah sakit yah, aku tidak apa kok. Lagian hanya mual biasa
Ana senang ketika dia sudah berhasil membuat Richard dekat dengan menantunya. Dia yang sedang duduk bersama dengan suaminya dengan tenang. Tiba-tiba melihat Richard yang keluar dari kamarnya dengan perasaan panik. "Kenapa kamu Richard? Bukannya kamu senang habis ketemu dengan Madiya?" tanya Ana ketika melihat ekspresi wajah anaknya yang kini berada. "Iya, kenapa muka kamu lesu kaya gitu?" tanya Imran yang juga ikut menimpali anaknya. Richard menatap kedua orangtuanya yang tengah duduk di kursi. Dia kemudian ikut duduk juga di sana dengan pandangan yang lesu, bagaimana dia tidak lesu sekarang, apa yang dia inginkan malah tidak tercapai. "Madiya tidak mau bertemu denganku, dia malah merasa aneh, katanya aku bau, dia malah menghindar dariku." "Kenapa Madiya bisa begitu?" tanya Imran yang merasa heran sendiri. "Dia bilang aku bau, padahal aku sudah mandi, memangnya aku bau?" tanya Richard meminta pendapat kedua orangtuanya. Ana mengendus hanya untuk memastikan saja. Dia menggelengk
Dalam sebuah rumah sakit. Richard menunggu Madiya yang kini tengah berada di dalam ruangan. Madiya tengah periksa kehamilan dan Richard merasa penasaran dengan hasilnya. Ibunya juga sama menunggu hasil. Richard berjalan masuk ke dalam, melihat dokter tersebut yang tengah memeriksa keadaan Madiya sekarang."Bagaimana hasilnya dokter?" tanya Richard pada dokter yang ada di hadapannya. Semoga saja benar kalau saat ini Madiya tengah hamil. Agar dia bisa mempertahankan rumah tangga bersama wanita itu. Dokter tersebut tersenyum setelah memeriksa keadaan Madiya. Lalu menjabat tangan Richard sambil tersenyum manis. "Selamat yah, istri anda memang saat ini sedang mengandung."Richard langsung berbinar ketika mendengar hal tersebut. Dia benar-benar dibuat bahagia dengan hasil yang diberikan oleh dokter kepada dirinya. Tidak menyangka kalau hasilnya akan seperti ini. "Terimakasih banyak dokter," jawab Richard. "Dokter tidak bohong kan?" tanya Madiya lagi memastikan semuanya. Dia benar-bena
Madiya pulang dari rumah sakit. Dia saat ini sudah kembali pulang ke rumah kedua orangtuanya Richard. Sebenarnya Richard mengajak dia untuk kembali tinggal di apartemennya tapi, ibunya malah tidak memperbolehkan Madiya sendiri. Apalagi dengan keadaan Madiya yang hamil, Ana khawatir tidak ada yang menjaga wanita itu. "Lebih baik Madiya tinggal di sini untuk sementara selama kehamilan," saran Ana dengan bijak. "Aku ingin berdua dengan Madiya mah," protes Richard yang ingin menghabiskan wanita berdua bersama dengan wanita itu. Richard cemberut kesal seperti anak kecil, kalau dia membiarkan Madiya tinggal di sini maka, dia tidak akan bisa leluasa untuk menggoda Madiya. Apalagi Richard masih merasa harus memperjuangkan cinta Madiya. "Sudahlah Richard, kamu sebagai anak harus mengalah saja. Ini demi kebaikan anak yang ada di dalam kandungan Madiya kok." Ana mengatakan itu karena merasa khawatir, apalagi dia mendengarkan percakapan Shela tentang Nita. Wanita itu pasti akan berusaha untu
Madiya merasa lega karena tadi bundanya ada menghubungi dirinya. Tetapi dia tidak menyangka kalau bundanya akan tahu kalau dirinya hamil secepat ini. Padahal Madiya belum memberitahu tentang kabar bahagia ini. Mungkin Richard yang sudah memberitahu semuanya tanpa pengetahuan dirinya. "Kamu tadi habis mengubungi siapa?" tanya Richard yang baru saja keluar dari kamar mandi. Madiya terkejut ketika melihat Richard dengan rambut yang masih basah dengan kaos baju berwarna putih. Laki-laki itu melihat kearah dirinya dengan sekilas. "Bunda, dia tau kalau aku sedang hamil," jawab Madiya. Richard yang mendengar itu hanya mengangguk saja. Dia yang tadi memang memberikan pesan pada Haris. Mengingat Haris yang satu rumah dengan mertuanya itu, pasti dia yang memberitahunya. Madiya menatap suaminya dengan pandangan yang sedikit menyelidiki. Dia hanya penasaran saja dengan suaminya. Apa benar Richard yang sudah memberitahu semuanya. "Kamu pasti yang sudah memberitahunya kan?" tuduh Madiya denga
Sebuah pemakaman, Madiya hanya menabur bunga ditemani oleh Richard yang kini ada dihadapannya. Dia menangis karena merasa kasian di sana. "Semoga setelah ini, kamu akan tenang.""Bagaimana pun dia adalah adikmu," ujar Richard merangkul Madiya sambil ikut menaburkan bunga. Haris terdiam kaku sambil melirik kearah makam tersebut. Dia terus saja bungkam dan tidak mau mengatakan apapun juga. Sampai Robi tiba-tiba datang menghampiri Haris. "Ini ikut menaburkan bunga juga.""Aku tidak menyangka kalau dia sudah tidak ada. Semuanya terasa masih mimpi," ujar Haris. Shela ikut melayat di sini, dia langsung memeluk Ratih dengan erat. "Tante yang sabar yah."Ratih hanya bisa mengangguk sambil tersenyum tipis. Dia menghapus kembali air matanya dengan cepat. Bisa tidak enak kalau terjadi sesuatu di sini. "Iya gak papa.""Ayo kita pulang."Ratih mengatakan itu kepada semua orang yang ada di sini setelah prosesi pemakaman sudah selesai. Dia hanya melihat dengan sekilas saja. Richard merangkul
Madiya datang ke rumah sakit bersama dengan ibunya setelah mendengar kamar kalau Sabira kena tusuk Nita. Dia tidak menyangka kalau Sabira akan nekat seperti ini. Ketika mereka berdua sudah sampai di rumah sakit, Madiya langsung menghampiri Haris yang sudah berlumuran darah. "Haris, bagaimana keadaan Sabira?" tanya Ratih. Begitu pun dengan Madiya sekarang, dia sangat khawatir dengan keadaan adiknya sekarang. Dia tidak menyangka kalau hal ini akan terjadi dengan adiknya. "Dia telah ditangani oleh dokter," jawab Haris. Sampai dan lama kemudian, Richard dagang juga ke rumah sakit setelah dia menyelesaikan misi tentang Roy. Haris menatap kearah Richard dengan sekilas. "Bagaimana dengan Roy, dia sudah ditangkap?""Iya, dia sudah ditangkap oleh pihak kepolisian. Dia akan dikenai pasal pembunuhan karena sudah membunuh Nita."Madiya yang mendengar itu pun menutup mulutnya dengan tidak percaya. "Madiya mati?""Iya," jawab Richard. "Innalilahi," ucap Ratih yang sama terkejutnya dengan hal
Pagi hari yang begitu cerah, Richard masuk ke kantor setelah dia berpamitan dengan istrinya. Dia masih memikirkan tentang orang tersebut. "Aku pamit ke kantor dulu.""Kamu semalam tidur hanya sebentar, udah mau masuk kantor?" tanya Madiya. "Iya, kebetulan ada urusan yang harus aku selesaikan. Kamu tahu kalau orang yang sudah membantu Nita kabur itu juga rekan bisnisku," terang Richard memberitahu istrinya. Madiya yang mendengar itu pun sedikit terkejut dan tidak menyangka sama sekali. "Kok bisa?" tanya Madiya. "Aku baru melacak nomor plat mobilnya, semuanya sudah diatur dengan baik.""Syukurlah kalau begitu. Aku akan mengatur semuanya.""Kalau begitu aku berangkat yah," kata Richard sambil memberikan kecupan di kening istrinya dan mengelus perut anaknya. Sebelum akhirnya dia kembali naik ke dalam mobil. "Iya hati-hati di jalan."Madiya mengatakan itu sambil melambaikan tanganmya, dia melihat suaminya yang kini sudah pergi mengendarai mobilnya. Sampai akhirnya Madiya memutuskan un
Haris menatap kearah Sabira yang tadi memberikan nomor ponselnya dengan mudah begitu saja. Dia harus menanyakan langsung. "Kenapa tadi kamu memberikan nomor ponsel kepada istrinya Pak Roy?" tanya Haris dengan nada yang sedikit penasaran. Apalagi dia yakin kalau istrinya pasti menyembunyikan sesuatu tanpa dia ketahui kebenarannya. Sabira yang memang tengah ada di mobil dan hendak pulang setelah acara pernikahan antara Robi dan Shela selesai. Sebenernya tadi Sabira merasa curiga. "Kenapa diam?" tanya Haris. Sabira langsung mengatakan yang sebenarnya. "Kamu merasa gak sih tadi, istrinya Roy itu sedikit agak aneh.""Maksud kamu, bagaimana?" tanya Haris yang merasa heran. "Gelagat itu loh, mengingatkan aku akan sesuatu, dia terlihat sedikit gugup ketika berjabat tangan denganku dan raut mukanya juga terlihat seperti ketakutan begitu," ujar Sabira. "Iya itu wajar Sabira. Kan kalian baru saja bertemu." Haris mengatakan itu dengan santai. Tetapi Sabira punya pikiran lain karena tadi d
Nita sudah siap dengan yang akan dia lakukan selanjutnya. Dia berjalan bersama dengan Roy sambil menyalami tangan Shela dan Robi. "Selamat yah atas pernikahan kalian berdua."Shela menjawab dengan ramah karena dia tidak tahu sosok Roy yang sebenernya. Shela mengira kalau memang itu teman dekat suaminya.Roy menatap kearah Robi yang sedari tadi diam saja, dia langsung menepuk pundak pria itu dengan pelan. "Selamat yah bro.""Iya," jawab Robi dengan singkat. Lalu mata Robi melihat kearah wanita yang dibawa oleh Roy barusan. Dia merasa heran sendiri karena melihat wanita yang dibawa oleh Roy sangat sederhana dengan pakaikan yang tidak mencolok sama sekali. Sedangkan Robi tahu kalau selera Roy adalah wanita yang sedikit modis. "Kamu bawa sekertarismu buat datang ke sini?" tebak Robi karena mungkin saja Roy tidak mempunyai pasangan makanya dia membawa wanita itu. Roy menggelengkan kepalanya, lalu dia mendekap wanita yang ada disampingnya itu dengan mesra. Dia hanya ingin memperlakukan
Acara pernikahan antara Robi dan Shela. Madiya sudah siap dengan baju yang memang dia gunakan dengan baik. Kebetulan ini adalah pemberian dari mertuanya. "Mana suamimu, kok belum muncul?" tanya Ratih ketika melihat anaknya hanya datang sendiri. "Richard tadi sedang menerima telepon dari seseorang bun. Dia masih mencari kebenaran Nita yang kabur dari lapas," jawab Madiya. Ratih yang mendengar itu pun sedikit terkejut. "Jadi sampai sekarang Nita belum ditemukan juga?" "Iya bunda, sampai sekarang Nita belum ditemukan sama sekali."Ratih yang mendengar itu pun jadi ikut khawatir. Apalagi dia tahu kalau Nita orang yang nekat, dia bahkan tidak yakin kalau semuanya akan jadi seperti ini. "Apa Richard sudah berusaha untuk mencarinya?""Iya tentu saja. Dia sudah berusaha untuk mencarinya.""Sampai sekarang belum ditemukan?" tanya Ratih. "Iya Bunda." Madiya hanya menjawab dengan jujur saja. Sampai tak lama kemudian, muncul Richard yang menghampiri dirinya. Dia sudah memikirkan semuanya
Richard benar-benar tidak tahu harus melakukan apalagi. Terlebih setelah dia mendapatkan informasi dari bawahannya kalau mereka semuanya tidak menemukan kebenaran Nita. "Sialan, kalian sangat bodoh sekali. Masa mencari satu orang saja tidak ketemu."Richard mengumpat dengan kesal ketika anak buahnya tidak menemukan kebenaran Nita. Padahal wanita itu sangat berbahaya. Haris datang menemui Richard karena ada informasi yang ingin dia beritahu dengan Richard. "Haris," panggil Richard setelah menyadari keberadaan Haris. "Aku datang ke sini karena ingin memberikan informasi," kata Haris. "Informasi tentang apa?" tanya Richard sambil menatap kearah Haris dengan pandangan serius. Dia penasaran dengan yang dikatakan oleh Richard barusan. Dia yakin kalau laki-laki itu tengah merencanakan sesuatu sekarang. "Kamu harus tahu sesuatu Richard, Nita memang benar menyamar sebagai suster.""Aku sudah tahu tentang itu Haris. Tidak usah menjelaskan semuanya. Anak buahku sudah mengincar Nita, tetap
Madiya melihat baju yang diberikan oleh ibu mertuanya, dia memperhatikan dengan seksama. Baju ini akan dia gunakan ketika acara pernikahan antara Robi dengan Shela. "Sepertinya sangat bagus, aku akan memadukan baju ini dengan dasi yang akan dipakai oleh Richard nanti. Agar kami berdua terlihat sebagai pasangan," kata Madiya sambil tersenyum manis. Dia sudah tidak sabar dengan yang akan terjadi nantinya.Beruntung ibunya dan mertuanya sudah pulang. Kini dirinya hanya tinggal sendiri di dalam kamar. Madiya memperhatikan baju tersebut dengan seksama. Ketika dia hendak akan memakainya, tiba-tiba Richard masuk ke dalam kamar. Madiya sedikit terkejut karena Richard datang secara tiba-tiba begitu saja. "Loh Richard, sejak kapan kamu berdiri di sana?" tanya Madiya ketika melihat suaminya. "Baru saja, kenapa kamu akan lepas baju?" tanya Richard heran. Madiya akhirnya memberitahu Richard tentang apa yang tengah terjadi sekarang. Dia memang sengaja melakukan itu karena akan mengganti kostum
Madiya sudah memberikan hasil USG calon bayinya kepada ibu dan mertuanya. Mereka berdua terlihat senang setelah melihat hasil USG tersebut. "Ini anak kamu Madiya," kata Ratih. "Tentu saja Ratih, ini adalah cucu kita."Ana mengatakan itu sambil tersenyum dengan manis. Dia terharu melihat calon cucunya yang memang terlihat sangat manis. "Tentu saja. Aku sudah memikirkan semuanya.""Terimakasih banyak.""Richard sudah kembali ke kantor setelah mengantar kamu pulang?" tanya Ana yang tidak melihat anaknya. Madiya hanya mengangguk saja, tadi memang Richard sempat berpamitan kepada dirinya untuk balik ke kantor. Sedangkan Madiya malah dilarang untuk kembali ke kantor oleh Richard. "Iya mah, dia pergi lagi ke kantor nanti," terang Madiya. "Pasti dia sangat sibuk sekali, terlebih Robi sudah akan mengambil cuti menikah," ujar Ana. "Iya mah gak papa. Nanti Richard akan menyuruh orang untuk menjadi asistennya mengentikan Robi untuk sementara," jawab Madiya. Ana hanya mengangguk saja, kemu