Rasa SesakAyra berjalan ke ruang tengah, dengan pelan, dia mulai merasakan kakinya yang nyeri terasa semakin nyeri. Dia duduk di kursi, menghela nafas panjang beberapa kali. Dia melihat ke arah sekeliling, masih terlihat berantakan, bekas menonton televisi, beberapa bantal kursi terlihat beraturan, di atas meja masih ada bekas cangkir, juga lantainya tidak terlihat bersih. Di dekat meja kecil itu masih ada keramik yang tadi pecah dan mengenai kaki Ayra, semua belum dibersihkan, walaupun mesin penyapu otomatis bekerja dengan maksimal, lantainya tetap harus di pel, pekerjaan yang lebih rumit tetap harus dikerjakan oleh manusia dengan kedua tangannya.Ayra berusaha menguatkan hati dan tubuhnya, dia berusaha melawan rasa nyeri yang dirasakannya:"Aku harus kuat," ucap Ayra.Ayra kembali berjalan, menuju ke belakang, dia menyiapkan alat pel untuk menjalankan pekerjaan selanjutnya.Ayra memakai sepatu anti air berwarna kuning, juga sarung tangan dengan warna senada, dia sudah mirip sepert
Ibu MertuaNyonya Sisca dan nyonya Farida menikmati makanannya. Nyonya Sisca benar benar memesan makanan terbaik dari kafe langgananya."Sisca, bagaimana kabar keluargamu?" tanya nyonya Farida."Mereka semua baik," ucap nyonya Sisca."Bagaimana kabar Ardian?" tanya nyonya Farida."Baik juga, dia benar benar bekerja keras karena tahun ini ayahnya menjanjikan posisi presdir, tepat setelah satu tahun pernikahannya," ucap nyonya Sisca."Karena itu juga dia menikah, bahkan dengan wanita pilihan ayahnya," lanjut nyonya Sisca seraya menyantap makanannya."Apa Ardian menikah karena terpaksa?" tanya nyonya Farida, dia mulai memberikan pertanyaan yang menelisik lebih dalam."Entahlah, pernikahan itu adalah ide presdir, tapi untung saja dia tidak salah memilih orang. Ayra benar benar pandai dalam segala hal, tapi tetap saja beda level membuat aku sering kesal padanya," ucap nyonya Sisca."Benarkah?," ucap nyonya Farida."Iya, dia merawat Loly dengan baik, ya walaupun kadang aku kesal dengan bebe
Seperti Neraka DuniaDi dalam kamar Ayra dan Ardian. Ayra mendengar ponsel Ardian berbunyi, menandakan ada pesan yang masuk. Ayra penasaran dan mengintip ke layar ponsel Ardian yang diletakkan di atas meja, sementara Ardian sedang berada di kamar mandi.Pesan itu bertuliskan, "selamat malam sayang,".Ayra terdiam, dia mengerutkan dahi."Sayang?" bisiknya dalam hati.Tiba tiba hatinya bergejolak, ada kobaran cemburu, memburu di dalam hatinya. Sayang? Siapa itu? Siapa yang memanggil suaminya dengan panggilan seromantis itu.Ardian terdengar keluar dari kamar mandi, mendengar itu Ayra segera kembali ke posisi tidurnya. Dia tidak ingin membuat Ardian berpikir yang tidak tidak, menganggapnya ingin tahu urusan pribadi Ardian."Sayang?" bisik Ayra dalam hati.“Apa Ardian berselingkuh? Apa dia memiliki wanita lain?” pertanyaan Ayra di dalam hatinya.Ardian terlihat membuka ponselnya, lalu dia duduk di tepi tempat tidur. Dia sibuk membaca pesan yang baru saja dia dapatkan, beberapa saat dia me
Putus Asa dan PerceraianAyra teringat ucapan Pak Herlambang."Ayra, ayah akan segera pensiun, Ardian akan menggantikan posisi ayah. Ardian akan menggantikan ayah menjadi presdir Abadi group, semoga kamu bisa mendampinginya hingga akhir," ucap Pak Herlambang pada Ayra ketika Ayra mengantar teh hangat untuk Pak Herlambang di ruang tengah."Iya ayah, Ayra akan berusaha menjadi istri yang baik untuk Ardian," ucap Ayra."Kamu harus bisa memenangkan hatinya, Ardian memang orang yang kaku dan keras," ucap Pak Herlambang."Baik ayah, Ayra akan berusaha" ucap Ayra lirih.“Ayah yakin kamu pasti bisa memenangkan hatinya,” ucap pak Herlambang dengan keyakinannya.Ayra semakin keras menangis.“Ayra tidak tahu ayah, apa Ayra masih sanggup, Ayra bahkan sudah mulai putus asa,” ucap Ayra dalam hati.***Ayra kembali menangis."Apa pernikahan ini adalah caramu untuk menjadi presdir? aku berjanji pada ayah untuk terus mendampingimu, tapi kenapa begitu menyakitkan," ucap Ayra dalam hari. Dia terlihat me
KagetButuh waktu sekitar dua puluh menit untuk sampai di kafe itu.Arsen sudah sampai lebih dulu, dia melihat ke arah jamnya, jam menunjukkan pukul sembilan lebih lima puluh menit."Aku akan menunggu Ayra, aku memang tidak pernah terlambat" gumam Arsen seraya tersenyum, lalu dia mencari kursi yang biasa diduduki dengan Ayra, kursi dekat jendela kaca besar, karena Ayra sangat suka sekali melihat ke arah luar ketika makan."Nah itu dia, untung masih kosong," gumam Arsen, lalu dia duduk di sana.Arsen menunggu Ayra, begitu saja hatinya sudah sangat bahagia, dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Ayra.Beberapa saat kemudian Ayra datang, dia terlihat memakai dress berwarna kuning gading, sungguh sangat cantik. Beberapa Detik Arsen terpukau dengan penampilan Ayra, berusaha dia tahan, namun mata tidak bisa berbohong."Arsen, jangan terpukau dengan istri orang," gumam Arsen dalam hati.“Hentikan,” ucapnya lagi."Arsen, terimakasih sudah datang," ucap Ayra yang dengan mudah menemukan keb
Tidak PercayaAyra menghela nafas panjang, berusaha menyusun ingatan untuk menceritakan semuanya."Ya, saku berusaha menjadi istri yang baik, namun tidak juga dianggap begitu," ucap Ayra."Kalau menurutmu aku cantik, mungkin tidak untuk Ardian," ucap Ayra."Benarkah?" tanya Arsen."Selama satu tahun pernikahan, Ardian sama sekali tidak menyentuhku sebagai istrinya," ucap Ayra seraya menghela nafas panjang.Mendengar itu Arsen batuk, dia tersedak air putih yang diminumnya.“Ya, aku tahu kamu pasti kaget, tapi itulah yang terjadi,” ucap Ayra.“Sebenarnya aku malu, ini aib, tapi kita sudah berteman sejak lama, apalagi aku meminta bantuanmu,” lanjut Ayra.Arsen terdiam, dia memikirkan apa yang baru saja Ayra katakan."Tung-tunggu sebentar, apa itu mungkin?" tanya Arsen sekali lagi meyakinkan pernyataan Ayra."Ya, itu benar, kenyataannya begitu. Ayah mertuaku kadang menanyakan cucu, apa kami sudah berencana memiliki anak dan sebagainya. Bagaimana bisa aku menjawab itu sedangkan Ardian saja
Ini Benar“Arsen, apa aku harus membayar Evan mahal? Seingatku dulu kalian sangat dekat, kalian juga saudara kan. Aku tidak punya banyak uang,” ucap Ayra.“Tidak apa apa, nanti aku akan menghubungi Evan, aku yakin dia bersedia membantumu, tapi aku masih ragu dengan keputusanmu,” ucap Arsen.“Sudahlah, tidak usah dipikirkan,” ucap Ayra seraya tersenyum.***Di kantor Abadi group, Ardian berjalan ke arah mobil bersama dengan sekretaris Pete. Dia baru saja selesai rapat dengan dokter Reza, pemilik klinik yang baru di buka. Mereka bekerja sama dalam pengadaan stok obat dalam jangka panjang."Pak, rapat selanjutnya akan dilaksanakan lima menit lagi, di hotel galaksi,” ucap sekretaris Pete.“Apa kita bisa sampai di sana tepat waktu?" Tanya Ardian."Saya akan usahakan pak,” ucap sekretaris Pete.“Kamu yang menjadwalkan waktu, harusnya kamu memberi jeda yang jelas. Rapat dengan dokter Reza akan membutuhkan waktu lama, dia suka berdiskusi banyak hal," ucap Ardian. "Iya Pak maafkan saya," ucap
Perasaan Seorang IstriBeberapa saat kemudian Pak Herlambang dan dua orang kepercayaannya sampai di rumah sakit."Ayra, bagaimana keadaan Ardian?" tanya Pak Herlambang begitu khawatir."Masih di dalam ayah, belum sadarkan diri," ucap Ayra."Di mana ibumu, kamu sudah memberitahunya?" tanya Pak Herlambang.“Be-belum ayah, tadi Ayra langsung ke sini, belum sempat menghubungi ibu,” ucap Ayra.“Baiklah, ayah akan menghubunginya,” ucap pak Herlambang.Pak Herlambang terlihat mengeluarkan ponsel, lalu dia mencoba menghubungi istrinya, nyonya Sisca.Beberapa kali Pak Herlambang berusaha menghubungi nyonya Sisca, tidak ada jawaban. "Wanita itu," ucap Pak Herlambang kesal.Dokter Usman keluar dari ruang unit gawat darurat dan memberitahukan bahwa Pak Ardian sudah sadarkan diri, dia akan dibawa ke ruang perawatan. Pak Herlambang dan Ayra segera menyusul ke ruang perawatan, ruang VVIP nomor 3."Ardian," ucap Ayra setelah berada di sebelah suaminya. Ardian terlihat meringis kesakitan."Mana yang
Masa Masa Sulit “Bu Ayra adalah orang yang kuat,” ucap sekretaris Edo."Ya, dia memang wanita yang kuat," ucap Arsen.“Baiklah pak, saya pulang dulu,” ucap sekretaris Edo.“Baiklah, maaf mengganggu waktu liburmu,” ucap Arsen.“Tidak apa apa pak, hubungi saya jika ada yang bapak perlukan,” ucap sekretaris Edo.“Baiklah, terima kasih,” ucap Arsen. Sekretaris Edo bergegas pergi, Arsen membawa beberapa paper bag bingkisan itu ke kamar di mana Ayra berada.“Ayra, aku membawakan semua kebutuhanmu, jika ada yang kurang sampaikan saja,” ucap Arsen pada Ayra yang terlihat mengamati pemandangan diluar jendela kamarnya. Arsen meletakkan semua bingkisan itu di lantai.“I-iya,” ucap Ayra singkat. Arsen tahu, segala hal yang menimpa Ayra tidak bisa semudah itu diterima, dia masih terguncang dan Arsen berusaha memberi Ayra ruang. "Aku ada di luar, jika kamu
Setelah peristiwa itu Pagi hari, Ayra tersadar, dia mendapati tubuhnya sudah berganti pakaian dengan pakaian hangat, tertutup selimut tebal, tangannya juga terpasang selang yang terhubung dengan cairan infus. Dia berada di sebuah kamar yang nyaman. Kepalanya terasa sakit, ada perban menempel di sana, mungkin itu adalah luka yang dihasilkan dari pertengkaran sengit tadi malam. Ayra yang masih begitu lemah hanya bisa menghela nafas lega, bersyukur Tuhan memberinya hidup kedua walaupun belum bisa membedakan ini semua hanya mimpi atau kenyataan. Samar samar dia melihat sosok yang sudah tidak asing lagi, dia adalah Arsen, iya Arsen. teman Ayra sewaktu masih duduk di bangku kuliah, yang selalu menjadi sahabat baiknya, hingga saat ini. Arsen duduk di kursi yang ada di kamar itu, tertidur, terlihat sangat kelelahan. Arsen yang menyelamatkannya, memberikan hidup kedua bagin
Misi Penyelamatan Di dalam mobil, suasana tegang benar benar terasa.“Kemana kita harus membawanya?” Tanya Ardian.“Kita buang saja, kita hanyutkan di sungai,” ucap Isabela memberi ide.“Apa?” Tanya Ardian tidak percaya.“Tidak, di jembatan akan sangat ramai sekali, kita tidak bisa membuangnya di kota,” ucap Ardian“Apa kamu yakin dia sudah mati?” tanya Ardian.“Dia masih hidup, nafasnya tipis. Kamu tidak melihat darah yang keluar dari kepalanya? Aku yakin dia tidak akan bertahan,” ucap Isabela.“Apa yang kita lakukan, kita sudah menjadi pemb-unuh,” ucap Ardian gugup dan juga takut. Isabela menggenggam tangan suaminya, berusaha memberi kekuatan.“Ini yang terbaik, kita harus menyingkirkannya, tidak ada pilihan lain,” ucap Isabela.“Pikirkan anak kita, apa kamu yakin rela menukar hidupmu yang penuh dengan kemewahan dengan hidup di penjara?” Tanya Isabela.
Medan Perang Ardian membawa Ayra ke apartemennya, penthouse mewah yang bahkan memiliki lift sendiri. Ayra hanya diam, tidak ada suara yang keluar dari mulutnya. Dia bahkan belum percaya bahwa dirinya akan mengalami hal semacam ini, bertemu dengan selingkuhan suaminya. Mereka sampai di depan pintu apartemen, Ardian membuka pintu itu.Di dalam apartemen sudah ada Isabela, duduk dengan santainya di sofa yang ada di sana.Hati Ayra bergetar hebat.“Wanita itu,” gumam Ayra. Ayra menatap wanita itu dalam dalam, bahkan matanya nyaris keluar. Isabela mengulaskan senyum, seolah sengaja melakukan itu. Dia berdiri, lalu mendekat kearah Ayra.“Apa kamu kaget?” Tanya Isabela, berusaha terlihat tenang.“Kamu?” Tanya Ayra.“Isabela?” tebak Ayra. Ardian mengerutkan dahi, dia bahkan tidak menyangka jika Ayra mengenal Isabela.“Ya, orang yang selalu kalah dari
Peristiwa Mengerikan Mulai TerjadiPart 2 Mobil Ardian masuk ke dalam lingkungan apartemen.“Itu mobil mas Ardian, ya, itu mobilnya,” ucap Ayra yakin.Ayra segera berlari mengikuti mobil itu hingga ke area parkir bawah tanah dan berhenti. Dengan nafas tersengal sengal, Ayra berhenti tepat di depan mobil Ardian.“Ar-Ardian,” ucap Isabela gugup.“Ada apa?” Tanya Ardian yang belum menyadari kehadiran Ayra.“Di-dia,” ucap Isabela seraya menunjuk ke arah Ayra berdiri. Ardian melihat kearah itu, dia kaget, ada istrinya di sana.“A-Ayra,” ucap Ardian.“Isabela, sebaiknya kamu bawa Amora naik, aku akan menemuinya,” pinta Ardian.“I-iya,” ucap Isabela yang segera keluar dari mobil, berusaha menyembunyikan wajahnya dan masuk ke dalam area apartemen. Ayra melihat wanita itu, dengan perasaan campur aduk yang luar biasa. Ayra berusaha menstabilka
Peristiwa Mengerikan Mulai Terjadi Ayra menginjakkan kaki di apartemen itu, apartemen mewah yang harganya pun tidak biasa. Ayra memegang dadanya, menguatkan hati juga pikirannya. Jantung itu berdegup dengan kencang, seperti genderang perang, dia bahkan kesulitan untuk menstabilkan deru jantungnya.“Kamu harus kuat Ayra, apapun yang akan kamu dapatkan di tempat ini,” ucap Ayra. Dengan yakin dia memasuki apartemen itu, mendekat ke arah resepsionis sebagai jalan pintas dari pada harus mencari cari tidak jelas.“Se-selamat siang,” sapa Ayra.“Selamat siang ibu, ada yang bisa saya bantu?” Tanya resepsionis yang terdengar begitu ramah.“Ma-maaf saya mau Tanya, apa benar bapak Ardian Herlambang tinggal di salah satu unit penthouse?” Tanya Ayra. Mendengar hal itu, petugas resepsionis bernama Naira itu mengerutkan dahi. Ayra menangkap sinyal keragu raguan.“Oh, maaf, saya hanya mau mengantarkan pesanan kado,
Curiga yang mengakar Arsen sampai di rumah tante Farida, dia terlihat duduk di ruang tengah dengan perasaan kesal tergambar jelas di wajahnya."Arsen sayang, kamu sudah datang," sapa nyonya Farida."Iya tante, ini Arsen bawakan cake coklat dari JIM Mall," ucap Arsen seraya menunjukkan cake coklat yang dibawanya."Terimakasih Arsen, itu cake kesukaan tante," ucap nyonys Farida sumringah. Tante Farida melihat ke arah Arsen, sepertinya ada yang aneh, wajah Arsen mengisyaratkan kekesalan juga kesedihan."Arsen, ada apa? Apa ada masalah di kantor?” Tanya tante Farida.“Apa kamu ingin kembali menjadi dokter? Apa menjadi presdir rumah sakit dan hotel sangat melelahkan?” Tanya nyonya Farida menelisik.“Tapi, di hotel, banyak yang membantumu, kamu hanya menjadi presdir, semua staff adalah professional,” gumam nyonya Farida.“Tante,” ucap Arsen.“Jangan mengkhawatirkan Arsen, Arsen
Mirip Pembantu Pagi harinya, tepat pukul sepuluh pagi, Ayra sudah berada di supermarket untuk berbelanja kebutuhan rumah tangga, kali ini dia berusaha dengan cepat supaya dia masih memiliki waktu untuk mengunjungi pusat kecantikan, itu yang direncanakan."Aku harus cepat, aku sudah melakukan ini selama bertahun tahun, aku bisa melakukannya walau dengan mata tertutup," ucap Ayra yakin. Dengan cekatan, Ayra mengambil seluruh barang yang akan dibeli, barang kebutuhan rumah tangga, seperti bahan makanan juga kebutuhan lain yang seluruh anggota keluarga butuhkan. "Semua sudah beres, bahan makanan, perlengkapan kebersihan, aneka makanan ringan, aneka minuman, minyak goreng, hmmm sudah semuanya," gumam Ayra. Lalu dia bergegas mendorong troli ke arah kasir. Dari jauh Arsen terlihat mengamati Ayra, hal ini sudah Arsen lakukan sejak lama. Dia tahu jadwal Ayra, kapan dia akan mengunjungi supermarket. Arsen bahkan ta
Berusaha Menahan Sesak Ayra sibuk menyiapkan makan malam di dapur, dia masih menjalankan semua kewajibannya, berusaha tidak mengingat hal buruk yang baru saja menimpanya. Ayra menyentuh pipinya, rasa nyeri, panas dan perih mungkin sudah memudar, tidak lagi dia rasakan, namun luka di dalam hatinya sungguh itu tidak lagi menemukan obat yang tepat. "A-Ayra," ucap nyonya Sisca lirih. Nyonya Ayra terlihat mendekat kearah Ayra berdiri."I-ibu, ibu perlu apa? apa ibu mau air dingin? Ayra akan mengambilkannya," ucap Ayra, selalu dengan sikap sigapnya dalam memberikan pelayanan pada semua orang."Ti-tidak, ibu tidak butuh apa apa, ibu hanya ingin minta maaf karena ibu sudah sangat keterlaluan, mungkin karena sebelumnya ibu sudah sangat emosi dengan masalah ibu sendiri, ibu benar benar minta maaf, ibu tidak seharusnya mengatakan hal buruk seperti itu," ucap nyonya Sisca seraya menggenggam tangan Ayra.“Ibu benar ben