“Apa masih lama?” tanya Reiner, tangannya. bergerak memijat tengkuk Violet yang sejak sarapan pagi terus saja muntah.
Tidak bisa menjawab pertanyaan dari Reiner tentunya, Violet masih sibuk dengan muntahnya. Reiner mengusap wajahnya, sebenarnya dia sangat ngantuk karena semalaman Violet sama sekali tidak bisa tidur yang mana Violet jadi terus membuat pergerakan, dan mengganggu tidur Reiner. “Apa kita temui saja Dokter untuk meminta obat anti mual?” tanya Reiner, lagi-lagi tidak mendapatkan jawaban. Setelah beberapa saat, mereka berdua akhirnya bisa keluar dari kamar mandi, mual yang dirasakan Violet sudah berhenti. Mereka duduk di atas tempat tidur. Reiner membuang napas kasarnya, menatap lekat wajah dan tubuh Violet yang nampak pucat dan kurus. Kehamilan sudah masuk ke-3 bulan, bukanya mendapatka“Kenapa aku harus membelikan poster seorang pria yang menampilkan tubuh bagian atasnya, Violet? Kalau kau mau melihat tubuh kekar berotot, kenapa tidak kau pandangi saja tubuhku?” suara Reiner terdengar meninggi, cukup kesal dengan permintaan istrinya. Violet menyipitkan matanya, dengan tatapan sebal itu dia menatap Reiner untuk menunjukkan kekesalannya. “Mana mungkin seperti itu, Gerry itu adalah aktor yang sangat hebat. Dia adalah kebanggan para gadis muda, suami jutaan gadis di negara kita ini, Reiner!” tegas Violet. Mendengar itu, Reiner pun menghela nafas. Padahal, dia cukup yakin bahwa Violet bisa tidur dengan nyaman karena dia lah yang memijat kakinya sampai tertidur pulas. Namun, betapa menyebalkannya karena begitu bangun dari tidur, Violet justru seolah mengucapkan kata terimakasih kepada Gerry sialan yang tidak ada hubungannya sama sekali. “Violet, laki-laki itu adalah seorang aktor, dia akan menunjukkan sisi t
Reiner menggeleng kepalanya, tidak berani mengatakan yang sebenarnya karena dia tahu benar bagaimana akan sangat marah Violet kalau tahu yang ingin Reiner katakan adalah ‘mencekik’ meski jelas dia tidak akan mungkin melakukannya. “Aku tidak mengatakan apapun yang buruk padamu, cuma mau menciummu!” bohongnya. Violet sedang malas berdebat, kenyataan tentang Gerry membuat dia seperti malas melakukan apapun. “Terserah kau saja, deh. Aku sedang malas banyak bicara sekarang,” ujar Violet, berbalik badan meninggalkan Reiner di sana. Reiner benar-benar keheranan dengan sikapnya Violet hanya karena gara-gara Gerry. Padahal, pria itu bukan siapa-siapa, tapi kenapa mudah sekali membuat Violet merasa galau? “Apa aku semakin hancurkan saja pria bernama Gerry itu?” gumamnya kesal. “Gara-gara dia jadi begini, aku kesal tapi tidak memiliki kesempatan untuk berekspresi
Bug! "Kenapa kau baru datang, sih? Kau tahu kan kalau aku pasti terlambat datang ke kantor?" Begitu membuka pintu kamar keponakannya, Alenta langsung dilempar dengan handuk yang agak basah oleh kakak perempuannya. Gadis yang beberapa hari lalu baru berusia 23 tahun itu tentu saja terkejut. Namun, segera dipaksakannya senyum. “Maaf, Kak,” ucap Alenta pelan. Handuk yang tadi dilemparkan ke wajahnya, gegas diletakkan di tempat untuk mengeringkan handuk. Setelah itu, Alenta bergegas mendekati tempat tidur yang biasanya digunakan oleh Elea, keponakannya yang baru berusia 1 tahun. "Selamat pagi, Elea?" sapanya lembut seperti biasanya. Balita itu sontak tersenyum manis, menghangatkan hati Alenta. Hanya saja itu tak berlangsung lama karena sang kakak masih menatapnya tajam. "Ck! Kerjamu di rumah hanyalah makan tidur saja, kenapa kau sering sekali terlambat?!" Mendengar itu, Alenta terdiam. Dia menegakkan tubuhnya yang sebelumnya menunduk karena melihat Elea yang saat itu tengah sibu
Plak!Satu tamparan mendarat di wajah Alenta. Sang ibu masih mencengkram kedua lengan tangan Alenta dengan marah, "Bagaimana bisa kau membuat kakakmu celaka, Alenta?!" bentaknya frustasi, "apa kau tahu seberapa sulitnya Julia selama ini?” “Kakakmu itu tidak pernah menyusahkan kami selaku orang tuanya! Berbeda dengan kau yang hanya tahu menghabiskan uang untuk sekolah dan lainnya! Baru saja diminta untuk menjaga anaknya, kau justru mencelakai kakakmu sendiri! Dasar, kau benar-benar anak yang tidak berguna!"Cercaan ibu yang tak henti membuat Alenta hanya bisa menangis. Dia tak melakukan perlawanan apapun saat Ibunya terus memukulinya berkali-kali."Maaf, aku benar-benar tidak sengaja...." lirih Alenta, tak kalah frustasi. Dia hanya ingin Ibunya mendengarkan apa yang dia bicarakan.Sayangnya, itu sebatas angan saja. Bagi Ibunya, Alenta adalah anak yang selalu merugikan dan membuat ulah meski sebenarnya Alenta sendiri tak pernah melakukan apapun.Jadi, ditatapnya tajam Alenta. "Kala
Kini Alenta kembali ke rumah milik Julia dan Edward, sesuai yang diperintahkan oleh kedua orang tuanya. Sejak tadi, Elea terus menangis mencari keberadaan Alenta. Memang dibanding memanggil Ibu yang biasanya akan sering dilakukan oleh para bayi saat pertama kali bisa mengucapkan sebuah kata, Elea justru mengucapkan kata Bibi. Alenta pun langsung memeluk Elea erat setelah mengambilnya dari gendongan pelayan di rumah itu."Maafkan saya yang tidak bisa menenangkannya, Nona Alenta. Saya benar-benar sudah mencobanya dengan sebisa saya, tetapi Nona Elea benar-benar terus mencari keberadaan Anda." Dia tentu saja tahu bahwa saat ini seluruh anggota keluarga sedang pusing karena Nyonya rumahnya sedang berada di dalam rumah sakit. Tapi, Elea terus menangis, hingga dia terpaksa menghubungi Edward dan menyampaikan tentang kondisi bayi satu tahun itu.Sementara itu, Alenta memaksakan senyumnya. “Tidak apa, Bi.”Tentu saja, dia tahu benar bahwa keponakannya itu memang tidak terbiasa dengan si
Entah bagaimana ceritanya, Herin berhasil membujuk Edward dan kedua orangtuanya terkait pernikahan sementara antara pria itu dan Alenta.Sebuah surat perjanjian pun dibuat untuk mengamankan posisi Julia.Intinya adalah Alenta harus menurut pada Edward dan tidak boleh menuntut apapun dari pria itu. Elea juga tak boleh memanggilnya ibu. Selain itu, Alenta tidak boleh menghamburkan uang Edward ataupun mengenalkan diri sebagai istrinya Edward dengan orang luar. Perjanjian ini benar-benar hanya menguntungkan Edward dan sangat merugikan Alenta!Saat dua bulan Julia terbaring di rumah sakit, pernikahan itu pun digelar dengan amat tertutup dan tidak tercatat secara sah pada catatan sipil. Hanya para orang tua dan juga saksi dari luar sebanyak dua orang yang menghadirinya.Sepanjang acara, Alenta benar-benar tak berekspresi sama sekali. Dia sudah lelah untuk menangis. Berat badannya bahkan turun drastis! Dari 48 kg kini menjadi 40 kg saja. Padahal, tinggi gadis itu 163 cm.Setelah acara per
"Cobalah untuk menggunakan perawatan wajah, pakailah pakaian yang lebih baik! Kalau begini, apa gunanya kau memposisikan dirimu sebagai kakakmu untuk sementara waktu kalau adanya kau juga tidak mengubah apapun?" Lagi, Nyonya Karina berbicara sesuka hati.Alenta hanya bisa memaksakan senyumnya. Dia sendiri tentu saja menginginkan pakaian-pakaian yang bagus dan juga cocok untuk dirinya. Tapi, bagaimana bisa dia membeli pakaian yang bagus dan membeli perawatan wajah jika dia tidak bekerja sama sekali? Padahal, dia ingin menggunakan ijazahnya sebagai sarjana ekonomi. Tapi, kakaknya memaksa dirinya untuk mengurus Elea satu tahun ini.Kakaknya itu juga tak memberikan uang padanya karena menganggap apa yang sedang dilakukan oleh Alenta adalah bentuk balas budi setelah dibiayai kuliahnya."Baik, saya akan mengingat saran Nyonya dengan baik," ujar Alenta patuh. Nyonya Karina berdecih kesal, malas sekali melihat Alenta, sunguh. "Sudahlah, kau pergi saja sana! Aku malas melihatmu," usir N
Sejak hari dimana Edward dan juga Alenta membicarakan tentang kesepakatan, Edward jadi sedikit lebih banyak meluangkan waktu untuk tinggal di rumah.Bermain bersama Elea sesekali, meski tetap saja masih banyak waktu yang di habiskan dengan pekerjaannya.Alenta memilih untuk menyibukkan diri selama Elea bersama Ayahnya. Tapi, semua itu tidak pernah bertahan lama karena Elea sebentar-sebentar justru mencari keberadaan Alenta.Tak memiliki pilihan lain, pada akhirnya Alenta datang untuk menemui keponakan yang sudah bagaikan anak untuknya."Bibi!" Teriak Elea girang.Elea mengulurkan kedua tangannya, tak perduli saat itu dia sedang berada di gendongan Ayahnya.Edward tak menunjukkan ekspresi apapun. Dia membiarkan saja Elea terus seperti itu.Alenta tentu saja merasa tidak tega, dia segera mengambil Elea dari gendongan Edward."Bi, makan..." pintanya segera.Alenta tersenyum, dia mengangguk karena paham benar apa yang diinginkan oleh Elea."Camilanmu sudah Bibi siapkan, kita ambil sekaran