“Benar seperti yang Ibu katakan, kita berbeda.” ujar Edward, tersenyum penuh makna membuat Karina menunda untuk berkata-kata. “Ayah adalah pria yang polos, dia hanya mengenal Ibu saja dalam hidupnya untuk Ayah cintai. Namun, meski banyak wanita yang coba mendekat, Ayah tetap tidak goyah.”
Karina menghela nafas, menatap Edward dengan tajam. “Ayahmu terlalu malas untuk mendengar ocehan Ibu, makanya dia memilih untuk tidak berani macam-macam dengan wanita di luar sana.”Edward tersenyum lalu menganggukkan kepalanya memahami benar apa yang diucapkan oleh Ibunya. “Jadi, jika Ayah melakukan sesuatu yang menyimpang dari hubungan pernikahan kalian, sekiranya apa yang akan ibu lakukan?”Karina langsung bereaksi begitu mendengar pertanyaan dari Edward barusan. “Kalau Ayahmu berani macam-macam, tentu saja Ibu tidak akan tinggal diam! Akan Ibu lemparkan semua benda ke wajahnya, menemui wanita itu dan menjambak rambutnya. Lalu, Ibu akan mempermalukan wanita itu sampaiJulia terperangah tak percaya dengan apa yang dia dengar dan dia lihat. Helios, dengan kurang ajarnya, pria itu meminta Julia untuk mencoba gaun pernikahan yang kedepannya akan digunakan oleh Gabriella. “Tinggi badanku jelas tidak sama dengan Gabriela, kami juga memiliki postur tubuh yang berbeda. Kalau ingin bercanda, jangan keterlaluan juga, Helios!” Kesal Julia tak tahan lagi. Mendengar Julia membentak padanya, Helios pun langsung menatap Julia dengan tatapan tajam. “Kalau begitu, hanya tinggal membuat tubuh Gabriella sama denganmu, bukan?”Hanya bisa terperangah tak percaya untuk setiap kata yang keluar dari mulut Helios. Dia kesal sekali, padahal yang akan menikah bukan dia. Tapi, Kenapa juga harus memakai gaun pernikahan yang ukurannya sudah di samakan dengan Gabriella. “Cepat pakai!” Titahnya. Tidak ada pilihan lain, Julia terpaksa melakukan apa yang diucapkan oleh Helios meski Sebenarnya dia ingin sekali me
“Wah, Anda berdua benar-benar terlihat sangat serasi!” puji pegawai toko yang selesai mengambil gambar, lalu menunjukkan gambar Julia dan juga Helios yang terlihat seperti sedang menjalani proses pernikahan. Julia menelan salivanya sendiri, Dia sedang berpikir keras kira-kira akan jadi seperti apa jika Gabriella dan juga Kanya melihat ini. Sorot mata Kanya benar-benar menunjukkan ketidaksukaan terhadap Julia, begitu juga dengan Gabriella. Sementara itu, helio sendiri tidak bisa memberikan ketegasan kepada ibunya sendiri mesti nampak jelas rasa tidak nyaman dan tidak sukanya yang ditunjukkan langsung kepada ibunya. 3 penjahat yang kemarin saja Julia masih tidak tahu bagaimana keadaan mereka, Helios tidak mungkin berani untuk melakukan lebih mengingat Bos 3 penjahat itu adalah Ibu kandungnya sendiri. “Sepertinya, tetap di sini hanya karena perasaan takut kepada Helios justru akan membuatku berakhir dengan sangat mengenaskan!” seru Juli
“Bagaimana bisa kau menjadi manusia yang tidak tahu malu sekali, Julia?” tanya Helios. “Kau adalah pelaku perundungan di sekolah, sekarang kau dengan ekspresi wajahmu yang berani itu bertanya bagaimana perasaan korban?”Mendengar ucapan Helios Julia pun hanya bisa memaksakan senyumnya. Dia sendiri saat itu tidak bisa menahan perasaan kesal setiap kali melihat Helios yang terus saja memperhatikan dirinya. Bahkan, sering kali saat Julia makan, Helios duduk di ujung ruangan sembari terus menatap ke arahnya, seolah sedang memperhatikan gerak-gerik Julia dengan detail. Mengingat itu, Julia bahkan menjadi kesal. Pria bertubuh gendut, menggunakan kacamata bulat hitam berukuran cukup besar, kepalanya selalu memiliki potongan yang sama, plontos yang mungkin hanya setengah sentimeter saja panjang rambutnya. “Mengingat wajahmu saat itu, Tuhan saja pasti akan marah, Helios.” jawab Julia jujur. “Kau yang lebih suka mengucilkan dirimu sendiri, tida
Malam itu, angin berhembus sepoi-sepoi di luar jendela, namun suasananya jauh dari tenang. Julia menahan nafasnya, mencoba tidak menangis saat tubuhnya dihukum oleh Helios, pria yang seharusnya tidak melakukan ini padanya. “Hukuman tidak masuk akal apa ini, Helios? Kesalahan apa yang aku lakukan sampai-sampai kau menghukum ku?” tanya Julia yang tidak mengerti atas tindakan Helios ini. Terjebak dalam pelukan besi pria itu, Julia merasa tak berdaya. Dia tidak mengerti mengapa harus menerima hukuman ini, padahal dia tidak melakukan kesalahan apa pun.“Banyak. Kau memiliki banyak sekali kesalahan padaku!” Tegas Helios. “Kau gila, Helios!” ucap Julia kesal. Di tengah deru napas Helios yang terdengar semakin berat, Julia merasa seolah-olah dia berada di cengkeraman seekor binatang buas. Lelaki itu mengekangnya tanpa ampun, membuat tubuhnya meronta untuk bebas. Namun, semakin dia mencoba melawan, semakin erat He
“Apa aku sedang jadi bahan perbincangan sekarang?” tiba-tiba saja Edward muncul membuat Irene terkejut. Berbeda dengan Irene, Alenta sudah melihat mobil Edward berhenti tidak jauh dari tempat mereka berada sekarang ini. Edward semakin mendekat kepada Alenta, melingkarkan lengan memeluk pundak Alenta. Tidak lupa juga, kecupan di dahi dan juga bibirnya sejenak. “Bagaimana pembicaraan dengan orang tadi?” tanya Edward mengabaikan keberadaan Irene. “Semuanya akan berjalan sesuai dengan apa yang kita inginkan di awal, jika terjadi sesuatu dia akan menghubungi kita saja, dan tidak perlu bertemu seperti ini.” jawab Alenta. Edward menganggukkan kepalanya, jelas tidak perlu lagi membahas detailnya karena dia sangat mempercayai Alenta tentang hal itu. Barulah setelah itu Edward mulai mengalihkan pandangannya untuk menatap Irene yang sejak tadi terus menatapnya. Teman Irene menatap Edward dengan tatapan kagum. Edward sangat tampan deng
“Kalau kau mau, kau bisa membawa putrimu untuk datang ke tempat ini. Kau tidak perlu lagi terus menghubungi setiap hari, kan?” ucap Helios mengusulkan kepada Julia. Mendengar masukkan dari Helios, Julia benar-benar menjadi kesal sekali mendengarnya. “Kau ingin aku membawa putriku ke tempat yang berbahaya seperti ini?”Helios menghela nafasnya, meletakkan ponselnya untuk bisa menatap Julia dengan lekat. “Bukankah yang kau inginkan adalah hidup bersama dengan putrimu? Aku sedang memberikan pilihan padamu, itu jelas menguntungkan.” ujar Helios. Dengan cepat Julia menggelengkan kepalanya. “Ada Gabriella dan juga Ibumu yang selalu ingin menyingkirkan ku dan menyakitiku, mereka tentu akan menargetkan putriku dengan cara apapun. Aku hanya berharap bisa pulang, bersama putriku adalah impian terbesar saat ini.”Helios menatap Julia dengan tatapan yang sangat serius, Julia pun menjadi tidak nyaman oleh tatapan itu. “Kenapa menatapku seperti itu?”
“Ayo kita relakan saja, aku yakin kita akan hidup bahagia saat kita memberikan kebahagiaan juga untuk anak kita, Karina.” ucap Horrison kepada Karina. Tidak langsung memberikan tanggapan, Karina memilih untuk diam lebih dulu. “Edward Sudah menentukan dengan siapa dia akan hidup, Alenta adalah wanita yang dipilih olehnya. Kau dan aku sudah memiliki cucu kandung, bukan? Cobalah bayangkan betapa menyakitkannya saat nanti cucu kita sudah dewasa, lalu mengetahui cerita bahwa kita berdua mencoba untuk menyingkirkan Ibunya. Kita hanya akan menjadi sepasang orang tua yang menyedihkan karena tidak dicintai oleh cucunya,” ungkap Horrison, berharap Karina memahami benar dan berhenti mendatangkan wanita-wanita untuk Edward. Karina menghela nafas panjangnya, mengingat kembali beberapa waktu terakhir ini. Alenta memang tidak memiliki kecantikan yang luar biasa, wajahnya sepintas terlalu biasa. Namun, saat dia tersenyum dia akan terlihat sangat man
Julia berdiri di samping Helios, dengan gaun pengantin yang diberikan padanya. Jelas dia mengingat bahwa gaun itu adalah gaun yang dia coba di butik tempo hari. Nafasnya tersengal-sengal, mencoba menenangkan diri dari kegelisahan yang melanda. “Helios, aku benar-benar ingin memukulmu!” Batin Julia. Di seberang mereka, Max dan sekretaris Helios menyaksikan dengan raut wajah serius.“Sudah siap?” tanya Helios, menatap Julia tajam. Julia menggigit bibirnya, sementara matanya tajam menahan rasa jengkel yang kian memuncak. “Jujur saja aku tidak siap!” ucap Julia berbisik. Namun, ia tetap mengangguk pelan, menunjukkan kesediaannya untuk mengikuti sumpah pernikahan tersebut.Mereka mengucapkan sumpah pernikahan satu per satu, suara mereka berat dan penuh tekanan. Setiap kata yang terucap seolah menghujam hati Julia yang belum rela menikah dengan Helios, pria yang menyebalkan itu. Namun, dia harus melakukannya dem
“Pendonoran sumsum tulang belakang 7 bulan yang lalu dinyatakan sukses, Tuan dan Nyonya.” ucap dokter yang selama ini menjadi dokter yang merawat Johnson. Aruna menangis haru, segera Ron memeluk bahagia istrinya itu. Edward juga langsung memeluk Alenta yang menangis haru, begitu juga dengan kedua orang tua Aruna yang ada di sana. Violet menyeka air matanya, Reiner mengusap kepalanya dengan lembut, lalu merangkulnya. Ada Arabella di gendongan Reiner yang tertidur pulas sejak tadi. “Tapi, untuk mengantisipasi kemungkinan dan bahkan selalu ada, di saat kelahiran bayi kedua anda nanti, pastikan untuk menyimpan darah tali pusat di rumah sakit, Nyonya dan Tuan.” saran dari Dokter itu. Aruna dan Ron menganggukkan kepalanya, dan akhirnya anggota keluarga besar saling berpelukan erat. Walaupun memang benar kemungkinan terburuk selalu ada, s
Anara menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, matanya menatap benda mungil yang menjadi bagian dari kebahagiaannya. Alat penguji kehamilan yang menyatakan bahwa Aruna tengah hamil. “Ini benar-benar nyata, kan?” tanya Aruna, air matanya sudah mulai mengembung di pelupuk matanya. Padahal, 3 Minggu bersama Ron artinya pun dia sudah melewati 1 Minggu masa datang bulannya. Hanya saja, Aruna cukup stres dengan apa yang terjadi sekarang. Fokusnya benar-benar tertuju kepada Johnson, sampai dia tidak ada waktu untuk memikirkan yang lainnya. Tes! Jatuh sudah air mata Aruna, dia merasa bahagia karena bisa mengantisipasi hal buruk yang mungkin akan terjadi kepada Johnson. Mengenai donor sum-sum tulang belakang yang dijalani Ron dan Johnson beberapa waktu sebelumnya jelas
Ron merasakan denyut jantungnya yang berpacu kencang saat ruangan operasi dihiasi dengan suara bip mesin monitor yang terus menerus. Tangan Johnson yang lemah terkulai di samping tubuhnya, pucat dan tidak berdaya. Mata Ron berkaca-kaca saat dia menatap putranya yang terbaring tak sadarkan diri, berharap dan berdoa dalam diam bahwa semua ini akan membawa keajaiban untuk kesembuhan Johnson. “Johnson, sembuh lah....” Harap Ron di dalam hati, “jika menunggu adikmu terlalu lama, maka sembuhlah dengan cara ini, Ayah mohon. Ibumu pasti akan sangat menderita jika terjadi sesuatu padamu, berjuanglah terus, ya....” Dokter yang berpengalaman itu mengenakan sarung tangan sterilnya, seraya memeriksa kembali alat-alat medis yang telah disiapkan. Ron, dengan keberanian yang dipaksakan, berbaring di sisi lain ruangan yang sama, siap untuk mendonorkan sumsum tulang bela
“Maafkan aku, tapi semua ini terjadi juga di luar dugaan ku, James.” ucap Aruna jujur, berharap kejujurannya itu dapat dirasakan oleh pria itu. “Aku pikir, aku akan memulai hidup baru bersama Johnson dan kedua orang tuaku saja. Tapi, Johnson mengalami sakit yang benar-benar tidak ada dalam rencana ku, leukimia.” Mendengar itu, James pun terkejut, lupa untuk bernafas hingga beberapa saat. “Leukimia?” James benar-benar lemas, tidak menyangka kalau Johnson akan memiliki sakit mengerikan itu di usianya yang masih begitu kecil. “Kau benar-benar tidak sedang membohongiku, kan? Mana mungkin Johnson sakit seperti itu? Jangan bilang, kau cuma mengada ada supaya bisa menjalin hubungan dengan Ron lagi, Aruna,” harap James. Mendengar itu, jatuh sudah air mata Aruna. Ron, pria itu benar-benar seperti tidak tahu harus mengatakan apa. Jika membuat kebohongan seperti itu sangatlah mudah, maka
Aruna benar-benar menyuapkan makanan ke mulutnya Ron. “Makanlah....” Ron, pria itu benar-benar kehabisan kata-kata, padahal sudah bukan hanya satu atau dua kali dia menolak, dan meminta Aruna untuk fokus makan sendiri saja. Masih memangku laptop, pada akhirnya Ron membuka mulutnya, menerima suapan makanan dari Aruna. Nyut!!!! Nyeri, sungguh nyeri sekali dadanya. Kenapa begitu sakit? Ron seperti mendapatkan balasan dari luka yang dia berikan kepada Aruna, tertampar oleh fakta yang ada. Andai saja luka itu tidak pernah tertoreh, mungkinkah hubungan mereka akan lebih jujur dan diliputi kelegaan? Mata Ron memerah, pelupuknya sudah mulai dipenuhi dengan air mata. Melihat itu, Aruna menjadi bingung. Tidak ad
Mendengar permintaan maaf yang diucapkan oleh Ron, Aruna pun terdiam karena tidak tahu harus mengatakan apa. Tidak menyangka kalau pria yang dulu begitu angkuh dan juga arogan bisa mengucapkan kata ‘maaf’ namun dengan ekspresi yang begitu tulus. Tes! Tanpa sadar air mata Aruna terjatuh, luka yang seolah sudah sedikit sembuh kini terasa kembali. Semua rasa sakit yang diberikan oleh Ron kembali teringat olehnya. Melihat Aruna meneteskan air mata tanpa kata, Ron benar-benar semakin merasa bersalah. Dia seperti tengah menghianati dirinya sendiri, padahal menyakiti wanita bukanlah sesuatu yang biasa untuk dia lakukan. “Maaf, itu pasti sangat menyakitkan untukmu, bukan? Maaf, aku sungguh meminta maaf untuk apa yang terjadi, dan apa yang sudah aku lakukan padamu, Aruna.” Suara R
Ron merasakan beratnya kelopak matanya saat dia mengedipkan mata beberapa kali, mencoba untuk sepenuhnya terjaga. “Sudah mulai sore rupanya,” batin Ron. Ruangan itu dipenuhi oleh sinar sore yang menembus tirai, menciptakan pola cahaya dan bayangan yang bergerak pelan di dinding. Aruna, di sisi lain tempat tidur, tampak begitu damai dalam tidurnya. Rambutnya yang panjang terhampar di bantal, wajahnya tenang meski terlihat ada sedikit kelelahan yang tersisa. “Biarkan saja deh dia lanjut tidur,” gumam Ron. Dengan hati-hati, Ron menyelinap keluar dari selimut dan perlahan-lahan beranjak dari tempat tidur. Ia menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 3 sore. Mereka telah terlewat makan siang, tetapi Ron tahu bahwa Aruna membutuhkan istirahat ini lebih dari apapun. Dengan langkah yang hampir tidak terdengar, d
Ron dan Aruna memutuskan untuk kembali ke rumah, sementara itu Edward dan Alenta tengah menemani Johnson. Sudah 2 hari full Ron dan Aruna di rumah sakit, walaupun ada saatnya Ron meninggalkan Aruna karena ada pekerjaan penting yang harus diselesaikan. Sesampainya di rumah, Mereka langsung masuk ke kamar. “Kau istirahat saja dulu, aku akan pergi ke luar sebentar. Ada yang harus aku kerjakan, mungkin cuma 1 jam saja.” ucap Ron, langsung mendapatkan anggukan setuju dari Aruna. Bergegas Ron mengganti pakaiannya, dia akan bertemu dengan Ben di kantor cabang karena dia beberapa dokumen yang harus ditandatangani oleh Ron. Sejenak meninggalkan Aruna, Ron menyelesaikan pekerjaannya secepat yang dia bisa. Selama dua hari di rumah sakit, Ron juga tidak bisa tidur nyenyak sama sekali. Johnson selalu menangis, lebih cengeng dari biasanya. Mungk
“Kamila, aku mengatakan kepada suamiku untuk membiarkan kau bekerja di perusahaannya karena aku merasa kasihan padamu. Padahal, bagian personalia mengatakan kau tidak dibutuhkan di perusahaan itu.” ujar Violet, tersenyum tak peduli kalau ucapannya barusan sangat tidak nyaman untuk Kamila dengar. Kamila menggigit bibir bawahnya, campur aduk perasaan. Dia tidak menyangka kalau Violet mengetahui banyak hal, namun memilih untuk tidak mengatakan apapun. “Sebenarnya, seberapa banyak hal yang tidak kau katakan padaku, Violet?” tanya Kamila, kali ini dia benar-benar terlihat emosi. Merasa dikhianati, namun sadar pula dia tidak berhak untuk menunjukkan secara jelas kemarahannya. Mendengar pertanyaan dari Kamila, sontak saja sorot mata Violet terarahkan padanya, “Kau sungguh ingin tahu?” Violet mendekati Kamila, “Hampir semua aku tahu, Kamila. Niat mu datang ke apartemen ku, dan kau y