Sari masih menatap kertas itu kembali dengan mengucapkan, “Bismillahirrahmanirrahim ...."ia kemudian meletakkan pulpen itu lalu menatap Sovia dan berkata, "Saya akan tanda tangani surat persetujuan ini, jika Yusuf sudah selesai dioperasi."Sovia tampak terkejut mendengarnya lalu ia pun bertanya, "Apakah ibu tidak percaya saya akan membiayai semua operasi Yusuf?""Bukan begitu Bu, sebagai seorang ibu tentu ingin melakukan yang terbaik untuk anaknya. Namun, saya butuh waktu untuk menyerahkan Yusuf kepada Ibu."Sovia tampak berpikir sesaat dan akhirnya menyetujui keinginan Sari, "Baiklah, begitu Yusuf pulang dari Singapura. Ibu harus segera menandatangani surat persetujuan itu.""Iya, terima kasih atas pengertian Ibu," ucap Sari sambil mengangguk."Oke, sekarang saya akan pergi dengan Yusuf. Nanti saya kabari lagi jika kami sudah pulang," ujar Sovia dan berlalu keluar yang diikuti oleh Sari, Bayu dan Yusuf.Sebenarnya Sari ingin ikut menemani putranya, tetapi ia tidak mau menjadi beban
Tiba-tiba sebuah Pajero hitam berhenti di halaman rumah Sari. Tidak lama kemudian seorang wanita cantik turun dari mobil itu sambil membawa dua paper bag yang cukup besar.Sovia tampak berjalan ke arah Sari yang berdiri seolah menyambut kedatangannya seraya berucap, “Assalamualaikum ...,” “Waalaikumsalam …,” sahut Sari dan Bayu bersamaan. "Yusuf," panggil Sovia sehingga bocah itu berdiri lalu menghampiri dan langsung menyalim tangan wanita itu.Sovia segera mengelus kepala Yusuf seraya bertanya, “Apa kabar ganteng?”“Alhamdulillah …Yusuf baik, Tante bawa apa?” jawab bocah itu sambil bertanya ketika melihat Sovia menenteng buah tangan.“Ini semua buat Yusuf, ada makanan dan mainan juga loh,” jawab Sovia sambil menyerahkan bawaannya ke tangan bocah itu.“Terima kasih Tante,” ucap Yusuf dengan senangnya.“Ya ampun Ibu Sovia kok repot-repot, silahkan masuk!” sapa Sari dengan ramah.“Tidak merepotkan sama sekali, cuma makanan kecil saja,” sahut Sovia sambil melangkah masuk dan duduk di r
"Al Razi, biasa dipanggil Al," jawab Sovia memberitahu. "Salam untuk Pak Al ya Bu!" ujar Sari kemudian. "Nanti saya sampaikan, sekarang saya pulang dulu ya!" sahut Sovia kemudian.Sovia segera berlalu dari rumah Sari menuju ke mobil yang terparkir. Perlahan kendaraan itu melaju, terlihat tangan Sovia melambai ke arah Sari dan Yusuf yang memandangi kepergiannya.Setelah Sovia pergi, Bayu segera menghampiri Sari dan bertanya, "Kalian bicara apa, kenapa lama sekali?" "Ibu Sovia ingin menjadi orang tua asuh Yusuf. Dia berjanji akan membiayai operasi tanpa harus mengadopsi," jawab Sari terlihat bimbang. Ia kemudian menceritakan rumah tangga Sovia yang belum punya anak."Pantas kemarin dia bilang Yusuf harus di serahkan, sekarang jadi orang tua asuh. Kok aku jadi curiga ya Sar?" ujar Bayu yang berpikir Sovia punya niat terselubung. "Entahlah Kang, sepertinya kita harus menyelidiki siapa Ibu Sovia sebenarnya," sahut Sari yang ingin mengetahui latar belakang Sovia.Bayu tampak mengangguk
"Aku beli di--"“Jangan beli di sana lagi!” potong Tuan Adam yang segera beranjak dan pergi meninggalkan meja makan.“Kenapa, bukankah masakannya enak?” tanya Sovia tidak mengerti akan larangan suaminya.Tuan Adam tidak menjawab dan terus berlalu seolah tidak ingin membahasnya lagi. Sovia tampak heran melihat suaminya bersikap seperti itu. Jika masakan Sari tidak enak kenapa piring suaminya terlihat bersih, tidak tersisa nasi sebutir pun. Wanita itu jadi tidak mood lagi untuk melanjutkan makannya. Ia segera menyusul suaminya yang berada di bangku taman.“Al, kita tidak mungkin untuk mengadopsi Yusuf, tetapi kamu setuju kan kalau kita jadi orang tua asuh untuk membantunya membiayai operasi anak itu?” tanya Sovia sambil menatap suaminya.“terserah,” jawab Tuan Adam singkat.“Aku sedang minta pendapatmu Al,” ujar Sovia yang tidak suka dengan jawaban suaminya.Tuan Adam kemudian menoleh ke arah Sovia dan menatapnya dengan tajam seraya bertanya, “Jika aku bilang jangan apa kamu mau nurut?”
“Aku memang mencintai seseorang, dia adalah Yusuf.” Tuan Adam memberikan pengakuan yang membuat Sovia tercengang.Sovia tidak menyangka jika suaminya menyukai Yusuf juga. Ia senang sekali mengetahui hal itu karena Sovia bisa meminta dukungan kepada Suaminya untuk mendapatkan bocah itu. Lalu ia bertanya untuk meminta kepastian, “Benarkah Al, kamu suka sama Yusuf?” Tuan Adam tampak mengangguk untuk menjawabnya, “Kalau begitu bantu aku untuk memiliki anak itu!”“Bukankah kamu bilang keluarganya tidak mau Yusuf kita adopsi?” tanya Tuan Adam dengan bingung bagaimana caranya membantu Sovia untuk memiliki Yusuf.“Itu urusanku, kamu hanya perlu membantuku untuk memikat hati anak itu,” ujar Sovia menjelaskan.“Baiklah, asal kita tidak memaksa.” Tuan Adam terpaksa menyetujui rencana Sovia karena ia belum siap masa lalunya diketahui wanita itu.“Oke,” ucap Sovia senang sambil memeluk suaminya dengan erat [Maafkan aku Sovia, terpaksa aku berbohong karena belum waktunya kamu tahu siapa Sari. Su
“Yusuf tidak suka bola ini, Om,” ujar bocah itu sambil memegang sebuah bola basket.“Memangnya Yusuf mau bola apa?” tanya Tuan Adam dengan serius.“Itu bola yang bisa ditendang,” jawab Yusuf dengan polosnya.“Oh … bola kaki?” tanya Tuan Adam sambil mengangguk mengerti, “Ya sudah, nanti om akan belikan buat kamu,” janji Tuan Adam yang membuat Yusuf terlihat senang sekali.“Terus sekarang Yusuf mau main apa?” tanya bocah itu sambil celingukkan mencari mainan. “Kita lihat ikan saja di kolam, yuk!” ajak Tuan Adam yang dijawab anggukkan oleh Yusuf.Tuan Adam mengajak Yusuf ke taman di mana terdapat sebuah kolam yang jernih. Terlihat berbagai ikan mas dengan warna dan ukuran yang sangat cantik.“Waow … ikannya banyak sekali!” seru Yusuf dengan girangnya.Tuan Adam hanya tersenyum melihat kecerian Yusuf. Ia tampak memegangi tubuh mungil itu agar tidak jatuh ke kolam. Lelaki itu kemudian memangku Yusuf, sambil sesekali tangan mereka melempar makanan ke atas air kolam.Sementara itu Sovia
Mentari mulai terlihat dari balik awan. Sinarnya tampak membias tetes-tetes air hujan yang masih tersisa di setiap kelopak bunga dan helaian dedaunan. Tanah pun masih basah dengan beberapa genangan air.Sari tampak menunggu dengan resah. Wanita berkerudung itu terlihat berdiri di depan rumahnya sambil terus menatap ke ujung jalan. Hatinya gelisah dan khawatir karena semalaman Yusuf dan Bayu tidak pulang. Ia takut terjadi apa-apa dengan dua lelaki terpenting dalam hidupnya itu.Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Sari memutuskan masuk ke rumah untuk mengambil ponselnya yang sedang dicharger. Semoga ada pesan atau panggilan telepon dari Bayu atau Sovia. Baru saja kakinya melangkah sampai di depan pintu, tiba-tiba ia dikejutkan oleh bunyi klakson. Seketika wanita itu pun segera menoleh.Tin …! Tin …!Senyum Sari tampak mengembang ketika melihat mobil Sovia datang. Dengan segera ia menghampiri kendaraan itu yang berhenti di halaman rumahnya.“Ibu ..,” panggil Yusuf yang sedang digendong
Hari ulang tahun Yusuf pun tiba, Sari sengaja tidak berjualan. Ia akan membuat nasi kuning untuk putra kesayangan. Hanya itu yang dapat Sari berikan untuk anaknya dengan serangkain doa yang terbaik.“Ya Allah terima kasih, atas karunia-Mu yang begitu besar. Hari ini Yusuf genap berumur lima tahun. Berikanlah anakku kesehatan dan lindungilah ia di manapun berada. Aaminn ….” Sari tampak mengusap mukanya setelah memanjatkan doa untuk Yusuf.Keluarga Sari tampak bahagia menyambut hari kelahiran Yusuf. Mereka terlihat berkumpul sambil makan tumpeng nasi kuning, meskipun hanya dengan lauk tempe orek, telur dadar, dan kerupuk sudah membuat menu itu menjadi sangat istimewa."Selamat ulang tahun, cucu nini yang paling ganteng," ucap Bu Asih sambil mencium kedua pipi Yusuf secara bergantian."Ni, bibi kasih kado," ujar Ningsih sambil memberikan sebuah bungkusan."Paman juga bawa hadiah buat ucup." Kini giliran Jaka yang memberikan sebuah kotak bersampul lucu."Terima kasih Nini, Bibi dan Pama
"Memakai hijab itu adalah salah satu kewajiban muslimah demi menjaga auratnya. Tapi mengenakan kerudung itu harus berdasarkan keimanan bukan karena sesuatu hal. Misalnya untuk menarik perhatian orang agar terlihat lebih baik," ujar Azza menjelaskan setelah mendengar keinginan Jelita yang mau memakai hijab. Jelita kemudian menegaskan,"Oh seperti itu, jadi kalau hati kita belum mantap sebaiknya jangan berhijab dulu?" "Boleh-boleh saja untuk belajar. Tapi amat disayangkan, kalau kita sudah memakai hijab karena alasan tertentu lalu melepasnya kembali, miris melihatnya," ujar Azza yang juga memberitahu bagaimana sikap seorang muslimah terutama dalam menjaga aurat dan pandangannya. "Ya sudah kalau begitu aku mau belajar sekarang," ujar Jelita dengan antusiasnya. Mendengar itu Azza tampak senang sekali dan mengajak, "Boleh, ayo sini aku ajarkan memakai hijab!" Azza kemudian memilah koleksi hijabnya dan mulai mengajarkan Jelita cara memakainya. "Masya Allah, kamu cantik sekal
"Jelita mana Tante?" tanya Fatih sambil mencari gadis itu dengan kedua mata elangnya. Dengan tetap tenang Tante Windi menjawab, "Ada di kamar sedang istirahat. Duduklah Fatih, sepertinya kita harus bicara!" Fatih segera duduk di sofa berhadapan dengan Tante Windi."Menurut Tante, kamu fokus saja urus perusahaan. Soal Jelita biar Tante yang tangani. Dia sudah dewasa Fatih, jadi sudah berani membangkang dan bisa melakukan perbuatan lebih nekat lagi, kalau terlalu dikekang!" ujar Tante Windi memberikan masukan ketika Fatih datang untuk menjemput Jelita.Fatih tampak berpikir sesaat dan menurut saran dari Tante Windi ada benarnya juga. Dengan tinggal di rumah ini, ia bisa bekerja dengan tenang dan tidak perlu khawatir lagi. "Baiklah, aku setuju Jelita tinggal bersama Tante. Tapi aku akan menambah beberapa orang keamanan lagi," ujar Fatih menyetujui."Oke, demi Jelita kamu boleh memperketat keamanan untuknya!" ujar Tante Windi sambil mengangguk kecil. "Sebelum pulang, aku mau bicara e
"Kamu harus pulang Nak, agar keluarga Jelita tidak cemas!" saran Sari setelah mendengar cerita Jelita.Jelita langsung terlihat sedih dan memohon, "Tolong Bu, izinkan aku menginap beberapa hari lagi!"Sari segera membelai kepala Jelita seraya berkata, "Maaf Nak, ibu dan abi bukan tidak suka kamu menginap di rumah kami. Tapi tanpa izin dari orang tua, kamu akan dianggap hilang. Jadi sebelum mereka lapor polisi sebaiknya kamu pulang dulu. Nanti boleh menginap lagi di sini kapan pun."Jelita tampak menghela napas panjang. Ia mana mungkin diizinkan menginap di rumah orang lain. Keluar dari pintu gerbang rumah saja dilarang. Gadis itu terus berpikir agar bisa tinggal lebih lama lagi di rumah ini. "Ya sudah, boleh aku pinjam telepon, untuk menghubungi mami di rumah?" pinta Jelita yang dijawab anggukan oleh Sari. Setelah dipinjami telepon, Jelita segera menjauh untuk menghubungi keluarganya. Jelita tentu tidak mau merepotkan Yusuf dan keluarganya yang begitu baik. Ia akan pulang dan kemba
Mentari tampak bersinar di ufuk timur. Bunga dan dedaunan terlihat segar dibalur sisa air hujan. Jelita sudah bangun dengan tubuh yang lebih bugar, meskipun kakinya masih terasa pegal akibat lari kemarin. Ia segera membasuh tubuhnya yang terasa lengket, meskipun air cukup dingin. Setelah itu segera memakai celana panjang dan sweater yang dibawakan Azza semalam. Setelah selesai, Azza datang lagi menemui Jelita. Tidak lama kemudian kedua gadis itu segera ke luar dari kamar dan menuju ke ruang makan. Di mana keluarga Tuan Adam terlihat sedang sarapan bersama. "Jelita kenalkan ini, Ibu, Abi dan Kang Yusuf," ujar Azza memperkenalkan keluarganya. Jelita segera menyalami Sari, sedangkan Tuan Adam dan Yusuf hanya mengatupkan tangan. "Nama yang cantik sesuai dengan orangnya. Bagaimana keadaan kamu Nak?" tanya Sari sambil tersenyum ramah. "Aku baik-baik saja Bu. Terima kasih, sudah memberikan izin untuk menginap di sini," ucap Jelita yang merasa disambut dengan hangat, padahal mereka baru
Hujan masih mengguyur kawasan puncak. Ketika sebuah mobil mewah tiba-tiba berhenti di jalan yang tampak macet. Seorang gadis cantik terlihat ke luar dari kendaraan itu dan berlari ke arah belakang. Tidak lama kemudian disusul oleh pria berbadan besar dan berpakaian rapi. "Tunggu, jangan pergi Non!" seru pria itu sambil mengejar.Gadis itu tampak ketakutan dan terus berlari sekencangnya. Sesekali ia berhenti di belakang kendaraan lain, sambil mengatur nafas dan berharap pria itu tidak mengejarnya lagi. Akan tetapi, doanya tidak terkabul. lelaki itu justru semakin dekat ke arahnya. Sehingga membuat gadis itu jadi kian panik."Pokoknya aku tidak mau kembali ke rumah," lirih gadis itu yang segera kembali berlari dengan nafas yang terengah. Namun, ketika di belakang mobil box Ia sudah tidak kuat lagi untuk melarikan diri. Kini dirinya hanya bisa pasrah akan apa yang terjadi. Alunan musik terdengar mengalun syahdu dari salah satu mobil sayur. Seorang pria bermata teduh tampak menikmati l
Lelaki sejati.Waktu terus bergulir, tidak terasa usiaku kian menua, raga ini juga mulai sakit-sakitan. Untung aku mempunyai seorang istri yang sangat perhatian sekali. Ia Seorang perempuan hebat yang Allah jodohkan dengan diriku ini yang jauh dari kata sempurna.Selama pernikahan kami tidak pernah sekalipun Sari mengeluh, ia selalu sabar dan ikhlas dalam mengurus dan merawatku anak-anak, dan ibuku. Sungguh aku sangat bersyukur karena semenjak kecelakaan 20 tahun yang lalu, seolah Allah memberikan aku kehidupan kedua untuk memperbaiki diri untuk menjadi lelaki sejati.Kini perkebunan sudah dipegang oleh Yusuf, sedangkan aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dan hanya sesekali ke kebun jika Yusuf sedang keteter atau pergi. Aku menjalani sisa hidupku dengan banyak beribadah dan sering ke masjid.Alhamdulillah … aku di percaya menjadi salah satu pengurus. Rasanya begitu damai hati ini banyak melakukan kegiatan di rumah Allah. Sungguh aku tidak pernah merasa hati ini begitu bahagia
Roda kehidupan telah berputar, kini Bayu semakin sukses sebagai pengusaha di bidang otomotif yang memiliki beberapa bengkel di kota tempat tinggalnya. Jika Allah telah berkehendak tidak ada yang tidak mungkin bagi-Nya. Apalagi Bayu adalah sosok yang sabar dan ikhlas dalam menjalani hidup ini.“Aku turut senang Ning, jika sekarang Bayu sudah sukses sebagai pengusaha,” ucap Sari atas keberhasilan adik iparnya itu.“Iya Teh, Alhamdulillah ….” Ningsih bersyukur atas keberhasilan suaminya.“Bayu memang pantas mendapatkan semuanya karena ia adalah lelaki yang baik,” puji Sari sambil mengingat kebaikan Bayu yang tiada terkira kepadanya.Ningsih tampak mengangguk seolah sependapat dengan kakaknya. Lalu ia pun bertanya, “Teteh sendiri bagaimana? Pasti senang sekali ternyata Kang Adam masih hidup dan bisa berkumpul lagi dengan Yusuf.”“Teteh sangat bahagai Ning, ternyata Alllah banyak memberikan rahmat-Nya yang melimpah,” ujar Sari akan karunia yang didapatkannya selama ini.Sementara itu, Ada
Dari kabar yang terdengar, ternyata mobil yang dikemudikan oleh Saba masuk ke jurang ketika dikejar oleh polisi dan suster gadungan itu juga sudah ditangkap. Sementara itu keluarga Al Razi seperti Fatimah dan putranya segera kembali ke Turki setelah menjual semua saham serta aset perusahaan yang berada di Indonesia, kecuali vila.Sebenarnya Adam bisa saja merebut harta warisannya kembali, tetapi tidak mau. Ia ingin hidup sederhana dan bahagia bersama dengan keluarga kecilnya. Setelah situasi sudah aman, Adam kemudian menjemput Yusuf untuk tinggal bersama kembali. “Ibu!” panggil Yusuf sambil berlari kecil ketika melihat Sari di depan teras yang sudah menunggu kepulangan putranya.“Yusuf,” balas Sari sambil melapangkan satu tangan memeluk putra sulungnya itu.“Yusuf kangen sama Ibu,” ungkap bocah itu sambil memeluk Sari dengan erat.Sari segera membalas pelukan Yusuf dan mencium kepala anak itu seraya berkata, “Ibu juga kangen sama kamu sayang.” “Ibu, ini adik siapa?” tanya Yusuf sa
Malam itu hujan turun dengan lebat. Udara pun jadi dingin seolah menggigit tulang. Aku segera menyelimuti tubuh ini rapat-rapat dan mencoba memejamkan mata, tetapi entah mengapa selalu gagal. Tiba-tiba jantungku berdetak sangat cepat. Aku segera menyibak tirai dan melihat hujan masih turun deras.Entah mengapa pikiranku tertuju ke sungai yang berada di bawah sana. Perasaan ini kian gelisah dan berpikir mungkin akan terjadi banjir bandang. Akan tetapi, itu tidak mungkin karena rumahku berada di atas tebing. Untuk menghilangkan kegelisahan hati aku melakukan zikir sampai pagi menjelang.Aku segera membuka pintu, ketika hujan masih turun gerimis. Diriku kemudian berjalan ke halaman rumah untuk melihat aliran sungai. Tiba-tiba pandanganku tertuju kepada sesosok tubuh yang tersangkut di bebatuan. Naluriku untuk menolong pun muncul dan dengan hati-hati menuruni anak tangga menuju ke tepian sungai.Ketika sampai di tempat tujuan, aku segera menarik tubuh itu dengan sekuat tenaga. Lalu memeri