Yusuf langsung menoleh begitu mendengar namanya disebut. Ia segera melepas tangan Sari dan berlari ke arah pemilik suara itu seraya memanggil, "Om ganteng."Tuan Adam segera membungkuk dan melapangkan satu tangannya. Yusuf seperti memiliki magnet dengan Tuan Adam. Ia langsung memeluk dan bergelayut manja di leher lelaki itu. "Selamat ulang tahun sayang, semoga jadi anak yang soleh," ucap Tuan Adam disertai sebuah doa. Lalu ia mendaratkan kecupan di kening Yusuf, "Ini untuk kamu," ujarnya sambil memberi sebuah kado berukuran sedang."Terima kasih, Om," ucap Yusuf segera menerima hadiah itu dengan senangnya.Semua mata yang melihatnya tampak tersenyum manis dan terharu karena menduga jika Yusuf dan Tuan Adam adalah ayah dan anak yang sudah lama tidak berjumpa. Bahkan Sovia segera mengabadikan dengan ponselnya. Namun, tidak bagi Sari. Tiba-tiba ia merada jantungnya berdetak sangat cepat. Melihat sosok yang selama ini dipanggil om ganteng oleh Yusuf.Wajah Sari berubah jadi pucat deng
"Tidak apa-apa, ayo kita pulang!" jawab Tuan Adam sambil berlalu dari tempat itu.Melihat Tuan Adam yang meninggalkannya membuat Sovia jadi meradang. Lalu ia segera menyusul dan ketika berada di dalam mobil mereka kembali berbicara lagi."Kenapa kamu datangnya lama sekali Al?" tanya Sovia dengan kesalnya."Aku kena macet," jawab Tuan Adam singkat."Kamu kenapa diam saja tadi di depan orang tua Yusuf? Seharusnya kamu--""Please Sovia jangan dibahas lagi! Aku lelah hari ini," potong Tuan Adam dengan tegas. Ia sedang tidak ingin berdebat dengan istrinya. Pikirannya sungguh kacau karena kenyataan yang tidak pernah diduga.***"Hadiah dari om ganteng paling bagus, dari semua kado yang Yusuf dapat," ujar bocah itu sambil memeluk bolanya dengan erat ketika berada di dalam sebuah taksi online."Yusuf dengarkan ibu! Mulai sekarang kamu tidak boleh menerima atau meminta mainan dan hadiah lagi dari tante cantik atau om ganteng! Mengerti?" seru Sari yang membuat Yusuf terlihat bingung."Kenapa, i
Tuan Adam segera keluar dari kamar dan menemui security yang menjaga rumahnya."Selamat malam, Tuan?" ucap seorang security ketika melihat majikannya datang ke pos penjagaan."Malam, siapa kemarin yang mengantarkan Yusuf dan ayahnya pulang?" tanya Tuan Adam dengan serius."Saya, ada apa, Tuan?" jawab security itu sambil balik bertanya."Sebentar!" seru Tuan Adam sambil mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.[Hallo Kang Asep, saya sudah tahu di mana Sari tinggal. Tolong dengarkan baik-baik lokasinya!] ujar Tuan Adam kepada orang suruhannya itu.[Baik Tuan,] sahut Kang Asep dari seberang sana.Tuan Adam segera memberikan ponselnya kepada security itu seraya berseru, "Beritahu dengan jelas di mana lokasi rumah Yusuf!" Security itu tampak mengangguk dan menerima ponsel Tuan Adam. Tidak lama kemudian ia tampak berbincang dengan serius. Setelah selesai, lelaki itu mengembalikan handphone itu ke majikannya.[Bagaimana Kang?] tanya Tuan Adam.[Saya tahu daerah itu Tuan. Apa yang h
"Maaf." Hanya satu kata yang terucap dari bibir Tuan Adam sambil menatap Sovia ketika mereka sarapan pagi."Iya, itu sudah biasa bukan?" sahut Sovia seolah menyindir suaminya, tanpa membalas tatapan lelaki itu.Tuan Adam hanya menatap Sovia dengan tajam ketika mendengar hal itu dan selanjutnya suasana tampak hening."Kamu mau ke mana?" tanya Tuan Adam ketika melihat istrinya sudah terlihat rapi sepagi ini."Ke rumah Yusuf," jawab Sovia singkat.Tuan Adam seketika menyudahi sarapannya. Lelaki itu terlihat mulai gusar mendengar Sovia ingin ke rumah Sari. Ia harus mencari cara agar istrinya tidak pergi ke sana. Dirinya takut Sovia akan bertemu dengan Kang Asep."Baru kemarin kamu ketemu Yusuf, apa tidak bisa lain hari saja?" ujar Tuan Adam menyarankan agar Sovia mengurungkan niatnya. "Di sana aku bisa terhibur dan tidak kesepian." Sovia memberikan pernyataan agar Tuan Adam lebih peka akan keinginannya.Tuan Adam tidak menjawab karena sedang memikirkan cara agar Sovia tidak jadi pergi. S
"Ya aku tidak enak saja sama Zein, kalau meninggalkan pekerjaan yang belum selesai. Biar semua rampung dulu baru setelah itu kita pulang," sahut Tuan Adam terdengar masuk akal. "Bagaimana kalau aku ikut membantumu di kantor? Biar pekerjaan dan masalah cepat selesai." pinta Sovia agar dirinya tidak merasa jenuh di vila ini.Tuan Adam tampak mengangguk dan menyetujui, "Ide yang bagus, jadi kamu tidak akan bosan di rumah menunggu aku pulang kerja.""Iya, lagi pula kalau di Jakarta aku bisa bertemu dengan teman-teman dan kerabatku di sana," timpal Sovia kembali, "Jadi kapan aku bisa membantumu di kantor?" tanyanya meminta kepastian."Mulai besok juga sudah boleh," jawab Tuan Adam kemudian. Sambil tersenyum Sovia pun berucap, "Terima kasih Al." Ia terlihat senang sekali dan yakin bisa membantu pekerjaan Tuan Adam karena dulu dirinya juga seorang wanita karier. Tuan Adam segera menyetujui keinginan Sovia untuk bekerja di kantornya. Dengan begitu ia bisa fokus untuk mencari petunjuk tenta
Sari sudah kembali ke rumah ibunya dan mulai beraktivitas seperti biasa. Ia sudah siap menghadapi semuanya karena lari dari kenyataan tidak akan menyelesaikan masalah. Justru akan membuat berlarut-larut. Sekarang semua harus jelas dan pasti, demi kehidupannya dan Yusuf.“Yusuf, ayo makan dulu!” seru Sari kepada anaknya yang sedang asyik bermain.“Yusuf mau main bola,” tolak bocah itu sembari berlarian di ruang tamu.“Nanti main lagi, sekarang kamu makan ya!” bujuk Sari dengan sabarnya.Yusuf terlihat menggeleng sambil menendang sesekali bola kesayangannya. Sari tampak menghela nafas panjang melihat anaknya tidak mau lepas dari benda itu. Selalu dibawa ke mana-mana, baik mau tidur, main, dan bahkan mandi sekali pun.“Jika tidak mau makan, nanti semua mainan kamu ibu akan buang!” ancam Sari menakut-nakuti agar anaknya mau berhenti bermain sejenak.Yusuf tidak menghiraukan perkataan ibunya dan masih terus bermain bola. Tanpa disengaja bocah itu menendang bola cukup kencang dan meluncur
Tuan Adam terlihat gundah karena semenjak Sovia membantunya di kantor semua pekerjaan dan masalah tertangani dengan cepat. Pasti sebentar lagi wanita itu akan segera mengajak suaminya pulang. Tuan Adam tidak mempunyai alasan untuk tetap tinggal, sedangkan tujuan utamanya berada di sini untuk mendapat maaf dari Sari belum ia dapatkan. Lelaki itu ingin segera menuntaskan sepenggal kisah masa lalunya.“Kalian ada di mana?” tanya Tuan Adam di dalam kegusaran hatinya.Tiba-tiba ponsel Tuan Adam berdering dengan segera ia menerima panggilan masuk yang ternyata dari Kang Asep. Lalu lelaki itu pun berucap, [Halo Kang, ada kabar apa?] tanyanya kemudian.[Saya sudah bicara dengan Nyonya Sari dan dia mau bertemu dengan Tuan besok di taman Bunga Nusantara,] tutur Kang Asep memberitahu.Mendengar laporan dari Kang Asep membuat Tuan Adam tampak senang, akhirnya ia bisa bertemu dengan Sari. Begitu banyak rindu yang akan terbayar dan berapa pertanyaan yang akan didapatkan jawabannya dari kejujuran
“Maafkan aku Sari, sungguh diriku sangat menyesal atas semua yang kulakukan kepadamu, “ ucap Tuan Adam bersungguh-sungguh.Sari tidak langsung menjawab, bibirnya tampak bergetar dan mata wanita itu terlihat berkaca-kaca. Lalu ia pun berkata, “Kamu tahu bagaimana rasanya dicampakkan dari suami yang dicintai? Sakit sekali Tuan, aku harus menjalani hari-hari dengan anak yang tidak pernah diharapkan kehadirannya. Mendengar cibiran dan hinaan dari orang-orang, semua itu tidak akan pernah terganti dengan sebuah kata maaf!” tutur Sari dengan berapi-api dan seketika tangisnya pun pecah.Entah mengapa Sari mengungkapkan semua perasaannya yang terluka. Kini hati wanita itu merasa lebih lega, setelah menumpahkan semua beban yang selama ini dirasakannya.Mendengar hal itu seperti mendapat sebuah tamparan keras bagi Tuan Adam. Ia tidak menyangka Sari terluka teramat dalam akibat perbuatannya di masa lalu. Lelaki itu tampak menitikkan air mata, menyesali semua perbuatannya. Ingin sekali ia bisa m
"Memakai hijab itu adalah salah satu kewajiban muslimah demi menjaga auratnya. Tapi mengenakan kerudung itu harus berdasarkan keimanan bukan karena sesuatu hal. Misalnya untuk menarik perhatian orang agar terlihat lebih baik," ujar Azza menjelaskan setelah mendengar keinginan Jelita yang mau memakai hijab. Jelita kemudian menegaskan,"Oh seperti itu, jadi kalau hati kita belum mantap sebaiknya jangan berhijab dulu?" "Boleh-boleh saja untuk belajar. Tapi amat disayangkan, kalau kita sudah memakai hijab karena alasan tertentu lalu melepasnya kembali, miris melihatnya," ujar Azza yang juga memberitahu bagaimana sikap seorang muslimah terutama dalam menjaga aurat dan pandangannya. "Ya sudah kalau begitu aku mau belajar sekarang," ujar Jelita dengan antusiasnya. Mendengar itu Azza tampak senang sekali dan mengajak, "Boleh, ayo sini aku ajarkan memakai hijab!" Azza kemudian memilah koleksi hijabnya dan mulai mengajarkan Jelita cara memakainya. "Masya Allah, kamu cantik sekal
"Jelita mana Tante?" tanya Fatih sambil mencari gadis itu dengan kedua mata elangnya. Dengan tetap tenang Tante Windi menjawab, "Ada di kamar sedang istirahat. Duduklah Fatih, sepertinya kita harus bicara!" Fatih segera duduk di sofa berhadapan dengan Tante Windi."Menurut Tante, kamu fokus saja urus perusahaan. Soal Jelita biar Tante yang tangani. Dia sudah dewasa Fatih, jadi sudah berani membangkang dan bisa melakukan perbuatan lebih nekat lagi, kalau terlalu dikekang!" ujar Tante Windi memberikan masukan ketika Fatih datang untuk menjemput Jelita.Fatih tampak berpikir sesaat dan menurut saran dari Tante Windi ada benarnya juga. Dengan tinggal di rumah ini, ia bisa bekerja dengan tenang dan tidak perlu khawatir lagi. "Baiklah, aku setuju Jelita tinggal bersama Tante. Tapi aku akan menambah beberapa orang keamanan lagi," ujar Fatih menyetujui."Oke, demi Jelita kamu boleh memperketat keamanan untuknya!" ujar Tante Windi sambil mengangguk kecil. "Sebelum pulang, aku mau bicara e
"Kamu harus pulang Nak, agar keluarga Jelita tidak cemas!" saran Sari setelah mendengar cerita Jelita.Jelita langsung terlihat sedih dan memohon, "Tolong Bu, izinkan aku menginap beberapa hari lagi!"Sari segera membelai kepala Jelita seraya berkata, "Maaf Nak, ibu dan abi bukan tidak suka kamu menginap di rumah kami. Tapi tanpa izin dari orang tua, kamu akan dianggap hilang. Jadi sebelum mereka lapor polisi sebaiknya kamu pulang dulu. Nanti boleh menginap lagi di sini kapan pun."Jelita tampak menghela napas panjang. Ia mana mungkin diizinkan menginap di rumah orang lain. Keluar dari pintu gerbang rumah saja dilarang. Gadis itu terus berpikir agar bisa tinggal lebih lama lagi di rumah ini. "Ya sudah, boleh aku pinjam telepon, untuk menghubungi mami di rumah?" pinta Jelita yang dijawab anggukan oleh Sari. Setelah dipinjami telepon, Jelita segera menjauh untuk menghubungi keluarganya. Jelita tentu tidak mau merepotkan Yusuf dan keluarganya yang begitu baik. Ia akan pulang dan kemba
Mentari tampak bersinar di ufuk timur. Bunga dan dedaunan terlihat segar dibalur sisa air hujan. Jelita sudah bangun dengan tubuh yang lebih bugar, meskipun kakinya masih terasa pegal akibat lari kemarin. Ia segera membasuh tubuhnya yang terasa lengket, meskipun air cukup dingin. Setelah itu segera memakai celana panjang dan sweater yang dibawakan Azza semalam. Setelah selesai, Azza datang lagi menemui Jelita. Tidak lama kemudian kedua gadis itu segera ke luar dari kamar dan menuju ke ruang makan. Di mana keluarga Tuan Adam terlihat sedang sarapan bersama. "Jelita kenalkan ini, Ibu, Abi dan Kang Yusuf," ujar Azza memperkenalkan keluarganya. Jelita segera menyalami Sari, sedangkan Tuan Adam dan Yusuf hanya mengatupkan tangan. "Nama yang cantik sesuai dengan orangnya. Bagaimana keadaan kamu Nak?" tanya Sari sambil tersenyum ramah. "Aku baik-baik saja Bu. Terima kasih, sudah memberikan izin untuk menginap di sini," ucap Jelita yang merasa disambut dengan hangat, padahal mereka baru
Hujan masih mengguyur kawasan puncak. Ketika sebuah mobil mewah tiba-tiba berhenti di jalan yang tampak macet. Seorang gadis cantik terlihat ke luar dari kendaraan itu dan berlari ke arah belakang. Tidak lama kemudian disusul oleh pria berbadan besar dan berpakaian rapi. "Tunggu, jangan pergi Non!" seru pria itu sambil mengejar.Gadis itu tampak ketakutan dan terus berlari sekencangnya. Sesekali ia berhenti di belakang kendaraan lain, sambil mengatur nafas dan berharap pria itu tidak mengejarnya lagi. Akan tetapi, doanya tidak terkabul. lelaki itu justru semakin dekat ke arahnya. Sehingga membuat gadis itu jadi kian panik."Pokoknya aku tidak mau kembali ke rumah," lirih gadis itu yang segera kembali berlari dengan nafas yang terengah. Namun, ketika di belakang mobil box Ia sudah tidak kuat lagi untuk melarikan diri. Kini dirinya hanya bisa pasrah akan apa yang terjadi. Alunan musik terdengar mengalun syahdu dari salah satu mobil sayur. Seorang pria bermata teduh tampak menikmati l
Lelaki sejati.Waktu terus bergulir, tidak terasa usiaku kian menua, raga ini juga mulai sakit-sakitan. Untung aku mempunyai seorang istri yang sangat perhatian sekali. Ia Seorang perempuan hebat yang Allah jodohkan dengan diriku ini yang jauh dari kata sempurna.Selama pernikahan kami tidak pernah sekalipun Sari mengeluh, ia selalu sabar dan ikhlas dalam mengurus dan merawatku anak-anak, dan ibuku. Sungguh aku sangat bersyukur karena semenjak kecelakaan 20 tahun yang lalu, seolah Allah memberikan aku kehidupan kedua untuk memperbaiki diri untuk menjadi lelaki sejati.Kini perkebunan sudah dipegang oleh Yusuf, sedangkan aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dan hanya sesekali ke kebun jika Yusuf sedang keteter atau pergi. Aku menjalani sisa hidupku dengan banyak beribadah dan sering ke masjid.Alhamdulillah … aku di percaya menjadi salah satu pengurus. Rasanya begitu damai hati ini banyak melakukan kegiatan di rumah Allah. Sungguh aku tidak pernah merasa hati ini begitu bahagia
Roda kehidupan telah berputar, kini Bayu semakin sukses sebagai pengusaha di bidang otomotif yang memiliki beberapa bengkel di kota tempat tinggalnya. Jika Allah telah berkehendak tidak ada yang tidak mungkin bagi-Nya. Apalagi Bayu adalah sosok yang sabar dan ikhlas dalam menjalani hidup ini.“Aku turut senang Ning, jika sekarang Bayu sudah sukses sebagai pengusaha,” ucap Sari atas keberhasilan adik iparnya itu.“Iya Teh, Alhamdulillah ….” Ningsih bersyukur atas keberhasilan suaminya.“Bayu memang pantas mendapatkan semuanya karena ia adalah lelaki yang baik,” puji Sari sambil mengingat kebaikan Bayu yang tiada terkira kepadanya.Ningsih tampak mengangguk seolah sependapat dengan kakaknya. Lalu ia pun bertanya, “Teteh sendiri bagaimana? Pasti senang sekali ternyata Kang Adam masih hidup dan bisa berkumpul lagi dengan Yusuf.”“Teteh sangat bahagai Ning, ternyata Alllah banyak memberikan rahmat-Nya yang melimpah,” ujar Sari akan karunia yang didapatkannya selama ini.Sementara itu, Ada
Dari kabar yang terdengar, ternyata mobil yang dikemudikan oleh Saba masuk ke jurang ketika dikejar oleh polisi dan suster gadungan itu juga sudah ditangkap. Sementara itu keluarga Al Razi seperti Fatimah dan putranya segera kembali ke Turki setelah menjual semua saham serta aset perusahaan yang berada di Indonesia, kecuali vila.Sebenarnya Adam bisa saja merebut harta warisannya kembali, tetapi tidak mau. Ia ingin hidup sederhana dan bahagia bersama dengan keluarga kecilnya. Setelah situasi sudah aman, Adam kemudian menjemput Yusuf untuk tinggal bersama kembali. “Ibu!” panggil Yusuf sambil berlari kecil ketika melihat Sari di depan teras yang sudah menunggu kepulangan putranya.“Yusuf,” balas Sari sambil melapangkan satu tangan memeluk putra sulungnya itu.“Yusuf kangen sama Ibu,” ungkap bocah itu sambil memeluk Sari dengan erat.Sari segera membalas pelukan Yusuf dan mencium kepala anak itu seraya berkata, “Ibu juga kangen sama kamu sayang.” “Ibu, ini adik siapa?” tanya Yusuf sa
Malam itu hujan turun dengan lebat. Udara pun jadi dingin seolah menggigit tulang. Aku segera menyelimuti tubuh ini rapat-rapat dan mencoba memejamkan mata, tetapi entah mengapa selalu gagal. Tiba-tiba jantungku berdetak sangat cepat. Aku segera menyibak tirai dan melihat hujan masih turun deras.Entah mengapa pikiranku tertuju ke sungai yang berada di bawah sana. Perasaan ini kian gelisah dan berpikir mungkin akan terjadi banjir bandang. Akan tetapi, itu tidak mungkin karena rumahku berada di atas tebing. Untuk menghilangkan kegelisahan hati aku melakukan zikir sampai pagi menjelang.Aku segera membuka pintu, ketika hujan masih turun gerimis. Diriku kemudian berjalan ke halaman rumah untuk melihat aliran sungai. Tiba-tiba pandanganku tertuju kepada sesosok tubuh yang tersangkut di bebatuan. Naluriku untuk menolong pun muncul dan dengan hati-hati menuruni anak tangga menuju ke tepian sungai.Ketika sampai di tempat tujuan, aku segera menarik tubuh itu dengan sekuat tenaga. Lalu memeri