Sang Surya baru saja meninggi, cahayanya mulai memancar memeluk pagi dengan sinarnya yang hangat. Sovia tampak berjalan dengan menggendong seorang bocah lelaki. Kemudian mereka berhenti di meja makan untuk sarapan. Di mana Tuan Adam sudah terlebih dahulu duduk di sana.“Sekarang kamu makan ya, habis itu minum obat! Baru tante akan antar kamu pulang!” ujar Sovia sambil hendak menyuapi bubur.Anak itu tampak menggeleng sambil mengunci mulut mungilnya.“Ayo, buka mulutnya!” seru Sovia kembali, tetapi Yusuf kembali menggeleng, “Ya sudah kalau tidak mau.” Sovia terlihat putus asa untuk membujuk anak itu supaya mau makan, “Oh ya, nama kamu siapa?” tanyanya kembali sambil tersenyum.Bocah itu tidak menjawab dan tetap membungkam mulutnya dengan rapat.“Namanya Yusuf,” sahut Tuan sambil Adam menyeruput wedang jahe kesukaannya.“Kamu tahu dari mana, kalau namanya Yusuf?” tanya Sovia dengan heran.“Semalam dia menyebutnya ketika mengigau,” jawab Tuan Adam sambil menatap Yusuf yang tertunduk. K
Ketika Yusuf akan memberitahu nama ibunya, tiba-tiba pintu terbuka dan Sovia pulang dari mal."Yusuf sudah bangun?" tanya Sovia sambil tersenyum melihat bocah itu. Yusuf balik bertanya, "Tante beli mainan ya?" "Iya, ini buat kamu!" sahut Sovia sambil menyodorkan plastik belanjaannya. Yusuf menerima pemberian Sovia dengan senangnya. Sebuah mobil-mobilan truk dari plastik. Melihat itu Tuan Adam tampak mengernyitkan dahinya dan bertanya, "Jadi kamu ke mal cuma beli itu?" "Aku nggak jadi ke mal Al, ada pohon tumbang tadi di jalan. Jalanan macet dan putar arahnya susah. Jadi aku beli mainan yang ada saja di sepanjang jalan sambil pulang ke vila," jawab Sovia menjelaskan. "Pantes lama, terus bagaimana ini kita antar Yusuf pulang?" tanya Tuan Adam sambil berpikir. "Kita tunda saja, sampai pohon itu dibereskan oleh petugas!" saran Sovia yang dijawab anggukan oleh Tuan Adam. ***Waktu telah menunjukan hampir 2x24 jam. Sari dan Bayu sepakat untuk membuat laporan kehilangan Yusuf ke po
Hari berganti hari kondisi Yusuf mulai membaik. Sovia masih datang untuk menjenguk bocah itu dengan membawa berbagai macam makanan dan mainan. Wanita itu juga sangat royal kepada keluarga Bu Asih. Bahkan ia tidak pernah lupa mengantar Yusuf untuk kontrol.Sebenarnya Sari merasa keberatan dengan pemberian Sovia yang menurutnya terlalu berlebihan, tetapi ia merasa tidak enak untuk menolaknya. Mengingat wanita itulah yang telah menyelamatkan putranya. Sungguh sangat ironis jika Sari tahu yang sebenarnya.Setelah memeriksa luka bagian luar dan hasilnya cukup bagus, dengan diantar Sovia kini Sari menuju ruang dokter radiologi untuk mengetahui hasil rontgen kepala Yusuf.“Saya jadi tidak enak, Ibu sudah memberi kami terlalu banyak dan merepotkan,” ungkap Sari dengan sungkan.“Tidak apa-apa, saya sangat senang bisa membantu dan mengenal kalian semua,” jawab Sovia yang terlihat begitu tulus. "Sepertinya Yusuf haus Bu Puspa, lebih baik ibu beli minum untuknya!" saran Sovia sambil melihat ke a
Setelah Tuan Adam berangkat ke kantor, Sovia mulai sibuk dengan ponselnya. Ia kemudian terlihat menelepon seseorang. Dirinya sudah tidak sabar untuk mendapatkan kabar baik.[Assalamualaikum …,] ucap Sovia ketika panggilannya terhubung.[Waalaikumsalam …,] balas Sari dari seberang sana.[Bagaimana Ibu Puspa, apakah anda sudah memutuskannya?] tanya Sovia langsung pada pokok pembicaraan.Suasana tampak hening sejenak hingga Sari menjawab dengan suara yang berat, [Iya, Bu. tolong biayai operasi Yusuf.][Baiklah, kalau begitu saya akan menyiapkan berkas-berkas yang harus ibu tanda tangani!] ujar Sovia dengan senangnya.[Akan tetapi, bolehkan saya bertemu dengan Yusuf setelah dioperasi nanti?] tanya Sari dengan suara yang bergetar.[Tentu saja, lagi pula Yusuf juga perlu penyesuaian diri. Supaya ia bisa dekat dan menerima kami sebagai orang tua angkatnya,] jawab Sovia sambil menjelaskan.[Jadi kapan operasi Yusuf dilaksanakan?] tanya Sari ingin tahu.Setelah berpikir sejenak Sovia kemudia
Sari masih menatap kertas itu kembali dengan mengucapkan, “Bismillahirrahmanirrahim ...."ia kemudian meletakkan pulpen itu lalu menatap Sovia dan berkata, "Saya akan tanda tangani surat persetujuan ini, jika Yusuf sudah selesai dioperasi."Sovia tampak terkejut mendengarnya lalu ia pun bertanya, "Apakah ibu tidak percaya saya akan membiayai semua operasi Yusuf?""Bukan begitu Bu, sebagai seorang ibu tentu ingin melakukan yang terbaik untuk anaknya. Namun, saya butuh waktu untuk menyerahkan Yusuf kepada Ibu."Sovia tampak berpikir sesaat dan akhirnya menyetujui keinginan Sari, "Baiklah, begitu Yusuf pulang dari Singapura. Ibu harus segera menandatangani surat persetujuan itu.""Iya, terima kasih atas pengertian Ibu," ucap Sari sambil mengangguk."Oke, sekarang saya akan pergi dengan Yusuf. Nanti saya kabari lagi jika kami sudah pulang," ujar Sovia dan berlalu keluar yang diikuti oleh Sari, Bayu dan Yusuf.Sebenarnya Sari ingin ikut menemani putranya, tetapi ia tidak mau menjadi beban
Tiba-tiba sebuah Pajero hitam berhenti di halaman rumah Sari. Tidak lama kemudian seorang wanita cantik turun dari mobil itu sambil membawa dua paper bag yang cukup besar.Sovia tampak berjalan ke arah Sari yang berdiri seolah menyambut kedatangannya seraya berucap, “Assalamualaikum ...,” “Waalaikumsalam …,” sahut Sari dan Bayu bersamaan. "Yusuf," panggil Sovia sehingga bocah itu berdiri lalu menghampiri dan langsung menyalim tangan wanita itu.Sovia segera mengelus kepala Yusuf seraya bertanya, “Apa kabar ganteng?”“Alhamdulillah …Yusuf baik, Tante bawa apa?” jawab bocah itu sambil bertanya ketika melihat Sovia menenteng buah tangan.“Ini semua buat Yusuf, ada makanan dan mainan juga loh,” jawab Sovia sambil menyerahkan bawaannya ke tangan bocah itu.“Terima kasih Tante,” ucap Yusuf dengan senangnya.“Ya ampun Ibu Sovia kok repot-repot, silahkan masuk!” sapa Sari dengan ramah.“Tidak merepotkan sama sekali, cuma makanan kecil saja,” sahut Sovia sambil melangkah masuk dan duduk di r
"Al Razi, biasa dipanggil Al," jawab Sovia memberitahu. "Salam untuk Pak Al ya Bu!" ujar Sari kemudian. "Nanti saya sampaikan, sekarang saya pulang dulu ya!" sahut Sovia kemudian.Sovia segera berlalu dari rumah Sari menuju ke mobil yang terparkir. Perlahan kendaraan itu melaju, terlihat tangan Sovia melambai ke arah Sari dan Yusuf yang memandangi kepergiannya.Setelah Sovia pergi, Bayu segera menghampiri Sari dan bertanya, "Kalian bicara apa, kenapa lama sekali?" "Ibu Sovia ingin menjadi orang tua asuh Yusuf. Dia berjanji akan membiayai operasi tanpa harus mengadopsi," jawab Sari terlihat bimbang. Ia kemudian menceritakan rumah tangga Sovia yang belum punya anak."Pantas kemarin dia bilang Yusuf harus di serahkan, sekarang jadi orang tua asuh. Kok aku jadi curiga ya Sar?" ujar Bayu yang berpikir Sovia punya niat terselubung. "Entahlah Kang, sepertinya kita harus menyelidiki siapa Ibu Sovia sebenarnya," sahut Sari yang ingin mengetahui latar belakang Sovia.Bayu tampak mengangguk
"Aku beli di--"“Jangan beli di sana lagi!” potong Tuan Adam yang segera beranjak dan pergi meninggalkan meja makan.“Kenapa, bukankah masakannya enak?” tanya Sovia tidak mengerti akan larangan suaminya.Tuan Adam tidak menjawab dan terus berlalu seolah tidak ingin membahasnya lagi. Sovia tampak heran melihat suaminya bersikap seperti itu. Jika masakan Sari tidak enak kenapa piring suaminya terlihat bersih, tidak tersisa nasi sebutir pun. Wanita itu jadi tidak mood lagi untuk melanjutkan makannya. Ia segera menyusul suaminya yang berada di bangku taman.“Al, kita tidak mungkin untuk mengadopsi Yusuf, tetapi kamu setuju kan kalau kita jadi orang tua asuh untuk membantunya membiayai operasi anak itu?” tanya Sovia sambil menatap suaminya.“terserah,” jawab Tuan Adam singkat.“Aku sedang minta pendapatmu Al,” ujar Sovia yang tidak suka dengan jawaban suaminya.Tuan Adam kemudian menoleh ke arah Sovia dan menatapnya dengan tajam seraya bertanya, “Jika aku bilang jangan apa kamu mau nurut?”
"Memakai hijab itu adalah salah satu kewajiban muslimah demi menjaga auratnya. Tapi mengenakan kerudung itu harus berdasarkan keimanan bukan karena sesuatu hal. Misalnya untuk menarik perhatian orang agar terlihat lebih baik," ujar Azza menjelaskan setelah mendengar keinginan Jelita yang mau memakai hijab. Jelita kemudian menegaskan,"Oh seperti itu, jadi kalau hati kita belum mantap sebaiknya jangan berhijab dulu?" "Boleh-boleh saja untuk belajar. Tapi amat disayangkan, kalau kita sudah memakai hijab karena alasan tertentu lalu melepasnya kembali, miris melihatnya," ujar Azza yang juga memberitahu bagaimana sikap seorang muslimah terutama dalam menjaga aurat dan pandangannya. "Ya sudah kalau begitu aku mau belajar sekarang," ujar Jelita dengan antusiasnya. Mendengar itu Azza tampak senang sekali dan mengajak, "Boleh, ayo sini aku ajarkan memakai hijab!" Azza kemudian memilah koleksi hijabnya dan mulai mengajarkan Jelita cara memakainya. "Masya Allah, kamu cantik sekal
"Jelita mana Tante?" tanya Fatih sambil mencari gadis itu dengan kedua mata elangnya. Dengan tetap tenang Tante Windi menjawab, "Ada di kamar sedang istirahat. Duduklah Fatih, sepertinya kita harus bicara!" Fatih segera duduk di sofa berhadapan dengan Tante Windi."Menurut Tante, kamu fokus saja urus perusahaan. Soal Jelita biar Tante yang tangani. Dia sudah dewasa Fatih, jadi sudah berani membangkang dan bisa melakukan perbuatan lebih nekat lagi, kalau terlalu dikekang!" ujar Tante Windi memberikan masukan ketika Fatih datang untuk menjemput Jelita.Fatih tampak berpikir sesaat dan menurut saran dari Tante Windi ada benarnya juga. Dengan tinggal di rumah ini, ia bisa bekerja dengan tenang dan tidak perlu khawatir lagi. "Baiklah, aku setuju Jelita tinggal bersama Tante. Tapi aku akan menambah beberapa orang keamanan lagi," ujar Fatih menyetujui."Oke, demi Jelita kamu boleh memperketat keamanan untuknya!" ujar Tante Windi sambil mengangguk kecil. "Sebelum pulang, aku mau bicara e
"Kamu harus pulang Nak, agar keluarga Jelita tidak cemas!" saran Sari setelah mendengar cerita Jelita.Jelita langsung terlihat sedih dan memohon, "Tolong Bu, izinkan aku menginap beberapa hari lagi!"Sari segera membelai kepala Jelita seraya berkata, "Maaf Nak, ibu dan abi bukan tidak suka kamu menginap di rumah kami. Tapi tanpa izin dari orang tua, kamu akan dianggap hilang. Jadi sebelum mereka lapor polisi sebaiknya kamu pulang dulu. Nanti boleh menginap lagi di sini kapan pun."Jelita tampak menghela napas panjang. Ia mana mungkin diizinkan menginap di rumah orang lain. Keluar dari pintu gerbang rumah saja dilarang. Gadis itu terus berpikir agar bisa tinggal lebih lama lagi di rumah ini. "Ya sudah, boleh aku pinjam telepon, untuk menghubungi mami di rumah?" pinta Jelita yang dijawab anggukan oleh Sari. Setelah dipinjami telepon, Jelita segera menjauh untuk menghubungi keluarganya. Jelita tentu tidak mau merepotkan Yusuf dan keluarganya yang begitu baik. Ia akan pulang dan kemba
Mentari tampak bersinar di ufuk timur. Bunga dan dedaunan terlihat segar dibalur sisa air hujan. Jelita sudah bangun dengan tubuh yang lebih bugar, meskipun kakinya masih terasa pegal akibat lari kemarin. Ia segera membasuh tubuhnya yang terasa lengket, meskipun air cukup dingin. Setelah itu segera memakai celana panjang dan sweater yang dibawakan Azza semalam. Setelah selesai, Azza datang lagi menemui Jelita. Tidak lama kemudian kedua gadis itu segera ke luar dari kamar dan menuju ke ruang makan. Di mana keluarga Tuan Adam terlihat sedang sarapan bersama. "Jelita kenalkan ini, Ibu, Abi dan Kang Yusuf," ujar Azza memperkenalkan keluarganya. Jelita segera menyalami Sari, sedangkan Tuan Adam dan Yusuf hanya mengatupkan tangan. "Nama yang cantik sesuai dengan orangnya. Bagaimana keadaan kamu Nak?" tanya Sari sambil tersenyum ramah. "Aku baik-baik saja Bu. Terima kasih, sudah memberikan izin untuk menginap di sini," ucap Jelita yang merasa disambut dengan hangat, padahal mereka baru
Hujan masih mengguyur kawasan puncak. Ketika sebuah mobil mewah tiba-tiba berhenti di jalan yang tampak macet. Seorang gadis cantik terlihat ke luar dari kendaraan itu dan berlari ke arah belakang. Tidak lama kemudian disusul oleh pria berbadan besar dan berpakaian rapi. "Tunggu, jangan pergi Non!" seru pria itu sambil mengejar.Gadis itu tampak ketakutan dan terus berlari sekencangnya. Sesekali ia berhenti di belakang kendaraan lain, sambil mengatur nafas dan berharap pria itu tidak mengejarnya lagi. Akan tetapi, doanya tidak terkabul. lelaki itu justru semakin dekat ke arahnya. Sehingga membuat gadis itu jadi kian panik."Pokoknya aku tidak mau kembali ke rumah," lirih gadis itu yang segera kembali berlari dengan nafas yang terengah. Namun, ketika di belakang mobil box Ia sudah tidak kuat lagi untuk melarikan diri. Kini dirinya hanya bisa pasrah akan apa yang terjadi. Alunan musik terdengar mengalun syahdu dari salah satu mobil sayur. Seorang pria bermata teduh tampak menikmati l
Lelaki sejati.Waktu terus bergulir, tidak terasa usiaku kian menua, raga ini juga mulai sakit-sakitan. Untung aku mempunyai seorang istri yang sangat perhatian sekali. Ia Seorang perempuan hebat yang Allah jodohkan dengan diriku ini yang jauh dari kata sempurna.Selama pernikahan kami tidak pernah sekalipun Sari mengeluh, ia selalu sabar dan ikhlas dalam mengurus dan merawatku anak-anak, dan ibuku. Sungguh aku sangat bersyukur karena semenjak kecelakaan 20 tahun yang lalu, seolah Allah memberikan aku kehidupan kedua untuk memperbaiki diri untuk menjadi lelaki sejati.Kini perkebunan sudah dipegang oleh Yusuf, sedangkan aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dan hanya sesekali ke kebun jika Yusuf sedang keteter atau pergi. Aku menjalani sisa hidupku dengan banyak beribadah dan sering ke masjid.Alhamdulillah … aku di percaya menjadi salah satu pengurus. Rasanya begitu damai hati ini banyak melakukan kegiatan di rumah Allah. Sungguh aku tidak pernah merasa hati ini begitu bahagia
Roda kehidupan telah berputar, kini Bayu semakin sukses sebagai pengusaha di bidang otomotif yang memiliki beberapa bengkel di kota tempat tinggalnya. Jika Allah telah berkehendak tidak ada yang tidak mungkin bagi-Nya. Apalagi Bayu adalah sosok yang sabar dan ikhlas dalam menjalani hidup ini.“Aku turut senang Ning, jika sekarang Bayu sudah sukses sebagai pengusaha,” ucap Sari atas keberhasilan adik iparnya itu.“Iya Teh, Alhamdulillah ….” Ningsih bersyukur atas keberhasilan suaminya.“Bayu memang pantas mendapatkan semuanya karena ia adalah lelaki yang baik,” puji Sari sambil mengingat kebaikan Bayu yang tiada terkira kepadanya.Ningsih tampak mengangguk seolah sependapat dengan kakaknya. Lalu ia pun bertanya, “Teteh sendiri bagaimana? Pasti senang sekali ternyata Kang Adam masih hidup dan bisa berkumpul lagi dengan Yusuf.”“Teteh sangat bahagai Ning, ternyata Alllah banyak memberikan rahmat-Nya yang melimpah,” ujar Sari akan karunia yang didapatkannya selama ini.Sementara itu, Ada
Dari kabar yang terdengar, ternyata mobil yang dikemudikan oleh Saba masuk ke jurang ketika dikejar oleh polisi dan suster gadungan itu juga sudah ditangkap. Sementara itu keluarga Al Razi seperti Fatimah dan putranya segera kembali ke Turki setelah menjual semua saham serta aset perusahaan yang berada di Indonesia, kecuali vila.Sebenarnya Adam bisa saja merebut harta warisannya kembali, tetapi tidak mau. Ia ingin hidup sederhana dan bahagia bersama dengan keluarga kecilnya. Setelah situasi sudah aman, Adam kemudian menjemput Yusuf untuk tinggal bersama kembali. “Ibu!” panggil Yusuf sambil berlari kecil ketika melihat Sari di depan teras yang sudah menunggu kepulangan putranya.“Yusuf,” balas Sari sambil melapangkan satu tangan memeluk putra sulungnya itu.“Yusuf kangen sama Ibu,” ungkap bocah itu sambil memeluk Sari dengan erat.Sari segera membalas pelukan Yusuf dan mencium kepala anak itu seraya berkata, “Ibu juga kangen sama kamu sayang.” “Ibu, ini adik siapa?” tanya Yusuf sa
Malam itu hujan turun dengan lebat. Udara pun jadi dingin seolah menggigit tulang. Aku segera menyelimuti tubuh ini rapat-rapat dan mencoba memejamkan mata, tetapi entah mengapa selalu gagal. Tiba-tiba jantungku berdetak sangat cepat. Aku segera menyibak tirai dan melihat hujan masih turun deras.Entah mengapa pikiranku tertuju ke sungai yang berada di bawah sana. Perasaan ini kian gelisah dan berpikir mungkin akan terjadi banjir bandang. Akan tetapi, itu tidak mungkin karena rumahku berada di atas tebing. Untuk menghilangkan kegelisahan hati aku melakukan zikir sampai pagi menjelang.Aku segera membuka pintu, ketika hujan masih turun gerimis. Diriku kemudian berjalan ke halaman rumah untuk melihat aliran sungai. Tiba-tiba pandanganku tertuju kepada sesosok tubuh yang tersangkut di bebatuan. Naluriku untuk menolong pun muncul dan dengan hati-hati menuruni anak tangga menuju ke tepian sungai.Ketika sampai di tempat tujuan, aku segera menarik tubuh itu dengan sekuat tenaga. Lalu memeri