Beranda / Rumah Tangga / Istri Sebatas Status / 18. Kita Tidak Seakrab Itu

Share

18. Kita Tidak Seakrab Itu

Penulis: Lathifah Nur
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-19 13:54:50
Agnes tiba di kantor Nevan sepuluh menit lebih awal dari jadwal seharusnya. Dia memilih untuk langsung menemui para model yang menunggu di ruang khusus. Bercengkerama dengan mereka lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu dengan obrolan kosong yang membuat tegang urat leher bersama Nevan.

Seperti menemukan bongkahan berlian, para model tersebut semangat sekali berbincang-bincang dengan Agnes serta berkonsultasi seputar dunia mode. Agnes pun tak segan-segan berbagi tips dan trik untuk menyiasati penampilan agar tetap terlihat gaya dan trendi, walaupun dengan stok pakaian lama.

“Kenapa Anda tidak memberitahuku kalau Anda sudah datang, Nona Agnes?”

Suara bariton Nevan menghentikan obrolan santai Agnes dan para model cantik tersebut. Semuanya langsung terdiam seperti baru saja melihat hantu lewat di depan mereka.

“Kalau aku tahu, aku tidak akan membiarkan mereka mengganggu Anda seperti sekumpulan semut mengerubuti sebutir kembang gula.”

Nevan melanjutkan komentar pedasnya tanpa
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istri Sebatas Status   19. Asal Rasa Benci Itu Bermula

    Keberadaan mahasiswa yang tidak diketahui identitasnya itu dapat mengurangi sedikit rasa takut Agnes. Namun, beberapa detik kemudian pikirannya berubah. Bagaimana kalau ternyata mereka adalah preman kampus yang suka mengisengi gadis-gadis? Terbayang aksi brutal beberapa mahasiswa berandal yang pernah melecehkan teman sejurusannya, Agnes bergidik. Dia pun berinisiatif untuk mengambil langkah seribu. “Oke. Akan kubuktikan pada kalian bertiga!” lantang sebuah suara, menghentikan langkah Agnes. Rasa penasaran menggiring kaki Agnes untuk bergerak mundur alih-alih melarikan diri dari sana. Merasa mengenali suara tersebut, Agnes menempelkan kuping pada daun pintu. “Jangan panggil aku Nevan kalau aku tidak berhasil membuat Agnes bertekuk lutut dan tergila-gila padaku!” Riuh tepuk tangan bergema seperti deru air bah di telinga Agnes. Tubuhnya membeku. Ketakutan yang tadi sempat menggerogoti keberaniannya telah beralih rupa menjadi gelegak amarah. Dia merasa terhina karena dirinya telah dija

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-20
  • Istri Sebatas Status   20. Menggantang Asa Dalam Angan

    Embusan angin membelai permukaan kabut tebal yang menggantung, menariknya perlahan ke atas dan mengajaknya menari seperti awan tipis berarak gemulai. Ketika kabut tipis itu menghilang, Agnes mendapati sebuah ruangan mewah bak istana, mengambang di atas gumpalan awal tebal yang tetap bertahan di tempatnya, tak ikut melebur bersama tarian bayu yang mencabik-cabik sebagian dari ketebalannya. Iris mata Agnes menatap kagum pada seorang bocah perempuan berusia lima tahun yang sedang asyik bermain boneka. Kulit beningnya terbalut gaun putih dengan mahkota tiara, bertakhtakan intan permata. “Bundaaa! Kakak nakal lagi ….” Bocah tersebut tiba-tiba berteriak nyaring tatkala seorang bocah laki-laki berusia tujuh tahun merampas dan membawa lari boneka kesayangannya. Seorang perempuan berparas cantik berjalan menghampiri si gadis cilik. Jubah kebesaran seorang ratu menambah anggun penampilannya. Diusapnya pipi mulus bocah kecil itu sembari tersenyum lembut. “Kakak hanya menggodamu,” komentarny

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-21
  • Istri Sebatas Status   21. Gamang di Ujung Lara

    “Mana Kyra?” tanya Aksa penuh rasa ingin tahu ketika tak menemukan senyuman ceria gadis cilik itu menyambut kedatangannya. “Dia tidak sakit, kan?” Tidak biasanya bocah berwajah ayu dan bermata bulat itu mengabaikan kepulangannya. Serasa ada sesuatu yang hilang dari diri Aksa. Gadis itu selalu menjadi penghapus lelah setelah seharian penuh berpacu dengan waktu untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah yang dibasuh luruhan peluh. “Enggak kok, Mas. Dia masih tidur.” Ainun menyahuti pertanyaan Aksa dengan senyum terkembang. Aksa membuang pandang pada jam dinding. Lima belas menit lagi tepat pukul enam sore. “Sebaiknya kau bangunkan dia,” saran Aksa. “Tidak baik tidur menjelang magrib.” Aksa melepaskan jaket yang membalut tubuhnya. Gerah sekali. Dia ingin cepat-cepat berlari ke kamar mandi dan berendam diri. Setengah hari menghabiskan waktu bersama Agnes membuat jantungnya berpacu cepat dan suhu tubuhnya memanas. Ainun beranjak ke kamar Kyra. Menjalankan perintah terselubung Aksa tanpa ba

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-22
  • Istri Sebatas Status   22. Rindu Tak Bersambut

    Waktu terus bergulir seperti sebongkah bola salju meluncur dari ketinggian. Dua hari bagai dua menit. Ainun tegak sambil melenturkan pinggangnya yang terasa pegal. Cukup lama dia membungkuk, mengemasi pakaian mereka ke dalam koper. “Jadi, aku benaran bakal ketemu opa sama oma ya, Ma?” Kyra merangkak naik ke atas kasur dan duduk menjelepok di belakang koper yang belum dipindahkan Ainun. Dia menjulurkan kedua tangan mungilnya, memeluk permukaan koper. Mata bulatnya mengerjap penuh harap. Jujur saja, dia sudah sangat lama memendam renjana untuk bertemu dengan kakek dan neneknya itu. Dia juga ingin merasakan kasih sayang kakek dan nenek seperti teman-temannya, yang biasa bermain bersama kakek dan nenek mereka. Ainun berjongkok. Menyejajarkan ketinggian tubuhnya dengan Kyra. Dielusnya puncak kepala putri kecilnya tersebut. “Iya, Sayang.” “Yeay!” Kyra berseru riang. Wajah cantiknya semakin berbinar cerah. Sinar matanya berpijar terang, mengalahkan indahnya kerlip bintang. Kalbu Ainun

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-23
  • Istri Sebatas Status   23. Lidah Ular

    “Kukira bangau yang sudah terbang jauh enggak bakal balik lagi ke kubangan.” Seuntai kalimat mencemooh serta seringai mengejek langsung tertangkap oleh telinga dan netra gelap Aksa begitu dia memutar tubuh. Agung, kakak sulungnya, melangkah pongah mendekatinya. “Aku tidak berniat untuk pulang kalau bukan papa sendiri yang minta.” Jawaban bernada santai Aksa sukses menstimulasi munculnya kilat tidak suka dari bola mata kakaknya. “Benarkah? Lima tahun papa tidak pernah peduli padamu, kau pikir aku percaya?” sanggah Agung. “Kau lelah berpetualang di luar sana?” Aksa mengeritkan gigi rapat-rapat. Lima tahun melarikan diri dari keluarga, dia pikir kakak sulungnya itu akan merindukan dirinya. Ternyata dia salah. Agung belum berubah. Lelaki itu masih membencinya, walaupun dia tidak pernah tahu apa penyebab dari percik api kebencian itu. “Hidupku sudah sangat tenang, jauh dari keluarga,” balas Aksa. “Kalaupun sekarang aku kembali, itu semata-mata hanya untuk menghormati papa.” Malas ber

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-24
  • Istri Sebatas Status   24. Bak Upik Abu

    “Aksa! Dengarkan papa!” Haidar mencekal pergelangan tangan Aksa yang sudah menenteng koper. “Maaf, Pa. Jika kehadiran kami tak diinginkan di sini, lebih baik kami pergi.” “Tidak! Kalian tidak boleh pergi.” Haidar berlari mendatangi Ainun. “Tolong … jangan pergi! Tinggallah di sini sampai acaranya selesai! Ini kesempatan terakhir kami untuk bisa berkumpul bersama. Setelah ini Chana akan ikut suaminya.” Ainun melirik bingung pada Aksa. Jika menuruti rasa sakit hati, ingin rasanya dia hengkang detik itu juga dari rumah besar keluarga Aksa. Akan tetapi, menyaksikan wajah memelas yang dipertontonkan Haidar dengan mata berkaca-kaca, hati Ainun menjadi tidak tega. Haidar terus melayangkan tatapan sendu kepada Ainun. Dia sangat menyadari bahwa satu-satunya orang yang dapat menahan kepergian Aksa hanya wanita kampung itu. Tak peduli seberapa besar rasa tidak sukanya pada sosok Ainun, dia harus menutupi rasa itu dengan tampang mengiba. Semua demi mempertahankan keberadaan Aksa hingga resep

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-25
  • Istri Sebatas Status   25. Aroma Pemikat

    “Ma, siapa perempuan yang dibawa Aksa?” bisik Marsha di telinga Clarissa. Seperti biasa, ibu mertuanya itu selalu bergelut dengan koleksi tanamannya. Saking konsentrasinya dia bekerja di bagian sudut kiri halaman rumah besar itu, dia tidak menyadari kedatangan Aksa sampai Marsha menghampirinya. Clarissa menghentikan gerakan gunting yang sedang merapikan tanaman bonsai kesayangannya. Dia memutar bola mata sesuai arah pandangan Marsha. Tampak Aksa berjalan santai menaiki teras sambil menenteng sebuah koper kecil. Tangan kirinya melingkar manis pada pinggang seorang wanita. “Entahlah. Mama juga belum pernah melihatnya,” komentar Clarissa. “Anak itu sepertinya semakin liar.” “Benar, Ma,” hasut Marsha. “Wanita itu tidak mungkin sekadar teman. Mesra begitu.” “Ayo cari tahu!” Biasanya keasyikan Clarissa bergelut dengan tanaman tidak akan terusik oleh hal lain. Namun, pemandangan aneh yang baru saja tertangkap oleh indra penglihatannya itu sungguh sangat menggoda untuk ditelusuri kebenar

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-26
  • Istri Sebatas Status   26. Jebakan

    Suara tepuk tangan bernada sumbang dan secarik senyuman terpaksa menyambut gerak langkah Aksa yang baru menginjak anak tangga terbawah. “Hebat ya … lima tahun tidak pulang, tahu-tahu sudah beristri dua!” Sindiran pedas turut menyapa Aksa. Clarissa bangkit dari sofa dan berjalan menyongsong Aksa. Marsha mengekor dengan pandangan mencemooh. “Aku sedang buru-buru,” sela Aksa, malas meladeni sikap sentimental mamanya. “Baru saja datang sudah mau pergi lagi! Kamu pikir rumah ini hotel?!” “Aku harus menjemput Chana, Ma. Papa yang minta.” Tanpa memedulikan umpatan dan sumpah serapah Clarissa, Aksa tetap mengayun langkah panjang untuk melaksanakan tugas yang dibebankan di pundaknya. “Heran! Apa sih hebatnya dia sampai-sampai dua wanita bodoh mau saja menikah dengannya?!” Marsha mendumel dengan wajah sekusut pakaian belum disetrika. Hatinya benar-benar dongkol. Dia tidak rela ada menantu wanita lainnya yang datang ke rumah besar itu. Kalau sampai di antara mereka ada yang berhasil menga

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-27

Bab terbaru

  • Istri Sebatas Status   82. Sentilan Langit

    Dada Haidar bergemuruh karena darah yang mendidih. Di sampingnya, Jovanta—pengacara yang dipercayainya untuk menangani kasus Agung—mengimbangi langkah cepatnya memasuki ruang tahanan. Haidar mengeritkan gigi ketika melihat Agung meringkuk di balik jeruji besi. Begitu menyadari kehadiran Haidar, Agung bergegas bangkit menemui papanya. “Keluarkan aku dari sini, Pa!” Tangan Agung menggapai udara, berusaha menjangkau Haidar yang tegak dua langkah darinya. Wajahnya tampak lebih tirus. Tulang pipinya mulai mencuat, padahal dia baru mendekam di sel tahanan sementara selama dua minggu. Melihat kulit wajah Agung terlihat kusam dan pucat, hati Haidar terenyuh. Marahnya perlahan memudar, berganti rasa iba. Bagaimanapun, Agung tetaplah anak sulungnya. Mana ada orang tua yang tidak merasa tertekan saat anaknya masuk penjara. Namun, Haidar tidak bisa berbuat apa-apa untuk membebaskan Agung. Dia tidak memiliki cukup uang untuk membayar jaminan. Perusahaan keluarga yang selama ini dikelola oleh A

  • Istri Sebatas Status   81. Menepuk Lalat

    Mobil Aksa meninggalkan butik Agnes dengan kecepatan rendah. Di sebelah Aksa, Agnes duduk tenang. Seulas senyuman tipis menghias wajahnya. “Kelihatannya kau senang sekali dengan pertemuan ini,” goda Aksa di sela-sela kesibukannya mengendalikan roda kemudi. “Ini pertama kalinya aku bisa makan di luar semenjak kecelakaan itu,” timpal Agnes, “Bohong kalau aku bilang aku tidak senang, apalagi … ini juga pengalaman pertama kita menikmati makan siang bersama keluarga Eksa.” “Kau benar. Sampai sekarang, terkadang aku masih merasa seperti mimpi bisa bertemu Eksa lagi.” “Kalian pasti telah melewati hari-hari yang sangat sulit.” Agnes dapat melihat betapa dekatnya hubungan mereka berdua. Setelah menyimak kisah pilu kehidupan masa kecil Aksa, dia mengerti mengapa Aksa mau mengorbankan status lajangnya demi menjaga dan melindungi Ainun. Alih-alih cemburu pada masa lalu Aksa, dia malah bersyukur mendapatkan lelaki sebaik Aksa. Seorang lelaki yang sangat bertanggung jawab terhadap keluarga ser

  • Istri Sebatas Status   80. Pulang

    “Pa, Aksa tidak pernah berniat untuk mempermalukan Papa ataupun Mama,” ujar Agnes, merasa tidak nyaman dengan perdebatan mertua dan suaminya. “Ainun memang bukan istri Aksa. Selama ini, dia hanya berusaha melindungi Ainun dan Kyra.” Muka Haidar menggelap. Dia paling benci dibohongi. “Kalau dia bukan istri dan anakmu, untuk apa kau peduli pada mereka?” semburnya, menatap garang pada Aksa. “Mereka keluarga Eksa, Pa. Bagaimana mungkin aku menelantarkan mereka?” “Apa? Jangan bercanda, Aksa! Eksa sudah lama mati! Mayatnya bahkan tidak pernah bisa ditemukan.” Aksa membuang pandang ke lantai. “Ya. Bagi Papa sama Mama Eksa sudah mati. Kalian tidak pernah peduli setelah dia melarikan diri.” Bulir bening di sudut mata Clarissa menggelinding jatuh mendengar penuturan Aksa. Sebagai ibu yang mengandung dan melahirkan mereka, dia memang tidak pernah mempertanyakan keberadaan Eksa semenjak anaknya itu memberontak dan minggat dari rumah. Dia tidak pernah tahu bahwa Eksa telah mengganti nama pangg

  • Istri Sebatas Status   79. Mengesampingkan Ego

    Agnes menyeka kristal bening yang meluruh dari sudut matanya. Emosinya terhanyut mendengar kidung lara kehidupan masa kecil Aksa. “Kau menangis? Membuat aku benar-benar terlihat menyedihkan!” Meskipun bibirnya melontarkan keluhan mengejek kepada Agnes, Aksa merasakan hatinya menghangat ketika menyadari bahwa Agnes berempati terhadap nasibnya yang kurang beruntung di masa lalu. Setelah berhasil mengendalikan perasaannya, Agnes mengumbar senyuman hangat. “Dengan begitu aku yakin kamu akan lebih menghargai orang lain dan memahami makna kata bahagia yang sesungguhnya.” Agnes juga semakin paham sekarang mengapa Aksa begitu melindungi Ainun dan Kyra. Dia sudah merasakan pahitnya diabaikan. Jadi, wajar jika dia tidak ingin Kyra mengalami hal yang sama. “Kamu enggak dendam kan sama mama?” “Entahlah. Aku hanya merasa berat untuk menemuinya lagi.” Agnes sangat mengerti. Siapa pun yang pernah disakiti—apalagi dalam jangka waktu lama—tentu sulit untuk benar-benar bersikap normal. Mungkin me

  • Istri Sebatas Status   78. Enggan

    “Di mana kau sekarang?” Haidar menodong Aksa dengan pertanyaan interogasi tanpa basi-basi tentang kabar. Aksa mendengkus kecewa. Sepertinya Haidar benar-benar tak peduli apakah dia masih hidup atau sudah mati. “Yang jelas, bukan di rumah Papa!” Aksa menyahut dengan nada dingin. “Anak kurang ajar!” umpat Haidar. “Kalau di rumahku, apa perlu aku bertanya seperti itu?” “Sudahlah. Aku sedang tidak ingin bertengkar,” sahut Aksa. “Aku masih ngantuk.” Selesai berkata begitu, Aksa langsung memutus sambungan telepon. Di ujung telepon. Haidar mengomel panjang pendek lantaran kesal dengan perbuatan Aksa. Berkali-kali dia mencoba memanggil ulang nomor telepon Aksa, tetapi Aksa tidak lagi mengangkat panggilannya. Dengan kesal dan mulut tak henti mengumpat dan memaki, dia mengetik pesan untuk Aksa. Aksa turun dari ranjang dengan tampang kusut. Niatnya untuk melanjutkan tidur sedikit lebih lama gagal total akibat gangguan dering telepon dari papanya. “Lelaki itu masih belum menyerah!” ejek Aks

  • Istri Sebatas Status   77. Lara

    Aksa mematung di depan pintu. Awalnya, dia berniat untuk mengetuk pintu rumah orang tuanya itu. Namun, mendengar suara ribut dari dalam, dia pun membatalkan niatnya. Dia tetap tegak mematung di sana. Menguping pertengkaran yang sedang berlangsung antara mama dan kakak iparnya. Dia merasa aneh mengetahui dua orang yang biasanya sangat akur tersebut berubah seperti musuh. “Ma … Ma … Mama pikir aku naif? Aku tahu Mama tidak pernah membesarkan Aksa dan saudara kembarnya dengan tangan Mama sendiri,” cemooh Marsha. “Mama bahkan tidak pernah memberi mereka ASI. Mereka adalah dua anak sapi yang diasuh oleh pembantu.” “Kamu?” Clarissa mengepalkan tangannya dengan sangat erat. Ingin sekali dia bisa mencabik-cabik mulut Marsha. “Apa aku salah?” Marsha semakin merasa bahwa dirinya berada di atas angin ketika melihat Clarissa tidak berani melayangkan tangan kepadanya. Sudut bibir Marsha mencebik sinis. “Mama bahkan tak peduli Eksa masih hidup atau sudah mati!” Sentilan telak itu membungkam mu

  • Istri Sebatas Status   76. Tutup Mulutmu!

    Melangkah mundur dengan kaki gemetar, muka Nevan memucat seperti kain kafan. Pantatnya kini telah membentur bagian belakang mobilnya. Ke mana dia harus lari sekarang? Nevan bergeser ke kiri. Dia harus bisa menemukan celah untuk berbalik dan masuk ke dalam mobilnya. Dia tidak mau mati konyol di tangan Aksa. “Kupikir kau tak akan muncul lagi di hadapan istriku karena kau sudah belajar dari kesalahanmu,” ejek Aksa dengan seringai menakutkan. “Ternyata kau bertindak terlalu bodoh. Kali ini aku akan memberimu pelajaran yang lebih keras.” Sebuah mobil melintas dan berhenti di dekat Aksa. “Papa!” Krya berteriak dari jendela dengan kaca yang sudah diturunkan. Nevan memanfaatkan kesempatan itu untuk melarikan diri. Namun, teringat gadis kecil itu memanggil papa pada Aksa, langkahnya terhenti. Seringai licik terbit di wajahnya. Dia belum kalah. Krya turun dari mobil dan berlari ke pelukan Aksa yang sudah berjongkok untuk menyambutnya. Ainun mengiring di belakangnya. Seringai Nevan makin leb

  • Istri Sebatas Status   75. Hidupku Bukan Urusanmu!

    Sepasang kaki terbalut celana berwarna navy menjulur dari dalam mobil, diikuti keseluruhan tubuh sang pemilik kaki. Nevan berjalan ke belakang mobilnya dengan dada membusung. Dia melendehkan pantat pada bagian belakang mobil itu dengan bersilang kaki. Sebelah tangannya bersembunyi di dalam saku celana. Sudut bibir Nevan mencebik sinis kepada Aksa. Seringai mengejek pun menggenapi tatapan penuh kebencian yang membidik tepat ke netra gelap Aksa. “Sebaiknya kau menjauh dari sana, Agnes Fan!” sarannya dalam nada perintah. “Kemarilah dan masuk ke mobilku!” Darah Aksa mendidih mendengar anjuran dan perintah Nevan kepada Agnes. Lelaki itu terkesan sengaja menganggapnya sebagai patung batu. Kedua tangan Aksa terkepal erat membentuk tinju. “Apa hakmu memerintah istriku?” Nevan mengungkai kakinya dan tegak lurus. Dia maju selangkah. Berpaling pada Agnes seolah-olah pertanyaan Aksa hanya embusan angin lalu. “Lelaki seperti itu tidak pantas menjadi suamimu,” tegasnya. “Kau desainer ternama d

  • Istri Sebatas Status   74. Kapan Buat Adik?

    “Sayang … itu kan Papa Aksa,” jelas Ainun. “Papa yang selama ini bersama kita.” Mata Kyra berpaling pada Gugun dengan tatapan penuh tanya, 'Kalau itu Papa Aksa, lalu yang ini siapa?' “Nah, yang ini ….” Ainun menepuk pelan lengan atas Gugun, “Papa Gugun. Papa kandung Kyra yang selama ini bekerja jauuuh banget.” Gugun mengelus lembut rambut Kyra. “Iya, Sayang … selama papa pergi, Papa Aksa yang menjaga Kyra sama mama,” jelasnya. “Benarkah?” Senyuman dan anggukan kepala dari empat orang dewasa yang duduk semeja dengannya menghalau ketakutan Kyra. Dia melompat turun dari bangku. “Yeaaay! Aku punya dua papa!” serunya dengan wajah berbinar cerah, berlari mengelilingi meja untuk menghampiri Aksa. Aksa segera mengangkat tubuh mungil Kyra untuk duduk di pangkuannya. Dia terkekeh geli ketika Kyra menyerangnya dengan kecupan bertubi-tubi, nyaris memenuhi seluruh permukaan wajahnya. Setelah puas melepas rindu pada Aksa, mata bening Kyra beralih pada Agnes. “Tante Cantik … apa aku boleh man

DMCA.com Protection Status