Home / Rumah Tangga / Istri Sebatas Status / 75. Hidupku Bukan Urusanmu!

Share

75. Hidupku Bukan Urusanmu!

Author: Lathifah Nur
last update Last Updated: 2021-09-13 15:57:10
Sepasang kaki terbalut celana berwarna navy menjulur dari dalam mobil, diikuti keseluruhan tubuh sang pemilik kaki. Nevan berjalan ke belakang mobilnya dengan dada membusung. Dia melendehkan pantat pada bagian belakang mobil itu dengan bersilang kaki. Sebelah tangannya bersembunyi di dalam saku celana.

Sudut bibir Nevan mencebik sinis kepada Aksa. Seringai mengejek pun menggenapi tatapan penuh kebencian yang membidik tepat ke netra gelap Aksa.

“Sebaiknya kau menjauh dari sana, Agnes Fan!” sarannya dalam nada perintah. “Kemarilah dan masuk ke mobilku!”

Darah Aksa mendidih mendengar anjuran dan perintah Nevan kepada Agnes. Lelaki itu terkesan sengaja menganggapnya sebagai patung batu. Kedua tangan Aksa terkepal erat membentuk tinju.

“Apa hakmu memerintah istriku?”

Nevan mengungkai kakinya dan tegak lurus. Dia maju selangkah. Berpaling pada Agnes seolah-olah pertanyaan Aksa hanya embusan angin lalu.

“Lelaki seperti itu tidak pantas menjadi suamimu,” tegasnya. “Kau desainer ternama d
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Istri Sebatas Status   76. Tutup Mulutmu!

    Melangkah mundur dengan kaki gemetar, muka Nevan memucat seperti kain kafan. Pantatnya kini telah membentur bagian belakang mobilnya. Ke mana dia harus lari sekarang? Nevan bergeser ke kiri. Dia harus bisa menemukan celah untuk berbalik dan masuk ke dalam mobilnya. Dia tidak mau mati konyol di tangan Aksa. “Kupikir kau tak akan muncul lagi di hadapan istriku karena kau sudah belajar dari kesalahanmu,” ejek Aksa dengan seringai menakutkan. “Ternyata kau bertindak terlalu bodoh. Kali ini aku akan memberimu pelajaran yang lebih keras.” Sebuah mobil melintas dan berhenti di dekat Aksa. “Papa!” Krya berteriak dari jendela dengan kaca yang sudah diturunkan. Nevan memanfaatkan kesempatan itu untuk melarikan diri. Namun, teringat gadis kecil itu memanggil papa pada Aksa, langkahnya terhenti. Seringai licik terbit di wajahnya. Dia belum kalah. Krya turun dari mobil dan berlari ke pelukan Aksa yang sudah berjongkok untuk menyambutnya. Ainun mengiring di belakangnya. Seringai Nevan makin leb

    Last Updated : 2021-09-15
  • Istri Sebatas Status   77. Lara

    Aksa mematung di depan pintu. Awalnya, dia berniat untuk mengetuk pintu rumah orang tuanya itu. Namun, mendengar suara ribut dari dalam, dia pun membatalkan niatnya. Dia tetap tegak mematung di sana. Menguping pertengkaran yang sedang berlangsung antara mama dan kakak iparnya. Dia merasa aneh mengetahui dua orang yang biasanya sangat akur tersebut berubah seperti musuh. “Ma … Ma … Mama pikir aku naif? Aku tahu Mama tidak pernah membesarkan Aksa dan saudara kembarnya dengan tangan Mama sendiri,” cemooh Marsha. “Mama bahkan tidak pernah memberi mereka ASI. Mereka adalah dua anak sapi yang diasuh oleh pembantu.” “Kamu?” Clarissa mengepalkan tangannya dengan sangat erat. Ingin sekali dia bisa mencabik-cabik mulut Marsha. “Apa aku salah?” Marsha semakin merasa bahwa dirinya berada di atas angin ketika melihat Clarissa tidak berani melayangkan tangan kepadanya. Sudut bibir Marsha mencebik sinis. “Mama bahkan tak peduli Eksa masih hidup atau sudah mati!” Sentilan telak itu membungkam mu

    Last Updated : 2021-09-17
  • Istri Sebatas Status   78. Enggan

    “Di mana kau sekarang?” Haidar menodong Aksa dengan pertanyaan interogasi tanpa basi-basi tentang kabar. Aksa mendengkus kecewa. Sepertinya Haidar benar-benar tak peduli apakah dia masih hidup atau sudah mati. “Yang jelas, bukan di rumah Papa!” Aksa menyahut dengan nada dingin. “Anak kurang ajar!” umpat Haidar. “Kalau di rumahku, apa perlu aku bertanya seperti itu?” “Sudahlah. Aku sedang tidak ingin bertengkar,” sahut Aksa. “Aku masih ngantuk.” Selesai berkata begitu, Aksa langsung memutus sambungan telepon. Di ujung telepon. Haidar mengomel panjang pendek lantaran kesal dengan perbuatan Aksa. Berkali-kali dia mencoba memanggil ulang nomor telepon Aksa, tetapi Aksa tidak lagi mengangkat panggilannya. Dengan kesal dan mulut tak henti mengumpat dan memaki, dia mengetik pesan untuk Aksa. Aksa turun dari ranjang dengan tampang kusut. Niatnya untuk melanjutkan tidur sedikit lebih lama gagal total akibat gangguan dering telepon dari papanya. “Lelaki itu masih belum menyerah!” ejek Aks

    Last Updated : 2021-09-18
  • Istri Sebatas Status   79. Mengesampingkan Ego

    Agnes menyeka kristal bening yang meluruh dari sudut matanya. Emosinya terhanyut mendengar kidung lara kehidupan masa kecil Aksa. “Kau menangis? Membuat aku benar-benar terlihat menyedihkan!” Meskipun bibirnya melontarkan keluhan mengejek kepada Agnes, Aksa merasakan hatinya menghangat ketika menyadari bahwa Agnes berempati terhadap nasibnya yang kurang beruntung di masa lalu. Setelah berhasil mengendalikan perasaannya, Agnes mengumbar senyuman hangat. “Dengan begitu aku yakin kamu akan lebih menghargai orang lain dan memahami makna kata bahagia yang sesungguhnya.” Agnes juga semakin paham sekarang mengapa Aksa begitu melindungi Ainun dan Kyra. Dia sudah merasakan pahitnya diabaikan. Jadi, wajar jika dia tidak ingin Kyra mengalami hal yang sama. “Kamu enggak dendam kan sama mama?” “Entahlah. Aku hanya merasa berat untuk menemuinya lagi.” Agnes sangat mengerti. Siapa pun yang pernah disakiti—apalagi dalam jangka waktu lama—tentu sulit untuk benar-benar bersikap normal. Mungkin me

    Last Updated : 2021-09-19
  • Istri Sebatas Status   80. Pulang

    “Pa, Aksa tidak pernah berniat untuk mempermalukan Papa ataupun Mama,” ujar Agnes, merasa tidak nyaman dengan perdebatan mertua dan suaminya. “Ainun memang bukan istri Aksa. Selama ini, dia hanya berusaha melindungi Ainun dan Kyra.” Muka Haidar menggelap. Dia paling benci dibohongi. “Kalau dia bukan istri dan anakmu, untuk apa kau peduli pada mereka?” semburnya, menatap garang pada Aksa. “Mereka keluarga Eksa, Pa. Bagaimana mungkin aku menelantarkan mereka?” “Apa? Jangan bercanda, Aksa! Eksa sudah lama mati! Mayatnya bahkan tidak pernah bisa ditemukan.” Aksa membuang pandang ke lantai. “Ya. Bagi Papa sama Mama Eksa sudah mati. Kalian tidak pernah peduli setelah dia melarikan diri.” Bulir bening di sudut mata Clarissa menggelinding jatuh mendengar penuturan Aksa. Sebagai ibu yang mengandung dan melahirkan mereka, dia memang tidak pernah mempertanyakan keberadaan Eksa semenjak anaknya itu memberontak dan minggat dari rumah. Dia tidak pernah tahu bahwa Eksa telah mengganti nama pangg

    Last Updated : 2021-09-20
  • Istri Sebatas Status   81. Menepuk Lalat

    Mobil Aksa meninggalkan butik Agnes dengan kecepatan rendah. Di sebelah Aksa, Agnes duduk tenang. Seulas senyuman tipis menghias wajahnya. “Kelihatannya kau senang sekali dengan pertemuan ini,” goda Aksa di sela-sela kesibukannya mengendalikan roda kemudi. “Ini pertama kalinya aku bisa makan di luar semenjak kecelakaan itu,” timpal Agnes, “Bohong kalau aku bilang aku tidak senang, apalagi … ini juga pengalaman pertama kita menikmati makan siang bersama keluarga Eksa.” “Kau benar. Sampai sekarang, terkadang aku masih merasa seperti mimpi bisa bertemu Eksa lagi.” “Kalian pasti telah melewati hari-hari yang sangat sulit.” Agnes dapat melihat betapa dekatnya hubungan mereka berdua. Setelah menyimak kisah pilu kehidupan masa kecil Aksa, dia mengerti mengapa Aksa mau mengorbankan status lajangnya demi menjaga dan melindungi Ainun. Alih-alih cemburu pada masa lalu Aksa, dia malah bersyukur mendapatkan lelaki sebaik Aksa. Seorang lelaki yang sangat bertanggung jawab terhadap keluarga ser

    Last Updated : 2021-09-21
  • Istri Sebatas Status   82. Sentilan Langit

    Dada Haidar bergemuruh karena darah yang mendidih. Di sampingnya, Jovanta—pengacara yang dipercayainya untuk menangani kasus Agung—mengimbangi langkah cepatnya memasuki ruang tahanan. Haidar mengeritkan gigi ketika melihat Agung meringkuk di balik jeruji besi. Begitu menyadari kehadiran Haidar, Agung bergegas bangkit menemui papanya. “Keluarkan aku dari sini, Pa!” Tangan Agung menggapai udara, berusaha menjangkau Haidar yang tegak dua langkah darinya. Wajahnya tampak lebih tirus. Tulang pipinya mulai mencuat, padahal dia baru mendekam di sel tahanan sementara selama dua minggu. Melihat kulit wajah Agung terlihat kusam dan pucat, hati Haidar terenyuh. Marahnya perlahan memudar, berganti rasa iba. Bagaimanapun, Agung tetaplah anak sulungnya. Mana ada orang tua yang tidak merasa tertekan saat anaknya masuk penjara. Namun, Haidar tidak bisa berbuat apa-apa untuk membebaskan Agung. Dia tidak memiliki cukup uang untuk membayar jaminan. Perusahaan keluarga yang selama ini dikelola oleh A

    Last Updated : 2021-09-22
  • Istri Sebatas Status   1. Insiden

    Menggelikan sekali! Mengapa orang-orang selalu heboh mempergunjingkan dan mencibiri seorang wanita hanya karena dia belum menikah di saat usia sudah menginjak kepala tiga? Agnes tak percaya bagaimana dia masih bisa bertahan hidup di lingkungan dengan pemikiran yang superkolot itu. Ah ya! Tentu saja karena dia tidak pernah memedulikan semua itu. Persetan dengan semua anggapan orang. Toh hidup bukan untuk menyenangkan setiap orang yang ditemuinya, melainkan untuk membahagiakan diri sendiri. “Sampai kapan kamu mau terus sendiri, Nes?” Agnes menghentikan langkah dan menghela napas panjang. Selalu pertanyaan yang sama setiap kali dia akan berangkat kerja. Kebiasaan rutin Ranty. “Sampai Allah mengirimkan jodoh yang tepat, Ma.” Agnes melingkarkan lengannya, memeluk sang mama dari belakang. Wanita paruh baya itu masih saja bergelut dengan kebiasaannya. Duduk di atas kursi roda sembari menatap bentangan cakrawala dari balik jendela ruang tengah. Sebuah kecupan sayang dari bibir merah Agn

    Last Updated : 2021-06-05

Latest chapter

  • Istri Sebatas Status   82. Sentilan Langit

    Dada Haidar bergemuruh karena darah yang mendidih. Di sampingnya, Jovanta—pengacara yang dipercayainya untuk menangani kasus Agung—mengimbangi langkah cepatnya memasuki ruang tahanan. Haidar mengeritkan gigi ketika melihat Agung meringkuk di balik jeruji besi. Begitu menyadari kehadiran Haidar, Agung bergegas bangkit menemui papanya. “Keluarkan aku dari sini, Pa!” Tangan Agung menggapai udara, berusaha menjangkau Haidar yang tegak dua langkah darinya. Wajahnya tampak lebih tirus. Tulang pipinya mulai mencuat, padahal dia baru mendekam di sel tahanan sementara selama dua minggu. Melihat kulit wajah Agung terlihat kusam dan pucat, hati Haidar terenyuh. Marahnya perlahan memudar, berganti rasa iba. Bagaimanapun, Agung tetaplah anak sulungnya. Mana ada orang tua yang tidak merasa tertekan saat anaknya masuk penjara. Namun, Haidar tidak bisa berbuat apa-apa untuk membebaskan Agung. Dia tidak memiliki cukup uang untuk membayar jaminan. Perusahaan keluarga yang selama ini dikelola oleh A

  • Istri Sebatas Status   81. Menepuk Lalat

    Mobil Aksa meninggalkan butik Agnes dengan kecepatan rendah. Di sebelah Aksa, Agnes duduk tenang. Seulas senyuman tipis menghias wajahnya. “Kelihatannya kau senang sekali dengan pertemuan ini,” goda Aksa di sela-sela kesibukannya mengendalikan roda kemudi. “Ini pertama kalinya aku bisa makan di luar semenjak kecelakaan itu,” timpal Agnes, “Bohong kalau aku bilang aku tidak senang, apalagi … ini juga pengalaman pertama kita menikmati makan siang bersama keluarga Eksa.” “Kau benar. Sampai sekarang, terkadang aku masih merasa seperti mimpi bisa bertemu Eksa lagi.” “Kalian pasti telah melewati hari-hari yang sangat sulit.” Agnes dapat melihat betapa dekatnya hubungan mereka berdua. Setelah menyimak kisah pilu kehidupan masa kecil Aksa, dia mengerti mengapa Aksa mau mengorbankan status lajangnya demi menjaga dan melindungi Ainun. Alih-alih cemburu pada masa lalu Aksa, dia malah bersyukur mendapatkan lelaki sebaik Aksa. Seorang lelaki yang sangat bertanggung jawab terhadap keluarga ser

  • Istri Sebatas Status   80. Pulang

    “Pa, Aksa tidak pernah berniat untuk mempermalukan Papa ataupun Mama,” ujar Agnes, merasa tidak nyaman dengan perdebatan mertua dan suaminya. “Ainun memang bukan istri Aksa. Selama ini, dia hanya berusaha melindungi Ainun dan Kyra.” Muka Haidar menggelap. Dia paling benci dibohongi. “Kalau dia bukan istri dan anakmu, untuk apa kau peduli pada mereka?” semburnya, menatap garang pada Aksa. “Mereka keluarga Eksa, Pa. Bagaimana mungkin aku menelantarkan mereka?” “Apa? Jangan bercanda, Aksa! Eksa sudah lama mati! Mayatnya bahkan tidak pernah bisa ditemukan.” Aksa membuang pandang ke lantai. “Ya. Bagi Papa sama Mama Eksa sudah mati. Kalian tidak pernah peduli setelah dia melarikan diri.” Bulir bening di sudut mata Clarissa menggelinding jatuh mendengar penuturan Aksa. Sebagai ibu yang mengandung dan melahirkan mereka, dia memang tidak pernah mempertanyakan keberadaan Eksa semenjak anaknya itu memberontak dan minggat dari rumah. Dia tidak pernah tahu bahwa Eksa telah mengganti nama pangg

  • Istri Sebatas Status   79. Mengesampingkan Ego

    Agnes menyeka kristal bening yang meluruh dari sudut matanya. Emosinya terhanyut mendengar kidung lara kehidupan masa kecil Aksa. “Kau menangis? Membuat aku benar-benar terlihat menyedihkan!” Meskipun bibirnya melontarkan keluhan mengejek kepada Agnes, Aksa merasakan hatinya menghangat ketika menyadari bahwa Agnes berempati terhadap nasibnya yang kurang beruntung di masa lalu. Setelah berhasil mengendalikan perasaannya, Agnes mengumbar senyuman hangat. “Dengan begitu aku yakin kamu akan lebih menghargai orang lain dan memahami makna kata bahagia yang sesungguhnya.” Agnes juga semakin paham sekarang mengapa Aksa begitu melindungi Ainun dan Kyra. Dia sudah merasakan pahitnya diabaikan. Jadi, wajar jika dia tidak ingin Kyra mengalami hal yang sama. “Kamu enggak dendam kan sama mama?” “Entahlah. Aku hanya merasa berat untuk menemuinya lagi.” Agnes sangat mengerti. Siapa pun yang pernah disakiti—apalagi dalam jangka waktu lama—tentu sulit untuk benar-benar bersikap normal. Mungkin me

  • Istri Sebatas Status   78. Enggan

    “Di mana kau sekarang?” Haidar menodong Aksa dengan pertanyaan interogasi tanpa basi-basi tentang kabar. Aksa mendengkus kecewa. Sepertinya Haidar benar-benar tak peduli apakah dia masih hidup atau sudah mati. “Yang jelas, bukan di rumah Papa!” Aksa menyahut dengan nada dingin. “Anak kurang ajar!” umpat Haidar. “Kalau di rumahku, apa perlu aku bertanya seperti itu?” “Sudahlah. Aku sedang tidak ingin bertengkar,” sahut Aksa. “Aku masih ngantuk.” Selesai berkata begitu, Aksa langsung memutus sambungan telepon. Di ujung telepon. Haidar mengomel panjang pendek lantaran kesal dengan perbuatan Aksa. Berkali-kali dia mencoba memanggil ulang nomor telepon Aksa, tetapi Aksa tidak lagi mengangkat panggilannya. Dengan kesal dan mulut tak henti mengumpat dan memaki, dia mengetik pesan untuk Aksa. Aksa turun dari ranjang dengan tampang kusut. Niatnya untuk melanjutkan tidur sedikit lebih lama gagal total akibat gangguan dering telepon dari papanya. “Lelaki itu masih belum menyerah!” ejek Aks

  • Istri Sebatas Status   77. Lara

    Aksa mematung di depan pintu. Awalnya, dia berniat untuk mengetuk pintu rumah orang tuanya itu. Namun, mendengar suara ribut dari dalam, dia pun membatalkan niatnya. Dia tetap tegak mematung di sana. Menguping pertengkaran yang sedang berlangsung antara mama dan kakak iparnya. Dia merasa aneh mengetahui dua orang yang biasanya sangat akur tersebut berubah seperti musuh. “Ma … Ma … Mama pikir aku naif? Aku tahu Mama tidak pernah membesarkan Aksa dan saudara kembarnya dengan tangan Mama sendiri,” cemooh Marsha. “Mama bahkan tidak pernah memberi mereka ASI. Mereka adalah dua anak sapi yang diasuh oleh pembantu.” “Kamu?” Clarissa mengepalkan tangannya dengan sangat erat. Ingin sekali dia bisa mencabik-cabik mulut Marsha. “Apa aku salah?” Marsha semakin merasa bahwa dirinya berada di atas angin ketika melihat Clarissa tidak berani melayangkan tangan kepadanya. Sudut bibir Marsha mencebik sinis. “Mama bahkan tak peduli Eksa masih hidup atau sudah mati!” Sentilan telak itu membungkam mu

  • Istri Sebatas Status   76. Tutup Mulutmu!

    Melangkah mundur dengan kaki gemetar, muka Nevan memucat seperti kain kafan. Pantatnya kini telah membentur bagian belakang mobilnya. Ke mana dia harus lari sekarang? Nevan bergeser ke kiri. Dia harus bisa menemukan celah untuk berbalik dan masuk ke dalam mobilnya. Dia tidak mau mati konyol di tangan Aksa. “Kupikir kau tak akan muncul lagi di hadapan istriku karena kau sudah belajar dari kesalahanmu,” ejek Aksa dengan seringai menakutkan. “Ternyata kau bertindak terlalu bodoh. Kali ini aku akan memberimu pelajaran yang lebih keras.” Sebuah mobil melintas dan berhenti di dekat Aksa. “Papa!” Krya berteriak dari jendela dengan kaca yang sudah diturunkan. Nevan memanfaatkan kesempatan itu untuk melarikan diri. Namun, teringat gadis kecil itu memanggil papa pada Aksa, langkahnya terhenti. Seringai licik terbit di wajahnya. Dia belum kalah. Krya turun dari mobil dan berlari ke pelukan Aksa yang sudah berjongkok untuk menyambutnya. Ainun mengiring di belakangnya. Seringai Nevan makin leb

  • Istri Sebatas Status   75. Hidupku Bukan Urusanmu!

    Sepasang kaki terbalut celana berwarna navy menjulur dari dalam mobil, diikuti keseluruhan tubuh sang pemilik kaki. Nevan berjalan ke belakang mobilnya dengan dada membusung. Dia melendehkan pantat pada bagian belakang mobil itu dengan bersilang kaki. Sebelah tangannya bersembunyi di dalam saku celana. Sudut bibir Nevan mencebik sinis kepada Aksa. Seringai mengejek pun menggenapi tatapan penuh kebencian yang membidik tepat ke netra gelap Aksa. “Sebaiknya kau menjauh dari sana, Agnes Fan!” sarannya dalam nada perintah. “Kemarilah dan masuk ke mobilku!” Darah Aksa mendidih mendengar anjuran dan perintah Nevan kepada Agnes. Lelaki itu terkesan sengaja menganggapnya sebagai patung batu. Kedua tangan Aksa terkepal erat membentuk tinju. “Apa hakmu memerintah istriku?” Nevan mengungkai kakinya dan tegak lurus. Dia maju selangkah. Berpaling pada Agnes seolah-olah pertanyaan Aksa hanya embusan angin lalu. “Lelaki seperti itu tidak pantas menjadi suamimu,” tegasnya. “Kau desainer ternama d

  • Istri Sebatas Status   74. Kapan Buat Adik?

    “Sayang … itu kan Papa Aksa,” jelas Ainun. “Papa yang selama ini bersama kita.” Mata Kyra berpaling pada Gugun dengan tatapan penuh tanya, 'Kalau itu Papa Aksa, lalu yang ini siapa?' “Nah, yang ini ….” Ainun menepuk pelan lengan atas Gugun, “Papa Gugun. Papa kandung Kyra yang selama ini bekerja jauuuh banget.” Gugun mengelus lembut rambut Kyra. “Iya, Sayang … selama papa pergi, Papa Aksa yang menjaga Kyra sama mama,” jelasnya. “Benarkah?” Senyuman dan anggukan kepala dari empat orang dewasa yang duduk semeja dengannya menghalau ketakutan Kyra. Dia melompat turun dari bangku. “Yeaaay! Aku punya dua papa!” serunya dengan wajah berbinar cerah, berlari mengelilingi meja untuk menghampiri Aksa. Aksa segera mengangkat tubuh mungil Kyra untuk duduk di pangkuannya. Dia terkekeh geli ketika Kyra menyerangnya dengan kecupan bertubi-tubi, nyaris memenuhi seluruh permukaan wajahnya. Setelah puas melepas rindu pada Aksa, mata bening Kyra beralih pada Agnes. “Tante Cantik … apa aku boleh man

DMCA.com Protection Status