Ke empat mata itu menatap ke arah pintu. Mereka melihat seorang wanita yang masuk."Vi ..." Frank merasa tak enak. Dia menuruni ranjangnya dan sedikit mendorong Beliana ke samping. "Kau pulang?" tanya Frank dengan nada canggung. Ia merutuki dirinya yang bodoh. Kenapa bisa dia tidak mengunci pintu kamarnya?Viona mengangguk dengan rasa penasaran. "Apa aku mengganggu kalian?" tanya Viona. Dia melirik Beliana."Vi tidak seperti yang kamu bayangkan. Beliana datang dan aku baru bangun tidur."Beliana tersenyum dia melangkah dengan anggun menghampiri Viona. "Maafkan aku Vi, aku melupakan mu. Aku merasa seperti dulu," ucap Beliana.Viona tersenyum lebar. "Seperti dulu? ternyata kau masih mengingat kenangan mu dengan Frank. Aku kira kau sudah melupakannya? karena tidak mungkin seseorang yang membuang air ludahnya ke tanah akan di ambil lagi." Sindirnya.Kuku di jari jempol tangan Beliana menancap di jari telunjuknya. Ia sangat marah karena Viona jelas-jelas mengibarkan bendera padanya. "Ya s
Frank menatap dokumen di depannya, kemudian menaruhnya kembali ke atas meja. Entah beberapa kali dia melihat dokumen itu, kemudian menaruhnya lagi. Dia kepikiran perkataan Viona, ternyata selama ini Viona merasa jika dia akan kembali pada Beliana. Padahal tidak, ia tidak memiliki niatan seperti itu. Dia hanya fokus pada Jaxon saja. Sepertinya ia harus memperbaiki pikirannya itu.Jika dulu ia memikirkan untuk kembali, tetapi sekarang tidak. Hatinya merasa tenang saat bersama dengan Viona. Seketika wajah Viona terbayang di benaknya, senyumannya, kemarahannya membuatnya gemas. Ia tersenyum tipis. Ia melihat jam di pergelangan tangannya itu dan menghela nafas, ternyata masih lama jadwal pulang Viona.Frank mengangkat ponselnya, kedua matanya membulat saat mendengarkan perkataan orang di seberang sana. Dia pun langsung berlari keluar menuju sekolah Jaxon. Di sana dia melihat Jaxon yang sedang berbaring. "Sayang.""Tuan Frank, maaf karena tidak bisa menjaga Jaxon," ucap seorang guru wani
Viona membacakan dongeng pengantar tidur untuk Jaxon. Anak laki-lakinya meminta untuk mendengarkan dongeng yang ia baca, padahal Lilliana dan Frank sudah menawarkan untuk membacakannya, namun Jaxon menolaknya.Viona melirik Jaxon yang sudah memejamkan kedua matanya. Dia pun menutup bukunya dan mencium kening Jaxon. Perlahan dia menuruni ranjang dan mnutup pintu kamar Jaxon dengan pelan.Viona mengerutkan keningnya. Dia menghentikan salah satu pelayan wanita. "Tunggu pakaian sebanyak ini untuk apa?" tanya Viona. Dia melihat beberapa pelayan naik membawa pakaian ke kamarnya."Nyonya tadi tuan memerintahkan kami untuk membawa semua pakaian ini ke kamar Nyonya," jawabnya."Apa?" Viona melangkah menuju ke kamarnya. Dia melihat tiga deretan panjang pakaian yang menggantung. Dia mengambil salah satu pakaian itu dan kedua mulutnya melebar. Satu harga pakaiannya berkisar puluhan juta. "Frank dia boros sekali." Viona menggelengkan kepalanya, ia tidak boleh larut permainan busuk Frank. Dia lang
Dalam hatinya Frank cekikikan, dia menahan tawanya melihat istrinya yang terus menyentuh bibirnya. Setiap melihat bibir itu ia selalu merasa tertarik dan ingin menciumnya lagi. Sepertinya nanti malam dia harus libur."Frank menunduklah," ucap Viona. Frank menunduk hingga wajahnya sejajar dengan wajah Viona. Dengan tangan cantiknya, Viona memasangkan dasi di lehernya itu. Ingin rasanya dia mencium bibir Viona lagi karena rasanya sangat manis dan membuatnya ketagiha.b"Viona kau sangat cantik." Tanpa sadar Frank mengungkapkan isi hatinya.DegJantung Viona berdetak lebih kencang. Dia sangat gugup. "Frank kau bicara apa? sudahlah, cepat sarapan kau nanti akan telat."Viona mengusap kemeja yang menutupi perut kotak-kotaknya itu. "Sudah, ayo." Ajak Viona. Sepertinya ia sudah bisa bersikap biasa ketika suaminya menggodanya walaupun jantungnya selalu berdetak lebih kuat.Frank menarik lengan Viona hingga Viona masuk ke dalam pelukannya. Frank begitu erat memeluk Viona, kedua tatapannya mena
"Viona, Viona, Viona lagi, aku ingin sekali membunuhnya." geram Beliana. Cincin itu telah di sematkan di jari mantan suaminya. Berarti mantan suaminya telah menerima pernikahannya dengan Viona. "Aku tidak bisa membiarkannya."Beliana semakin mengepalkan kedua tangannya hingga urat-urat di tangannya terlihat. Bibirnya bergetar ingin mengumpat sumpah serapah pada Viona. "Untuk apa kau kesini?" tanya Lilliana. Ia tidak suka dengan kedatangan Beliana, sudah pasti wanita seperti Beliana ingin melakukan sesuatu. "Apa kau tidak tau malu? kau ingin memdekati tuan Frank padahal sudah jelas tuan Frank tidak menyukai mu." Sindirnya. "Urat malu mu belum terputus kan?"Beliana menoleh dan langsung menampar Lilliana. Suasana hatinya sangat buruk di tambah lagi tentang perkataan Lilliana."Kau!" Lilliana memegang pipinya yang terasa panas dan nyeri. "Beraninya kau menampar ku." Lilliana tidak terima. Dia pun melayangkan tangannya ke pipi Beliana. "Aku tidak akan melepaskan mu wanita murahan!"Kedua
"Pengganggu? bukannya kau mencintainya?" tanya Viona memastikan. "Apa kau yakin tidak mencintainya?" Frank merasa Viona tidak terlalu mempercayainya. "Viona, aku benar-benar tidak mencintai Beliana. Kenapa kau sangat sulit percaya pada ku?" Dalam sekejap ia merasa kenyang dan tak bernafsu untuk makan. "Apa yang harus aku lakukan agar kau percaya pada ku? percaya pada suami mu ini."Frank seakan frustasi membuat Viona mempercayainya. Ia berdecak dan beranjak dari sofanya."Frank maafkan aku, baiklah aku percaya pada mu."Pikiran dan hatinya memang berbeda. Ia tidak mempercayai sama sekali dengan perkataan Frank. Di masa lalu Frank tidak sangat perhatian bahkan di ranjang itu. "Makanlah, kau belum makan."Frank teringat dengan perkataan putranya. Ia mengangguk dan memakan makan siangnya. "Vi bisa kamu suapi aku, aku merasa tidak enak."Viona mengambil piring milik Frank. Dia pun langsung mengambil sendok dan menyuapinya. Ia teringat masa lalu, jika dulu ia sering menyuapi Frank. Meskip
Viona menaruh paper bag nya di atas sofa. Dia kembali keluar melihat Jaxon di kamarnya dan putranya sedang tertidur pulas. Ia pun memperbaiki selimutnya dan mengecup keningnya. "Mimpi indah sayang."Viona mengusap pucuk kepala Jaxon dan berlalu pergi. Dia kembali ke kamarnya membersihkan tubuhnya. Dia melihat sekeliling kamarnya tidak ada bayangan Frank datang ke kamarnya artinya Frank masih ada di luar. Ia pun mengambil piyama dan memakainya lalu memolesi wajahnya dengan tipis."Viona kau belum tidur?" Tanya Frank. Dia tersenyum melihat Viona. Ia pun duduk berjongkok di samping Viona. "Vi, jika aku melakukan kesalahan, katakan pada ku. Aku tidak ingin membuat beban di pikiran mu. Bukankah kita sedang mencoba memperbaiki hubungan?" Viona menatap sendu ke arah Frank. "Frank bagaimana jika kamu pernah mimpi buruk dan mimpi itu sangat nyata. Apa yang akan kamu lakukan?"Frank merasa bingung dengan perkataan Viona yang dia lontarkan. "Hanya sebatas mimpi dan tidak mungkin menjadi nyata."
Setelah kepergian Viona, Liliana menghampiri Jaxon. "Tuan muda Jaxon kau harus berhati-hati dengan Viona." "Kenapa?" Tanya Jaxon sambil menoleh. "Mommy sangat baik. Apanya yang perlu hati-hati?" Tanya Jaxon bingung.Liliana mencari alasan. Dia tidak mungkin mengatakan kalau ia tidak menyukai Viona, Jaxon pasti akan menjauhinya. "Bukan seperti itu Tuan muda Jaxon, kau kan tau sendiri. Viona dulu menyukai Arel." Dia harus meyakinkan Jaxon bahwa Viona bukan ibu yang baik untuknya. "Kau pasti tidak melupakannya."Jaxon mengangguk, dia memang ingat, bahkan saat Viona menolongnya. "Kalau mommy bukan orang baik, tidak mungkin mommy mencari ku saat aku di culik bahkan mommy Viona mengorbankan dirinya hingga om Arel meninggal."Perkataan Jaxon membuat Liliana bungkam. Tentu saja dia ingat, justru ia bersyukur hari itu. Lalu apa yang harus ia lakukan membuat tuan mudanya ini mengerti."Apa Lili tidak suka mommy?" Tanya Jaxon. Jika begitu, ia tidak akan menyukai Liliana. "Mommy begitu baik pada
Hari silih berganti, bulan pun berganti, kini tak terasa sudah setahun berlalu, Viona dengan telaten menemani Jaxon ke sekolah, layaknya seperti ibu. Kini ia sepenuhnya memaafkan Frank dan menerima kehadirannya kembali di kehidupan. Sedangkan Belian telah di penjara di ruangan khusus yang Frank buat sendiri karena telah terbukti kecelakaan yang menimpa Arel itu ulah dari Beliana.Lika liku kehidupan dan tancapan tajam yang telah mereka lalui kini telah sirna dengan ucapan janji setia kedua. Pernikahan keduanya hanya di hadiri oleh beberapa saudara. Padahal Frank meminta pernikahan mereka di meriahkan, namun Viona begitu enggan untuk di meriahkan. Ia tidak mempermasalahkannya jika harus sederhana. Frank menarik pinggang Viona dan kemudian mencium bibirnya. "Aku akan memintanya lagi."Jaxon, kakek Damian dan tuan Ardey tersenyum bahagia. Mereka kini bisa melihat bersatunya Frank dan Viona dengan landasan cinta. Mereka berharap Viona dan Frank bahagia hingga akhir hayatnya. Sedangkan A
"Aku tidak bisa melindungi mu, maafkan aku. Kau tak perlu memaafkan aku, tapi aku mohon akuilah Jaxon sekalipun dia bukan anak kandung mu. Aku hanya meminta mu memperhatikan Jaxon."Air mata Viona menetes keluar. Sesaknya seakan menghentikan detakan jantungnya. Frank menggenggam tersenyum, ia pun memalingkan wajahnya ke arah kanan. Ia memejamkan kedua matanya hingga air matanya mengalir lewat sudut kedua matanya itu.Viona menggigit bibir bawahnya. Tangannya gemetar ingin menyentuh pipi Frank. Ternyata selama ini ia salah paham pada Frank dan ternyata Frank kembali ke masa lalu.Viona beranjak ia meninggalkan Frank dan duduk di kursi tunggu, ia butuh ketenangan di hatinya. Ia pun menutupi wajahnya."Viona. " Kenan memegang bahu Viona. "Kau kenapa? bagaimana dengan Frank?""Dia tidak apa-apa, bagaimana keadaan Axel?""Dia baik-baik saja dan keadananya baik. Dua hari lagi Axel akan operasi, sahabat ku sudah menemukan pendonor.""Viona terima kasih karena sudah menyayangi Axel. Kau ibu t
Tiga hari kemudian.Jaxon begitu senang bertemu dengan ibunya diam-diam walaupun ia harus mendapatkan sindiran pedas dari Axek, ketidaksukaannya padanya. Tiap ke sekolah dan pulang sekolah, Viona, Axel dan Kenan mengajaknya jalan-jalan. Ayahnya pun beberapa sudah membaik. Namun masih terkadang menangis dalam diam.Frank menyandarkan kepalanya ke dinding, hatinya merasakan kesakitan mendengarkan obrolan Viona dan putranya. Ia bersyukur Viona kembali, ia berharap apa yang ia lihat adalah Viona.Begitu obrolan Jaxon berakhir, Frank bergegas pergi ke kamarnya. Ia menyandarkan punggungnya ke kepala ranjang menunggu Jaxon berpamitan padanya."Daddy." Jaxon berlari ke arah Frank. "Jaxon berangkat dulu Dad, biarkan sopir nanti yang menjemput Jaxon. Daddy istirahat saja."Frank mengangguk dan mencium kening Jaxon. "Ya, Daddy menyayangi mu."Sesampainya di sekolahnya, ia bertemu dengan Viona, Aleta, Axel dan Kenan. Viona memang sengaja menunggu kedatangannya sebelum masuk ke sekolahnya."Sayan
Pada malam harinya, Viona telah sampai di mansion Frank. Dia bergegas masuk dan berlari. Ia tidak sabar melihat Jaxon."Viona.""Kakek." Viona memeluk kakek Damian dengan erat. "Dimana Jaxon?" tanya Viona."Dia ada di kamar Frank." Viona bergegas ke kamar Frank. Dia membuka pintu kamarnya dan melebarkan kedua matanya. Ia melihat Frank di tahan oleh kedua penjaga. Sedangkan Jaxon menangis. "Daddy.""Aku harus menolong Viona!" teriak Frank. Dia menendang salah satu penjaga yang menahan di lengan kanannya. "Daddy." Tanpa sadar Jaxon terjatuh ke lantai akibat Frank yang menepis tangannya. Frank memukul penjaga yang menahan lengan kirinya dan berlari, namun langkahnya berhenti ketika melihat Viona di ambang pintu."Viona." Suaranya merendah. Tidak ingin membuang kesempatan. Ia berlari meneluk Viona dengan erat. "Viona kau selamat, maafkan aku, maafkan aku, maafkan aku. Sungguh aku tidak melakukannya, aku fi jebak oleh Beliana. Aku tidak melakukannya. Aku mohon percaya pada ku." Seoran
Satu Bulan Kemudian.Kakek Damian menatap mansion mewah didepannya. Sebenarnya ia begitu enggan untuk menginjakkan lagi kadua kakinya ke mansion mantan menantunya. Seandainya bukan karena Viona yang kemarin menyuruhnya melihat keadaan Jaxon karena anak itu tidak bisa di hubungi sama sekali, bahkan Viona menanyakannya pada Aleta dan Aleta mengatakan Jaxon menjauhinya serta kadang tidak masuk sekolah, hasilnya pun tidak mendapatkan jawaban apa pun."Tuan." Sapa seorang pelayan. Dia tersenyum ramah pada mertua majikannya. "Apa Jaxon di dalam?" tanya kakek Damian.Ketua pelayan itu melirik pelayan di sampingnya. "Ada tuan, silahkan tuan masuk."Kakek Damian pun masuk, ia duduk di ruang tamu sambil menunggu kedatangan Jaxon. Sedangkan di tempat lain.Jaxon menggenggam tangan seorang pria. Pria itu seperti orang linglung, dia hanya diam dan di suapi makannya dan kadang tidak memakannya. Kadang dia menangis dan tidak ada yang bisa menghentikannya."Daddy sampai kapan seperti ini?" tanya Ja
"Frank aku sudah memaafkan mu, tapi tolong jangan mengganggu hidup ku lagi." Viona mengatupkan kedua tangannya seraya memohon kepada pria di depannya."Viona." Sapa seorang pria dari arah pintu. Dia terkejut melihat semua adegan di depannya itu. Ia pun melangkah menghampiri Viona, niat hati ingin melihat keadaan Viona. Ia takut terjadi sesuatu pada Viona yang melihat wajahnya terlihat layu.Viona melihat ke arah lainnya. Kenan menatap pria di depannya yang terlihat persis seperti Jaxon. "Siapa dia Viona?""Dia mantan suami ku," jawab Viona dengan jelas.Kenan tidak tau apa yang harus ia lakukan. Ia bingung harus menempatkan posisinya di masa lalu Viona. "Maaf aku datang di waktu yang salah." Ia memutuskan untuk pergi dan memberikan ruang pada mereka."Tunggu Kenan." Viona menahan langkah kaki Kenan. "Aku harus memperkenalkan mu.""Frank berdirilah, rasanya tidak sopan jika aku memperkenalkan mu seperti ini. Kenan kau duduklah temani Frank."Kenan menoleh, ia tidak yakin dengan perkata
Keesokan harinya.Viona membawa Axel, Aleta dan Jaxon ke tempat bermain anak-anak. Ketiga bocah itu senang sekali bermain bola kecil dan beberapa mainan lainnya. Sedangkan Daniel dan Kenan pun ikut megawasi serta kedua pria itu terkadang ikut bermain dengan anak-anak. Viona duduk di sebuang kursi berwarna cokelat, ia menatap Jaxon dan jantungnya terasa panas. Ada sakit namun tak terlihat. Axel mengikuti pandangan Viona. Ia semakin tak suka dengan Jaxon, timbul rasa benci di hatinya. Dengan hati kesal ia mendekat ke Jaxon. Ia tidak ingin perhatian Viona tertuju pada Jaxon. "Jaxon bagaimana kalau kita bermain mobil?" tanya Axel. Ia ingin sekali membuat Jaxon kalah padanya."Aku tidak mau bermain," ucap Jaxon. Awalnya ia memang tidak ingin bermain namun karena di paksa oleh Axel ia pun ikut bermain. Tidak ingin beradu mulut, ia pun pergi menghampiri Viona."Mommy." Sapa Jaxon. Dia duduk di samping Viona. "Sudah capek sayang." Viona membawa sebuah kain untuk mengelap keringat Jaxon d
Kenan menatap jauh Viona dan Jaxon, ia merasa aneh dengan kedua orang itu. Seolah mereka saling mengenal. Ia merasa keduanya tidak asing lagi, bahkan saat melihat wajah Viona tadi yang terkejut ia merasa Viona sangat mengenal Jaxon."Siapa Jaxon?" Ia bertanya-tanya, mungkin nanti ia akan bertanya pada Viona."Daddy." Axel menatap Viona dan Jaxon. Ia cemburu pada Jaxon yang dekat dengan Viona, ia takut Viona akan di rampas olehnya. "Sayang.""Daddy aku tidak suka dengan Jaxon. Dia mengambil Mommy," tuturnya dengan pipi mengembang.Kenan membawa Axel ke dalam pelukannya dan menggendongnya. "Kenapa? Jaxon datang kesini bersama dengan Aleta, dia membawa kado untuk mu.""Aku tidak peduli, Mommy terlalu dekat dengannya. Sebaiknya Daddy usir saja dia.""Aleta akan sedih jika Axel seperti ini. Apa Axel mau Aleta sedih?"Axel menggelengkan kepalanya. Namun ia sangat khawatir ibunya akan pergi."Sudah sayang, jangan khawatir. Daddy akan berbicara dengan Mommy dan Mommy tidak akan meninggalkan
"Viona kau tidak perlu terburu-buru, aku akan menunggu jawaban mu." Kenan bangkit dari kursinya menuju ke arah Axel. "Tunggu, bagaimana dengan ulang tahun Axel?" tanya Viona."Aku sudah mempersiapkannya, tiga hari lagi. O iya akan ada teman ku yang datang dari luar kota. Mungkin Axel juga merindukan temannya." Senyum merakah menghiasi wajah Kenan, pria itu terlihat tampan dan manis.Kenan kembali melangkah pergi meninggalkan Viona.Keesokan harinya.Jaxon mendekati anak perempuan yang duduk sendiri dan memakan bakalnya. Ia tersenyum melihat anak perempuan manis itu seandainya bukan karena informasi, ia tidak mungkin mau untuk mendekatinya."Kau sendiria?" tanya Jaxon. Setelah kepergian Viona. Ia tidak pernah membawa bekal lagi."Iya, kau mau?" tawarnya. Dia memperlihat sandwich satunya yang berada di kotak bekalnya. Jaxon menggelengkan kepalanya. "Tidak, oh iya kamu tidak menghubungi teman mu lagi, yang kemarin?" tanya Jaxon. Ia ingin tau bagaimana keadaan ibunya.Anak bernama Aleta