"Pengganggu? bukannya kau mencintainya?" tanya Viona memastikan. "Apa kau yakin tidak mencintainya?" Frank merasa Viona tidak terlalu mempercayainya. "Viona, aku benar-benar tidak mencintai Beliana. Kenapa kau sangat sulit percaya pada ku?" Dalam sekejap ia merasa kenyang dan tak bernafsu untuk makan. "Apa yang harus aku lakukan agar kau percaya pada ku? percaya pada suami mu ini."Frank seakan frustasi membuat Viona mempercayainya. Ia berdecak dan beranjak dari sofanya."Frank maafkan aku, baiklah aku percaya pada mu."Pikiran dan hatinya memang berbeda. Ia tidak mempercayai sama sekali dengan perkataan Frank. Di masa lalu Frank tidak sangat perhatian bahkan di ranjang itu. "Makanlah, kau belum makan."Frank teringat dengan perkataan putranya. Ia mengangguk dan memakan makan siangnya. "Vi bisa kamu suapi aku, aku merasa tidak enak."Viona mengambil piring milik Frank. Dia pun langsung mengambil sendok dan menyuapinya. Ia teringat masa lalu, jika dulu ia sering menyuapi Frank. Meskip
Viona menaruh paper bag nya di atas sofa. Dia kembali keluar melihat Jaxon di kamarnya dan putranya sedang tertidur pulas. Ia pun memperbaiki selimutnya dan mengecup keningnya. "Mimpi indah sayang."Viona mengusap pucuk kepala Jaxon dan berlalu pergi. Dia kembali ke kamarnya membersihkan tubuhnya. Dia melihat sekeliling kamarnya tidak ada bayangan Frank datang ke kamarnya artinya Frank masih ada di luar. Ia pun mengambil piyama dan memakainya lalu memolesi wajahnya dengan tipis."Viona kau belum tidur?" Tanya Frank. Dia tersenyum melihat Viona. Ia pun duduk berjongkok di samping Viona. "Vi, jika aku melakukan kesalahan, katakan pada ku. Aku tidak ingin membuat beban di pikiran mu. Bukankah kita sedang mencoba memperbaiki hubungan?" Viona menatap sendu ke arah Frank. "Frank bagaimana jika kamu pernah mimpi buruk dan mimpi itu sangat nyata. Apa yang akan kamu lakukan?"Frank merasa bingung dengan perkataan Viona yang dia lontarkan. "Hanya sebatas mimpi dan tidak mungkin menjadi nyata."
Setelah kepergian Viona, Liliana menghampiri Jaxon. "Tuan muda Jaxon kau harus berhati-hati dengan Viona." "Kenapa?" Tanya Jaxon sambil menoleh. "Mommy sangat baik. Apanya yang perlu hati-hati?" Tanya Jaxon bingung.Liliana mencari alasan. Dia tidak mungkin mengatakan kalau ia tidak menyukai Viona, Jaxon pasti akan menjauhinya. "Bukan seperti itu Tuan muda Jaxon, kau kan tau sendiri. Viona dulu menyukai Arel." Dia harus meyakinkan Jaxon bahwa Viona bukan ibu yang baik untuknya. "Kau pasti tidak melupakannya."Jaxon mengangguk, dia memang ingat, bahkan saat Viona menolongnya. "Kalau mommy bukan orang baik, tidak mungkin mommy mencari ku saat aku di culik bahkan mommy Viona mengorbankan dirinya hingga om Arel meninggal."Perkataan Jaxon membuat Liliana bungkam. Tentu saja dia ingat, justru ia bersyukur hari itu. Lalu apa yang harus ia lakukan membuat tuan mudanya ini mengerti."Apa Lili tidak suka mommy?" Tanya Jaxon. Jika begitu, ia tidak akan menyukai Liliana. "Mommy begitu baik pada
Viona dan Frank serta Jaxon menikmati keindahan malam. Langit bertaburan bintang di tambah gerlap-gerlip lampu di jalan dan gedung-gedung pencakar langit."Mommy kita harus sering-sering makan malam di luar," ucap Jaxon. Rasanya berbeda lebih tenang. "Kita juga harus mengajak kakek."Viona mengelus pucuk kepala Jaxon. "Tentu sayang, kita harus banyak meluangkan waktu bersama.""Daddy akan sering meluangkan waktu dengan Jaxon. O iya sayang bagaimana kalau kita liburan bersama?""Aku mau Dad, aku mau." Jaxon sangat antusias, ia tidak sabar liburan bersama dengan kedua orang tuanya. Melihat wajah Jaxon yang begitu menggemaskan, Viona dan Frank langsung tertawa bersama.…."Viona, biarkan aku saja yang menggendong Jaxon," ucap Frank. Dia melihat putranya tidur di pangkuan Viona."Hati-hati Frank."Frank mengambil alih tubuh Jaxon dan menggendongnya. Viona menutup pintu mobil dan berjalan beriringan di samping Frank dan membuat seorang wanita merasakan cemburu, dia yang sejak tadi berdiri
Keesokan harinya.Viona mulai membuka kedua matanya dan langsung melebar. Ia meneguk air ludahnya dengan susah payah melihat tubuh kekar itu sangat jelas di depannya."Frank." Viona beranjak hingga membangunkan pria itu."Viona kau sudah bangun?" Frank tersenyum dan kemudian mencium keningnya. "Selamat pagi honey."Melihat keterdiaman Viona membuat Frank merasa gemas. Dia mencubit gemas sebelah pipi Viona dan mencium bibirnya dengan lembut. Setelah mencium Viona, Frank langsung turun dan kemudian berlalu ke kamar mandi. Sedangkan Viona ia masih membeku karena serangan yang mendadak itu. Ia menunduk, rasa hangat itu menjalar. Sekalipun ia di perlakukan baik, tapi ia tidak lupa dengan kejadian dulu. "Sadarlah Viona."Viona turun dan seperti biasa dia akan melupakannya. Dia membasuh wajahnya dan kemudian mengambil setelan kantor milik Frank dan menaruhnya di atas ranjangnya. Ia berlalu ke kamar Jaxon, namun ia mendengarkan suara seseorang yang ia kenal. Ia menuju ke asal suara itu dan
Viona mengepalkan kedua tangannya, beraninya Beliana mempermainkan kakeknya. Kali ini ia tidak akan tinggal diam pada Beliana dan Liliana."Apa di area sini ada CCTV?" tanya Anya.Viona menggelengkan kepalanya. Ia mulai curiga tentang penculikan Jaxon. "Aku mulai curiga waktu dia bersama dengan dua orang dan orang itu, orang yang menculik Jaxon."Anya kini bisa menarik kesimpulan. "Apa jangan-jangan Beliana merencanakannya? Dia ingin menjado seorang pahlawan yang menyelamatkan Jaxon. Akan tetapi rencana mereka gagal karena kita." Tebaknya. Viona dan Anya saling tatap. "Jika begitu, kita belum mempunyai bukti," ucap mereka dengan nada serempak. "Apa yang harus kita lakukan? kau sudah menyelidiki penculikan itu.""Sudah tapi aku tak memiliki bukti." "Kita harus mencari bukti," ucap Viona. "Bagaimana kalau kita teror saja dia. Kita harus membuatnya mengaku." Anya setuju dengan perkataan Viona. "Apa kau tidak berniat merebut Frank? kau harus melawannya melalui Frank," ucap Anya.Viona
"Viona kenapa kau memperpanjang masalahnya? Maksud ku yang terpenting kakek mu tidak apa-apa kan? Tidak terjadi sesuatu padanya." Viona menahan bibirnya yang gemetar agar tidak memaki wanita di depannya. "Apa aku salah? Bagaimana kalau preman itu datang dan melukai kakek? Aku tau, kakek ku pasti tidak penting di mata nyonya Beliana, tetapi kakek ku begitu penting bagi ku."Frank menatap tajam ke arah Beliana. Bisa-bisanya wanita di depannya ini malah memperkeruh keadaan. Dia bersusah payah menenangkan istrinya, tapi wanita di depannya. "Kau diam saja dan jangan memperkeruh hati istri ku."Beliana mengangguk, hatinya sangat sakit mendapatkan kemarahan dari mantan suaminya. "Iya aku minta maaf."Dia pun bangkit dan tanpa mengucapkan pamit langsung pergi begitu saja. Frank mengusap bahu Viona. Ia tidak bisa melihat kesedihan di wajahnya. Rasanya sangat sakit melihat Viona bersedih. Ia pasti akan membuat para preman itu membayar harganya.Viona mengusap air matanya dan menatap ke arah F
Setelah memuaskan pria botak itu, Beliana menutupu tubuhnya dengan selimut. Pria botak itu pun memberi sebuah cek. "Aku akan selalu menantikan mu manis," ucapnya dengan tersenyum genit.Setelah pria botak itu menutup pintu kamarnya. Ia langsung berlari ke arah kamar mandi dan memuntahkan cairan bening. Ia penasaran siap yang mencoba menerornya itu. "Aku harus bertemu dengannya."Beliana menggeram kesal dan ia pun bergegas mandi dan menyelesaikan urusannya itu. Di dalam cek itu masih kurang, entah berapa pria lagi yang harus ia layani. Ia pun bergegas pergi dan menghubungi nomor yang tak di kenal itu, namun sayang nomor itu malah tidak aktif."Apa yang harus aku lakukan? siapa sebenarnya dia?"Keesokan harinya.Viona sengaja bangun lebih pagi, ia langsung menuju ke lemari memberikan pelayan terbaiknya pada suaminya itu. Ia mengambil beberapa setelan kantor. Kemudian menaruhnya di atas ranjang tempatnya tidur tadi. Ia memutari ranjangnya dan menepuk pelan pipi Frank. "Frank bangun, a
Hari silih berganti, bulan pun berganti, kini tak terasa sudah setahun berlalu, Viona dengan telaten menemani Jaxon ke sekolah, layaknya seperti ibu. Kini ia sepenuhnya memaafkan Frank dan menerima kehadirannya kembali di kehidupan. Sedangkan Belian telah di penjara di ruangan khusus yang Frank buat sendiri karena telah terbukti kecelakaan yang menimpa Arel itu ulah dari Beliana.Lika liku kehidupan dan tancapan tajam yang telah mereka lalui kini telah sirna dengan ucapan janji setia kedua. Pernikahan keduanya hanya di hadiri oleh beberapa saudara. Padahal Frank meminta pernikahan mereka di meriahkan, namun Viona begitu enggan untuk di meriahkan. Ia tidak mempermasalahkannya jika harus sederhana. Frank menarik pinggang Viona dan kemudian mencium bibirnya. "Aku akan memintanya lagi."Jaxon, kakek Damian dan tuan Ardey tersenyum bahagia. Mereka kini bisa melihat bersatunya Frank dan Viona dengan landasan cinta. Mereka berharap Viona dan Frank bahagia hingga akhir hayatnya. Sedangkan A
"Aku tidak bisa melindungi mu, maafkan aku. Kau tak perlu memaafkan aku, tapi aku mohon akuilah Jaxon sekalipun dia bukan anak kandung mu. Aku hanya meminta mu memperhatikan Jaxon."Air mata Viona menetes keluar. Sesaknya seakan menghentikan detakan jantungnya. Frank menggenggam tersenyum, ia pun memalingkan wajahnya ke arah kanan. Ia memejamkan kedua matanya hingga air matanya mengalir lewat sudut kedua matanya itu.Viona menggigit bibir bawahnya. Tangannya gemetar ingin menyentuh pipi Frank. Ternyata selama ini ia salah paham pada Frank dan ternyata Frank kembali ke masa lalu.Viona beranjak ia meninggalkan Frank dan duduk di kursi tunggu, ia butuh ketenangan di hatinya. Ia pun menutupi wajahnya."Viona. " Kenan memegang bahu Viona. "Kau kenapa? bagaimana dengan Frank?""Dia tidak apa-apa, bagaimana keadaan Axel?""Dia baik-baik saja dan keadananya baik. Dua hari lagi Axel akan operasi, sahabat ku sudah menemukan pendonor.""Viona terima kasih karena sudah menyayangi Axel. Kau ibu t
Tiga hari kemudian.Jaxon begitu senang bertemu dengan ibunya diam-diam walaupun ia harus mendapatkan sindiran pedas dari Axek, ketidaksukaannya padanya. Tiap ke sekolah dan pulang sekolah, Viona, Axel dan Kenan mengajaknya jalan-jalan. Ayahnya pun beberapa sudah membaik. Namun masih terkadang menangis dalam diam.Frank menyandarkan kepalanya ke dinding, hatinya merasakan kesakitan mendengarkan obrolan Viona dan putranya. Ia bersyukur Viona kembali, ia berharap apa yang ia lihat adalah Viona.Begitu obrolan Jaxon berakhir, Frank bergegas pergi ke kamarnya. Ia menyandarkan punggungnya ke kepala ranjang menunggu Jaxon berpamitan padanya."Daddy." Jaxon berlari ke arah Frank. "Jaxon berangkat dulu Dad, biarkan sopir nanti yang menjemput Jaxon. Daddy istirahat saja."Frank mengangguk dan mencium kening Jaxon. "Ya, Daddy menyayangi mu."Sesampainya di sekolahnya, ia bertemu dengan Viona, Aleta, Axel dan Kenan. Viona memang sengaja menunggu kedatangannya sebelum masuk ke sekolahnya."Sayan
Pada malam harinya, Viona telah sampai di mansion Frank. Dia bergegas masuk dan berlari. Ia tidak sabar melihat Jaxon."Viona.""Kakek." Viona memeluk kakek Damian dengan erat. "Dimana Jaxon?" tanya Viona."Dia ada di kamar Frank." Viona bergegas ke kamar Frank. Dia membuka pintu kamarnya dan melebarkan kedua matanya. Ia melihat Frank di tahan oleh kedua penjaga. Sedangkan Jaxon menangis. "Daddy.""Aku harus menolong Viona!" teriak Frank. Dia menendang salah satu penjaga yang menahan di lengan kanannya. "Daddy." Tanpa sadar Jaxon terjatuh ke lantai akibat Frank yang menepis tangannya. Frank memukul penjaga yang menahan lengan kirinya dan berlari, namun langkahnya berhenti ketika melihat Viona di ambang pintu."Viona." Suaranya merendah. Tidak ingin membuang kesempatan. Ia berlari meneluk Viona dengan erat. "Viona kau selamat, maafkan aku, maafkan aku, maafkan aku. Sungguh aku tidak melakukannya, aku fi jebak oleh Beliana. Aku tidak melakukannya. Aku mohon percaya pada ku." Seoran
Satu Bulan Kemudian.Kakek Damian menatap mansion mewah didepannya. Sebenarnya ia begitu enggan untuk menginjakkan lagi kadua kakinya ke mansion mantan menantunya. Seandainya bukan karena Viona yang kemarin menyuruhnya melihat keadaan Jaxon karena anak itu tidak bisa di hubungi sama sekali, bahkan Viona menanyakannya pada Aleta dan Aleta mengatakan Jaxon menjauhinya serta kadang tidak masuk sekolah, hasilnya pun tidak mendapatkan jawaban apa pun."Tuan." Sapa seorang pelayan. Dia tersenyum ramah pada mertua majikannya. "Apa Jaxon di dalam?" tanya kakek Damian.Ketua pelayan itu melirik pelayan di sampingnya. "Ada tuan, silahkan tuan masuk."Kakek Damian pun masuk, ia duduk di ruang tamu sambil menunggu kedatangan Jaxon. Sedangkan di tempat lain.Jaxon menggenggam tangan seorang pria. Pria itu seperti orang linglung, dia hanya diam dan di suapi makannya dan kadang tidak memakannya. Kadang dia menangis dan tidak ada yang bisa menghentikannya."Daddy sampai kapan seperti ini?" tanya Ja
"Frank aku sudah memaafkan mu, tapi tolong jangan mengganggu hidup ku lagi." Viona mengatupkan kedua tangannya seraya memohon kepada pria di depannya."Viona." Sapa seorang pria dari arah pintu. Dia terkejut melihat semua adegan di depannya itu. Ia pun melangkah menghampiri Viona, niat hati ingin melihat keadaan Viona. Ia takut terjadi sesuatu pada Viona yang melihat wajahnya terlihat layu.Viona melihat ke arah lainnya. Kenan menatap pria di depannya yang terlihat persis seperti Jaxon. "Siapa dia Viona?""Dia mantan suami ku," jawab Viona dengan jelas.Kenan tidak tau apa yang harus ia lakukan. Ia bingung harus menempatkan posisinya di masa lalu Viona. "Maaf aku datang di waktu yang salah." Ia memutuskan untuk pergi dan memberikan ruang pada mereka."Tunggu Kenan." Viona menahan langkah kaki Kenan. "Aku harus memperkenalkan mu.""Frank berdirilah, rasanya tidak sopan jika aku memperkenalkan mu seperti ini. Kenan kau duduklah temani Frank."Kenan menoleh, ia tidak yakin dengan perkata
Keesokan harinya.Viona membawa Axel, Aleta dan Jaxon ke tempat bermain anak-anak. Ketiga bocah itu senang sekali bermain bola kecil dan beberapa mainan lainnya. Sedangkan Daniel dan Kenan pun ikut megawasi serta kedua pria itu terkadang ikut bermain dengan anak-anak. Viona duduk di sebuang kursi berwarna cokelat, ia menatap Jaxon dan jantungnya terasa panas. Ada sakit namun tak terlihat. Axel mengikuti pandangan Viona. Ia semakin tak suka dengan Jaxon, timbul rasa benci di hatinya. Dengan hati kesal ia mendekat ke Jaxon. Ia tidak ingin perhatian Viona tertuju pada Jaxon. "Jaxon bagaimana kalau kita bermain mobil?" tanya Axel. Ia ingin sekali membuat Jaxon kalah padanya."Aku tidak mau bermain," ucap Jaxon. Awalnya ia memang tidak ingin bermain namun karena di paksa oleh Axel ia pun ikut bermain. Tidak ingin beradu mulut, ia pun pergi menghampiri Viona."Mommy." Sapa Jaxon. Dia duduk di samping Viona. "Sudah capek sayang." Viona membawa sebuah kain untuk mengelap keringat Jaxon d
Kenan menatap jauh Viona dan Jaxon, ia merasa aneh dengan kedua orang itu. Seolah mereka saling mengenal. Ia merasa keduanya tidak asing lagi, bahkan saat melihat wajah Viona tadi yang terkejut ia merasa Viona sangat mengenal Jaxon."Siapa Jaxon?" Ia bertanya-tanya, mungkin nanti ia akan bertanya pada Viona."Daddy." Axel menatap Viona dan Jaxon. Ia cemburu pada Jaxon yang dekat dengan Viona, ia takut Viona akan di rampas olehnya. "Sayang.""Daddy aku tidak suka dengan Jaxon. Dia mengambil Mommy," tuturnya dengan pipi mengembang.Kenan membawa Axel ke dalam pelukannya dan menggendongnya. "Kenapa? Jaxon datang kesini bersama dengan Aleta, dia membawa kado untuk mu.""Aku tidak peduli, Mommy terlalu dekat dengannya. Sebaiknya Daddy usir saja dia.""Aleta akan sedih jika Axel seperti ini. Apa Axel mau Aleta sedih?"Axel menggelengkan kepalanya. Namun ia sangat khawatir ibunya akan pergi."Sudah sayang, jangan khawatir. Daddy akan berbicara dengan Mommy dan Mommy tidak akan meninggalkan
"Viona kau tidak perlu terburu-buru, aku akan menunggu jawaban mu." Kenan bangkit dari kursinya menuju ke arah Axel. "Tunggu, bagaimana dengan ulang tahun Axel?" tanya Viona."Aku sudah mempersiapkannya, tiga hari lagi. O iya akan ada teman ku yang datang dari luar kota. Mungkin Axel juga merindukan temannya." Senyum merakah menghiasi wajah Kenan, pria itu terlihat tampan dan manis.Kenan kembali melangkah pergi meninggalkan Viona.Keesokan harinya.Jaxon mendekati anak perempuan yang duduk sendiri dan memakan bakalnya. Ia tersenyum melihat anak perempuan manis itu seandainya bukan karena informasi, ia tidak mungkin mau untuk mendekatinya."Kau sendiria?" tanya Jaxon. Setelah kepergian Viona. Ia tidak pernah membawa bekal lagi."Iya, kau mau?" tawarnya. Dia memperlihat sandwich satunya yang berada di kotak bekalnya. Jaxon menggelengkan kepalanya. "Tidak, oh iya kamu tidak menghubungi teman mu lagi, yang kemarin?" tanya Jaxon. Ia ingin tau bagaimana keadaan ibunya.Anak bernama Aleta