Setelah memuaskan pria botak itu, Beliana menutupu tubuhnya dengan selimut. Pria botak itu pun memberi sebuah cek. "Aku akan selalu menantikan mu manis," ucapnya dengan tersenyum genit.Setelah pria botak itu menutup pintu kamarnya. Ia langsung berlari ke arah kamar mandi dan memuntahkan cairan bening. Ia penasaran siap yang mencoba menerornya itu. "Aku harus bertemu dengannya."Beliana menggeram kesal dan ia pun bergegas mandi dan menyelesaikan urusannya itu. Di dalam cek itu masih kurang, entah berapa pria lagi yang harus ia layani. Ia pun bergegas pergi dan menghubungi nomor yang tak di kenal itu, namun sayang nomor itu malah tidak aktif."Apa yang harus aku lakukan? siapa sebenarnya dia?"Keesokan harinya.Viona sengaja bangun lebih pagi, ia langsung menuju ke lemari memberikan pelayan terbaiknya pada suaminya itu. Ia mengambil beberapa setelan kantor. Kemudian menaruhnya di atas ranjang tempatnya tidur tadi. Ia memutari ranjangnya dan menepuk pelan pipi Frank. "Frank bangun, a
Viona menggunakan dress berwarna hitam dan sebuah aksesoris bros bunga mawar merah muda di kerah dressnya dan sebuah topi kecil di bagian rambut kenannya, ia menaruh sebuket bunga mawar merah muda sebagai ucapan terima kasihnya kepada Arel semasa hidupnya. Arel terima kasih karena telah membuat ku bahagia. Kau pria yang terbaik dalam hidup ku dan maafkan aku yang mengecewakan mu. Aku begitu menyayangi dan mencintai mu. Cinta ku pada mu tak akan pernah pudar dan memiliki sebuah tempat yang tak bisa di singgahi oleh siapa pun. Arel kau tau, aku memiliki kehidupan kedua. Di kehidupan ku yang dulu kau tidak meninggal. Justru kau hidup dengan bahagia, tapi aku merusak semuannya. Maafkan aku Arel, maafkan aku, masih pantas aku mendapatkan kata maaf pada mu. Seandainya aku bisa mengulang lagi, aku tidak ingin kau meninggalkan aku secepat ini.Daddy Ardey menatap batu nisan Arel dan foto pria itu. Dia tersenyum dan terlihat tampan.Terima kasih Arel kau menjaga menantu ku dan cucu ku. Aku
Beliana langsung mengambil sebuah gelas dan melemparkannya ke lantai. Tepat beberapa langkah dari Viona. Viona pun berbalik dan tersenyum senang. "Hati-hati, aku tidak bisa memperlihatkan bagaimana marahnya Frank jika kau melukai ku." Cairan merah itu mengalir saat sebuah ujung kuku menancap di telapak tangannya. Dadanya naik turun menahan amarah dan rasa sesak yang membuncah di hatinya. Ia tidak pernah di rendahkan oleh siapa pun, namun kini ia di rendahkan hingga ingin menjungkir balikkan dunia. "Aku akan membuat mu menangis di kaki ku, bahkan saat itu kau akan menyesali karena telah melawan ku dan mempermainkan aku.""Sudah, sebaiknya kau bantu aku menyiapkannya." Liliana menyudahi, ia memang kesal dan ingin mencakar Viona, tapi ia yakin suatu saat nanti ia akan mencakar wajah Viona.Viona menutup pintu kamarnya dengan pelan. Tangannya menggenggam erat pakaiannya di depan kedua bukit kembarnya itu. Nafasnya terasa panas, hari ini pasti akan di lalui menghadapi Liliana dan Beliana.
Kini pertunjukan Jaxon pun tiba. Viona dan Frank duduk di depan, di samping Viona ada Beliana. "Sayang semangat!" teriak Beliana. Viona dan Frank menoleh, namun keduanya tak memperdulikan Beliana. Keduanya kembali fokus pada Jaxon. Jaxon tersenyum saat melihat Viona yang menyemangatinya. Dia pun duduk dan mulai memainkan pianonya dan sebuah nada pun mulai keluar seperti semilir angin yang berhembus. Nada yang di mainkan menenangkan setiap jiwa yang mendengarkannya."Frank dia mirip sekali dengan mu," ucap Beliana. Dia tau Frank juga menyukai piano. Viona menoleh, di masa lalu dia sekilas mendengarkan Frank yang juga menyukai piano.Namun ia merasa risih seperti ia tidak mengenali Frank. "Frank kau tidak ingin memainkan piano?" tanya Viona. Jika memang Frank menyukai piano ia akan mendukung Frank."Kau ingin melihat ku bermain piano?" tanya Frank memastikan. Semenjak dia berumah tangga dan sering terjadi pertengkaran dia tidak pernah lagi menyentuh piano. Ia menggenggam erat tangan
Viona memandangi alat perekam berbentuk pensil di tangannya. Kali ini ia bisa memberikan sebuah bukti pada Frank. "Kapan kau akan memberikannya pada Frank?" tanya Anya. "Lebih cepat lebih baik Viona.""Aku akan memberikannya pada Frank besok."Anya melepaskan kumis dan rambut palsu serta topinya itu. "Baguslah Vi.""Anya terima kasih karena sudah membantu ku."Anya mengembangkan bibirnya. Tentu saja karena Viona adalah temannya. Ia ingin menjadi teman terbaik bagi Viona. "Jangan sungkan jika membutuhkan bantuan ku Viona."Viona begitu terharu, selain kakeknya masih ada yang menyayanginya. "Terima kasih banyak Anya, kau yang terbaik." Mobil yang di tumpangi oleh mereka pun masuk ke dalam halaman utama mansion. Viona turun dan melambaikan tangannya pada Anya. "Kau sudah pulang?" tanya seorang pria. Dia menunggu kedatangan istrinya itu di balkon dan saat mobil Anya memasuki pekarangan ia bergegas keluar."Iya, kau belum tidur?""Bagaimana aku bisa tidur tanpa istri ku," ucap Frank. Di
"Viona kau mau kemana?" tanya daddy Ardey. Dia keluar dari kamarnya dan melihat punggung Viona dengan membawa tas ranselnya, separuh tali tas ranselnya di kaitkan pada bahunya sedangkan tali satunya tidak. "Viona."Keningnya berkerut, tidak biasanya Viona mengabaikannya. Merasa curiga, ia langsung menuju ke kamar putranya itu. Ia melihat Frank yang sedang berdiri membelakanginya. "Frank, Viona keluar. Ada apa dengan kalian?""Jangan membahasnya Dad." Nafasnya terasa panas dan naik turun. Daddy Ardey melangkah ke arah Frank. "Apa maksud mu jangan membahasnya? apa terjadi sesuatu pada kalian?"Frank memberikan ponselnya. Daddy Ardey melihatnya dan menarik sebelah alisnya sambil melihat Frank seperti bertanya sesuatu. "Kau mempercayainya."Daddy Ardey menghela nafas. Dia langsung memberikan ponselnya kembali. Kemudian berlalu pergi....."Viona kau pulang sayang." Viona tersenyum, ia belum siap mengatakan penjelasannya pada kakeknya itu. "Iya Kek, aku merindukan Kakek."Viona memeluk k
"Boy nanti aku akan menjemput mu," ucap Frank. Kini dia telah sampai di depan gerbang sekolah putranya.Jaxon menoleh dan menatap dalam. "Aku ingin di jemput Mommy Dad," ucap Jaxon. Dia ingin tau apa yang terjadi pada kedua orang tuanya. Jaxon menatap ke arah luar jendela. Beberapa kali ia menghela nafas agar tidak memarahi putranya. "Sayang, Mommy sedang sibuk. Jadi biar Daddy yang menjemput mu. Ya sudah, Daddy ada meeting pagi."Terpaksa Jaxon keluar dari mobilnya tanpa mendapatkan jawaban yang pasti. Sejujurnya ia ingin menghubungi ibunya. Biarlah nanti jika sampai di rumah ia akan menghubungi ibunya....Aura hitam nampak keluar dari tubuh Frank. Banyak karyawan yang menunduk dan menyapa Frank dengan pelan dan berbisik-bisik setelah Frank melangkah beberapa langkah. Frank menghentikan langkahnya, telinganya melebar saat dua karyawan yang menyapanya tadi berbicara menyebut namanya. "Apa perusahaan ini tempat bergosip kalian?" Pertanyaan bagaikan belati itu membuat wanita dan se
Viona tersenyum melihat wanita setengah baya itu tersenyum. Dia merasa Tuhan memberikan kesempatan hidup karena Viona mau menolongnya. "Bu, ini Viona. Kekasihnya Arel." Wanita setengah baya itu tersenyum. "Aku sudah menduganya. Dia cantik seperti yang di ceritakan Arel. Maaf aku tidak mendatangi saat pemakan Arel karena saat itu tubuh ku drop. Saat Anton datang ke makam Arel dan ingin bertemu dengan mu kau sudah tidak ada."Wanita bernama Mely itu menggenggam tangan Viona. Penyakit kangkernya stadium tiga mungkin saja sudah menjadi akhir hidupnya. "Aku berharap aku sembuh, tapi jika memang sudah ...""Bu kau pasti sembuh." Anton memutuskan perkataan ibunya itu. "Anda pasti sembuh,"Wanita itu tersenyum, saat menceritakan Viona Arel begitu bersemangat. Kedua matanya berbinar seakan memancarkan cahaya bulan purnama. "Arel begitu menyayangi mu."Viona merasakan kesakitan dan rasa nyeri di ulu hatinya. "Aku tau, tapi karena aku.""Jangan menyalahkan mu sendiri Viona. Arel melakukannya