Harusnya judul babnya "Gagal Malam Pertama" ini sih HAHAHAHA Gagal unboxing bestieeeee 😝😝😝😝
Masih dengan ekspresi penuh keterkejutan, Adnan menarik Suri ke dalam pelukan. Baru pertama kali ini dirinya melihat emosi istrinya meledak karena hormon menstruasi. Dan ia merasa bersalah sekali. "Sudah jangan menangis, Ri. Maafkan aku. Hm?" Pernyataan itu malah membuat air mata Suri bercucuran deras. Campuran antara rasa kesalnya kepada Adnan dan kecewa karena malam pertama mereka yang harus tertunda. Tetapi lebih dari itu, ia malu karena lagi-lagi mengekspos sisi dirinya yang seperti wanita kurang belaian. Ini semua karena hormon sialan yang mengacaukan suasana hatinya! Merasakan elusan lembut di punggungnya, Suri semakin menyurukkan kepala ke dada sang suami dan membalas pelukannya dengan erat. "Kita bisa melakukan hal lain untuk bersenang-senang. Bagaimana?" tawar Adnan beberapa saat kemudian. Suri memberanikan diri untuk mendongak. Wanita itu pikir akan mendapati senyum geli atau ekspresi mengejek di wajah sang suami karena ucapan frontalnya tadi. Tetapi pria itu justru men
Sekali lagi Suri mematut dirinya di depan cermin besar yang ada di kamarnya, untuk memastikan penampilannya sempurna tanpa cela. Wanita itu tersenyum puas menatap pantulan dirinya yang tampak berbeda malam ini. Maxi dress berwarna merah marun tanpa lengan melekat apik di badannya. Tidak terlalu banyak ornamen yang menghiasai gaun itu selain kain brokat yang menutupi bagian dada sampai ke pinggang. Gaun yang menjuntai hingga semata kaki itu memiliki belahan yang cukup tinggi, menunjukkan kaki mulus Suri yang tampak jenjang dengan balutan high heels hitam berukuran dua belas senti. Rambut panjang wanita itu ditata menjadi sanggul sederhana, dilengkapi hairclip bunga mawar yang menyempurnakan penampilannya malam ini. "Cantik," puji Suri kepada dirinya sendiri. Senyumnya kian lebar. Wanita itu amat berterima kasih kepada Fania yang mendesain gaun cantik itu hingga semakin memesona saat dikenakan oleh dirinya. Kepercayaan dirinya seketika meningkat pesat melihat penampilan paripurnanya
Suri tidak tahu bagaimana caranya ia bisa tiba di parkiran tanpa jatuh tersungkur. Mengingat sekarang sekujur tubuhnya gemetaran hebat sejak meninggalkan aula hotel. Wanita itu masih terlalu syok mendengar kabar yang disiarkan secara langsung oleh Prabu Danuarta di pesta tadi. Kedatangannya yang seperti orang linglung membuat Tristan tampak khawatir. Namun, sebagai bawahan yang profesional dan sigap, pria itu langsung membukakan pintu penumpang untuk majikannya. "Langsung pulang ya, Tris," ucap Suri dengan tatapan mengarah ke luar. "Apa terjadi sesuatu dengan Tuan Andaru, Bu? Miss Dina tidak mengabari apa-apa kepada saya," tanya Tristan yang sudah duduk di balik kemudi. "Nggak ada. Saya hanya mendadak nggak enak badan," dustanya. Yang sakit bukan raga, tetapi hatinya. "Saya antar ke rumah sakit dulu ya, Bu? Tidak ada sepuluh menit dari sini ada Barata Hospital yang pelayanannya sangat bagus," balas Tristan. Selain tugasnya sebagai supir pribadi, pria itu juga ditugasi Adnan agar
Suri baru selesai memakai baju tidur saat pintu kamarnya terbuka dan Adnan muncul dari sana, masih memakai setelan yang dipakainya di pesta tadi. Ekspresi di wajah pria itu keruh, tidak secerah pagi tadi saat mereka berpisah."Ri, udah mau tidur? Aku mau ngobrol sebentar," ucapnya ragu-ragu. Pria itu bahkan hanya berdiri di depan pintu.Jarang-jarang Suri melihat Adnan yang begini. Karena pria itu selalu tampil percaya diri setiap waktu "Bicara saja, Nan. Aku dengarkan," balas Suri. Ia tidak ingin benar-benar bersikap ketus, tetapi hanya itu satu-satunya pertahanan diri yang ia punya saat ini.Jika menuruti kata hati, Suri tidak akan siap mendengar apa pun penjelasan dari suaminya. Sekarang ataupun nanti. Jika boleh, Suri ingin marah saja sebenarnya. Mengungkapkan rasa kecewanya kepada sosok yang membuat perasaannya kacau. Namun, apa itu ada gunanya? Karena itu tidak akan mengubah fakta kalau dalam waktu dekat kemungkinan ia akan kehilangan Adnan, pria yang baru kemarin resmi menjadi
"Kamu mau ke mana udah rapi sepagi ini, Ri?" tanya Adnan yang baru saja membuka mata. Jarum jam pendek pada jam beker di nakas menunjuk ke angka enam."Kerja," jawab Suri yang memang sudah berpakaian rapi. Penampilannya persis seperti ketika masih menjadi sekretaris Adnan. Pagi ini, Suri memakai setelan kerja berwarna abu-abu."Di mana? Kok kamu nggak cerita sama aku?" Adnan membelalak. Tampak sedikit tidak terima karena ia tidak tahu apa-apa perihal pekerjaan baru istrinya."Maaf," cicit Suri dengan kepala sedikit menunduk. "Aku nggak tau kalau kamu keberatan aku kerja. Aku nggak bisa cuma diam di rumah dan hanya menikmati harta kamu. Apalagi sekarang hubungan kita terhalang restu—""Maksud aku bukan gitu," decak Adnan.Ini masih pagi dan Suri malah menyinggung masalah sensitif. Ia turun dari tempat tidur dan mendekati istrinya yang sudah berhenti menyisir rambutnya.Pria itu mengambil alih sisir dari tangan Suri dan membantu istrinya menyisir rambut. "Aku memang agak sibuk belakanga
"Kamu sekretaris barunya Farah?"Adnan tidak bisa menyembunyikan raut terkejutnya bahkan setelah berjam-jam berlalu sejak bertemu Suri di kantor baru wanita itu siang tadi."Begitulah.""Kenapa nggak bilang?"Suri batal melepas ikat rambut dan menatap suaminya dengan tenang. Seperti tak terganggu walau raut wajah suaminya seperti menahan kecewa. "Aku baru mau bilang, tapi kamu terlanjur tahu.""Kalau aku minta kamu membatalkan niat kamu bekerja di sana, kamu keberatan?" tanya Adnan hati-hati.Alis Suri tertaut. Kekesalannya menyeruak ke permukaan. "Nggak bisa gitu dong, Nan. Aku mendapatkan pekerjaan ini karena aku mampu dan aku dibutuhkan. Aku juga udah tanda tangan kontrak. Nggak semudah itu--""Aku yang akan urus kalau kamu bersedia. Kamu kerja di Danuarta aja, nggak harus jadi sekretarisku," ucap Adnan. Lebih terdengar seperti perintah ketimbang permohonan.Suri terlihat marah, tetapi bisa mengendalikan diri setelah beberapa kali mengatur napas. "Kita udah bahas soal itu tadi pagi
"Mama, Mama! Mama pulang!" seru Andaru menyambut ibundanya yang baru pulang kerja."Halo, anak mama!" Suri berlutut untuk merengkuh anak lelakinya yang menghambur ke arahnya sambil berlarian kecil. "Gimana sekolah hari ini, Nak?""Aru seneeeeeng banget, Mama! Aru punya teman baru banyak!""Wah, pasti betul-betul menyenangkan, ya!" Suri membalas dengan antusias setelah anaknya meminta lepas dari pelukannya. "Ayo cerita sama Mama, siapa aja teman baru Aru?"Walau sudah beberapa lama pindah ke Jakarta, sebenarnya baru hari ini Andaru mulai masuk ke sekolah yang baru. Suri sempat merasa khawatir karena tidak punya waktu untuk ikut mengantarnya di hari pertama, tetapi untungnya Andaru bisa beradaptasi dengan cepat. Miss Dina juga tidak lupa memberikan report kepada Suri melalui foto-foto dan video Andaru di sekolah yang rutin dikirimkannya."Mama nggak pulang bareng Papa, ya?" tanya Andaru setelah berceloteh panjang tentang kesibukannya di sekolah baru. Ia baru menyadari kalau mamanya pula
"Kalau sedang marah, Kakek memang kadang agak merepotkan," ujar Adnan ketika menyadari ada kekagetan yang tergambar di wajah istrinya. 'Agak, katanya?' Di mata Suri, ini sudah di luar nalar. Banyak pecahan beling yang berasal dari guci-guci yang dibanting, bertebaran di mana-mana ketika mereka memasuki rumah megah Prabu Danuarta. Suasana di rumah itu terasa mencekam. Rasanya seperti memasuki TKP setelah ada sebuah kejadian yang mengerikan. Keduanya sudah tiba di ruangan lain yang tidak jauh berbeda dengan keadaan di ruang tamu tadi. Masih tidak ada siapa-siapa di sana. "Siapa yang menghuni rumah ini selain Kakek, Nan?" "Asisten rumah tangga." Suri menoleh dengan cepat. "Maksudmu... selama ini Kakek sendirian?" Membayangkan seseorang yang sudah sepuh tinggal di sebuah rumah megah tanpa keluarganya membuat perasaan Suri campur aduk. Pria tua itu pasti sangat kesepian. Adnan tersenyum tipis. "Itu yang sebenarnya mau aku bahas sama kamu juga. Aku masih harus tinggal di sini sampa