Sulaiman memeluk Aldino dengan perasaan yang berdosa. Selain itu Sulaiman menangis karena takut kehilangan putrinya untuk ke dua kalinya. Ia tak rela jika Ana masuk penjara. Ia merasa menyesal atas perbuatan putrinya pada keluarga kecil Aldino yang sangat fatal. Sulaiman Basalamah baru saja mendengar cerita itu dari istrinya yang kini telah sadarkan diri.
Pria itu tidak menyangka putrinya bisa senekad itu! Sungguh, ia merasa telah gagal menjadi seorang ayah baginya.
Hanum menceritakan padanya soal kebenaran tentang Ana yang berusaha meracuni istri Aldino Tama Waluyo yang tengah hamil saat acara pesta pernikahannya. Beruntung yang meminum racun itu sepupunya dan selamat! Andaikata insiden tersebut sampai membuat Ariana meregang nyawa maka hukuman Ana pun semakin berat. Mungkin takkan pernah ada ampun untuknya!
Malati menjadi bingung saat menghadapi suaminya yang tantrum. Lantas ia pun memilih mendiamkannya. Namun ia khawatir karena suaminya belum sarapan. Menepis rasa takutnya, ia mendekati suaminya dengan membawakan makanan yang lebih tepat disebut makan siang ketimbang sarapan.“Mas, makan dulu!”Malati membawa nampan berisi menu makan siang untuk suaminya. Ia pun menaruh nampan itu di atas nakas. Aldino memilih diam dengan menggulir-gulir layar ponselnya tak karuan. Entah apa yang dilakukan oleh pria dewasa itu. Ia tengah kesal pada keluarga Basalamah.Saat menyadari ada suara sendok dan garpu bersentuhan, Aldino hanya melirik sekilat pada nampan itu. Seketika ia terkesiap karena ternyata istrinya yang menaruh makanan itu bukan Mbok Darmi. Ia mendesah pelan namun tetap memasang wajah dingin. Ia mengabaikan istrinya.Aldino merasa lapar namun karena marah dan kesal, ia menunda jadwal makannya.Malati pun memutuskan keluar kamar mereka dan pergi ke lantai bawah karena kesal pada suaminya.
Dengan telaten Malati menyuapi Aldino yang terlihat merajuk. Pria dewasa itu mendadak ingin dimanjakan olehnya. Setelah suapan terakhir, Malati mengangsurkan segelas air putih untuk suaminya. Namun sebelumnya, ia menyeka dua bulir nasi yang menempel di sudut bibirnya.Aldino langsung menangkap tangannya dan tersenyum. Ia menangkupkan telapak tangan istrinya pada wajahnya. “Makasih, Putri,”Aldino menatap dalam istrinya. Ia berusaha menggali isi kepala istrinya. Istrinya itu pandai sekali menyembunyikan perasaannya. Namun tiba-tiba ia mengingat Malati sewaktu mengobrol dengan Elang-pengawal mereka. Ia tidak suka Malati akrab dengan pria manapun. Apalagi pekerja di rumah mereka.“Kau tadi mengobrol apa dengan Elang?”
“Mas, mau beli rumah?”Malati bertanya saat Aldino menghentikan mobilnya di depan sebuah kantor agen properti. Matanya yang sipit beredar menyapu pemandangan di sekitar bangunan berlantai tiga tersebut dengan tatapan penuh telisik. Ia penasaran dan berupaya mencari tahu tujuan suaminya mengajaknya ke sana. Aldino memang tidak mengatakan apapun soal kemana mereka akan pergi kecuali membesuk Ariana di rumah kontrakannya.“Coba tebak!”Aldino mencondongkan tubuhnya ke arah istrinya. Kemudian ia melepas sabuk pengamannya sembari mencuri kesempatan mencium pipinya. Malati menjadi merona atas perlakuan suaminya yang benar-benar membuatnya seperti seorang putri yang dicintai.Mereka pun turun lalu berjalan bersisian menuju kan
Ariana terharu melihat kedatangan Malati membesuknya. Ia yang sedikit melankolis langsung menghambur memeluk Malati dan menangis.“Huwa … makasih, Malati sudah datang menjenguk. Nadira lagi kerja ngambil part time job, kerja sebagai asisten influencer. Aku ditinggal sendiri.”Ariana berkata dengan isak tangis. Tingkahnya membuat Aldino meringis pelan. Ia tidak suka gadis cengeng!Aldino lebih memilih duduk dengan memainkan ponselnya sembari menunggu Malati yang mengobrol dengan sepupunya di atas sofa paling ujung.Malati menenangkan Ariana agar berhenti menangis. Ia tidak perlu khawatir karena merasa sendirian. Ia tahu jika Ariana sedang mengalami trauma akibat minum racun itu.
“Sudah siap?” Aldino bertanya pada istrinya yang saat ini tengah mengenakan jilbabnya. Ia menatap istrinya dengan intens, memperhatikan setiap gerakan kecilnya. Ternyata istri kecilnya begitu pandai bersolek.Dulu ia tidak pernah mengira jika gadis yang terkenal kutu buku itu tidak suka bersolek. Namun ternyata wanita tetaplah wanita yang memang suka bersolek. Malati mengenakan gaun seragam yang berasal dari sekolah karena akan menghadiri acara pesta perpisahan sekolah.Malati menoleh dan menjawab pertanyaan suaminya. “Sudah, Mas,”Malati pun menegakkan tubuhnya dan merapikan peralatan make up nya. Ia pun meraih tas tangan dan berjalan mendekati suaminya.Sisi lain, Aldino tampak gagah dalam balutan kemeja putih yang dibalut dengan kardigan batik. Jika ditanya soal selera fashion tentu saja Aldino sangat menguasainya. Aldino ialah tipikal pria yang suka menjaga penampilannya.“Sayang, ayo!”Aldino menggamit tangan istrinya dan memapahnya menuju lift. Sesekali Aldino menatap pantulan
“Pak Ali, mari bicara di ruangan saya,” ajak dr Wini pada Ali yang tengah menatap adiknya dengan tatapan getir. Ana hanya diam dan sesekali tersenyum saat beberapa perawat menyapanya. Yang paling mengkhawatirkan ialah Ana mengalami delusi saat ini!dr Wini pun mengajak Ali untuk ikut dengannya dan berbicara di ruangannya. Langkah Ali terayun begitu saja mengikutinya. Namun perasaannya terasa berbeda. Ia merasa sesuatu yang buruk menimpa adiknya. Sesuatu yang teramat buruk …Sebelum memasuki ruangannya, dr Wini mengajak Ali berkeliling dan menjelaskan setiap bangsal yang mereka lewati. dr Wini ingin memberikan seputar informasi tentang rumah sakit untuk pasien mental disorder secara umum.Dr Wini menghentikan langkah kakinya. Ia menoleh ke sebelah kanan, me
Ali terlonjak kaget saat melihat siapa wanita yang membunyikan klaksonnya. Pun, suara nyaring dan cemprengnya terdengar familiar di telinga Ali. Wanita menyebalkan yang telah merusak mobil kesayangannya sekaligus ikut kontribusi memasukan adiknya ke tahanan. Selain itu ia bisa mengenal hanya melihat dari siluet tubuhnya dan tentu saja motor sportnya yang berwarna hitam, hond* CBR, sebuah unit motor sport yang biasa ditunggangi wanita.“Sulis!” gumam Ali dengan mendecak pelan. Hanya dengan menyebut namanya darahnya seakan berdesir hebat. Bukan karena perasaan suka namun benci hingga ke sumsum tulang belakang. Amarah segera mengaliri aliran darahnya.Dengan menahan amarah, Ali mengabaikan bunyi klaksonnya. Sengaja, atas kesadaran penuh, ia tidak melajukan kendaraannya. Ia mengubah niatnya. Sebaliknya, ia membiarkan kendaraannya melintang dan menghalangi motor Sulis.Melupakan sejenak kesedihan soal adiknya, pria dewasa itu tersenyum miring. Ia akan membuat perhitungan pada gadis berpenam
Satu per satu agenda acara perpisahan usai. Mulai dari pembukaan, sambutan hingga acara inti, proses WISUDA dan pembagian ijazah. Para tamu undangan pun mulai mencicipi makanan. Hanya saja, Aldino lebih dulu keluar dari acara perpisahan. Pria itu merasa iba pada istrinya yang sedang hamil. Ia takut istrinya merasa pegal dan letih. Ia begitu memahami istrinya mengingat Malati tidak pernah mengeluh. Pasti, Malati tengah merasa pegal dan ingin berbaring.Seketika pikiran Aldino bertravelling ria. ‘Kalau kegiatan tadi bikin cape gak ya? Tapi istri imutku menikmatinya,’Aldino mengulum senyum mengingat kegiatan panasnya tadi pagi bersama Malati.“Sayang, ayo kita pulang!”Aldino meraih lengan istrinya yang tengah mengobrol dengan Linda. Sontak ke dua wanita tersebut menoleh. “Bu Malati mau pulang ya?” tanya Linda kepo. Ia tak rela saja Malati cepat pulang. Rasanya ia ingin berlama-lama mengobrol dengan muridnya tersebut. Ia senang sekarang Malati terlihat lebih ceria dan bisa mengobrol de
Di tempat berbeda, kini pasangan lain pun tengah diberkati kebahagiaan yang luar biasa. Akhirnya setelah hampir setahun lamanya, Aldino kini bisa kembali berjalan. Setelah mengikuti terapi dan pengobatan hingga berbulan-bulan lamanya di Singapura, pria berwajah tampan dan bertubuh bak binaragawan itu akhirnya bisa berjalan normal kembali. Ia sangat bekerja keras selama berada di Singapura.Ia akan pulang dengan memberikan kejutan pada istri tercinta dan putra tampannya yang kini sudah berusia setahun.Hari itu, Malati tengah mengasuh Manggala bermain di ruang bermain yang dibuat khusus, di ruang keluarga kediaman Eyang Waluyo. Cicit tersayang selalu mendapat perhatian lebih dari Eyang buyutnya. Malati dan putra tampannya mendapatkan privilege luar biasa dari Eyang Waluyo hingga keluarga besar lainnya.“Gala! Sini Nak!”Kakek tua yang masih berdiri tegap itu memanggil cicitnya. Meskipun Manggala baru berusia setahun namun anak itu sangat cerdas. Ia sudah bisa berjalan dengan baik dan bi
Ali pun menarik handle pintu kamar pengàntin hingga terbuka. Sulis langsung antusias melihat untuk pertama kali kamar pengàntin yang sangat indah karena dihias sedemikian rupa. “Aa, bagus banget!” Sulis mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kamar berukuran presidential suit tersebut. Kamarnya didominasi warna putih dan warna-warna pastel sesuai keinginannya. Matanya berbinar mengamati setiap detail hiasan bebungaan yang berada di atas ranjang. Seketika ia tertawa melihat ada dua ekor angsa yang tergolek di atas ranjang. Angsa yang dibentuk dari selimut berwarna putih. Tangannya terulur mengusap angsa tersebut. “Lucunya! Aku mau foto dulu,”Seketika Sulis mengambil ponselnya lalu memotret ranjang pengàntin yang begitu indah itu dengan senyum yang berseri-seri.“Sini, Aa yang fotoin!” imbuh Ali dari belakang tubuh gadis itu. Sulis mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia senang mendengar usulan Ali. Sulis pun duduk dengan posisi anggun di atas ranjang. Ali pun mengambil ponsel is
Ali berusaha menormalkan perasaannya dalam menyikapi Sulis. Sulis memàng sedang sakit, penyakitnya yang dideritanya juga tidak main-main. Oleh karena itu mungkin ia mulai merasa frustasi.Sulis tidak menyadari jika calon suaminya bertopeng dingin dari luar, padahal hatinya begitu hangat. Pada adiknya saja Ali begitu mengkhawatirkannya saat ia sakit. Tak jauh berbeda pada kekasih hatinya, ia merasakan kekhawatiran yang sama. “Sulis, stop overthinking! Kita akan tetap pada rencana awal kita. Kita akan menikah! Kau juga akan ikut pengobatan.”Ali berbicara tegas. Ia tidak suka sikap Sulis yang mendadak melankolis.Sulis terdiam dengan isak yang tertahan dan menggigit bibir bawahnya, “Ali, aku takut gak bisa hamil! Aku perokok berat. Argh, Shit! Aku mungkin tak subur!”Kini Sulis berkata hal lain yang malah memperkeruh suasana. Ali semakin jengkel mendengarnya, “Terus kau mau hubungan kita berakhir begitu saja? Kita batalkan tunangan begitu?”Sulis mengangguk dengan air mata yang bercucu
Ali tertegun saat mendengar kabar dari dokter bahwa kekasihnya harus menjalani beberapa tes kesehatan di antaranya tes darah dan rontgen. Sebelum jatuh pingsan Sulis sempat muntah darah penyebabnya. Kesimpulannya ada bagian organ dalamnya yang terluka dan membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut.Ali merasa bersalah, telah mengabaikan kekasihnya karena masalah sepele. Sederhananya, mungkin jika tidak ada drama cemburu tadi sore mungkin Sulis akan baik-baik saja. Sungguh, Ali menyesali sikapnya yang tidak dewasa. “Argh, maafkan aku Sulis. Aku kadang egois.”Ali bergumam dengan helaan nafas berat. Pria itu berjalan lesu dari ruangan dokter dan pergi menuju ruangan di mana kekasihnya dirawat malam itu. Perlahan Ali membuka pintu ruang rawat inap gadis itu. Tampak Sulis sedang tertidur pulas mungkin karena pengaruh obat. Untuk sementara ia dirawat karena kurang darah. Namun penyebab yang lebih serius belum diketahui. Ali berjalan mendekati kekasihnya. Ia berdiri di depan ranjang hidrolik s
Dua orang pemuda tampan tengah menahan kesal menunggu kekasih mereka yang sibuk memilih gaun. Sudah lebih dari dua jam lamanya mereka berusaha memanjangkan sumbu kesabaran. Rasa panas menjalari punggung mereka karena terlalu lama duduk di sofa.Meskipun pelayan butik itu melayani mereka dengan istimewa, memberikan minuman hingga camilan, tetap saja tak bisa mengusir rasa jenuh mereka. Mereka bahkan sudah memainkan ponsel masing-masing, men scroll media sosial tak jelas untuk membunuh waktu. Nihil! “Lama banget! Mereka ngapain aja sih?” ucap pemuda berhidung bangir yang tak lain Mustafa Ali Basalamah pada pemuda tampan bermata sipit yang tengah duduk di sampingnya, dr Zain. Ali beringsut berdiri lalu merenggangkan tubuhnya beberapa saat karena rasa pegal akibat duduk lumayan lama di sofa berbentuk letter U. Ia pun memutar lehernya hingga menimbulkan bunyi kretek yang membuat dr Zain meringis mendengarnya. dr Zain hanya mendesah pelan mendengar keluhan calon iparnya. Dokter muda itu
“Mala, sini Bude yang gendong Gala!”Bude Ratna menghampiri Malati yang baru saja menyusui bayi tampannya. Malati gegas mengancingkan kancing bajunya kemudian melepas apron menyusui saat Gala terlihat sudah kenyang menyusu. Biasanya bayi yang memiliki garis wajah mirip sekali ayahnya itu tertidur saat merasa perutnya penuh, namun kali ini ia terjaga seakan ingin bermain dengan neneknya.Malati pun menyerahkan Gala pada pangkuan Bude Ratna. Bayi itu tersenyum dan menatap neneknya dengan mata yang bening. Sungguh terlihat menggemaskan.Bude Ratna menyematkan senyuman yang lebar menatap cucunya itu dengan penuh haru. Bukan tanpa alasan, Gala terlahir saat ke dua orang tuanya mengalami kecelakaan yang mengerikan.Atas kehendakNya, mereka semua selamat kendati ayahnya kini harus menjalani pengobatan di luar negeri. Seminggu sudah kepergian Aldino ke Singapura. Terpaksa, Malati mengikhlaskan kepergian suaminya bersama Bude Gendhis, suaminya dan beberapa pengawal pribadi utusan Eyang Waluyo.
“Bulan depan!”Ali menjawab dengan penuh keyakinan pertanyaan ayah Sulis. Setelah acara lamaran selesai, Hendi-Ayah Sulis bertanya pada Ali tentang hubungan putrinya dan Ali sudah sampai sejauh mana. Hal tersebut bukan tanpa alasan, sebab Hendi mengira jika kedatangan keluarga Basalamah itu untuk acara pertunangan. Bukan lamaran menuju pernikahan.Nyatanya, sebelum mereka benar-benar pergi dari kediaman Sulis, Ali memberanikan dirinya, secara langsung ia mengungkapkan rencananya ingin menikahi Sulis sesegera mungkin. Ali berusaha bernegosiasi dengan calon ayah mertuanya, bahwasanya meskipun hubungan mereka belum lama, namun mereka sudah bisa saling memahami karakter masing-masing sehingga ingin segera melangsungkan hubungan mereka ke arah yang serius. Terlebih usia ke duanya telah matang. Sudah sama-sama dewasa.Hendi menatap Sulis sejenak kemudian kembali menggerakan bibirnya. “Nak Ali, Bapak sebagai orang tua sangat bahagia mendengar rencana baik Nak Ali dengan melamar Sulis untuk d
“Ali, kenapa kau belum datang juga? Kenapa juga kau tidak mengangkat telepon dariku? Argh, awas kalau kabur dari acara pertunangan! Aku tak segan memberi perhitungan padamu!” gumam Sulis dengan perasaan yang teramat gelisah. Saat ini Sulis berada di rumahnya di kota Bandung.Hari itu adalah hari bersejarah baginya. Akhirnya Sulis akan dilamar oleh pria tampan dan kaya raya seperti angan-angannya selama ini. Gadis bertubuh jangkung itu berdiri mematung di taman depan rumahnya, menunggu detik-detik kehadiran Ali bersama keluarga besarnya.Ternyata Ali tidak main-main dengan hubungan yang terjalin di antara mereka. Ia serius ingin meminang Sulis. Lamaran Ali sebetulnya ialah waktu yang tepat untuk menentukan kapan waktu pernikahan mereka akan berlangsung. Sebaliknya, Sulis hanya mengira jika lamaran Ali hanyalah pengikat atau tanda keseriusan Ali atas hubungan percintaan mereka. Atau pertunangan biasa.“Sulis, diam bisa gak?” Dari dalam rumah, sang Ibu memanggil putrinya itu dengan suar
Aldino hanya menghela nafas pelan. Ia sebetulnya tak tega jika harus meninggalkan istri dan bayi tampannya yang baru lahir. Namun niatnya sudah bulat. Ia ingin segera sembuh dan tak ingin merepotkan istrinya atau siapapun. Aldino yakin pengobatan medis di luar negeri lebih baik. Oleh karena itu ia menyetujui usulan Eyang Waluyo untuk berobat di Singapura. Aldino akan mengikuti prosedur operasi di sana dan mengikuti terapi hingga kakinya sembuh seperti sedia kala.“Sayang, udah dong! Ini demi kebaikan kita semua.”Aldino mengusap-usap punggung istrinya yang tenggelam di balik dada bidangnya. Mendengar Aldino akan pergi jauh, Putri Melati terlihat murung. Bahkan ia menangis tersedu sedan.Malati bukan tidak ingin suaminya mengikuti pengobatan di rumah sakit luar negeri. Namun ia ingin ikut bersamanya ke negeri yang terkenal dengan patung Merlionnya.Malati dan baby Gala belum bisa berangkat mengingat usia bayi mereka masih belum siap untuk berpergian jauh. Begitupula dengan Malati yang