POV Author
"Pokoknya ya, Ya. Emak gak mau tahu lo mesti lulus tahun eni juga. Kalau kagak, elo bakal dijadiin istri kelima Babeh Rojali, mau lo? Emak kagak mau tahu dah. Pokoknya lo buruan luluuuuus!""Astaghfirullah tobat!"Alya—mahasiswa tingkat akhir yang merupakan anaknya almarhum Babeh Hariri itu menggelengkan kepala seraya bergidik ngeri. Mengingat teriakan Emak yang sadis dan memekakan telinganya, membuat Alya yang semula ogah-ogahan ngampus memutuskan lebih tegar dari sebelumnya. Dia bertekad harus lulus dibanding jadi istri kelima dari Babeh Rojali yang doyannya daun muda.Dengan langkah gontai tapi pasti Alya menyusuri lorong-lorong kampus yang sepi. Bagi Alya yang merupakan mahasiswa angkatan tua, suasana di kampus kini jelas terasa berbeda. Hal ini mungkin karena dia sudah cuti setahun lamanya. Hanya karena gara-gara videonya yang ditolak Aji viral, Alya memilih untuk pensiun sementara dari perkualiahan sampai gosipnya mereda. Namun, siapa sangka ternyata keputusan Alya mengakibatkan dirinya terlena hingga sampai lupa kalau dia belum wisuda.Nahas, saat Alya tersadar, semua kondisi seolah gak berpihak kepadanya. Dimulai dari dosennya yang mundur menjadi pembimbing sampai nilainya yang jauh dari kata sempurna.Ya, mau bagaimana lagi, Alya memang gak pintar-pintar amat dari sisi akademik. Banyak yang bilang kalau Alya ini kebanyakan makan micin, makanya di nilai KHS (Kartu Hasil Studi) kebanyakan nilai C dan D, paling banter B. Ada sih A, tapi itu karena dosennya kasian katanya Alya anak yatim.Yailah, segitunya Alya dikasihani.Kadang Alya bertanya, apa dia emang sebodoh itu sampai sulit untuk wisuda?Beruntung, di tengah keputusasaan Alya akhirnya dia mendapat info kalau ada dosen muda yang mau membimbingnya,Bak ketiban durian runtuh, tentu Alya menyambut bahagia. Kata Bu Poppy dosen itu bernama Brian Rakanda Aragani yang biasa disebut Pak Raka.Pak Raka, berumur 33 tahun dan mengajar di kelas mahasiswa tingkat satu. Menurut gosip yang beredar, Pak Raka itu orangnya sih ganteng tapi bertatus duda.Honestly, Alya gak pernah ketemu dengannya. Maklum mahasiswa abadi macam Alya mah masih termasuk langka soalnya teman-temannya udah pada lulus semua, terkecuali mereka yang punya masalah kayak Alya.Dan setelah, mencari tahu tentang jadwal Raka, lalu di sinilah Alya berada, di depan ruang Raka si dosen muda yang katanya selain doi duda, dia juga kaya raya. Tapi, tenang aja, Alya bukan tipe yang silau karena harta. Dia harus meluruskan niat, kalau dia di sini demi mengejar kelulusan dalam tempo sesingkat-singkatnya supaya bisa dapat nilai A.Tok. Tok. Tok.Alya mengetuk pintu bercat warna abu silver tersebut dengan dada yang berdebar-debar. Ruangan dosen bernama Raka itu letaknya emang agak kepojok dan menjorok ke dalam. Heran bisa-bisanya orang kaya dapat di tempat yang beginian.Mendapati sekelilingnya yang udah mulai sepi, Alya mulai parno dan berpikir yang enggak-enggak karena takut ada penampakan. Maklum, di lantai lima Fakultas MIPA ini, terkenal dengan angkernya."Assalammu'alaikum Pak, maaf saya Alya. Saya diminta Bu Poppy menemui Bapak."Hening. Tidak ada sahutan. "Loh kemana si Bapak? Kata Bu Poppy ada di ruangannya?"Alya kembali mengecek nama di depan pintu khawatir salah ruangan tapi nama yang tertera di sana benar adanya. Tertulis dengan jelas ruang dosen 'Prof. Dr. Ing. Brian Rakanda Aragani S.P.T M.Sc'. Duh, bacanya juga udah belibet.Alya mengetuk lagi untuk memastikan dan dia bahkan melongokkan kepala untuk melihat ke dalam lewat jendela, khawatir di dalam kosong. Merasa gak ada jawaban, Alya memutuskan untuk kembali nanti, barangkali Pak Raka sedang mengajar tapi pas menengok ke samping tiba-tiba ada seorang gadis kecil yang berlari ke arah Alya."Bunda!" Teriak gadis kecil itu seraya berlari membawa tubuh tambunnya melintasi lorong sunyi. Sontak saja Alya terkejut. Dia yang aslinya penakut udah mulai mau angkat kaki saja.Siapa yang enggak kaget coba? Pasalnya Alya gak pernah bertemu gadis kecil di lantai lima, jangan-jangan dia hantu?Alya teflek memundurkan langkah untuk menjauhi tapi si gadis cilik malah lebih ceria lagi berlari."Bundaaaa! Jangan pergi! Ini Acha!""A-Acha?" tanya Alya gagap sambil melihat ke arah si bocah. "Ja-jadi namamu Acha?" lanjut Alya penasaran tapi juga ketakutan.Dia ingat dulu pernah ada legenda, katanya di lantai lima ada hantu anak kecil yang suka melayang dan mengganggu mahasiswa yang lagi kesepian. Jangan-jangan ...."Bundaaaa! Aku kangen Bunda!" Suara Acha, si anak kecil kembali menggema bersamaan dengan pelukan yang ia daratkan pada Alya.Buk!"Bunda! Bunda ke mana aja? Jangan pergi lagi! Jangan!" rengek bocah itu membuat Alya yang awalnya mau kabur terpaksa diam, seolah ada magnet yang menariknya.Alya merasa aneh, perasaan baru kali ini dia disebut Bunda oleh seorang anak yang gak jelas juntrungannya dari mana. Tapi, untungnya ini bocah kayaknya manusia karena kakinya menapak di lantai."Hey, Dek, sebenarnya kamu siapa? Di mana orang tuamu?""ACHA!"Belum juga Alya mendapatkan jawaban dari bocah perempuan itu,seorang lelaki tiba-tiba menyela dengan nada yang berat membuat gadis itu mendongak. Melihat siapa yang menyapa, seketika dia terkesiap dan mematung karena melihat seorang pria tampan tengah melihat ke arahnya.Sejenak dia terpana karena rasanya seolah melihat model Korea turun ke kampusnya. Coba bayangkan saja, wajah pria itu benar-benar sempurna. Rahangnya yang lancip, hidungnya yang bangir dan matanya yang setajam elang kian menambah kesan kalau dia bukan laki-laki biasa di mata Alya.Melihat kedatangan pria itu, Acha--si gadis kecil itu langsung melonggarkan pelukannya dari Alya dan menuju ke arah lelaki itu."Om Raka! Om! Lihat, Acha ketemu sama Bunda!" Acha memegang tangan pria itu sambil menunjuk ke arah Alya.Alya yang baru tahu kalau pria itu adalah dosen pembimbingnya, seketika tercengang. Oh, ternyata ini yang namanya Pak Raka?Alya membatin sambil tak melepaskan matanya dari Raka yang juga memandangnya. Sesaat mereka bertukar tatap tapi gak lama karena Raka lebih dulu menghindar sambil berdehem pelan."Kamu siapa? Ngapain ada di depan ruangan saya?" tanya Raka dengan wajah keheranan.Ditanya begitu, Alya yang semula bengong kontan terkesiap. "Ah, iya, Pak, saya lupa mengenalkan diri. Selamat siang Pak, saya Alya Nadia panggil saja Alya, mahasiswa bimbingan Bapak," jelas Alya sembari langsung berdiri sopan. Sementara dia masih menatap Alya seolah tengah melihat hantu."Jadi kamu yang namanya Alya?""Ya, Pak.""Hem, ternyata ini yang namanya Alya." Terdengar Raka menggumam sambil sesekali mengamati. Lelaki itu berulang kali mengerutkan dahi seolah bingung membuat Alya keki sendiri.Ngapain sih nih dosen? Kayak aneh lihat gue, apa tampilan gue buluk banget, sampe mata dia nyureng-nyureng begitu?"Om, Kakak itu benar Bunda, kan?" Suara Acha yang imut memecah situasi canggung yang terjadi antara Alya dan Raka.Raka yang tersadar lantas mengelus puncak gadis kecil bernama Acha itu. "Bukan Cha, dia bukan Bunda. Kak Alya ini adalah mahasiwa Om, kamu salah orang.""Bohong! Om pasti boongin Acha.""Kalau gak percaya coba tanya sendiri."Acha sang bocah lugu, menengokkan kepala ke arah Alya yang masih tersenyum. Dia memandang sedih Alya dan melihat secara seksama."Jadi, Kakak bukan Bundanya Acha?" tanya Acha kecewa.Alya menggeleng pelan. "Bukan, kakak bukannya Bunda Acha. Tapi Kakak mau kok berteman dengan Acha. Acha mau gak temenan sama kakak?" tanya Alya lembut. Dia merasa sedih ketika melihat bocah perempuan itu tampak kecewa pas tahu kalau dia bukan ibunya.Acha mengangguk ceria. "Mau mau mau. Acha mau temenan sama Kakak. Boleh kan, Om? Acha mau temenan sama kak Alya?"Dia beralih ke arah Raka yang masih terpaku pada wajah Alya yang benar-benar mirip sama kakaknya. Pria itu tampak gak percaya, mengapa ada wanita semirip ini dengan Kak Diana.Tiba-tiba satu ide gila terbit di benak Raka. Entah mengapa dia merasa hanya Alya bisa melakukannya."Om!" panggil Acha lagi."Oh, eh, ya boleh dong. Nah, karena udah temenan sekarang Acha mau gak nunggu di ruangan Om dulu? Mau, kan?" bujuk Raka pada keponakannya.Acha merengek, gadis kecil itu menarik-narik kemeja Pak Raka. "Gak mau! Acha mau sama Kakak yang mirip Bunda itu!""Eh, gak boleh gitu, ingat kalau Acha nakal, Acha gak boleh main lagi ke sini loh sama Nenek," ujar Raka mencoba memberikan ancaman kecil agar bocah itu menurut.Dinasehati begitu, akhirnya Acha menyerah. Dengan mulut manyun dan setelah melambaikan tangan pada Alya, pada akhirnya Acha meninggalkan Alya dan Raka berdua saja.Sepeninggal Acha, Raka berjalan tegap menemui Alya yang masih terdiam dengan wajah kebingungan menyaksikan perdebatan om dan keponakannya itu."Kamu pasti kaget kenapa Acha bersikap kayak tadi, ya?" tanya Raka pada Alya.Mereka berdua sekarang sudah berdiri saling berhadapan di depan ruangan Raka.Alya mengangguk pelan. "Iya Pak, saya sempat bingung tapi gak apa-apa. Setelah saya mendengar obrolan Bapak dan Acha saya paham mungkin dia nganggap saya Bundanya. Tapi, apa semirip itu, ya?" tanya Alya penasaran. Gadis itu tahu kalau hal ini terlalu privasi untuk dibahas di pertemuan awal mereka tapi dia kepo saja.Raka tersenyum simpul. "Ya, sangat mirip. Makanya saya juga kaget, saya gak kira kamu semirip itu dengan almarhumah Mbak Diana. Eh, tapi sudahlah jangan dibahas. Oh ya, Alya, saya mau nanya sesuatu. Apa kamu sudah punya calon suami?"Alis Alya menukik mendengar pertanyaan Raka yang tiba-tiba menyinggung ke arah sana. Perasaan dia ke sini buat bimbingan buat taarufan. "Calon suami? Belum Pak, kenapa Pak?"Raka menarik napas lega. "Baguslah. Kalau begitu kamu mau menikah dengan saya? Saya pastikan kamu akan wisuda asal kamu mau bekerja sama saya."Jika sebelumnya jantung Alya hampir copot karena dikagetkan dengan kenyataan kalau dia mirip kakaknya Raka sekarang jantungnya mungkin sudah hanyut ke samudera karena pertanyaan Raka.Gadis itu seolah apa yang dikatakan Raka terlalu gila untuk didengarnya."Apa? Menikah sama Bapak? Maaf, Pak, jangan bercanda! Saya ke sini buat bimbingan loh Pak, bukan gombalan!" sergah Alya dengan nada tinggi.Ini dosen stress apa gimana, sih?Namun, bukannya berhenti Raka malah lebih serius menatap Alya. Pria itu malah mendekatkan jarak mereka. "Siapa yang menggombal? Saya serius ingin melamar kamu! Jadi, saya harap kamu gak menolak saya? Saya tahu kamu juga butuh saya!" tegas Raka membuat mulut Alya semakin menganga hebat."APA?!"Bab 2. Negosiasi "Saya didesak oleh orang tua saya Ya, saya tahu ini mungkin terlalu mengejutkan. Mengingat ini kali pertama kita bertemu, saya juga gak mau disangka memanfaatkan keadaan tapi melihat Acha dekat kamu saya rasa kamu orang yang tepat dan lagi pula sepertinya kita bisa win-win solution. Saya butuh kamu untuk menjadi istri saya secara pura-pura, jadi apa kamu bersedia?" Alya merasa dunianya jungkir balik setelah bertemu dengan Raka. Milyaran kali pun Alya berpikir kalau ini adalah suatu kesalahan tapi nyatanya itulah yang terjadi. Raka--dosen pembimbingnya telah melamar di awal pertemuan mereka.Gila? Ya, ini gila. Mana ada pria yang sebegitu anehnya seperti Raka? Hanya karena dia terdesak dan Alya mirip kakaknya, Raka sampai melamarnya begitu saja.Ah, ini bencana.Tentu saja hal ini membuat Alya bimbang dengan tawaran yang diberikan oleh Raka. Alya tidak menyangka akan berada dikondisi seperti ini. Gara-gara penawaran itu, selama perjalanan pulang dari kampus, Alya ha
Alya tercekat ketika melihat Raka hadir di rumahnya dengan wajah tanpa dosa. Diam-diam Alya curiga kalau Raka memang mengikutinya. Tapi, meski begitu entah mengapa ada rasa lega yang menggelayuti hati Alya ketika melihat ada Raka hadir di waktu yang genting seperti ini.Alya berharap dengan hadirnya Raka, malam ini juga keluarganya akan terbebas dari Babeh Rojali sang rentenir karena Raka yang akan membayarkan semua hutang dia dan Emaknya. Meski setelahnya, Alya ragu bisakah dia membayar Raka? Ataukah Alya emang ditakdirkan untuk menerima tawaran sang duda? "Astaga! Pak Raka?" teriak Alya sambil menutup mulutnya yang menganga membuat Emak menyusuri arah pandang anaknya. "Pak Raka? Siapa dia, Ya? Pacar lu? Kok Emak baru lihat." Emak melihat Raka sampai nyureng-nyureng. Di mata Emak, baru kali ini Alya membawa lelaki ke rumah mereka. Optimisme Emak terbit melihat Raka yang tampan nan rupawan tersebut mengatakan akan membayarkan hutang. Tak menggubris pertanyaan Emak, Alya menghamp
Malam sudah semakin larut, tapi mata Alya anehnya masih enggan terpejam. Berapa kali pun Alya mencoba untuk tidur rasanya nihil otaknya kembali teringat peristiwa beberapa jam lalu saat dia akhirnya mengambil keputusan besar dalam waktu singkat yaitu menerima tawaran Raka. Alya akui, dia memang tdak punya pilihan. Seperti kata Emak, Raka sudah berjasa dalam hidup mereka dan kapan lagi ada pria sebaik Raka.Ya Salam. Kenape gue jadi gelisah begini, ya? Alya ngebatin.Dia melirik jam yang ada di dinding. Ternyata waktu sudah menunjukan pukul satu dini hari. Pantas saja dunia sudah terasa sangat sunyi bagi Alya. Di dalam keheningan kamarnya, tiba-tiba matanya beralih ke salah satu foto yang ada di atas nakas. Lama, mata Alya berhenti di sana memandangi foto dirinya yang masih remaja sedang tertawa lepas bersama almarhum sang ayah. "Beh, anakmu mau nikah, Beh." Tanpa terasa, air mata Alya menetes karen mengingat kalau sekarang dia akan menikah tanpa kehadiran Babeh di sisinya. "Beh,
Bab 5.Yang namanya keinginan dosen, mau kita sudi atau tidak pasti harus diikuti. Terlepas seberapa sakit dan ikhlas kita memenuhinya tapi inilah yang harus dihadapi. Nasi telah menjadi bubur, Alya harus menerima keputusan Raka untuk menikah dua minggu lagi. Salah. Alya mengakui kalau semua ini berawal dari kesalahannya sendiri. Dia yang meminta bantuan sama Raka jadi sudah semestinya dia setia pada janjinya. Termasuk tentang pernikahan yang dipercepat. Sejujurnya, sampai sekarang Alya sendiri belum sepenuhnya lega. Bayang-bayang chat dari Aji dan rasa khawatir tidak bisa masuk ke keluarga Raka membuat Alya ragu untuk meneruskan semuanya. Namun, sebagai gadis yang memiliki budi pekerti bagaimana pun Alya harus menerima resikonya, setidaknya sampai hutang budinya dikatakan lunas dan memastikan keluarga Raka aman sentosa.Ya, sampai situ saja. Titik. Tanpa koma. [Ya, kamu ingat kan janji kita hari ini. Hari ini jam 11 kita akan fitting baju dan pilih cincin. Kamu jangan lupa? Tempatn
Bab 6"Lancang kamu Raka! Ibu tidak habis pikir dengan pola pikir kamu. Kamu mau menggantikan Maura dengan bocah ingusan ini?" Sekali lagi, ibunya Raka meneriaki Alya dan Raka yang ada di hadapannya. Telunjuk wanita paruh baya itu mengarah tepat ke wajah Alya yang sudah memucat sempurna. Siapa pun pasti tidak mengira kalau pertemuan tak terduga di butik akan memantik amarah ibunya Raka.Alya tidak menyangka, secepat ini dia bertemu dengan sang calon ibu mertua yang wajahnya lumayan judes tapi pembawaannya khas orang kaya tersebut. Padahal, Alya belum ada persiapan apa-apa, sungguh awal yang buruk.Namun, meski Alya merasa takut dan nyalinya sedikit menciut , Alya tidak bisa pergi begitu saja. Bagaimanapun, kesepakatannya dengan sang dosen sudah resmi dilakukan.Beruntung, Raka yang ada di sebelah Alya bergeming. Pria tampan itu nampak tak menanggapi serius ucapan ibunya. "Raka, kenapa kamu diam aja? Jawab pertanyaan Ibu!" Teriak Bu Lili , karena melihat Raka tak merespon ucapannya.R
"Pak? Maaf kok Bapak diam saja? Apa saya terlihat aneh?"Sekali lagi Alya berdiri gugup di depan lelaki yang sejak tadi memandangnya dengan tatapan seolah terpana. Baru kali ini, Alya memakai gaun pengantin seperti ini untuk seorang pria dan itu membuat getaran tersendiri di dalam hatinya.Gadis itu tak memungkiri kalau dia deg-degan akibat pandangan Raka yang berbeda. Selayaknya wanita normal, tatapan kagum Raka bisa membuatnya salah paham. Tapi, Alya tidak mau kegeeran karena takut ketika Alya mulai mengembangkan rasa, eh, sang dosen gak menganggapnya apa-apa.Alya harus bisa jaga hati dan ingat semua ini hanyalah karena balas budi."Pak, hello?" Alya mengipas-ngipaskan tangan di depan Raka yang masih bengong melihatnya. 'Ini orang gak kesambet, kan? Kok diam aja?' Alya ngebatin bingung."Pak?"Raka pun terkesiap. "Oh, eh, iya, bagus. Gak aneh, kok. Kamu bagus memakainya. Ya ... setidaknya Raifa mengerjakan semua dengan baik," ujar Raka sambil cepat membuang pandangannya ke arah la
Tatapan sinis Maura masih membayang-bayangi Alya. Gadis itu tidak menyangka jika gadis yang digadang-gadang akan menjadi calon istri Raka adalah Maura yang merupakan salah satu dosen di jurusannya.Terkejut? Jelas. Alya merasa dirinya seolah dibenturkan dengan fakta yang mengenaskan. Alya tidak bisa membayangkan akan secanggung apa nantinya mereka di kampus, apalagi Maura itu terkenal jutek dan tidak berprikemanusiaan."Alya. Ayo, kita ke dalam. Maaf, Maura kami duluan." Seolah memahami ketakutan Alya, Raka mengamit lengan calon istrinya dan menjauhkannya dari Maura yang sudah emosi jiwa.Alya terkesiap. "Eh, oh, iya Pak."Tanpa mengindahkan Maura yang masih menatapnya sinis seusai perkenalan dadakan tadi, dengan sangat terpaksa Alya memasuki rumah mewah itu.Sampai di dalam, Alya tak berhenti takjub dengan desain rumah dan furniture yang melengkapi kemewahannya. Andai Alya gak sadar kalau dia sedang di rumah Raka, mungkin gadis itu sudah melongo saking kagumnya. Cuman karena takut
Sepanjang jalan pulang dari pertemuan keluarga yang terlalu mendrama dari rumah Raka, suasana mobil diselimuti sunyi. Raka bungkam seribu bahasa, menyetir mobil dengan konsentrasi penuh seolah jalan ada pusat perputaran dalam hidupnya. Melihat itu, Alya yang duduk di samping Raka jadi bingung harus bersikap apa. Alhasil, gadis itu hanya bisa membuang pandangannya ke arah samping jendela mobil. Tak berapa lama mobil mereka berhenti di lampu merah. Tiba-tiba tangan Raka terulur untuk membuka dashboard yang ada di depan Alya. "Ini cincin yang tadi kamu pilih," katanya sambil menyerahkan kotak cincin itu tanpa menengok Alya. "Hah? Cincin?" Alya mengangkat kotak itu bingung. "Iya dan ini kalungnya." Belum selesai keterkejutan Alya, Raka sudah mengeluarkan lagi sebuah kotak khusus seperti kotak kalung. Melihat apa yang dibawa Raka, gadis itu makin terkejut. Terlebih kalung itu adalah kalung yang ia perhatikan dengan seksama saat masih di toko perhiasan."Pak, kok saya dapat sama kalun
Malam harinya. Aku menutup pintu kamarku dengan rapat, kali ini aku tak mau berbicara apa pun termasuk dengan Pak Raka. Entah kenapa, semenjak aku melihat dia bersama Maura di kantin rasanya malas bertemu suamiku.Padahal. Siapa aku? Aku hanya istri rahasia, gak sepatutnya sibuk menjauhi dan cemburu.Namun, harus kuakui, semenjak Pak Raka membantuku pada saat pemakaman ibu, perasaanku jadi mendadak aneh. Apalagi ketika dia membelaku di depan ibunya semakin lama semakin hati ini kian berdebar kencang saja.Apa ini yang dinamakan cinta? Ataukah aku hanya terbawa suasana? Eh, tapi kan bukankah Pak Raka bilang aku gak boleh mencintainya karena dia tidak mungkin menyentuhku? Agh, mengingat itu entah mengapa aku jadi serasa ditusuk sembilu.Agh, sial! Ini benar-benar mengganggu.Berat. Kubawa tubuh ini untuk berbaring miring di atas ranjang, penat rasanya memikirkan semua keraguanku, bahkan saking tak enak hatinya, nafsu makanku pun jadi ikutan tiarap. Tak lama kudengar derap langkah ses
"Ibu ingin pernikahan kalian dirahasiakan sampai Raka jadi komisaris. Bagaimana kalian mau kan? Jujur, Ibu sangat takut ini akan bermasalah ke depannya, seperti diketahui kalian juga nikah diam-diam. Ini sungguh keterlaluan." Sekali lagi aku mengingat ucapan Bu Lili semalam yang cukup membuatku syok sampai sekarang dan aku pikir Pak Raka pun sama. Pria itu pasti gak menyangka kalau pada akhirnya Bu Lili memergoki kami secepat ini, padahal kami berencana datang ke rumah mereka besok dan mengatakan semuanya. Namun, apa yang mau dikata. Nasi telah menjadi bubur, Bu Lili sudah murka karena Pak Raka tak meminta ijinnya. Tak bisa terelakan, menyaksikan kemarahan itu nyaliku yang pada awalnya menggebu diam-diam jadi menciut. Apalagi setelah mendengar syarat Bu Lili yang katanya akan memaafkan kami jika aku dan Pak Raka bisa merahasiakan pernikahan ini sampai Pak Raka jadi komisaris dan aku wisuda. Ya Salam. Sehina ini jadi mahasiswa warisan budaya? Coba bayangkan, sampai mertuaku pun malas
Dengan canggung aku meletakkan segelas teh di meja kecil yang ada di ruang tamu sederhana dan lalu duduk di samping Pak Raka. Di depan kami sudah ada Bu Lili yang sedang duduk tegak dengan pandangan mata yang menyorot tajam padaku dan Pak Raka.Glek. Aku menelan ludah grogi, lalu memutuskan untuk menundukkan kepala dalam. Menurutku situasi kali ini sangat tak menguntungkan, siapa sangka di saat kami sedang sibuk menguruskan masalah skripsi Bu Lili malah datang menyantroni. Masih kuingat tadi tatapan Bu Lili yang tajam saat tadi aku membuka pintu. Terlihat sekali kalau Bu Lili murka ketika melihat aku ada di rumah anaknya. Aku tidak memahami bagaimana cara Pak Raka menjelaskan pada ibunya tapi aku hanya berharap Bu Lili memahami kondisiku yang telah menjadi istri anaknya walau masih berstatus istri secara agama. "Silahkan diminum Bu." Pak Raka menyodorkan cangkir yang berisi air teh itu ke arah Bu Lili tapi wanita paruh baya itu menggeleng tegas. "Enggak. Ibu gak mau minum, jelask
"Jadi Ini judul skripsi kamu?" Pak Raka tak melepaskan pandangannya dari map biru yang kuberikan. "Ya Pak," jawabku canggung. Saat ini kami sudah berada di ruang tengah. Kami duduk berhadapan dan dipisahkan oleh meja.Sepulangnya dari pemakaman, Pak Raka benar-benar menjalankan janjinya untuk memberikan bimbingan. Seingatku ini kali pertama kami membahas tentang skripsiku.Namun, selama berjalannya bimbingan dadakan dengan status yang berbeda, aku mengakui ternyata nyaliku hampir ciut karena berhadapan dengan dosen yang bermetamorfosa jadi pembimbing rumah tangga. Aku tidak yakin Pak Raka akan menerima hasil skripsiku, apalagi aku tahu Pak Raka itu adalah dosen galak yang punya standar tinggi.Pak Raka membenarkan letak kacamatanya, tubuhnya condong ke depan sambil terus membolak-balik berkasku sampai jantungku ikut kebalik setiap Pak Raka menggerakannya. Oh Tuhan, begini amat jadi mahasiswa warisan budaya! "Kamu berpikir judulmu bagus? Unhairing Kulit Sapi dengan Metode Enzim?"
POV Alya Pembicaraan tadi pagi dengan Pak Raka membat pikiranku seolah gak ada di tempatnya. Sejujurnya, sampai sekarang aku masih syok dan sekaligus tak menyangka kalau ternyata alasan Pak Raka gak menikah lagi dan menjauhi wanita ternyata karena dia seorang impoten. Wow. Amazing really? Ini mah sih judulnya bukan 'Ganteng-Ganteng Serigala tapi 'Ganteng-Ganteng Impoten'. Ya Allah, gini amat ujian perawan? Sekalinya dinikahi eh, malah gak bisa berkembang biak dan hanya dijadikan tumbal perjanjian. Mana, kayaknya Pak Raka ogah banget nerusin pernikahan ini karena dia sama sekali tidak menjawab saat aku bertanya tentang kemungkinan ke depannya. "Lihat nantilah, saya hanya gak mau kalau kamu terluka karena saya."Sekali lagi, aku terngiang ucapannya saat kami mau berangkat tadi. Sumpah, aku tidak tahu niat Pak Raka mengapa dia bilang begitu? Emang kenapa kalau semisal nanti aku jatuh cinta padanya? Mengapa aku akan terluka? Di saat aku sedang sibuk-sibuknya berpikir tiba-tiba aku ba
POV Alya.Pak Raka menggendongku? Apakah aku bermimpi? Jujur, ini kali pertama aku memeluk leher seorang pria dan itu ternyata Pak Raka. Duh, mana dia bilang kalau aku berat. Emang aku seberat itu ya? Perasaan aku sudah mengurangi porsi makanku deh. Aku berbicara sendiri sambil melihat bentuk badanku yang menurutku baik-baik saja. Namun, setelah aku digendong Pak Raka gara-gara kecoa entah mengapa pikiranku jadi gak tenang karena setiap melihatnya dadaku kerap kali berdebar kencang. Aku tak menyangka kalau pesona seorang Raka bisa membiusku sebegininya. Ah, tapi meski dia tampan, mapan dan rupawan aku gak boleh jatuh cinta! Gak boleh!Tok. Tok. Tok. "Alya, kamu sudah selesai?" Kepalaku sontak menoleh ke samping dan kutemukan Pak Raka sedang melihatku dari ambang pintu yang sedikit terbuka. Dengan mode Putri Solo turun dari comberan aku pun mendatangi Pak Raka dengan gugup. "Eh, Pak Raka? Iya Pak saya udah selesai," ujarku seraya nyengir kuda. "Oh, ya, sebenarnya kita mau ke mana
Alya paham. Pernikahan rahasianya ini begitu berbeda dan banyak pantangannya. Dari mulai tidak boleh bersentuhan, tidak boleh tidur sekamar sampai tidak boleh mencampuri urusan masing-masing pun ada dalam kesepakatan pernikahan yang disetujui oleh Alya dan Raka sebagai suami yang juga merangkap dosen pembimbingnya.Walau pun Alya sempat merasa syarat itu terlalu berlebihan tapi dengan sangat terpaksa Alya harus menerimanya. Namanya juga pernikahan kontrak, meski gak suka tetap harus ada batasan agar tidak melanggar perjanjian.Lagian sebagai mahasiswa dan istri rahasia Raka, sudah sepatutnya Alya hanya perlu menjalankan misi sesuai kesepakatan tanpa perlu melibatkan hati. Jikalau nanti pada akhirnya Alya jatuh cinta, itu mah sudah beda urusannya.Namun, yang pasti sekarang bagi Alya pernikahan ini terjadi hanya untuk membalas budi dan menjalankan wasiat Emak saja. Dia gak boleh menjadi istri yang durhaka. Bagaimana pun Raka sudah sangat baik padanya dan bahkan menemani Alya saat dia m
Sejatinya rasa kehilangan itu wajar. Tidak ada satu manusia pun rasanya yang akan terlihat baik-baik saja ketika kehilangan anggota keluarga apalagi dia adalah ibunya sendiri.Menyadari kalau rumah itu telah kehilangan satu penghuninya membuat Alya senantiasa mengeluarkan air mata.Sialnya di tengah rasa duka, masih saja ada orang yang membahas hal konyol seperti Aji. Siapa sangka di antara rasa luka yang masih menghimpit dada, Aji malah mempertanyakan mengapa Alya menikah dengan Raka--dosen pembimbingnya."Aji? Bagaimana kamu tahu tentang pernikahanku?" tanya Alya terkejut. Manik hitam gadis itu mengerjap karena gak menyangka kalau Aji--lelaki yang selama ini sempat ia sukai mengenai perihal pernikahannya yang sebenarnya rahasia.Alya kira pernikahan dia dan Raka tidak akan ada yang tahu karena dilakukan secara darurat dan tertutup. Apalagi akad mereka dilakukan di rumah sakit dan hanya beberapa pihak yang tahu.Mungkinkah Aji memata-matainya? Tapi mana mungkin Aji jadi penguntit,
POV AuthorEmak sudah dipindah ke ruang ICU karena beberapa kali napasnya sempat terhenti. Ternyata operasi besar yang dijalani gak terlalu menunjukan hasil yang berarti.Menimbang itu, semua orang sepakat mengadakan akad darurat di ruangan ICU dalam tempo sesingkat-singkatnya. Tentu atas seijin pihak rumah sakit dan dokter Farhan--dokter yang menangani Emak. Semua persiapan akad yang awalnya dirasa mustahil, berkat kepiawaian Raka akan terlaksa saat ini juga dengan mengandalkan saksi yang sudah ada. Raka yang kini bertanggung jawab pada hidup Alya, langsung bergerak meminta Gara dan Sultan--dua orang temannya untuk menjadi saksi pernikahan mereka. Sementara dari pihak Alya, ada Mang Ujang-- pamannya Alya dan Pak RT yang menjadi membantu terlaksananya pernikahan Alya dan Raka. Pamannya Alya sengaja dihubungi jauh-jauh dari Depok karena hanya dia satu-satunya keluarga Emak yang masih dekat.Masih dengan terbaring Emak sebagai ibu Alya hanya bisa menatap anaknya. Kondisinya yang kian