Lunar pikir bahwa suaminya akan pergi setelah mendapatkan telepon yang dia yakini adalah istri dah lelaki itu. Ternyata Bumi justru malah mengajaknya untuk memadu kasih hingga pagi yang masih petang. Kini saat Lunar bangun, tidak ada tanda-tanda adanya sang suami di dalam kamar. Suasana hatinya seketika redup. Dia berpikir bahwa suaminya akan ada di sisinya, nyatanya lelaki itu malah tidak ada di sana. Mungkin pergi saat dia sedang tertidur. "Pasti dia menyentuhku agar tidak kecewa saat dia akan pergi," gumamnya dengan lirih. Namun, dia malah kecewa dengan kepergian Bumi tanpa berpamitan padanya. Tidak ingin semakin sedih, Lunar pun turun ke bawah. Jam masih menunjukkan pukul setengah enam pagi, masih banyak waktu untuk bersiap ke kantor. "Kamu sudah bangun?" tanya seorang lelaki yang berada di ruang tamu. Mata perempuan itu membulat melihat suaminya masih berada di apartemen. Segera dia hampiri lelaki itu. "Mas masih di sini? Aku pikir ... .""Kamu pikir aku pergi menemui istri
"Tetapi dia terlihat seperti perempuan single," kata Frans lagi saat melihat pada Lunar yang masih cantik. Tanpa laki-laki itu duga, Bumi mengepalkan kedua tangannya. Siapa yang tidak marah jika ada laki-laki yang terang-terangan menyukai istrinya. Tidak ada yang bisa disalahkan, tetapi Bumi tetap saja kesal pada Frans yang lancang berkenalan dengan sang istri. Serta pada Lunar yang malah makan di luar. "Aku sudah menikah." Lunar menunjukkan cincin di jari manisnya. "Ini cincin pernikahanku, bukan sebagai hiasan di jari saja."Frans mengangguk seolah paham. "Kalau begitu aku tunggu jandamu saja. Ya, siapa tahu nanti kamu bercerai dengan suamimu."Dengan begitu santainya laki-laki itu mengatakan hal tersebut. Sedangkan Lunar malah merasakan tangan suaminya yang memegang pahanya dengan erat. Namun tidak menyakitkan. Dia tahu pasti Bumi marah pada Frans. Malah dia yang jadi sasaran kemarahannya. "Carilah perempuan lain! Seperti tidak perempuan saja!" seru Bumi masih dengan wajah datar
"Jadi, suami Mbak tidak setuju?" tanya Anya yang meminta untuk bertemu dengan Lunar saat pulang dari kantor. "Iya Nya, maaf ya. Mungkin kamu bisa mencari orang lain yang lebih cocok," balas perempuan itu dengan sungkan. Lunar tidak begitu memaksa pada suaminya untuk ikut, dia sadar bahwa suaminya tidak suka. Makanya dia pun mengalah dan segera mengabarkan pada Anya agar tidak terlalu berharap. "Ya sudah, Mbak. Tidak apa-apa. Aku juga tidak bisa terlalu memaksa, apalagi suami Mbak sudah punya suami."Meski kecewa, Anya berusaha tersenyum, toh memang tidak ada gunanya memaksa. Mungkin bukan takdirnya bekerja sama dengan perempuan yang pernah dia kasari. "Anyways, setelah ini kamu mau ke mana?""Tidak ada. Mbak Lunar sendiri mau ke mana? Langsung pulang?" Perempuan itu mengangguk. "Ya, suamiku berpesan untuk segera pulang. Dia khawatir jika aku terlalu lama di luar dan malah keluyuran.""Suami Mbak posesif ya?"Jika dipikir-pikir, Bumi memang posesif padanya. Bahkan lelaki itu menun
Bumi mengaja meminta istrinya untuk tetap di sana menemaninya buang air. Bukan karena ingin melakukan hal macam-macam. Dia ingin melihat reaksi Lunar yang menurutnya pasti sangat menggemaskan. "Y-ya sudah aku akan tunggui, Mas," jawab perempuan tersebut membelakangi tubuh suaminya. Tidak ada balasan dari Bumi, hanya bunyi air yang mengalir di closet. "Sudah! Berbaliklah!" Lunar berbalik seraya melihat suaminya yang sudah mengenakan kembali celananya. Dengan cepat dia pun kembali memapah Bumi hingga kembali berbaring di ranjang. "Mas, a-aku mau bersiap ke Kantor ya?"Dahi Bumi mengerut. "Kamu mau meninggalkan suamimu yang sedang sakit?!""Bu-bukan begitu, tetapi aku ... .""Hubungi Tian dan bilang kalau kamu tidak masuk untuk merawatku!"Lunar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Bagaimana bisa dia seenaknya libur dengan alasan yang dikatakan oleh Bumi? Bisa-bisa para karyawan akan membuat hal yang menghebohkan, apalagi berbarengan dengan atasan yang tidak masuk. "Hanya sebenta
Lega rasanya saat satu masalah sudah diselesaikan. Lunar berharap agar tidak ada masalah lainnya, cukup masalh yang sudah-sudah saja, karena dia sudah biasa mengadapinya. Seperti, cibiran atau omongan para karyawan tentangnya di belakang. "Mbak, kata Tuan siang ini Mbak Lunar harus pulang. Bawakan makanan yang dia inginkan sekaligus ... ." Tian menghentikan ucapannya dengan kikuk. "Ingin disuapi!"Uhuk! Lunar yang sedang minum tersendak sampai memukul pelan dadanya. Dia tidak percaya bahwa atasannya akan berkata seperti itu pada asistennya. "Sepertinya Tuan manja pada Mbak. Dulu sakit dia juga begitu," ujar pemuda itu sambil menunjukkan giginya. "Pada istri sahnya?"Karena Tian bilang dulu, jadinya Lunar berpikir bahwa Bumi yang sudah menikah sedang sakit dan dirawat oleh istri sahnya. Tidak mungkin dengan wanita lain. Meskipun Bumi menikahinya, bukan berarti lelaki itu suka main perempuan. Lunar yakin itu. "Bukan. Tetapi pada Nyonya Besar.""Kalau pada istri sahnya? Tidak mungki
Lunar pikir kalau orang sakit tidak akan bisa melakukan apa pun termasuk bercinta. Namun berbeda dengan Bumi yang kuat hingga beberapa ronde menggarapnya. Lelaki itu menghentikan aksinya setelah mendengar peru perempuan itu bunyi minta untuk diisi. "Makan yang banyak," kata lelaki itu melihat sang istri yang makan dengan lahap. "Jangan bilang Mas Bumi mau lagi?"Kalau sampai suaminya mau minta jatah lagi, Lunar angkat tangan. Dia tidak sanggup, seluruh badannya masih terasa sakit. Berbeda dengan Bumi sudah terlihat lebih berbinar, tetapi badannya masih sedikit hangat. "Kalau kamu mau, dengan senang hati aku akan mengabulkannya," seru lelaki itu dengan santai. Dengan lekas perempuan itu menggelengkan kepalanya. "Aku capek, Mas. Mau istirahat saja. Badanku rasanya remuk semua. Yang ada, malah aku ikutan sakit."Bumi mengelus pelan kepala istrinya seraya berkata, " Kalau kamu sakit dengan senang hati aku akan merawat kamu."Mata Lunar seketika memicing mendengar ucapan suaminya. "Ka
Pagi yang cerah untuk memulai pekerjaan dengan semangat. Begitulah yang Lunar pikirkan. Sayangnya ekspektasi tidak sesuai dengan realita. Bumi memberikannya beberapa berkas yang harus diselesaikan saat itu juga. Ingin minta tolong Tian, pemuda itu ditugaskan untuk menghendle perayaan ulang tahun perusahaan yang tinggal beberapa hari lagi. "Ini berkas terakhir, Tuan. Apakah ada berkas lainnya?"Jam sudah menunjukkan sore hari. Lunar merasa kelaparan dengan perut yang keroncongan. Tadinya dia sudah mau makan bakso bakar yang dilihatnya di medsos. Akan tetapi, demi menyelesaikan perkerjaannya, dia mengurungkan niat ke sana bahkan sampai tidak tidak makan malam. "Sudah selesai. Ayo makan!" kata Bumi seraya mengajak sekretarisnya makan bersama. "Aku tahu kamu belum makan siang. Makanya, sekarang kamu makan!"Bisa Lunar lihat makanan di depannya terdiri dari steak, pizza, dan cake. Namun, tidak ada satu pun yang perempuan itu sentuh. "Apa aku boleh makan di luar? Ada makanan yang mau aku
Hari perayaan ulang tahun perusahaan tinggal sehari lagi. Lunar baru saja selesai membantu Tian mengecek kesiapan acara. Setelah selesai dia pulang bersama pemuda itu untuk makan malam bersama. Tidak hanya mereka berdua, ada Anya juga yang akan makan bersama mereka. "Aku sudah pesanan makanan untuk kalian," seru Anya saat sampai di kedai mie ayam yang cukup ramai. "Terima kasih, Nya.""Terima kasih, Sayangku."Anya tersenyum menerima tanda terima kasih itu, lalu dia memberikan paper bag pada Lunar yang duduk di sampingnya. "Apa ini?" Perempuan itu melihat isinya dan berisi sebuah kotak. "Itu gaun rancanganku, Mbak. Besok dipakai saat perayaan ya," pinta Anya dengan penuh harap. Lunar melihat sekilas gaun pemberian tunangan Tian yang berwarna hitam kelap-kelip. Tidak dia lihat keseluruhan, nanti gaunnya malah kotor. "Mbak Lunar pasti sudah dibelikan oleh suaminya. Begitu 'kan, Mbak?" seru Tian agar Anya tidak kecewa saat besok Lunar menggunakan pakaian yang pasti dibelikan oleh s