Sepanjang hari pak Kenzie tidak terlihat di kantor. Jujur saja di satu sisi aku merasa tenang karena tidak harus bertemu dengannya. Namun di sisi lain aku merasakan kekosongan dalam hatiku."Ayo pulang Deev. Udah waktunya pulang nih," ucap Ruby membuatku segera mematikan komputer dan merapikan barang-barang."Gimana kalau kita jalan-jalan beli makanan?" saran Ruby."Nggak deh By, aku mau istirahat aja hari ini," ucapku sambil tersenyum."Ya udah kalau gitu. Yuk kita turun!"Aku dan Ruby berjalan bersama menuju lobi dan selama bersama pegawai lain di lift, aku masih mendengar bisik-bisik seperti tadi pagi.Setelah lift terbuka, Ruby langsung cepat-cepat menarikku keluar.Sesampainya di depan, mobil suami Ruby sudah menunggu."Ayo kamu pulang sama aku aja!" paksa Ruby."Nggak-""Aku nggak nerima penolakan ya! Kamu kan nggak mau kuajak makan-makan, seenggaknya ayo pulang bareng!" ucap Ruby membuatku mau tak mau menurutinya."Selamat sore mas," ucapku menyapa suami Ruby."Sore, eh Adeeva,
Aku memikirkan kembali perkataan Gilang padaku. Apakah benar perkataannya bahwa aku harus berpisah dengan Adeeva? Aku mencintainya dan akhirnya bisa menjadi kekasihnya meskipun hanya satu bulan.Hari ini seharusnya aku datang ke kantor karena ada rapat penting. Namun aku memutuskan untuk tidak masuk ke kantor dan hanya ingin tiduran saja di rumah tanpa melakukan apa pun sebagai protes kepada nenek."Dek, kamu nggak berangkat ke kantor? Itu Aldi nanyain terus, kasian," ucap kakakku yang entah sejak kapan sudah ada di rumahku.Aku tidak menjawab dan kembali mengeratkan selimut ke tubuhku. Beberapa saat setelah kakakku membujukku namun tidak berhasil, akhirnya kakakku pergi meninggalkanku sendiri di kamar."Haah, terserah kamu dek, yang penting jangan lupa makan aja," ucap kakakku.Aku tidak memperdulikan perkataan kakakku dan memutuskan untuk tidur seharian.Tiga hari kemudian aku masih tidak keluar dari kamar, aku tidak makan bahkan tidak mandi. Aku tidak peduli jika tubuhku bau bahkan
Aku tersadar dan merasa kaget karena langit-langit yang kulihat bukanlah langit-langit kamarku.Kulihat sekeliling dan ternyata ada kakakku yang sedang tertidur di sofa. Setelahnya aku baru sadar jika ada infus yang menempel di tanganku."Di rumah sakit ya?" tanyaku pada diri sendiri."Kamu udah bangun Dek?" tanya bang Mahendra."Udah Kak, sudah berapa hari aku di rumah sakit?" tanyaku."Dua hari kamu nggak sadarin diri," ucap bang Mahendra membuatku seketika merasakan haus yang teramat sangat."Tolong air," ucapku.Bang Mahendra pun langsung menyodorkan air minum dan meminumkannya padaku setelah menyadarkanku di sandaran kasur rumah sakit."Kamu kenapa Dek? Gara-gara nenek kamu jadi kaya gini?" tanya bang Mahendra membuatku hanya bisa diam."Kalau karena masalah itu, kamu bisa bicarakan baik-baik sama nenek. Nggak perlu ngelakuin hal ekstrim kaya gini, kalau kamu kenapa-kenapa gimana?" tanya bang Mahendra membuatku mengetatkan gigi-gigiku."Memang seharusnya aku kenapa-kenapa aja, ka
Sudah dua tahun sejak pak Kenzie pergi dari kantor meninggalkanku yang saat itu masih berstatus sebagai kekasih kontraknya. Pesan yang dikirim dua tahun lalu itu menjadi terakhir kalinya pak Kenzie memberikan kabar untukku. Setelahnya aku sudah tidak bisa menghubunginya, bahkan sosial media dan emailnya pun sudah tidak aktif, bahkan ada yang sudah dihapus juga.Pesan yang dikirimkan pak Kenzie waktu itu begini isinya,Maafkan aku yang egois karena menginginkanmu menjadi lebih dari sekadar kekasih. Kuharap kamu bahagia dalam waktu yang lama tanpaku.Pesan yang singkat dan selalu teringat dan bahkan mungkin sudah terpatri di kepalaku.Satu tahun pertama yang kulalui tanpa pak Kenzie ternyata menjadi tahun yang berat.***Flashback satu tahun lalu."Kita mau ke mana lagi?" tanya Gilang.Aku hanya diam tidak menjawab karena tidak terlalu mendengar pertanyaan apa yang barusan Gilang lontarkan."Deev, kita mau ke mana lagi setelah ini?" tanya Gilang sekali lagi sambil menepuk bahuku."Eh, t
Semalam Gilang mendadak mengajakku untuk bertemu dengan kedua orang tuanya. Jadilah hari ini sedari pagi aku sudah bersiap-siap untuk menemui orang tua Gilang."Pakai baju apa ya cocoknya?" ucapku sambil mencocokkan satu per satu baju di depan cermin."Ish! Kenapa mendadak gitu sih?! Aku kan jadi bingung," gerutuku sambil melempar baju ke tempat tidur."Haah, untung aja ketemunya sore. Jadi bisa siap-siap dulu sekarang."Akhirnya aku memutuskan untuk mengerjakan pekerjaan rumah terlebih dahulu.TingSuara notifikasi terdengar dari ponselku. Siapa pagi-pagi gini? Setelah kutengok, ternyata itu Gilang.Pagi cantik, jangan lupa ya sore ini kita mau ketemu orang tuaku.Pesan singkat itu bukannya membuatku bahagia namun malah membuatku kesal."Bodo amat! Masih nanti sore juga!" gumamku.Aku pun menyelesaikan pekerjaan rumah dalam waktu dua jam karena aku melakukan pembersihan secara keseluruhan."Haah, bikin es sirup enak nih." Aku pun segera membuka kulkas mengeluarkan air dingin dari sana
Hari ini aku berangkat kerja seperti biasa. Semalam Gilang mengirimkan banyak pesan dan melakukan banyak panggilan, namun tidak kugubris sama sekali."Adeeva Adeeva!" Gilang memanggilku namun aku tidak berhenti dan terus berjalan mengabaikan panggilan darinya."Adeeva tunggu!" seru Gilang sambil menahan tanganku.Aku menepis tangannya dengan kasar."Kenapa? Merasa bersalah? Ngajak ketemuan tapi nggak ada kabar sama sekali. Aku nunggu satu jam di sana, aku juga udah buru-buru dari rumah!" ucapku kesal."Maafin aku Deev, saudaraku ada yang kecelakaan, karena orang tuanya lagi nggak ada di rumah, jadi mau nggak mau keluargaku yang ngurus dia," ucapnya beralasan."Terus aku peduli? Aku bukan orang yang nggak punya hati Lang, tapi harusnya kamu mikir kalau udah punya janji sama orang ya seenggaknya kasih kabar lah, lagian emang harus semua gitu sekeluarga yang nemenin? Satu orang aja udah cukup menurutku.""Maafin aku Deev, aku nggak sempet ngabarin karena kemarin mendadak banget, kita sem
Satu bulan berlalu semenjak Gilang melamarku dan aku pun menerimanya. Hari itu suasana menjadi penuh dengan suka cita.Kami sudah membeli barang-barang untuk seserahan dan mas kawin. Sekarang kami tinggal memesan undangan dan souvenir."Kamu mau undangan yang kaya gini kan Deev?" tanya Gilang padaku."Iya, yang aku kirim ke kamu pokoknya," jawabku."Oke, sekarang kita ke tempat bikin undangan ya," ucap Gilang yang langsung kuangguki.Kami membeli undangan di tempat teman Gilang, bisa custom dan revisi sepuasnya karena mereka saling kenal.Pernikahan kami dijadwalkan akan berlangsung tiga bulan lagi. Untuk makanan, tetangga-tetanggaku dan keluargaku yang akan memasaknya. Dekorasi akan dilakukan oleh pemuda-pemuda di desaku juga. Untuk make up, aku memesan make up dari kota yang sudah kondang dengan hasil make up-nya yang natural namun tetap bagus ketika difoto."Hei Lang, mau bikin undangan sekarang?" tanya teman Gilang setelah kami masuk ke dalam tempat usahanya."Yoi, bisa kan kalau
Tak terasa waktu cepat sekali berlalu, tiba-tiba hari pernikahanku sudah tiba. Aku sudah tiba di desa sejak satu pekan yang lalu. "Nduk, semoga kamu bahagia selalu ya, ibuk sama bapakmu ini cuma bisa mendoakan saja," ucap ibuku membuat air mata yang sedari tadi kutahan pun tak bisa kutahan lagi."Eh eh eh, jangan nangis dong, make up-nya luntur nanti," ucap Ruby yang sudah sejak kemarin sampai di rumahku bersama Angel.Dengan sigap Ruby menyeka air mata yang sudah berada di pelupuk mataku."Keluarga kak Gilang sudah datang!" ucap adik bungsuku berlari ke kamar."Katanya sebentar lagi penghulunya juga datang," ucap salah seorang tetanggaku yang memang bertugas untuk berkomunikasi dengan pak penghulu."Yuk siap-siap dulu, udah cantik gini jangan nangis dulu, nanti aja nangisnya kalau udah selesai akad!" ucap Ruby.Beberapa saat kemudian, tetanggaku kembali mengabarkan bahwa penghulunya sudah ada di sini."Ayo Nak," ucap ibuku lalu menggandengku ke ruang tamu.Gilang dan saksi-saksi yan
Semakin hari aku menjadi semakin gelisah. Tidak ada hari yang berlalu tanpa rasa was-was. Padahal niatku pulang ke sini untuk menjernihkan pikiranku.Aku menjalani aktivitasku seperti biasa di desaku ini. Hanya saja pikiranku yang selalu berkelana tak tahu arah. Telepon dan sms dari nomor asing masih selalu masuk ke handphoneku. Tapi sekarang aku sama sekali tidak peduli dengan semua itu. Aku hanya selalu memblokir nomor-nomor itu. Meskipun nomor asing akan selalu masuk entah berapa banyak pun aku menghapus dan memblokirnya.Aku belum membuka kembali tokoku karena aku sendiri yang mengepak barangnya, dan karena aku tidak membawa satu barang pun dari barang daganganku, jadi aku belum bisa membuka kembali tokoku."Nak, jadi kamu mau tinggal di sini saja?" tanya ibuku tiba-tiba pada suatu siang."Emm, enggak sih Buk, nanti rencananya aku mau pindah rumah kok, aku udah beli juga rumahnya.""Oh ya? Di mana itu?" tanya ibuku kembali."Ya, nggak jauh dari rumah Ruby, temenku itu lho Buk," uc
Lama aku memikirkan apakah harus sekarang menghubunginya ataukah nanti. Aku sangat gelisah, kudengar dari informanku bahwa Adeeva sudah pergi meninggalkan suaminya dan sekarang sedang ada di rumah orang tuanya.Setelah menguatkan hati, aku pun berniat untuk menghubungi Adeeva. Ternyata dia tidak pernah mengganti nomor handphonenya. Seperti menunggu kalau-kalau suatu saat aku akan menghubungi lagi. Ya, meskipun ini hanya rasa percaya diriku, tapi aku akan menyemangati diri sendiri bahwa Adeeva tidak mengganti nomornya karena masih mengharapkan kabarku.Tentu saja nomorku sudah tidak sama sejak terakhir kali kami berhubungan. Karena seperti yang kalian tahu, bahwa selama ini aku membatasi komunikasi dengan semua orang. Bahkan tidak ada satu pun orang dari perusahaanku yang tahu nomor pribadiku. Aku selalu memberi mereka nomor khusus yang kupakai di kantor.Selama perpisahan dengan Adeeva, kupikir hidupku akan mudah. Aku berpikir bahwa tidak butuh waktu lama dan aku akan segera melupakan
Beberapa bulan telah berlalu sejak aku menyelidiki perselingkuhan suamiku. Dengan bukti-bukti yang sudah kudapatkan, sepertinya kami bisa berpisah secepatnya.Setelah pernikahan penuh kesedihan, mungkin ini adalah yang terbaik untuk kami. Aku bisa terlepas dari keluarga besar mas Gilang yang selalu menanyakan kapan kami akan memiliki anak. Jujur saja aku selalu tertekan dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Apakah mereka pikir ketika pasangan yang sudah menikah belum memiliki keturunan, semua adalah salah wanita? Apakah mereka pikir masalahnya selalu ada pada wanita? Mengapa jarang sekali yang berpikir bahwa laki-laki mungkin saja bisa bermasalah?Aku tidak mempermasalahkan hal itu lagi. Hari ini aku memutuskan untuk mengemas barang-barangku untuk keluar dari rumah ini. Di saat aku sedang mengemasi barangku, terdengar suara keras mas Gilang.(kembali ke prolog)Setelah mengatakan semua hal, aku pun bersiap untuk keluar dari rumah."Oh ya, tunggu saja, sebentar lagi surat cerai akan datan
Entah mengapa, beberapa bulan terakhir ini aku merasa suamiku berubah. Tidak, dia tidak berubah total, dia masih baik, dia juga masih menyayangi Angel, namun sekarang dia jarang ada di rumah, dia juga jarang meluangkan waktunya untukku dan Angel.Pernah suatu waktu, ketika Adeeva datang ke rumahku, dia seperti ingin mengatakan satu hal."Kenapa sih Deev, cemas gitu, ada apa?" tanyaku padanya kala itu."Eh? Nggak papa kok By, emm, suami kamu di mana By?" tanyanya tiba-tiba."Entah, tadi sih pamitnya mau ketemu temen di daerah Y. Emang kenapa?""Eh? Oh, enggak, kayanya tadi aku ngeliat suami kamu sih, tapi ya nggak tau bener apa enggaknya, soalnya ya cuma liat sekilas banget," ucapnya dengan suara yang terdengar ragu."Oooh, liat di mana Deev?" tanyaku karena jujur saja aku penasaran."Aku liat suami kamu di jalan ke arah daerah X," jawab Adeeva."Oh gitu ya."Ini aneh, jelas-jelas tadi suamiku berkata akan menemui temannya di daerah Y, daerah X itu ada di jalan yang berkebalikan dengan
Hari ini aku memutuskan untuk libur dari pekerjaanku dan bermain ke rumah Ruby. Selain aku merindukan Angel, aku juga ingin memberitahu Ruby tentang suaminya.Aku memesan taksi dan segera mengatakan alamat rumah Ruby. Karena ini memang hari libur kantor, jadi Ruby ada di rumah."Hai Angel!""Aunty!" Angel berlari ke arahku dengan terburu-buru sampai akhirnya dia malah terjatuh."Hati-hati sayang, jangan lari-larian," ucapku sambil memapah Angel untuk berdiri."Udah dibilangin jangan suka lari-lari, masih aja lari-larian terus," ucap Ruby yang tiba-tiba muncul dari arah dapur."Hai By, gimana kabar?" tanyaku yang langsung memeluknya."Kabar baik Deev. Kamu sendiri baik kan?" tanyanya membalas pelukanku."Baik juga, alhamdulilah.""Ayo masuk. Maaf ya berantakan," ucap Ruby."Enggak kok, wajar berantakan, kan ada anak kecil," ucapku lalu berjalan masuk setelah Ruby mempersilakan."Mau minum apa?" tanya Ruby."Sirup ada nggak?" tanyaku."Ada dong, mau sirup rasa apa? Jeruk? Melon? Leci?"
"Ken! Ada tamu nyari kamu tuh," ucap bang Mahendra masuk ke kamarku."Siapa Kak?" tanyaku."Ya nggak tau juga, turun sana, liat sendiri," ucap bang Mahendra.Aku pun turun dari kamar dan berjalan ke bawah."Oh ternyata kamu," ucapku karena ternyata yang datang adalah detektif pribadi kenalanku."Silakan masuk. Apa kamu sudah mendapatkan apa yang saya minta?" tanyaku yang dijawab dengan anggukan."Baiklah, nanti akan saya transfer biayanya ya, boleh saya minta dokumen yang kamu bawa itu?" tanyaku sambil menunjuk tumpukan kertas-kertas yang dia bawa."Silakan," jawabnya sembari menyodorkan dokumen yang dia bawa."Apakah ada hal lain yang ingin kamu sampaikan?" tanyaku."Tidak Pak," jawabnya singkat."Baiklah, terima kasih, silakan kirimkan saja nanti tagihannya untuk saya," ucapku."Baik." Setelah itu dia langsung pamit untuk pulang. Aku pun segera membuka dokumen yang dibawakan oleh detektif tadi."Siapa dek?" tanya bang Mahendra membuatku langsung cepat-cepat membereskan dokumen yang
"Andrew, aku akan pulang ke negaraku besok," ucapku pada Andrew, sekretarisku.Andrew yang sedang memegang dokumen pun menjatuhkan dokumen-dokumen itu."Bercanda kan?" tanya Andrew padaku."Tentu saja tidak. Aku tidak bercanda, aku bahkan sudah memesan tiket untuk pulang besok. Tolong antarkan aku ke bandara besok pukul delapan pagi," ucapku."Lalu bagaimana pekerjaanmu di sini?!" teriak Andrew frustasi."Aku menyerahkannya padamu. Aku hanya sementara saja pulang, aku akan kembali lagi nanti, setelah aku menjemput calon istriku," ucapku tenang."Memangnya kau sudah punya calon istri?!" tanyanya kaget."Ya, sejujurnya sebelum datang ke sini, aku sedang dekat dengan seseorang. Namun karena keadaan, aku harus meninggalkannya daripada keluarganya diacak-acak oleh nenekku," jawabku."Sulit menjadi orang kaya ya," ucap Andrew."Kau juga kaya kan Drew?!" ucapku."Iya sih, tapi keluargaku membebaskan kami untuk melakukan apa saja," jawabnya."Ya ya, sudahlah, aku benar-benar akan pulang ya, pa
Hari ini adalah hari di mana semua anggota keluarga mas Gilang berkumpul. Semacam melakukan arisan keluarga begitu. Ada banyak orang yang datang biasanya, kata mas Gilang."Udah siap Deev?!" seru mas Gilang dari bawah."Sebentar!" Aku yang masih belum menyelesaikan riasanku pun segera mempercepatnya."Ayo Deev! Telat nanti kita!"Setelah selesai, aku pun bergegas untuk turun."Ayo mas," ucapku pada mas Gilang yang sekarang sedang bertolak pinggang sambil menatapku marah. Entah sejak kapan mas Gilang jadi mudah marah padaku. Aku sendiri tidak tahu apa alasannya."Buruan! Lelet banget sih dandan doang," ucapnya ketus."Yah, dandan kan emang lama mas, kebanyakan perempuan sih gitu," jawabku."Nggak usah banyak omong lah, besok-besok kalau mau ada arisan keluarga gini, kamu siap-siapnya dari sebelum aku mandi, jangan setelah aku mandi baru siap-siap!""Iyaa," jawabku singkat.Kami pun segera masuk ke dalam mobil dan bergegas untuk pergi ke rumah salah satu bibi mas Gilang.Sesampainya di
Tiga bulan berlalu semenjak aku dan mas Gilang menikah, sekarang jualan online-ku sudah mulai berjalan dan sudah memasuki bulan pertama semenjak pertama kali aku memutuskan untuk berjualan secara online. Masih aku sendiri yang bekerja karena aku belum berani merekrut pegawai. Saat ini aku baru saja selesai menyapu rumah dan akan melanjutkan untuk mengepel rumah."Akhirnya selesai juga," ucapku sambil mengusap keringat yang mengalir."Setrikanya kapan-kapan aja deh, sekarang mulai jualan aja kali ya, semangat diriku, ayo mulai promosi!" ucapku sambil mengepalkan tangan.Baru saja kuambil handphoneku, suara bel tiba-tiba berbunyi membuatku bertanya-tanya siapa yang datang di jam segini, karena memang waktu masih menunjukkan pukul sembilan pagi.Aku segera berjalan ke depan pintu dan melihat siapa tamu yang datang."Perempuan? Siapa ya? Aku belum pernah ketemu deh," ucapku bertanya-tanya saat melihat dari jendela ternyata ada seorang wanita yang memakai dress berwarna merah selutut.Lan