Hari ini aku berangkat kerja seperti biasa. Semalam Gilang mengirimkan banyak pesan dan melakukan banyak panggilan, namun tidak kugubris sama sekali."Adeeva Adeeva!" Gilang memanggilku namun aku tidak berhenti dan terus berjalan mengabaikan panggilan darinya."Adeeva tunggu!" seru Gilang sambil menahan tanganku.Aku menepis tangannya dengan kasar."Kenapa? Merasa bersalah? Ngajak ketemuan tapi nggak ada kabar sama sekali. Aku nunggu satu jam di sana, aku juga udah buru-buru dari rumah!" ucapku kesal."Maafin aku Deev, saudaraku ada yang kecelakaan, karena orang tuanya lagi nggak ada di rumah, jadi mau nggak mau keluargaku yang ngurus dia," ucapnya beralasan."Terus aku peduli? Aku bukan orang yang nggak punya hati Lang, tapi harusnya kamu mikir kalau udah punya janji sama orang ya seenggaknya kasih kabar lah, lagian emang harus semua gitu sekeluarga yang nemenin? Satu orang aja udah cukup menurutku.""Maafin aku Deev, aku nggak sempet ngabarin karena kemarin mendadak banget, kita sem
Satu bulan berlalu semenjak Gilang melamarku dan aku pun menerimanya. Hari itu suasana menjadi penuh dengan suka cita.Kami sudah membeli barang-barang untuk seserahan dan mas kawin. Sekarang kami tinggal memesan undangan dan souvenir."Kamu mau undangan yang kaya gini kan Deev?" tanya Gilang padaku."Iya, yang aku kirim ke kamu pokoknya," jawabku."Oke, sekarang kita ke tempat bikin undangan ya," ucap Gilang yang langsung kuangguki.Kami membeli undangan di tempat teman Gilang, bisa custom dan revisi sepuasnya karena mereka saling kenal.Pernikahan kami dijadwalkan akan berlangsung tiga bulan lagi. Untuk makanan, tetangga-tetanggaku dan keluargaku yang akan memasaknya. Dekorasi akan dilakukan oleh pemuda-pemuda di desaku juga. Untuk make up, aku memesan make up dari kota yang sudah kondang dengan hasil make up-nya yang natural namun tetap bagus ketika difoto."Hei Lang, mau bikin undangan sekarang?" tanya teman Gilang setelah kami masuk ke dalam tempat usahanya."Yoi, bisa kan kalau
Tak terasa waktu cepat sekali berlalu, tiba-tiba hari pernikahanku sudah tiba. Aku sudah tiba di desa sejak satu pekan yang lalu. "Nduk, semoga kamu bahagia selalu ya, ibuk sama bapakmu ini cuma bisa mendoakan saja," ucap ibuku membuat air mata yang sedari tadi kutahan pun tak bisa kutahan lagi."Eh eh eh, jangan nangis dong, make up-nya luntur nanti," ucap Ruby yang sudah sejak kemarin sampai di rumahku bersama Angel.Dengan sigap Ruby menyeka air mata yang sudah berada di pelupuk mataku."Keluarga kak Gilang sudah datang!" ucap adik bungsuku berlari ke kamar."Katanya sebentar lagi penghulunya juga datang," ucap salah seorang tetanggaku yang memang bertugas untuk berkomunikasi dengan pak penghulu."Yuk siap-siap dulu, udah cantik gini jangan nangis dulu, nanti aja nangisnya kalau udah selesai akad!" ucap Ruby.Beberapa saat kemudian, tetanggaku kembali mengabarkan bahwa penghulunya sudah ada di sini."Ayo Nak," ucap ibuku lalu menggandengku ke ruang tamu.Gilang dan saksi-saksi yan
Satu pekan setelah pindah rumah, kedua orang tua dan adik-adikku pun sudah diantarkan pulang kembali oleh mas Gilang. Sementara mas Gilang sudah kembali bekerja mulai hari ini.Aku masih sibuk membongkar-bongkar barang bawaan dari rumah kontrakanku. Sebelum menikah aku sudah menyerahkan surat pengunduran diri, jadi sekarang aku akan fokus dengan pekerjaan baruku sebagai ibu rumah tangga. Rencananya sih aku akan berjualan produk secara online."Oh ini kan kotak aneh yang waktu itu dikirim ke rumah ya?" ucapku sambil mengangkat kotak yang entah apa isinya itu."Buka sekarang deh." Dengan segera kuambil gunting untuk membuka kotak tersebut dan betapa terkejutnya aku ketika melihat isinya adalah surat-surat yang bertumpuk. Salah satu isi surat itu membuat perasaanku campur aduk.Hai Deev, bagaimana kabarmu? Semoga baik-baik saja ya, aku tahu kalau surat ini mungkin tak akan sampai ke tempatmu dalam waktu singkat, tapi aku berharap semoga suatu saat kau bisa membaca suratku ini. Aku sehat
Tiga bulan berlalu semenjak aku dan mas Gilang menikah, sekarang jualan online-ku sudah mulai berjalan dan sudah memasuki bulan pertama semenjak pertama kali aku memutuskan untuk berjualan secara online. Masih aku sendiri yang bekerja karena aku belum berani merekrut pegawai. Saat ini aku baru saja selesai menyapu rumah dan akan melanjutkan untuk mengepel rumah."Akhirnya selesai juga," ucapku sambil mengusap keringat yang mengalir."Setrikanya kapan-kapan aja deh, sekarang mulai jualan aja kali ya, semangat diriku, ayo mulai promosi!" ucapku sambil mengepalkan tangan.Baru saja kuambil handphoneku, suara bel tiba-tiba berbunyi membuatku bertanya-tanya siapa yang datang di jam segini, karena memang waktu masih menunjukkan pukul sembilan pagi.Aku segera berjalan ke depan pintu dan melihat siapa tamu yang datang."Perempuan? Siapa ya? Aku belum pernah ketemu deh," ucapku bertanya-tanya saat melihat dari jendela ternyata ada seorang wanita yang memakai dress berwarna merah selutut.Lan
Hari ini adalah hari di mana semua anggota keluarga mas Gilang berkumpul. Semacam melakukan arisan keluarga begitu. Ada banyak orang yang datang biasanya, kata mas Gilang."Udah siap Deev?!" seru mas Gilang dari bawah."Sebentar!" Aku yang masih belum menyelesaikan riasanku pun segera mempercepatnya."Ayo Deev! Telat nanti kita!"Setelah selesai, aku pun bergegas untuk turun."Ayo mas," ucapku pada mas Gilang yang sekarang sedang bertolak pinggang sambil menatapku marah. Entah sejak kapan mas Gilang jadi mudah marah padaku. Aku sendiri tidak tahu apa alasannya."Buruan! Lelet banget sih dandan doang," ucapnya ketus."Yah, dandan kan emang lama mas, kebanyakan perempuan sih gitu," jawabku."Nggak usah banyak omong lah, besok-besok kalau mau ada arisan keluarga gini, kamu siap-siapnya dari sebelum aku mandi, jangan setelah aku mandi baru siap-siap!""Iyaa," jawabku singkat.Kami pun segera masuk ke dalam mobil dan bergegas untuk pergi ke rumah salah satu bibi mas Gilang.Sesampainya di
"Andrew, aku akan pulang ke negaraku besok," ucapku pada Andrew, sekretarisku.Andrew yang sedang memegang dokumen pun menjatuhkan dokumen-dokumen itu."Bercanda kan?" tanya Andrew padaku."Tentu saja tidak. Aku tidak bercanda, aku bahkan sudah memesan tiket untuk pulang besok. Tolong antarkan aku ke bandara besok pukul delapan pagi," ucapku."Lalu bagaimana pekerjaanmu di sini?!" teriak Andrew frustasi."Aku menyerahkannya padamu. Aku hanya sementara saja pulang, aku akan kembali lagi nanti, setelah aku menjemput calon istriku," ucapku tenang."Memangnya kau sudah punya calon istri?!" tanyanya kaget."Ya, sejujurnya sebelum datang ke sini, aku sedang dekat dengan seseorang. Namun karena keadaan, aku harus meninggalkannya daripada keluarganya diacak-acak oleh nenekku," jawabku."Sulit menjadi orang kaya ya," ucap Andrew."Kau juga kaya kan Drew?!" ucapku."Iya sih, tapi keluargaku membebaskan kami untuk melakukan apa saja," jawabnya."Ya ya, sudahlah, aku benar-benar akan pulang ya, pa
"Ken! Ada tamu nyari kamu tuh," ucap bang Mahendra masuk ke kamarku."Siapa Kak?" tanyaku."Ya nggak tau juga, turun sana, liat sendiri," ucap bang Mahendra.Aku pun turun dari kamar dan berjalan ke bawah."Oh ternyata kamu," ucapku karena ternyata yang datang adalah detektif pribadi kenalanku."Silakan masuk. Apa kamu sudah mendapatkan apa yang saya minta?" tanyaku yang dijawab dengan anggukan."Baiklah, nanti akan saya transfer biayanya ya, boleh saya minta dokumen yang kamu bawa itu?" tanyaku sambil menunjuk tumpukan kertas-kertas yang dia bawa."Silakan," jawabnya sembari menyodorkan dokumen yang dia bawa."Apakah ada hal lain yang ingin kamu sampaikan?" tanyaku."Tidak Pak," jawabnya singkat."Baiklah, terima kasih, silakan kirimkan saja nanti tagihannya untuk saya," ucapku."Baik." Setelah itu dia langsung pamit untuk pulang. Aku pun segera membuka dokumen yang dibawakan oleh detektif tadi."Siapa dek?" tanya bang Mahendra membuatku langsung cepat-cepat membereskan dokumen yang