‘A-apa yang dia maksud?’ Anais terbata dalam batinnya usai mendengar ucapan ambigu dari Jade. Sang pria yang menyadari wanitanya mematung di tempat, lantas melirik ke samping. “Kita—“ “Akan membuat daftar kontrak.” Jade menyahut ucapan Anais yang ragu-ragu. Di balik wajah dinginnya, pria tersebut menahan seringai ejekan. Sungguh, dia benar-benar menyukai reaksi sang wanita yang tegang karenanya. ‘Aish, sialan! Mengapa dia harus membuat situasi yang tidak jelas?!’ Anais pun membatin kesal. Dia membuang pandangan ke samping ketika bertatapan mata dengan Jade. Dan itu memicu sang pria untuk menggodanya. Jade mengangkat sebelah alisnya. “Memangnya apa yang Anda pikirkan, Nona? Anda tidak mungkin mengira kita akan—” “Mengapa Anda begitu penasaran dengan isi kepala saya?!” sambar sang wanita memutus tuturan prianya. Anais menggertakkan giginya seakan tak ingin menjadi pihak yang tersudut. “Cepatlah, bukankah Anda bilang ingin membuat daftar kontrak?” sambungnya seraya melempar tata
‘Apa yang dia lakukan? Mengapa dia tidak mengenakan ….’ Jade meredam ucapannya dalam batin.Sensasi panas naik ke pipinya hingga dia langsung membuang pandangan dari Anais. Di depan pintu kamar, sang wanita pun tampak segan. Kaus putih dengan ukuran paling kecil milik Jade, rupanya masih kebesaran saat dia menggunakannya. Begitu pun dengan celana tidur, bahkan sangat longgar di lingkar pinggang, hingga Anais tak memakainya. Beruntung kaus sang pria cukup panjang sampai menutup paha atasnya.‘A-apakah ini terlalu pendek?’ Anais bergeming was-was.Dengan ragu-ragu, Anais pun berkata, “ma-maaf, celananya terlalu besar, jadi tidak muat untuk saya. Apakah saya terlihat aneh?” Anais yang selalu menegakan kepalanya, kini tertunduk malu di hadapan Jade. Dia mati-matian menahan egonya di tengah situasi canggung ini. “Saya keluar untuk mengambil ponsel saya. Lalu … saya bisa menggunakan kamar ini ‘kan?” tutur Anais disertai wajah kakunya.Tak langsung menjawab, Jade malah berpaling lalu bera
‘Minggu depan? Apa dia gila?!’ Anais menyentak dalam benaknya.Dia melirik Jade amat tajam, tapi sang pria tetap menunjukan wajah santai seolah wanitanya memang setuju.“Apa Aretha tidak salah dengar? Kalian akan menikah minggu depan?!” Adik Anais yang sempat tertegun itu, kini mendengkus keras.Dia menatap Anais dan Jade seakan tak percaya dengan berita yang mereka katakan. Reaksinya pun sama dengan Pineti.Istri Tigris Devante tersebut membelalak dan lekas memberang, “Anais, kau jangan bercanda! Meski rumor buruk tentangmu mulai meredam, tapi bagaimana bisa kau menikah dengan pria yang tidak jelas?!”Ucapan Pineti begitu menekan di akhir katanya. Dia menilik Jade sekilas, lantas beralih pada putri angkatnya lagi.“Apalagi kau membuat keputusan tanpa berdiskusi dengan keluarga terlebih dahulu. Apakah kau pikir sikapmu sudah pantas? Pernikahan bukanlah hal sepele!” sengit Pineti melanjutkan.Mendapati ocehan ibu dan putrinya itu, Jade bisa menebak seperti apa kehidupan Anais di mansio
Suara berat dari belakang itu langsung memacu sensasi tegang menjalar di punggung Anais.“Apa yang Anda lakukan di sini?!” sengit sang wanita berpaling.Manik hazelnya langsung memicing tajam, sungguh terganggu dengan keberadaan Jade yang datang tanpa dia minta. Dirinya berniat menjauh, tapi pria itu malah menahan bahunya untuk tetap dalam posisi yang sama.“Jangan banyak bergerak, atau rambut Anda akan semakin sulit lepas dari resleting ini,” sahut Jade pelan.Napasnya yang menghembus hangat, sungguh membuat tengkuk wanitanya semakin mengencang. Anais benar-benar merasa ada sesuatu yang mengguncang dadanya, hingga jantung pun berdegup tak karuan.‘Sial! Apa-apaan dia?!’ batinnya berusaha meredam ketegangan.Bahkan ketika tangan Jade tak sengaja menyentuh kulitnya, wanita tersebut seperti mendapat impresi yang asing. Dirinya buru-buru menarik diri dari sang pria begitu kaitan rambutnya berhasil diurai. Kedua tangannya refleks menutupi tubuh depannya yang menonjol karena model gaunnya
“Katakan pada Denise, dia akan kehilangan satu pelangan VVIP!” tukas Leah amat kesal. Suasana hatinya yang sudah rusak, tidak akan membuatnya tahan berada di satu ruang dan menghirup udara yang sama dengan sang putra. Dengan rahang mengencang, wanita berpenampilan nyentrik itu langsung mangkir ke luar. Bahkan ketika manager dan asisten manager Denise Style menahannya, Leah sengaja berlagak tuli. Dirinya terus melangkah tanpa menggubris panggilan mereka. “Aish, sial! Kita dalam masalah besar!” Sang Manager memaki cemas. Dia berhenti dan mencekal lengan bawahannya. “Kau urus Nona Anais dan calon suaminya di sini, aku akan menenangkan Nyonya Leah.” Begitu mendapat anggukan dari asistennya, manager itu segera mengejar Leah yang sudah hampir mencapai tangga. Langkahnya di atas sepatu hak tinggi tampak tunggang langgang, tapi dia tak peduli meski jatuh sekalipun. Kemarahan Leah bisa mengancam nilai kinerjanya di mata atasan. “Nyonya Leah. Tolong tunggu sebentar, Nyonya!” pekik perempuan
‘Sebenarnya apa yang diinginkan Anais si jalang itu?! Apa dia sengaja ingin bersaing dengan Aretha di hari pernikahan? Sial, dirinya benar-benar wanita rendahan. Harusnya dia sadar dengan posisinya!’ Aretha mengumpat dalam hatinya.Langkahnya terlihat geram begitu keluar dari bilik ganti. BIbirnya tertekuk sebal karena lagi-lagi sang kakak mengacaukan suasana hatinya, meski dia tidak ada di sana. Namun, ketika melihat Denver yang memakai waistcoat suit hitam, wajah Aretha sedikit binar.Sang pria yang tahu wanitanya tengah kesal, lantas berkata, “lihatlah, siapa ini? Dewi San Pedro tampak sangat cantik dengan gaunnya.”Sepasang alis Denver terangkat. Tangan kanannya menjulur, menyelipkan anakan rambut Aretha ke balik telinga. “Kau terlihat sempurna, dan minggu depan kita akan menikah, tapi apa yang mengganggumu, Sayang?” tanya Denver coba menghibur.“Aretha benar-benar kesal. Bagaimana bisa Kak Anais memilih gaun pengantin yang Aretha suka? Bukankah ini sangat menyebalkan?!” Wanita i
“Sialan! Apa yang kau lakukan?!” Rekan Eldhan menggeram kesal.Maniknya memicing tajam, tapi ekspresi Eldhan tak kalah bengis. Bahkan dia semakin mencengkeram kerah pakaian sang rekan seperti akan menghajarnya habis-habisan.“Eldhan, ada apa denganmu? Apa kau mabuk?!” tanya rekan Detektif lainnya yang memiliki postur gempal.Dia berupaya menarik cekalan Eldhan dari temannya, tapi Eldhan seolah tuli karena tak menggubrisnya. Dirinya tak bisa menahan amukan jika menyangkut Anais. Terlebih dia tahu betul bagaimana beratnya masalah yang menimpa wanita tersebut. Mendengar hinaan tentangnya, Eldhan merasa dia sendiri yang sedang mendapat cacian.“Hei, lepaskan aku sekarang. Semua sedang melihat kita, apa kau sudah tidak waras?!” decak Detektif yang masih dicengkeram Eldhan.“Kaulah yang gila, berengsek! Beraninya mulut kotormu itu menyebut Anais sembarang. Kau tahu apa soal dia, hah?!” Eldhan menyentak kasar.“Apa? Anais?!” Manik sang rekan kian melebar.Senyum miring mulai merayapi bibirny
“Sungguh menjijikan!” Nada seorang wanita menyeru lantang di tengah keheningan Dante’s Gallery.Seketika, Eldhan yang semula memeluk Anais, kini langsung melepasnya cepat. Netra mereka membelalak kala menyadari Aretha ada di sana. Ya, bahkan kini putri kesayangan Pineti Devante itu berjalan mendekati keduanya.“Astaga, Aretha sangat merinding melihat tingkah Kak Anais!” decaknya sembari mengusap masing-masing lengan dengan telapak tangan yang berlawanan. “Aretha hampir tidak percaya jika wanita yang tengah berpelukan ini Kak Anais, tapi kenyataannya benar-benar mengejutkan!”Alih-alih menggubris bualan sang adik, Anais pun mengeram tak senang. “Untuk apa kau datang ke sini!?” “Mengapa? Apa Kak Anais takut, jika Aretha membocorkan kelakuan busuk Kak Anais yang sebenarnya? Ya … harusnya masyarakat memang tahu, seberapa rendahnya sifat asli Kakak!” Aretha langsung menyentak. “Bahkan belum lama ini Kak Anais pamer seorang pria ke rumah dan berkoar ingin menikah, tapi mengapa malah memeluk
“Putramu sangat menggemaskan. Lebih baik kau bergabung bersama mereka,” tutur Hans tersenyum saat melihat Jade menggandeng anaknya. “Jade sudah menemaninya, aku akan di sini bersama Kakek.” Anais membalas selaras dengan bibirnya yang tertarik ke atas. Meski dia bilang seperti itu, tapi Hans tahu benar bahwa cicitnya lebih membutuhkan Anais. “Bukankah Kakek sudah bilang, Jade tidak ingin putranya berakhir seperti dirinya. Jadi, kau harus membantu suamimu agar dia bisa memberikan kasih sayang yang berlimpah pada anaknya.” Mendengar nasihat Hans, kali ini Anais tak bisa bersikeras. Usai pamit pada kakek mertuanya, wanita itu pun menghampiri Jade dan sang putra yang sudah rapi dengan pakaian berkuda. “Reins!” tukas Anais menyeru. Ya, River Reiner Herakles-yang akrab disapa Reins oleh Anais itu adalah bocah lelaki kecil yang menawan dan energik. Semakin dia tumbuh besar, rupa wajahnya semakin mirip dengan Jade. “Lihat aku, Mommy! Apa aku sudah mirip Daddy?” tukas River memamerkan pen
***“Sebaiknya Anda berhenti minum, Tuan,” tukas seorang lelaki yang merupakan Asisten Pribadi Denver selama di Asia.“Singkirkan tanganmu, sialan!”Alih-alih menurut, Denver malah menampik tangan asistennya seraya mengumpat geram. Dia justru mengisi gelasnya dengan vodka karena pikirannya sangat semrawut. Akan tetapi, lagi-lagi asistennya menahan saat dirinya hendak meneguk minumannya.“Mengapa? Apa kau akan mengadu pada Kakek?!” decak Cucu kedua Hans tersebut.Dia merengkuh kerah sang asisten hingga wajah mereka lebih dekat. “Katakan pada Kakek, bahwa aku hanya bermain-main di sini. Laporkan saja kerjaku tidak becus dan hanya membuang waktu dengan para wanita penghibur. Bukankah itu sudah cukup untuk memenuhi laporanmu tentangku?!”“Tuan, Anda tidak boleh—”“Berisik!” Denver kembali menyambar dan lantas melepas cekalan tangan dari kerah asistennya.Dia menyabit gelas vodkanya, lantas meneguk minumannya hingga tandas. Begitu cairan memabukkan itu mengaliri tenggorokannya, pria itu m
“Dokter, bicaralah dengan jujur. Istri saya sedang dalam bahaya, tapi bagaimana bisa Anda mengatakan sesuatu yang konyol?!” Jade memberang seiring amarah perih menjalari raganya. “Mohon maaf, Tuan. Kami tidak ada pilihan lain, sebab jika kami memaksa melakukan operasi untuk mengeluarkan pelurunya, bayi dalam kandungan istri Anda bisa dalam bahaya. Namun, apabila peluru itu tidak segera dikeluarkan, nyawa istri Anda bisa terancam,” balas Dokter itu dengan raut wajah gelisah. Memang, dirinya seperti menemui jalan buntu. Dia pun tidak bisa mengambil risiko sebab ini menyangkut hidup dan mati seseorang. “Se-sebab itu, kami menyerahkan keputusan pada Anda, selaku suaminya. Apapun pilihan—” “Pilihan?!” Jade lantas menyahut sebelum ucapan tenaga medis itu tuntas. “Apa yang Anda maksud dengan pilihan, Dokter? Anda sama saja meminta saya untuk membunuh salah satu dari mereka!” Manik abu pria tersebut tampak membesar dengan getir. Dirinya sungguh tak bisa mengambil keputusan mengenai perkar
Netra abu Jade membelalak selebar cakram begitu melihat peluru melesat ke dada kiri Anais. Sensasi terbakar bercampur perih, kini seolah menyobek jantung pria itu.“Tidak, Anais!” Dirinya buru-buru menuju istrinya, tapi tanpa dia tahu, Aretha malah mengarahkan pistol padanya.‘Dasar pasangan sialan! Lebih baik kalian ke neraka bersama!’ decak Adik angkat Anais itu dalam batin.Tangannya bersiap menarik pelatuk senjata apinya, tapi Carlein yang berada di belakang Jade, lebih dulu melesatkan tembakan hingga tepat mengenai lengan Aretha. Suara desingan peluru Cerlein sontak membuat semua orang tertegun, tapi Jade tanpa peduli hanya berlari pada Anais.Pria tersebut merengkuh sang istri yang masih terikat di kursi. Gelenyar merah pun merembes dari balik dress putih gading yang wanita itu kenakan. Dan begitu menyadari sang suami tiba, manik Anais pun bergetar seolah menemukan muaranya.“Jade … a-aku tahu kau akan datang. Kau pasti menemukanku di mana pun aku berada.” Anais bertutur dengan
***Nyaris satu jam, akhirnya Jade baru membuka ponselnya. Dan saat itu juga, keningnya mengernyit sebab ada beberapa panggilan tak terjawab dari sang istri. Dirinya yang kini berangkat menuju mansion Herakles, berupaya menelepon Anais kembali, tapi hasilnya nihil sebab istrinya tak mengangkat.“Mengapa dia tidak menerima panggilanku?” gumam Jade terserang bingung.“Mungkin saja Nyonya Anais saat ini sedang berbincang dengan Pimpinan, Tuan. Jadi Nyonya tidak sempat melihat ponselnya.” Carlein pun menyahut untuk menenangkan.Jika dipikir jernih, bisa saja itu benar, sehingga Jade pun membalas, “ya, mungkin. Terlebih lagi, Kakek sangat menantikan kelahiran bayi kami. Pasti Kakek mengajak Anais bicara banyak hal.”Jade menghela napas sembari merebahkan kepalanya di badan kursi mobilnya.‘Walau begitu, aku sangat cemas karena membiarkan Anais be
*** “Hei, mengapa di sini tidak ada minuman?!” Cedric membanting pintu lemari pendingin dengan emosi. Sepasang matanya yang cekung tampak mengerikan di wajahnya yang berang. Dia lantas menendang kursi, sampai membuat Aretha yang sedari tadi melihat sesuatu di laptopnya menjadi terusik. “Hah, sialan! Rumah macam apa ini?! Benar-benar memuakkan!” Cedric kembali mengumpat kasar. Sang adik yang sudah tidak tahan dengan tabiat kakaknya pun menyambar, “apa Kak Cedric buta? Di sana banyak air, apa susahnya minum air itu?!” “Aku tidak butuh air, berengsek! Tapi alkohol, alkohol, sialan! Aku benar-benar stress, jadi setidaknya berikan aku bir!” Putra sulung Tigris Devante itu kembali mendengus dengan amukan berapi-api. Dia yang merupakan seorang pecandu narkotika sudah kesulitan mendapat obat terlarangnya, hingga setiap hari hanya melampiaskannya pada minuman. “Aish, sial! Ini bukan bar. Jika Kakak ingin bir, pergilah ke bar atau club malam. Jadi berhentilah mengeluh dan mengumpat, karen
‘A-apa aku tidak salah lihat?’ Anais membatin seiring dengan maniknya yang berkedip.Dirinya tercengang mendapati Lariat Anne datang bersama seorang pria. Mungkin di mata publik itu adalah hal biasa, tapi bagi Anais ini sungguh tak terduga sebab pria yang tengah menemani Anne tak lain adalah Eldhan Hermeden.‘Apakah selama ini mereka saling kenal? Mengapa Anne bisa datang bersama Eldhan?’ sambung wanita itu dalam hati.Apa saja yang sudah Anais lewatkan? Dia cukup lama tidak melihat Eldhan sejak tahu bahwa pria tersebut memiliki perasaan padanya. Ya, meski saat itu Anais belum jatuh cinta pada Jade, tapi dirinya merasa aneh dan tak bisa menerima hati Eldhan.Dari lawan arah, Lariat Anne mendekat bersama Eldhan di sebelahnya. Dan seperti biasa, penampilan Anne yang glamor, kini diimbangi Eldhan yang tampil dengan setelan jas berkelas.“Selamat atas pelantikan Anda sebagai Presiden Direktur DV Group, Nona,” tuturnya disertai senyum anggun.Anais dengan santun pun membalas, “terima kasih,
“A-apakah pria yang ada di foto waktu itu adalah ayahmu?” Anais bertanya ragu-ragu, dan itu sekejap membuat Jade menaikkan kedua alisnya. “Foto apa yang kau maksud?” balas sang pria bertanya. Ada jeda beberapa saat sebelum Anais menjawab. Dan ya, wanita itu baru sadar bawah dulu dia masuk ke ruang rahasia penthouse Jade tanpa persetujuan suaminya. ‘Aish, mengapa aku jadi mengungkit masalah itu? Harusnya aku tidak usah membahas tentang ayahnya lagi ‘kan? Dia menyembunyikan foto-foto itu pasti karena suatu alasan. Sekarang dia pasti curiga padaku. Apa yang harus aku katakan?’ geming Anais bingung dalam batin. “Apa kau—” “Ma-maafkan aku, Jade.” Anais segera menyahut ucapan sang pria yang belum tuntas. “Saat itu, ketika kau memergoki diriku di ruang rahasia penthouse milikmu, aku tidak sengaja melihat foto anak laki-laki kecil bersama seorang pria. A-aku pikir, itu adalah dirimu dan ayah mertua.” Mendengar penjelasan sang istri, Jade sekarang ingat. Ya, untuk pertama kalinya, dia mel
Jade segera membuka amplop putih dari Carlein. Irisnya memindai penasaran sebab asistennya bilang dia telah ditipu. Dan ya, di bagian akhir surat hasil tes yang kini dipegangnya, Jade melihat jelas bahwa keterangannya negative! Dia bahkan membaca berkali-kali, khawatir bila matanya salah menilik. Akan tetapi, keterangannya memang menunjukan bahwa hasil tes DNA yang dia lakukan bersama Anais tidak cocok. “Apa arti surat ini, Carlein?” tukasnya menuntut penjelasan. Sang asisten segera menjawab dengan tegas. “Ini adalah hasil tes yang sebenarnya, Tuan. Dokter itu telah menipu Anda dengan memalsukan hasil tes menjadi positif karena permintaan seseorang.” Detik itu juga, manik abu Jade tampak menyorot tajam dengan alis saling mendapuk. Tak bisa dipungkiri bahwa dia sungguh senang jika ternyata dirinya dan Anais bukanlah saudara, tapi di sisi lain, pria tersebut pasti akan murka karena ada orang yang ingin main-main dengannya. Namun, Jade tak bisa langsung girang sebelum memastikan semua