“Apa yang ingin Anda lakukan, Nona?” Jade mengangat salah satu alisnya, berlagak bodoh seakan tak mengerti maksud Anais. Mendapati tingkah pria itu, membuat ego sang wanita mencuat. Sebelah sudut bibirnya melengkung, dan lekas menimpali dalam hati. ‘Apa ini? Dia sangat menyebalkan!’ “Anda tahu, jadi tidak perlu berpura-pura dungu!” sengitnya tanpa ragu. Jade memiringkan kepalanya sembari memutar gelas mojito kristal berisi cairan alkohol yang memabukkan. Ingin sekali dia langsung merengkuh Anais ke pangkuannya, menatap dekat wajahnya dan mendengar lebih tedas permohonannya. Namun, dia terpaksa urung karena sorot mata wanita tersebut amat tajam, bahkan mirip pedang yang siap menusuknya. “Nona, bukankah tidak sopan berbicara dari tempat sejauh itu? Saya tidak bisa mendengar suara Anda dengan jelas,” tutur Jade semakin memprovokasi. Anais yang diburu waktu pun tak bisa egois. Di sini dirinya-lah yang membutuhkan bantuan, tidak mungkin dia bertingkah sesuka hati. ‘Memang sialan! Ji
‘A-apa yang dia maksud?’ Anais terbata dalam batinnya usai mendengar ucapan ambigu dari Jade. Sang pria yang menyadari wanitanya mematung di tempat, lantas melirik ke samping. “Kita—“ “Akan membuat daftar kontrak.” Jade menyahut ucapan Anais yang ragu-ragu. Di balik wajah dinginnya, pria tersebut menahan seringai ejekan. Sungguh, dia benar-benar menyukai reaksi sang wanita yang tegang karenanya. ‘Aish, sialan! Mengapa dia harus membuat situasi yang tidak jelas?!’ Anais pun membatin kesal. Dia membuang pandangan ke samping ketika bertatapan mata dengan Jade. Dan itu memicu sang pria untuk menggodanya. Jade mengangkat sebelah alisnya. “Memangnya apa yang Anda pikirkan, Nona? Anda tidak mungkin mengira kita akan—” “Mengapa Anda begitu penasaran dengan isi kepala saya?!” sambar sang wanita memutus tuturan prianya. Anais menggertakkan giginya seakan tak ingin menjadi pihak yang tersudut. “Cepatlah, bukankah Anda bilang ingin membuat daftar kontrak?” sambungnya seraya melempar tata
‘Apa yang dia lakukan? Mengapa dia tidak mengenakan ….’ Jade meredam ucapannya dalam batin.Sensasi panas naik ke pipinya hingga dia langsung membuang pandangan dari Anais. Di depan pintu kamar, sang wanita pun tampak segan. Kaus putih dengan ukuran paling kecil milik Jade, rupanya masih kebesaran saat dia menggunakannya. Begitu pun dengan celana tidur, bahkan sangat longgar di lingkar pinggang, hingga Anais tak memakainya. Beruntung kaus sang pria cukup panjang sampai menutup paha atasnya.‘A-apakah ini terlalu pendek?’ Anais bergeming was-was.Dengan ragu-ragu, Anais pun berkata, “ma-maaf, celananya terlalu besar, jadi tidak muat untuk saya. Apakah saya terlihat aneh?” Anais yang selalu menegakan kepalanya, kini tertunduk malu di hadapan Jade. Dia mati-matian menahan egonya di tengah situasi canggung ini. “Saya keluar untuk mengambil ponsel saya. Lalu … saya bisa menggunakan kamar ini ‘kan?” tutur Anais disertai wajah kakunya.Tak langsung menjawab, Jade malah berpaling lalu bera
‘Minggu depan? Apa dia gila?!’ Anais menyentak dalam benaknya.Dia melirik Jade amat tajam, tapi sang pria tetap menunjukan wajah santai seolah wanitanya memang setuju.“Apa Aretha tidak salah dengar? Kalian akan menikah minggu depan?!” Adik Anais yang sempat tertegun itu, kini mendengkus keras.Dia menatap Anais dan Jade seakan tak percaya dengan berita yang mereka katakan. Reaksinya pun sama dengan Pineti.Istri Tigris Devante tersebut membelalak dan lekas memberang, “Anais, kau jangan bercanda! Meski rumor buruk tentangmu mulai meredam, tapi bagaimana bisa kau menikah dengan pria yang tidak jelas?!”Ucapan Pineti begitu menekan di akhir katanya. Dia menilik Jade sekilas, lantas beralih pada putri angkatnya lagi.“Apalagi kau membuat keputusan tanpa berdiskusi dengan keluarga terlebih dahulu. Apakah kau pikir sikapmu sudah pantas? Pernikahan bukanlah hal sepele!” sengit Pineti melanjutkan.Mendapati ocehan ibu dan putrinya itu, Jade bisa menebak seperti apa kehidupan Anais di mansio
Suara berat dari belakang itu langsung memacu sensasi tegang menjalar di punggung Anais.“Apa yang Anda lakukan di sini?!” sengit sang wanita berpaling.Manik hazelnya langsung memicing tajam, sungguh terganggu dengan keberadaan Jade yang datang tanpa dia minta. Dirinya berniat menjauh, tapi pria itu malah menahan bahunya untuk tetap dalam posisi yang sama.“Jangan banyak bergerak, atau rambut Anda akan semakin sulit lepas dari resleting ini,” sahut Jade pelan.Napasnya yang menghembus hangat, sungguh membuat tengkuk wanitanya semakin mengencang. Anais benar-benar merasa ada sesuatu yang mengguncang dadanya, hingga jantung pun berdegup tak karuan.‘Sial! Apa-apaan dia?!’ batinnya berusaha meredam ketegangan.Bahkan ketika tangan Jade tak sengaja menyentuh kulitnya, wanita tersebut seperti mendapat impresi yang asing. Dirinya buru-buru menarik diri dari sang pria begitu kaitan rambutnya berhasil diurai. Kedua tangannya refleks menutupi tubuh depannya yang menonjol karena model gaunnya
“Katakan pada Denise, dia akan kehilangan satu pelangan VVIP!” tukas Leah amat kesal. Suasana hatinya yang sudah rusak, tidak akan membuatnya tahan berada di satu ruang dan menghirup udara yang sama dengan sang putra. Dengan rahang mengencang, wanita berpenampilan nyentrik itu langsung mangkir ke luar. Bahkan ketika manager dan asisten manager Denise Style menahannya, Leah sengaja berlagak tuli. Dirinya terus melangkah tanpa menggubris panggilan mereka. “Aish, sial! Kita dalam masalah besar!” Sang Manager memaki cemas. Dia berhenti dan mencekal lengan bawahannya. “Kau urus Nona Anais dan calon suaminya di sini, aku akan menenangkan Nyonya Leah.” Begitu mendapat anggukan dari asistennya, manager itu segera mengejar Leah yang sudah hampir mencapai tangga. Langkahnya di atas sepatu hak tinggi tampak tunggang langgang, tapi dia tak peduli meski jatuh sekalipun. Kemarahan Leah bisa mengancam nilai kinerjanya di mata atasan. “Nyonya Leah. Tolong tunggu sebentar, Nyonya!” pekik perempuan
‘Sebenarnya apa yang diinginkan Anais si jalang itu?! Apa dia sengaja ingin bersaing dengan Aretha di hari pernikahan? Sial, dirinya benar-benar wanita rendahan. Harusnya dia sadar dengan posisinya!’ Aretha mengumpat dalam hatinya.Langkahnya terlihat geram begitu keluar dari bilik ganti. BIbirnya tertekuk sebal karena lagi-lagi sang kakak mengacaukan suasana hatinya, meski dia tidak ada di sana. Namun, ketika melihat Denver yang memakai waistcoat suit hitam, wajah Aretha sedikit binar.Sang pria yang tahu wanitanya tengah kesal, lantas berkata, “lihatlah, siapa ini? Dewi San Pedro tampak sangat cantik dengan gaunnya.”Sepasang alis Denver terangkat. Tangan kanannya menjulur, menyelipkan anakan rambut Aretha ke balik telinga. “Kau terlihat sempurna, dan minggu depan kita akan menikah, tapi apa yang mengganggumu, Sayang?” tanya Denver coba menghibur.“Aretha benar-benar kesal. Bagaimana bisa Kak Anais memilih gaun pengantin yang Aretha suka? Bukankah ini sangat menyebalkan?!” Wanita i
“Sialan! Apa yang kau lakukan?!” Rekan Eldhan menggeram kesal.Maniknya memicing tajam, tapi ekspresi Eldhan tak kalah bengis. Bahkan dia semakin mencengkeram kerah pakaian sang rekan seperti akan menghajarnya habis-habisan.“Eldhan, ada apa denganmu? Apa kau mabuk?!” tanya rekan Detektif lainnya yang memiliki postur gempal.Dia berupaya menarik cekalan Eldhan dari temannya, tapi Eldhan seolah tuli karena tak menggubrisnya. Dirinya tak bisa menahan amukan jika menyangkut Anais. Terlebih dia tahu betul bagaimana beratnya masalah yang menimpa wanita tersebut. Mendengar hinaan tentangnya, Eldhan merasa dia sendiri yang sedang mendapat cacian.“Hei, lepaskan aku sekarang. Semua sedang melihat kita, apa kau sudah tidak waras?!” decak Detektif yang masih dicengkeram Eldhan.“Kaulah yang gila, berengsek! Beraninya mulut kotormu itu menyebut Anais sembarang. Kau tahu apa soal dia, hah?!” Eldhan menyentak kasar.“Apa? Anais?!” Manik sang rekan kian melebar.Senyum miring mulai merayapi bibirny