“Aku sedang memikirkanmu, dan tiba-tiba kita bertemu di sini. Benarkah ini sebuah kebetulan?”
Kening Anais langsung mengernyit mendengar ucapan pria di hadapannya. “Enyah dan anggaplah Anda tidak melihat saya, Tuan Denver!”
Ya, mantan tunangannya yang sedang menemui klien di restoran tersebut, tak ayal langsung menghentikan Anais saat mereka berpapasan.
Pria itu mengangkat kedua alisnya seraya menyahut, “mengapa aku harus pura-pura tidak melihatmu, padahal kita saling kenal, Anais?”
Sungguh, sang wanita nyaris tak percaya dengan pendengarannya sendiri. Bisa-bisanya mantan tunangan yang telah membuangnya, mengucapkan kata-kata seperti itu?
“Apa Anda baru saja membenturkan kepala ke dinding, atau Anda sedang mabuk?! Jangan berlagak kita dekat, karena itu benar-benar membuat saya merinding!” sambar Anais dengan tedasnya.<
“Hei, tutup mulutmu atau Aretha akan merobeknya!” Aretha La Devante menyentak seiring dengan wajahnya yang berubah tegang. Dia tak menyangka bahwa sang rekan berani bicara buruk tentangnya. “Mengapa? Apa kau terkejut karena aku mengetahuinya?!” Perempuan di hadapannya membalas sengit. “Asal kau tahu, Aretha. Kami semua sudah hafal dengan kebusukanmu dan sangat muak menahan segalanya. Jangan kau pikir hanya dengan menjadi kesayangan agensi, kami akan tunduk padamu! Jika kau menjual tubuh hanya untuk mendapat sponsor, maka artinya kau lebih rendah dari seorang pelacur!” Tanpa basa-basi, Aretha hendak melayangkan tamparan pada rekannya tersebut. Namun, dengan cepat perempuan itu malah menahan lengannya. Dengan kedongkolan menggunung, Aretha pun menyambar, “dasar, jalang! Apa kau tidak tahu siapa Aretha sebenarnya, hah?! Suami Aretha—” “Memangnya kau siapa tanpa suami yang kau banggakan itu?!” Rekan Aretha tadi lekas memotong. “Bahkan jika tanpa kuasa suami atau keluargamu, kau akan t
“Paman?” Anais berbisik pelan, tapi Jade yang berada di sampingnya bisa mendengar dengan jelas.Dan seorang pria berusia 50 tahunan di dalam ruangan itu pun tertegun melihat dirinya. Alih-alih menyapa Anais lebih dulu, dia malah tersenyum kaku ke arah Jade.“Anda sudah datang, Tuan?” tutur lelaki tadi yang merupakan salah satu Dewan Direksi DV Group.Anais yang sedari tadi bungkam kian tersentak karena orang tersebut seakan segan pada suaminya.‘Ada apa ini? Yang aku tahu, Paman ini adalah sosok yang dihormati umum. Bahkan Ayah Tigris pun memperlakukannya istimewa. Namun, mengapa di sini dia malah tertekan oleh Jade?’ batin Anais bingung.Wanita itu menggulir irisnya ke arah sang suami dan kembali melanjutkan gemingnya, ‘sebenarnya apa yang telah dilakukan Jade padanya?’Pria yang tengah mendapat tatapan Anais itu berpaling dan seakan mengatakan, ‘apa kau terkejut, istriku?’Akan tetapi, Jade tetap bungkam dan membimbang sang istri untuk duduk. Anais pun mendaratkan dirinya dengan tat
“Mengapa kau penasaran tentang itu, istriku? Kau tidak perlu tahu masalah yang tidak ada hubungannya dengan DV Grup. Cukup menurutlah, maka kau akan mendapat apa yang kau inginkan,” tukas Jade dengan sorot berangsur dingin ke arah sang istri. Jelas sekali bahwa Jade tak ingin mengungkap rahasianya, tapi Anais justru semakin dibuat penasaran. Wanita itu meletakkan minumannya di meja dan lantas mengusik prianya lagi. “Aku tidak bisa percaya jika kau menggunakan cara yang bisa saja memberi risiko besar padaku. Kau tahu, aku tidak ingin ada kesalahan sedikit pun.” Ya, Jade tahu bahwa Anais memang sosok wanita yang perfeksionis. Namun, kali ini Jade tak bisa mengungkap sisi lain dirinya yang berhubungan dengan dunia gelap sebab bisa saja Anais mengingkarinya sebelum Jade mencapai tujuannya. Pria itu memampangkan wajah dingin seraya berkata, “itu bukan urusanmu, jadi lupakanlah perkara yang tidak penting.” “Bukan kau yang menentukan penting atau tidak, Jade. Semua rencanamu akan berdamp
“Sedang apa Anda di sini?!” tukas Anais dengan alis saling bertaut.Seorang pria yang tengah ditatapnya dengan tajam malah menjawab dengan santai. “Tentu saja aku sedang membantumu, karena tampaknya kau butuh bantuan, Anais.”“Jangan repot-repot dan pergilah. Saya tidak butuh bantuan dari orang seperti Anda, Tuan Denver!” Anais menyambar dengan manik gemetar.Situasi di antara mereka pun tegang, hingga membuat sang kasir terserang canggung. Dia yang hendak menerima black card Denver menjadi urung setelah mendengar penentangan Anais. Namun, pria itu mengangkat sebelah alisnya sebagai kode agar si kasir lekas mengambil kartu tersebut.“Ambil ini dan segera berikan sepatu yang dipilih Nona tadi,” ujar Denver mendesak.Dari sisi samping, Anais geram sampai-sampai kedongkolan pecah di kepalanya.‘Pria berengsek ini memang tak pernah mengerti bahasa manusia!’ batinnya amat kesal.Tanpa basa-basi, Anais segera beranjak meninggalkan Denver tanpa mengambil barang yang dibelinya. Ah, tidak. Leb
“Jangan bercanda, sialan! Aku sekarang hampir mati karena tidak bisa mendapat obat itu. Jika kau main-main denganku, maka aku akan membunuhmu!” Cedric mendengkus sengit seiring dengan tangannya yang mencengkeram kerah Denver.Dia yang telah mendapat pengawasan ketat dari Tigris, merasa sangat mustahil bisa mencicip narkotika itu lagi.Namun, Denver hanya menyeringai seraya membalas, “apa wajahku sekarang tampak seperti seorang pembual, Kakak ipar? Obat itu sangat mudah bagiku, jika kau mau bekerja sama, maka aku akan memberikannya sebanyak yang kau minta!”Seketika itu Cedric merapatkan alisnya untuk memindai keseriusan adik iparnya.“Coba berpikirlah, kau ingin mati sesak tanpa obatmu itu, atau bisa menikmatinya setiap hari? Aku akan menyembunyikan ini dari Ayah mertua. Dengan begitu, Kakak ipar tidak perlu khawatir!” tukas Denver penuh muslihat.Hening mendera beberapa saat, hingga setelah memikirkannya matang-matang, Cedric lantas berkata, “apa yang kau ingin aku lakukan?”Senyum b
‘Siapa orang berengsek yang ingin menjebak dengan Anais, hah?!’ Jade mendengkus dalam hati. Dirinya langsung beranjak mengikuti Anais saat tahu bahwa istrinya tengah diincar bahaya. Langkahnya pun menderap cepat menuju toilet yang berjarak cukup jauh dari ballroom. Harusnya Jade yang menyusul tak lama setelah Anais pergi bisa langsung menemui wanita itu, tapi saat sampai di area toilet, Jade sama sekali tak menemukan sang istri. Bahkan sampai menerobos bilik-bilik, pria itu tak juga melihat Anais. ‘Bukankah tadi dia bilang ingin pergi ke toilet? Mengapa dia tidak ada di sini? Mungkinkah Anais pergi ke toilet lain?’ batinnya dengan sorot amat dingin. Sementara itu, Anais yang tengah dicari oleh Jade malah berjalan di area kolam renang. Sesungguhnya dia sengaja menghindari Jade dengan dalih pergi ke kamar kecil. Namun, semakin jauh Anais melangkah, pandangan matanya berubah samar. Dirinya juga merasakan pening yang tiba-tiba menyerang kepalanya. ‘A-ada apa ini? Mengapa aku merasa san
Warning 21+(Terdapat adegan kekerasan dan konten dewasa)Sensasi menekan kini mendorong mulut Anais. Teknik brutal bibir yang mengulumnya, juga aroma oud samar-samar pria yang menindihnya itu mulai tercium. Dan Anais mengenalinya!‘D-denver?!’ batinnya dengan kening mengernyit dalam.Sang pria yang dikuasai hasrat terus mencumbunya, hingga Anais hampir kehilangan napas. Namun, wanita itu tak ada daya untuk melawan sebab pening masih mendera, serta tangannya terkunci cekalan Denver.“Ugh ….”Sial! Desahan lenguh malah lolos dari mulut Anais. Walau itu membuatnya merasa buruk, tapi Denver akhirnya menarik diri karena tahu sang wanita kehabisan napas.Pria itu menatap iras muka Anais yang terengah-engah seraya berkata, “kau mulai menikmati permainan ini, ya?”Mendengar pria tersebut, seketika memacu gelombang amarah naik ke pipi Anais. Dia coba menjernihkan pandangan meski kepalanya serasa hampir pecah. Dan ya, Anais bisa melihat bayangan wajah Denver kini menyeringai seolah mengejeknya
Jade segera beralih ke tangga darurat dan melangkah dengan cepat. Dia tak bisa membayangkan apa yang terjadi pada Anais usai melihat keadaan Cedric yang sakau karena narkotika.‘Tunggulah, Anais. Aku tidak akan membiarkan siapapun mengusikmu, karena kau adalah milikku!’ batinnya dengan sorot tajam.Usai naik ke lantai satu, Jade pun menyambar sebuah alat pedaman api sebelum membuka pintu. Dia membawa benda itu dan mencari lift di dekat lobi apartemen untuk mempersingkat jalannya. Kali ini Jade beruntung karena elevator tersebut normal.Dia menekan lantai paling atas, berharap Anais masih bertahan sebelum dia datang. ‘Akan aku pastikan, tidak ada siapapun yang berani menyentuhmu!’Dan ketika pintu elevator itu terbuka, Jade bergegas keluar untuk mencari keberadaan sang istri. Namun, sialnya ada dua bodyguard di depan ambang apartemen tersebut.‘Cih! Siapa orang berengsek yang menyandera Anais sebenarnya? Mengapa dia menjaga tempat ini sangat ketat?!’ sergah Jade bergeming geram.Begitu
“Putramu sangat menggemaskan. Lebih baik kau bergabung bersama mereka,” tutur Hans tersenyum saat melihat Jade menggandeng anaknya. “Jade sudah menemaninya, aku akan di sini bersama Kakek.” Anais membalas selaras dengan bibirnya yang tertarik ke atas. Meski dia bilang seperti itu, tapi Hans tahu benar bahwa cicitnya lebih membutuhkan Anais. “Bukankah Kakek sudah bilang, Jade tidak ingin putranya berakhir seperti dirinya. Jadi, kau harus membantu suamimu agar dia bisa memberikan kasih sayang yang berlimpah pada anaknya.” Mendengar nasihat Hans, kali ini Anais tak bisa bersikeras. Usai pamit pada kakek mertuanya, wanita itu pun menghampiri Jade dan sang putra yang sudah rapi dengan pakaian berkuda. “Reins!” tukas Anais menyeru. Ya, River Reiner Herakles-yang akrab disapa Reins oleh Anais itu adalah bocah lelaki kecil yang menawan dan energik. Semakin dia tumbuh besar, rupa wajahnya semakin mirip dengan Jade. “Lihat aku, Mommy! Apa aku sudah mirip Daddy?” tukas River memamerkan pen
***“Sebaiknya Anda berhenti minum, Tuan,” tukas seorang lelaki yang merupakan Asisten Pribadi Denver selama di Asia.“Singkirkan tanganmu, sialan!”Alih-alih menurut, Denver malah menampik tangan asistennya seraya mengumpat geram. Dia justru mengisi gelasnya dengan vodka karena pikirannya sangat semrawut. Akan tetapi, lagi-lagi asistennya menahan saat dirinya hendak meneguk minumannya.“Mengapa? Apa kau akan mengadu pada Kakek?!” decak Cucu kedua Hans tersebut.Dia merengkuh kerah sang asisten hingga wajah mereka lebih dekat. “Katakan pada Kakek, bahwa aku hanya bermain-main di sini. Laporkan saja kerjaku tidak becus dan hanya membuang waktu dengan para wanita penghibur. Bukankah itu sudah cukup untuk memenuhi laporanmu tentangku?!”“Tuan, Anda tidak boleh—”“Berisik!” Denver kembali menyambar dan lantas melepas cekalan tangan dari kerah asistennya.Dia menyabit gelas vodkanya, lantas meneguk minumannya hingga tandas. Begitu cairan memabukkan itu mengaliri tenggorokannya, pria itu m
“Dokter, bicaralah dengan jujur. Istri saya sedang dalam bahaya, tapi bagaimana bisa Anda mengatakan sesuatu yang konyol?!” Jade memberang seiring amarah perih menjalari raganya. “Mohon maaf, Tuan. Kami tidak ada pilihan lain, sebab jika kami memaksa melakukan operasi untuk mengeluarkan pelurunya, bayi dalam kandungan istri Anda bisa dalam bahaya. Namun, apabila peluru itu tidak segera dikeluarkan, nyawa istri Anda bisa terancam,” balas Dokter itu dengan raut wajah gelisah. Memang, dirinya seperti menemui jalan buntu. Dia pun tidak bisa mengambil risiko sebab ini menyangkut hidup dan mati seseorang. “Se-sebab itu, kami menyerahkan keputusan pada Anda, selaku suaminya. Apapun pilihan—” “Pilihan?!” Jade lantas menyahut sebelum ucapan tenaga medis itu tuntas. “Apa yang Anda maksud dengan pilihan, Dokter? Anda sama saja meminta saya untuk membunuh salah satu dari mereka!” Manik abu pria tersebut tampak membesar dengan getir. Dirinya sungguh tak bisa mengambil keputusan mengenai perkar
Netra abu Jade membelalak selebar cakram begitu melihat peluru melesat ke dada kiri Anais. Sensasi terbakar bercampur perih, kini seolah menyobek jantung pria itu.“Tidak, Anais!” Dirinya buru-buru menuju istrinya, tapi tanpa dia tahu, Aretha malah mengarahkan pistol padanya.‘Dasar pasangan sialan! Lebih baik kalian ke neraka bersama!’ decak Adik angkat Anais itu dalam batin.Tangannya bersiap menarik pelatuk senjata apinya, tapi Carlein yang berada di belakang Jade, lebih dulu melesatkan tembakan hingga tepat mengenai lengan Aretha. Suara desingan peluru Cerlein sontak membuat semua orang tertegun, tapi Jade tanpa peduli hanya berlari pada Anais.Pria tersebut merengkuh sang istri yang masih terikat di kursi. Gelenyar merah pun merembes dari balik dress putih gading yang wanita itu kenakan. Dan begitu menyadari sang suami tiba, manik Anais pun bergetar seolah menemukan muaranya.“Jade … a-aku tahu kau akan datang. Kau pasti menemukanku di mana pun aku berada.” Anais bertutur dengan
***Nyaris satu jam, akhirnya Jade baru membuka ponselnya. Dan saat itu juga, keningnya mengernyit sebab ada beberapa panggilan tak terjawab dari sang istri. Dirinya yang kini berangkat menuju mansion Herakles, berupaya menelepon Anais kembali, tapi hasilnya nihil sebab istrinya tak mengangkat.“Mengapa dia tidak menerima panggilanku?” gumam Jade terserang bingung.“Mungkin saja Nyonya Anais saat ini sedang berbincang dengan Pimpinan, Tuan. Jadi Nyonya tidak sempat melihat ponselnya.” Carlein pun menyahut untuk menenangkan.Jika dipikir jernih, bisa saja itu benar, sehingga Jade pun membalas, “ya, mungkin. Terlebih lagi, Kakek sangat menantikan kelahiran bayi kami. Pasti Kakek mengajak Anais bicara banyak hal.”Jade menghela napas sembari merebahkan kepalanya di badan kursi mobilnya.‘Walau begitu, aku sangat cemas karena membiarkan Anais be
*** “Hei, mengapa di sini tidak ada minuman?!” Cedric membanting pintu lemari pendingin dengan emosi. Sepasang matanya yang cekung tampak mengerikan di wajahnya yang berang. Dia lantas menendang kursi, sampai membuat Aretha yang sedari tadi melihat sesuatu di laptopnya menjadi terusik. “Hah, sialan! Rumah macam apa ini?! Benar-benar memuakkan!” Cedric kembali mengumpat kasar. Sang adik yang sudah tidak tahan dengan tabiat kakaknya pun menyambar, “apa Kak Cedric buta? Di sana banyak air, apa susahnya minum air itu?!” “Aku tidak butuh air, berengsek! Tapi alkohol, alkohol, sialan! Aku benar-benar stress, jadi setidaknya berikan aku bir!” Putra sulung Tigris Devante itu kembali mendengus dengan amukan berapi-api. Dia yang merupakan seorang pecandu narkotika sudah kesulitan mendapat obat terlarangnya, hingga setiap hari hanya melampiaskannya pada minuman. “Aish, sial! Ini bukan bar. Jika Kakak ingin bir, pergilah ke bar atau club malam. Jadi berhentilah mengeluh dan mengumpat, karen
‘A-apa aku tidak salah lihat?’ Anais membatin seiring dengan maniknya yang berkedip.Dirinya tercengang mendapati Lariat Anne datang bersama seorang pria. Mungkin di mata publik itu adalah hal biasa, tapi bagi Anais ini sungguh tak terduga sebab pria yang tengah menemani Anne tak lain adalah Eldhan Hermeden.‘Apakah selama ini mereka saling kenal? Mengapa Anne bisa datang bersama Eldhan?’ sambung wanita itu dalam hati.Apa saja yang sudah Anais lewatkan? Dia cukup lama tidak melihat Eldhan sejak tahu bahwa pria tersebut memiliki perasaan padanya. Ya, meski saat itu Anais belum jatuh cinta pada Jade, tapi dirinya merasa aneh dan tak bisa menerima hati Eldhan.Dari lawan arah, Lariat Anne mendekat bersama Eldhan di sebelahnya. Dan seperti biasa, penampilan Anne yang glamor, kini diimbangi Eldhan yang tampil dengan setelan jas berkelas.“Selamat atas pelantikan Anda sebagai Presiden Direktur DV Group, Nona,” tuturnya disertai senyum anggun.Anais dengan santun pun membalas, “terima kasih,
“A-apakah pria yang ada di foto waktu itu adalah ayahmu?” Anais bertanya ragu-ragu, dan itu sekejap membuat Jade menaikkan kedua alisnya. “Foto apa yang kau maksud?” balas sang pria bertanya. Ada jeda beberapa saat sebelum Anais menjawab. Dan ya, wanita itu baru sadar bawah dulu dia masuk ke ruang rahasia penthouse Jade tanpa persetujuan suaminya. ‘Aish, mengapa aku jadi mengungkit masalah itu? Harusnya aku tidak usah membahas tentang ayahnya lagi ‘kan? Dia menyembunyikan foto-foto itu pasti karena suatu alasan. Sekarang dia pasti curiga padaku. Apa yang harus aku katakan?’ geming Anais bingung dalam batin. “Apa kau—” “Ma-maafkan aku, Jade.” Anais segera menyahut ucapan sang pria yang belum tuntas. “Saat itu, ketika kau memergoki diriku di ruang rahasia penthouse milikmu, aku tidak sengaja melihat foto anak laki-laki kecil bersama seorang pria. A-aku pikir, itu adalah dirimu dan ayah mertua.” Mendengar penjelasan sang istri, Jade sekarang ingat. Ya, untuk pertama kalinya, dia mel
Jade segera membuka amplop putih dari Carlein. Irisnya memindai penasaran sebab asistennya bilang dia telah ditipu. Dan ya, di bagian akhir surat hasil tes yang kini dipegangnya, Jade melihat jelas bahwa keterangannya negative! Dia bahkan membaca berkali-kali, khawatir bila matanya salah menilik. Akan tetapi, keterangannya memang menunjukan bahwa hasil tes DNA yang dia lakukan bersama Anais tidak cocok. “Apa arti surat ini, Carlein?” tukasnya menuntut penjelasan. Sang asisten segera menjawab dengan tegas. “Ini adalah hasil tes yang sebenarnya, Tuan. Dokter itu telah menipu Anda dengan memalsukan hasil tes menjadi positif karena permintaan seseorang.” Detik itu juga, manik abu Jade tampak menyorot tajam dengan alis saling mendapuk. Tak bisa dipungkiri bahwa dia sungguh senang jika ternyata dirinya dan Anais bukanlah saudara, tapi di sisi lain, pria tersebut pasti akan murka karena ada orang yang ingin main-main dengannya. Namun, Jade tak bisa langsung girang sebelum memastikan semua