Jade segera beralih ke tangga darurat dan melangkah dengan cepat. Dia tak bisa membayangkan apa yang terjadi pada Anais usai melihat keadaan Cedric yang sakau karena narkotika.‘Tunggulah, Anais. Aku tidak akan membiarkan siapapun mengusikmu, karena kau adalah milikku!’ batinnya dengan sorot tajam.Usai naik ke lantai satu, Jade pun menyambar sebuah alat pedaman api sebelum membuka pintu. Dia membawa benda itu dan mencari lift di dekat lobi apartemen untuk mempersingkat jalannya. Kali ini Jade beruntung karena elevator tersebut normal.Dia menekan lantai paling atas, berharap Anais masih bertahan sebelum dia datang. ‘Akan aku pastikan, tidak ada siapapun yang berani menyentuhmu!’Dan ketika pintu elevator itu terbuka, Jade bergegas keluar untuk mencari keberadaan sang istri. Namun, sialnya ada dua bodyguard di depan ambang apartemen tersebut.‘Cih! Siapa orang berengsek yang menyandera Anais sebenarnya? Mengapa dia menjaga tempat ini sangat ketat?!’ sergah Jade bergeming geram.Begitu
Jade perlahan menarik diri dari Anais, sepasang manik abu pria itu menatap wajah istrinya yang putus asa. “Kau mabuk, Anais. Kau tidak sadar dengan apa yang kau lakukan,” tutur Jade dengan air muka datar. Akan tetapi, sang wanita yang tengah dirajam sensasi panas tidak ada sisa kesabaran lagi. Dia tersiksa, dia membutuhkan bantuan sekarang juga! Dirinya pun menggeleng, dengan sorot nanar irisnya menatap Jade. “Aku menginginkanmu, aku ingin dirimu, Jade.” Suara, juga ekspresinya yang memohon pada sang suami sungguh kacau. Tentu saja itu mengusik hasrat Jade sebagai seorang pria. Terlebih ketika tangan Anais yang semula merengkuh lehernya, kini meraba bidang dada Jade dengan gemetar. Cucu Hans Herakles tersebut berupaya keras menahan gelora yang mencuat, tapi agaknya pertahanan itu runtuh melihat ketidakberdayaan sang istri. Jade meraih pergelangan tangan Anais dari dadanya seraya berbisik, “aku sudah memberimu peringatan, tapi kau sendiri yang memancingku, Anais. Jadi jangan menyes
Raut wajah Jade berubah kian mencekam begitu mengangkat panggilan dari Carlein, dan itu membuat Anais bertanya-tanya dalam hatinya. Namun, alih-alih menguarkan rasa ingin tahunya, Anais memilih bungkam seraya sibuk melingkari lengan Jade dengan perban.Usai mematikan telepon tersebut, Jade beralih melirik lengan kirinya. “Kau perawat yang baik.”“Aku hanya melakukan apa yang seharusnya. Lagi pula, mengapa kau bisa terluka? Apa Denver yang membuatmu seperti ini?” tutur Anais menyidik.Rasanya lidah wanita itu gatal saat menyebut nama mantan biadabnya, tapi belum sempat Jade menjawab, Anais kembali melanjutkan. “Lain kali kau tidak perlu membantuku sampai membahayakan nyawa seperti ini, karena aku tidak tahu harus bagaimana membayarmu.”Jade pun menyeringai samar mendengar sederet kalimat istrinya.“Kau pikir aku pria macam apa? Luka seperti ini tidak akan membunuhku, bahkan ini tidak sakit sama sekali—”“Ugh!” Jade seketika mengernyit saat Anais sengaja mengikat perban lebih kencang. “
“Apa kau sudah gila?!” Cedric mendengus berang usai tubuhnya jatuh ke lantai dengan keras. Ya, Jade yang semula mengarahkan pistolnya pada Denver, dengan cepat mengubahnya ke arah Cedric dan melesatkan tembakan. Anak timahnya tepat mengenai tali tambang yang mengikat tangan Cedric, hingga kakak iparnya itu ambruk ke bawah. Dengan tangan masih terikat, putra sulung Tigris itu terengah-engah menata napasnya. Dia yang berpikir nyawanya melayang karena pistol Jade, segera menyentak, “kau hampir membunuhku, sialan!” Maniknya menyorot tajam seolah bersiap menikam Jade, tapi adik iparnya itu sama sekali tak mengubah raut dinginnya. Justru, Jade kian berhasrat ingin merobek isi perut Cedric untuk membayar perbuatannya pada Anais. Cedric berupaya bangkit, tapi Jade yang terusik langsung menendang bahunya hingga dia kembali tersungkur. “Berengsek!” Cedrik berteriak murka. “Hei, aku akan membunuhmu! Aku akan membuatmu membusuk di neraka!” Umpatan kasar terlontar, tapi Jade sama sekali tak g
“Jangan bercanda, Tuan!” Tigris yang tersentak dengan ucapan Dewan Direksi di hadapannya, kini menajamkan pandangan.Namun, begitu lawan bincangnya menekan tombol pemutar pada alat perekam di tangannya, Tigris tak bisa berkutik sebab dalam rekaman itu terdengar jelas, bahwa dia sengaja menyiapkan kecelakaan untuk melenyapkan kedua orang tua Anais. Bahkan di sana Tigris juga mengakui bahwa dirinya ingin menguasai harta mendiang Esteban, tidak peduli jika harus membunuhnya meski pria itu saudara kandungnya sendiri.‘I-ini tidak mungkin, ini tidak boleh tersebar. Aku sudah berusaha keras, jadi tidak mungkin melepas semuanya begitu saja.’ Pimpinan DV Group itu membatin was-was dalam hati.Dengan sorot amat dingin, Tigris pun berkata, “sejak kapan Anda memiliki rekaman ini?”“Apa itu penting? Jika Anda ingin bukti ini aman, maka Anda harus membantu saya membungkam Nona Anais dan suaminya!” sahut Dewan Direksi itu mengancam.Alih-alih membalas, Tigris malah menggelegarkan tawanya. Dia terba
“A-apa yang Kak Cedric katakan?!” Aretha mendengus dengan wajah tegang. “Itu tidak mungkin. Mustahil Kak Denver meninggalkan Aretha!”Maniknya tampak gemetar, tapi Cedric yang berada di hadapannya malah bungkam. Dan itu semakin memicu kecemasan membengkak di hati Aretha.“Jawab Aretha, Kak Cedric! Katakan bahwa semua itu bohong. Kak Denver tidak mungkin pergi semudah itu!” Wanita tersebut kembali memberang dengan nada lebih tinggi.Cedric mengencangkan rahangnya amat kesal, tapi akhirnya dia berkata, “andai dia benar-benar mati, maka aku akan sangat senang!”Sungguh, batu yang mengganjal di dada Aretha seolah sirna. Mendengar balasan sang kakak, artinya Denver masih hidup.“Jangan pernah bercanda seperti ini lagi, karena itu tidak lucu. Aretha bisa membenci Kak Cedric karena ini!” Putri kesayangan Pineti tersebut menyambar dengan gigi saling mengerat.Dia sontak berbalik menuruni tangga sebab terlanjur kesal dengan tingkah kakaknya. Namun, Cedric tak bisa diam saja saat sang adik yang
Anais yang baru menginjakkan kakinya ke dalam penthouse, langsung terpaku pada Jade yang tengah menata makanan di meja.‘Apa yang sedang dia lakukan?’ batinnya dalam diam.Di sana Jade sibuk merapikan tampilan makanan yang dia masak sendiri. Dari jarak tersebut, Anais memperhatikan Jade yang kini melepas celemek hitam yang melingkari pinggangnya.‘Untuk ukuran seorang pria, dia memang memiliki badan yang bagus.’ Anais melanjutkan seiring dengan matanya yang terpaku pada pinggul suaminya.Tiba-tiba ingatannya kembali pada momen dirinya dan Jade, yang baru saja melewati permainan ranjang panas kemarin malam. Sentuhan setiap jengkal tangan suaminya begitu memabukkan lebih dari alkohol jenis apapun.Anais semakin menggenggam erat tas yang ditentengnya seraya membatin, ‘dia sangat baik dalam seks, benarkah dia pertama kali melakukannya denganku, seperti yang Carlein katakan? Atau mungkin Carlein hanya berbohong?’Wanita itu tenggelam dalam pikirannya yang rumit.Namun beberapa saat kemudia
‘Sialan! Siapa orang yang datang?!’ Cedric menggeram penuh umpatan dalam hati.Dia seketika mematikan flash lampu dari ponselnya dan refleks menunduk di bawah meja kerja sang ayah. Dari tempatnya berlindung, dirinya tak bisa melihat keadaan di sisi pintu, tapi dadanya seakan bergemuruh kala ambang itu kian terbuka lebar.‘Mungkinkah itu Ayah?!’ batin putra sulung keluarga Devante itu cemas.Asumsinya kian mencuat saat derap sepatu melangkah ke dalam. Cahaya dari luar ruangan, membuat bayangan sosok lelaki terpantul ke lantai. Dia meraih sakelar lampu hingga tempat itu seketika terang. “Tidak ada siapapun di tempat ini,” tutur orang tersebut yang suaranya tak bisa dikenali oleh Cedric. “Jika tidak ada orang yang masuk, mengapa pintunya terbuka? Mungkinkah Tuan Tigris lupa menguncinya?”Mendengar sederet kalimat tersebut, Cedric yakin bahwa lelaki yang datang itu adalah pekerja mansion.Orang tadi kembali menilik pintu dan memeriksanya. “Astaga, ternyata kuncinya rusak. Besok aku akan
“Putramu sangat menggemaskan. Lebih baik kau bergabung bersama mereka,” tutur Hans tersenyum saat melihat Jade menggandeng anaknya. “Jade sudah menemaninya, aku akan di sini bersama Kakek.” Anais membalas selaras dengan bibirnya yang tertarik ke atas. Meski dia bilang seperti itu, tapi Hans tahu benar bahwa cicitnya lebih membutuhkan Anais. “Bukankah Kakek sudah bilang, Jade tidak ingin putranya berakhir seperti dirinya. Jadi, kau harus membantu suamimu agar dia bisa memberikan kasih sayang yang berlimpah pada anaknya.” Mendengar nasihat Hans, kali ini Anais tak bisa bersikeras. Usai pamit pada kakek mertuanya, wanita itu pun menghampiri Jade dan sang putra yang sudah rapi dengan pakaian berkuda. “Reins!” tukas Anais menyeru. Ya, River Reiner Herakles-yang akrab disapa Reins oleh Anais itu adalah bocah lelaki kecil yang menawan dan energik. Semakin dia tumbuh besar, rupa wajahnya semakin mirip dengan Jade. “Lihat aku, Mommy! Apa aku sudah mirip Daddy?” tukas River memamerkan pen
***“Sebaiknya Anda berhenti minum, Tuan,” tukas seorang lelaki yang merupakan Asisten Pribadi Denver selama di Asia.“Singkirkan tanganmu, sialan!”Alih-alih menurut, Denver malah menampik tangan asistennya seraya mengumpat geram. Dia justru mengisi gelasnya dengan vodka karena pikirannya sangat semrawut. Akan tetapi, lagi-lagi asistennya menahan saat dirinya hendak meneguk minumannya.“Mengapa? Apa kau akan mengadu pada Kakek?!” decak Cucu kedua Hans tersebut.Dia merengkuh kerah sang asisten hingga wajah mereka lebih dekat. “Katakan pada Kakek, bahwa aku hanya bermain-main di sini. Laporkan saja kerjaku tidak becus dan hanya membuang waktu dengan para wanita penghibur. Bukankah itu sudah cukup untuk memenuhi laporanmu tentangku?!”“Tuan, Anda tidak boleh—”“Berisik!” Denver kembali menyambar dan lantas melepas cekalan tangan dari kerah asistennya.Dia menyabit gelas vodkanya, lantas meneguk minumannya hingga tandas. Begitu cairan memabukkan itu mengaliri tenggorokannya, pria itu m
“Dokter, bicaralah dengan jujur. Istri saya sedang dalam bahaya, tapi bagaimana bisa Anda mengatakan sesuatu yang konyol?!” Jade memberang seiring amarah perih menjalari raganya. “Mohon maaf, Tuan. Kami tidak ada pilihan lain, sebab jika kami memaksa melakukan operasi untuk mengeluarkan pelurunya, bayi dalam kandungan istri Anda bisa dalam bahaya. Namun, apabila peluru itu tidak segera dikeluarkan, nyawa istri Anda bisa terancam,” balas Dokter itu dengan raut wajah gelisah. Memang, dirinya seperti menemui jalan buntu. Dia pun tidak bisa mengambil risiko sebab ini menyangkut hidup dan mati seseorang. “Se-sebab itu, kami menyerahkan keputusan pada Anda, selaku suaminya. Apapun pilihan—” “Pilihan?!” Jade lantas menyahut sebelum ucapan tenaga medis itu tuntas. “Apa yang Anda maksud dengan pilihan, Dokter? Anda sama saja meminta saya untuk membunuh salah satu dari mereka!” Manik abu pria tersebut tampak membesar dengan getir. Dirinya sungguh tak bisa mengambil keputusan mengenai perkar
Netra abu Jade membelalak selebar cakram begitu melihat peluru melesat ke dada kiri Anais. Sensasi terbakar bercampur perih, kini seolah menyobek jantung pria itu.“Tidak, Anais!” Dirinya buru-buru menuju istrinya, tapi tanpa dia tahu, Aretha malah mengarahkan pistol padanya.‘Dasar pasangan sialan! Lebih baik kalian ke neraka bersama!’ decak Adik angkat Anais itu dalam batin.Tangannya bersiap menarik pelatuk senjata apinya, tapi Carlein yang berada di belakang Jade, lebih dulu melesatkan tembakan hingga tepat mengenai lengan Aretha. Suara desingan peluru Cerlein sontak membuat semua orang tertegun, tapi Jade tanpa peduli hanya berlari pada Anais.Pria tersebut merengkuh sang istri yang masih terikat di kursi. Gelenyar merah pun merembes dari balik dress putih gading yang wanita itu kenakan. Dan begitu menyadari sang suami tiba, manik Anais pun bergetar seolah menemukan muaranya.“Jade … a-aku tahu kau akan datang. Kau pasti menemukanku di mana pun aku berada.” Anais bertutur dengan
***Nyaris satu jam, akhirnya Jade baru membuka ponselnya. Dan saat itu juga, keningnya mengernyit sebab ada beberapa panggilan tak terjawab dari sang istri. Dirinya yang kini berangkat menuju mansion Herakles, berupaya menelepon Anais kembali, tapi hasilnya nihil sebab istrinya tak mengangkat.“Mengapa dia tidak menerima panggilanku?” gumam Jade terserang bingung.“Mungkin saja Nyonya Anais saat ini sedang berbincang dengan Pimpinan, Tuan. Jadi Nyonya tidak sempat melihat ponselnya.” Carlein pun menyahut untuk menenangkan.Jika dipikir jernih, bisa saja itu benar, sehingga Jade pun membalas, “ya, mungkin. Terlebih lagi, Kakek sangat menantikan kelahiran bayi kami. Pasti Kakek mengajak Anais bicara banyak hal.”Jade menghela napas sembari merebahkan kepalanya di badan kursi mobilnya.‘Walau begitu, aku sangat cemas karena membiarkan Anais be
*** “Hei, mengapa di sini tidak ada minuman?!” Cedric membanting pintu lemari pendingin dengan emosi. Sepasang matanya yang cekung tampak mengerikan di wajahnya yang berang. Dia lantas menendang kursi, sampai membuat Aretha yang sedari tadi melihat sesuatu di laptopnya menjadi terusik. “Hah, sialan! Rumah macam apa ini?! Benar-benar memuakkan!” Cedric kembali mengumpat kasar. Sang adik yang sudah tidak tahan dengan tabiat kakaknya pun menyambar, “apa Kak Cedric buta? Di sana banyak air, apa susahnya minum air itu?!” “Aku tidak butuh air, berengsek! Tapi alkohol, alkohol, sialan! Aku benar-benar stress, jadi setidaknya berikan aku bir!” Putra sulung Tigris Devante itu kembali mendengus dengan amukan berapi-api. Dia yang merupakan seorang pecandu narkotika sudah kesulitan mendapat obat terlarangnya, hingga setiap hari hanya melampiaskannya pada minuman. “Aish, sial! Ini bukan bar. Jika Kakak ingin bir, pergilah ke bar atau club malam. Jadi berhentilah mengeluh dan mengumpat, karen
‘A-apa aku tidak salah lihat?’ Anais membatin seiring dengan maniknya yang berkedip.Dirinya tercengang mendapati Lariat Anne datang bersama seorang pria. Mungkin di mata publik itu adalah hal biasa, tapi bagi Anais ini sungguh tak terduga sebab pria yang tengah menemani Anne tak lain adalah Eldhan Hermeden.‘Apakah selama ini mereka saling kenal? Mengapa Anne bisa datang bersama Eldhan?’ sambung wanita itu dalam hati.Apa saja yang sudah Anais lewatkan? Dia cukup lama tidak melihat Eldhan sejak tahu bahwa pria tersebut memiliki perasaan padanya. Ya, meski saat itu Anais belum jatuh cinta pada Jade, tapi dirinya merasa aneh dan tak bisa menerima hati Eldhan.Dari lawan arah, Lariat Anne mendekat bersama Eldhan di sebelahnya. Dan seperti biasa, penampilan Anne yang glamor, kini diimbangi Eldhan yang tampil dengan setelan jas berkelas.“Selamat atas pelantikan Anda sebagai Presiden Direktur DV Group, Nona,” tuturnya disertai senyum anggun.Anais dengan santun pun membalas, “terima kasih,
“A-apakah pria yang ada di foto waktu itu adalah ayahmu?” Anais bertanya ragu-ragu, dan itu sekejap membuat Jade menaikkan kedua alisnya. “Foto apa yang kau maksud?” balas sang pria bertanya. Ada jeda beberapa saat sebelum Anais menjawab. Dan ya, wanita itu baru sadar bawah dulu dia masuk ke ruang rahasia penthouse Jade tanpa persetujuan suaminya. ‘Aish, mengapa aku jadi mengungkit masalah itu? Harusnya aku tidak usah membahas tentang ayahnya lagi ‘kan? Dia menyembunyikan foto-foto itu pasti karena suatu alasan. Sekarang dia pasti curiga padaku. Apa yang harus aku katakan?’ geming Anais bingung dalam batin. “Apa kau—” “Ma-maafkan aku, Jade.” Anais segera menyahut ucapan sang pria yang belum tuntas. “Saat itu, ketika kau memergoki diriku di ruang rahasia penthouse milikmu, aku tidak sengaja melihat foto anak laki-laki kecil bersama seorang pria. A-aku pikir, itu adalah dirimu dan ayah mertua.” Mendengar penjelasan sang istri, Jade sekarang ingat. Ya, untuk pertama kalinya, dia mel
Jade segera membuka amplop putih dari Carlein. Irisnya memindai penasaran sebab asistennya bilang dia telah ditipu. Dan ya, di bagian akhir surat hasil tes yang kini dipegangnya, Jade melihat jelas bahwa keterangannya negative! Dia bahkan membaca berkali-kali, khawatir bila matanya salah menilik. Akan tetapi, keterangannya memang menunjukan bahwa hasil tes DNA yang dia lakukan bersama Anais tidak cocok. “Apa arti surat ini, Carlein?” tukasnya menuntut penjelasan. Sang asisten segera menjawab dengan tegas. “Ini adalah hasil tes yang sebenarnya, Tuan. Dokter itu telah menipu Anda dengan memalsukan hasil tes menjadi positif karena permintaan seseorang.” Detik itu juga, manik abu Jade tampak menyorot tajam dengan alis saling mendapuk. Tak bisa dipungkiri bahwa dia sungguh senang jika ternyata dirinya dan Anais bukanlah saudara, tapi di sisi lain, pria tersebut pasti akan murka karena ada orang yang ingin main-main dengannya. Namun, Jade tak bisa langsung girang sebelum memastikan semua