“Nyonya Ridley, kamu baik-baik saja?” Jack bertanya dengan hati-hati.Iris menatap pria itu sambil menggigit bibir bawahnya agar tidak memaki pria itu.“Aku baik-baik saja,” ujarnya memaksakan senyum di wajahnya.“Aku minta maaf jika sudah membuat masalah padamu,” ujar Jack dengan penuh penyesalan dan tulus. dia sedikit merendahkan tubuhnya ketika dia meminta maaf membuat Iris tidak bisa marah pada pria itu.Iris menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya.“Tidak apa-apa. lanjutkan kegiatanmu, aku harus berangkat kerja,” ujarnya sopan pada Jack.Tiba-tiba ponselnya berdering. Iris menunduk dan mengambil ponselnya dari dalam tas. Dia melihat Bibi Marry meneleponnya, segera mengangkat teleponnya sambil berbalik membelakangi Jack.“Halo Bibi Marry, ada apa?”“Nyonya! Tuan Muda jatuh sakit! Dia tiba-tiba demam! Suhu tubuhnya sangat tinggi!” suara Bibi Marry terdengar di telepon.Iris menegang dan ikut panik.“Apa yang terjadi pada Dimitri? Mengapa dia tiba-tiba demam?! Jelaskan a
Jack melirik Iris, terlihat ingin mengatakan sesuatu namun di tahannya.“Apa yang ingin kamu katakan, katakan saja,” ujar Iris tanpa menatap pria itu. “Ehmm ... aku tahu ini bukan urusanku, tapi aku penasaran. Apa yang sebenarnya terjadi pada Tuan Ridley? Aku merasa aneh sejak kita bertemu di hotel itu. apa sesuatu terjadi padanya?” tanya Jack melirik Iris hati-hati.Iris hanya tersenyum memandang taman di depannya.“Kamu ingat tengah bulan lalu suamiku di rawat di rumah sakit?”“Ya.”“Dia amnesia. Dia tidak ingat bagaimana hubungan kami. Dia hanya mengingat saat umurnya 25 tahun.”“Ah, begitu, itu menjelaskan mengapa Tuan Ridley salah paham saat mendengar berita kehamilanmu. Apa kamu baik-baik saja dengan Tuan Ridley?”Iris menoleh memandang Jack dan mengangguk dengan senyum palsu. “Ya, kami baik-baik saja. Terima kasih sudah mengantar dan menemaniku di rumah sakit.”Jack balas tersenyum. “Senang bisa membantumu. Bagaimana pun kamu putri Bibi Lilian. Sebelum pergi, Bibi Lilian berp
Aiden terpaku melihat sosok Iris di ambang pintu. Sudah tiga hari dia mengabaikan wanita itu dan menolaknya datang ke kantor.Iris mengalihkan pandangannya ke kelilingan ruang mencari sosok Aiden di antara banyak orang di ruangan itu. Pandangannya langsung berhenti pada sosok Aiden yang duduk salah satu sofa besar dengan diapit dua wanita berpakaian seksi dan terbuka.Matanya menyipit menatap pria itu tajam.“Siapa kamu? Apa kamu salah wanita klub yang dikirim manajer Watson?” salah satu pria berkata sambil memandang Iris dari atas ke bawah. Dia bersiul melihat rok yang dikenakan Iris sangat pendek.Mata Aiden langsung berubah dingin menyadari rok yang dikenakan Iris sangat pendek. Rok itu sebatas paha dan ketat yang memperlihatkan kulit pahanya mulus dan cantik.“Apa yang kamu lakukan di sini?” Aiden berkata dengan suara kasar dan memelototi Peter yang berada di belakang Iris."Apa kamu yang membawa dia kemari?!”Peter terlihat meringis. “Maafkan aku Presdir, Nyonya Ridley yang memak
“Presdir, Nyonya tidak bisa minum alkohol ... Nyonya sedang—“ Sebelum Peter melanjutkan kalimatnya Iris tertawa.“Tidak masalah. Panggilkan juga aku layanan gigolo, aku ingin pria yang tampan dan muda menemaniku minum,” ujarnya ersenyum manis.Semua orang di ruangan itu sontak memandang Iris dengan mulut menganga seolah menganggapnya sudah gila. Aiden mencengkeram gelas di tangannya erat dan menatap Iris sedingin es kutub.“Apa kamu bilang?” Suaranya terdengar berbahaya.Iris tersenyum manis melipat tangannya di depan dada.“Suamiku bersenang-senang dengan wanita cantik seksi, mengapa aku tidak bisa? Aku juga bisa minum dan bersenang-senang dengan pria lain.” Dia menatap Aiden dengan tatapan provokatif.Aiden memandang selama beberapa saat sebelum melemparkan gelas di tangannya ke dinding di sebelah Iris hingga hancur berkeping-keping.“Nyonya!”“Aiden!”Semua orang tersentak kaget dan berkeringat dingin memandang Aiden ketakutan. Sementara Iris menatap Aiden dengan wajah tanpa ekspre
“Kamu brengsek ....”Aiden menangkap tangan wanita itu dan meraih belakang lehernya sebelum menunduk mencium bibirnya untuk menghentikan tangisannya.“Hmph—“ mata Iris melebar memandang Aiden dengan tatapan kosong.Aiden memejamkan matanya merasakan bibir mungil Iris di bibinya. Bibirnya manis dan lezat seperti yang diingat. Dia hanya ingin membungkamnya, tapi ketagihan ingin terus mencium bibir Iris. Tiga hari dia menahan diri dan menjauh dari Iris membuatnya sangat frustasi.Aiden memperdalam ciumanya dan menekan tubuh Iris di sofa. Dia menjulurkan lidahnya membujuk Iris membuka mulutnya.Iris mengatupkan bibirnya dan meletakkan tangannya di dada Aiden, berusaha mendorongnya.“Lepaskan ... brengsek—ah!” Iris mengerang saat Aiden menyerang mulutnya lidahnya yang panas dan bernafsu.Iris membuka mulutnya dan menggigit bibir Aiden dengan kuat. Tapi pria itu tampak tidak peduli dan terus menciumnya dengan penuh nafsu. Tangannya terulur untuk meraba-raba tubuh Iris sebelum menangkup sala
Keenam pria yang tak dikenal menyeringai memandang Iris dan mengelilingi wanita itu. “Kamu tidak perlu tahu tentang kami, jalang. Bermainlah dengan kami, kami akan menyenangkan kamu, hahaha ....” Salah satu pria itu berkata dengan tawa cabul memandang tubuh Iris. Teman-temannya yang lain tertawa terbahak-bahak. Wajah Iris pucat. Jelas tujuan keenam pria itu adalah dirinya. Dia tidak bisa melarikan diri karena pintu keluar ditutupi oleh dua orang pria. Dia dengan cepat mengambil ponselnya di dalam tas panik untuk menghubungi polisi tapi tasnya ditarik dan dilempar ke sudut kamar mandi. “Jangan coba-coba panggil polisi jalang!” “Aku tidak mengenal kalian. Aku akan membayar berapa pun jika kalian melepaskan aku,” ujar Iris memohon dan panik. “Kamu tidak bisa membayar kami Nona, karena seseorang sudah membayar kami dengan sangat mahal untuk memperkosa kamu.” Mata Iris menyipit mendengar ucapan salah satu pria itu. “Seseorang membayar kalian? Siapa dia?” Keenam orang itu saling pa
Kelompok pria itu saling pandang dan pemimpin pria itu memerintahkan anak buahnya. “Hajar orang itu! jangan diam saja! kalian tidak akan mendapat apa-apa jika tidak menyelesaikan ini!” Mereka berjumlah enam orang tidak mungkin bisa dikalah oleh satu orang. Serentak kelompok pria itu bergegas menghajar Aiden. Tapi yang tidak mereka sangka pria itu ahli bela diri dan melawan enam orang sekaligus. Iris meringkuk memeluk dirinya dengan gemetar memandang Aiden cemas.Suara perkelahian mereka menyebabkan keributan dan menarik perhatian orang-orang yang berada di dekat toilet. Mereka mendekat dan tercengang melihat Aiden melawan enam orang sendirian. “Tolong hentikan mereka! panggilkan keamanan!” Iris berteriak putus asa melihat orang-orang hanya berdiri di depan toilet tanpa niat untuk membantu. Tapi orang-orang itu pengecut dan mabuk, tidak berani terlibat atau menghentikan perkelahian yang tidak seimbang itu. Tidak peduli Aiden terlatih bela diri, tenaganya tidak mampu melawan enam
Aiden dibawa ke rumah sakit sementara Peter tinggal untuk mengurus orang-orang yang menganiaya Iris di klub.Di rumah sakit, Iris berjalan mondar-mandir di depan pintu UGD menunggu dokter yang sedang menangani Aiden.“Iris!”Iris berbalik melihat sepupunya berlari menghampirinya.Hugo berhenti di depannya dengan napas terengah-engah. “Apa yang terjadi? Aku dengar kamu di rumah sakit. Kamu terluka lagi?” Dia menatap memar di wajah Iris dengan ekspresi terkejut.Pipi Iris memar dan bengkak seperti seseorang memukulnya dengan keras.Dia mengulurkan tangannya menyentuh memar parah di pipi Iris. “Siapa yang melakukan ini padamu?"Iris meringis merasakan sakit di sisi kiri wajahnya. Dia menjauhkan wajahnya dari tangan Hugo dan bertanya dengan gugup. “Hugo, kenapa kamu ada di sini?”Hugo menatapnya tajam. “Aku mencarimu karena ada masalah mendesak. Bibi Lina bilang kamu ada di rumah sakit merawat Dimitri. Tapi Bibi Marry bilang kamu sedang keluar. Aku kebetulan melihatmu di sini.”Dia meman
Mereka pun telah selesai makan malam bersama. Lily dan Candra melangkah menuju ke arah ruang tamu. Sementara itu Aurelio sudah terlelap di kamarnya. Candra sengaja menemani putra tunggal Hugo hingga ia terlelap agar dirinya bisa pergi meninggalkan Aurelio tanpa merasa terbebani oleh rasa bersalah, karena sang putra tak ingin melepaskannya. “Candra apakah kamu yakin tetap balik hotel malam ini? Sudah larut malam Candra, apa tidak sebaiknya besok pagi-pagi sekali kamu kembali ke hotel. Kurasa belum terlambat jika kamu memang akan kembali besok ke Italia.” Ucap Lily seraya melangkah di sisi Candra. “Sekali lagi aku minta maaf Bibi Lily. Aku harus kembali malam ini ke hotel, jika aku harus menginap malam ini di sini dan kembali pagi harinya ke hotel, rasanya aku tak punya banyak waktu untuk berberes-beres barang-barangku yang berada di hotel, karena besok pagi aku harus segera berangkat ke Italia.” Jelas Candra menanggapi tawaran dari nyonya Wallington. “Ya sudah. Jika memang demikian,
Lily mengerucutkan bibirnya melihat sikap dingin Hugo. Dia menatap Candra dan menepuk lengannya menenangkan.“Jangan berkecil hati. Hugo selalu seperti ini.”Candra mengangguk, dia tidak mengambil sikap dingin Hugo, apalagi setelah mendengar kata-kata Aurelio bahwa Hugo menyimpan foto dirinya.Lily menyruh pelayan menyiapkan camilan ringan dan menghabiskan waktu mengobrol bersama Candra dan bermain dengan Aurelio.Sepanjang hari itu Hugo tidak turun dan berada di ruang kerjanya. Entah dia sengaja untuk menghindari Candra atau pria itu memang seperti itu. Candra tidak terlalu memikirkannya. Dia menikmati bermain dengan Aurelio. Candra tampak bahagia ia menikmati kebersamaannya bersama Aurelio di rumah Hugo Wallington. Meskipun Hugo terlihat cuek tak mengacuhkannya, namun Candra tidak mempedulikannya.Ia justru semakin akrab dan dekat dengan putra tunggal CEO berwajah tampan tersebut.Lily menyukai Candra, setelah melihat ketika Candra begitu pintar mengambil hati cucunya. Ini peluang te
“Tidak kok nyonya. Aku tidak memikirkan apapun, dan aku baik-baik saja kok nyonya,” ucapnya kembali berbohong menutupi jika sesungguhnya pikirannya justru melayang ke arah Hugo berada.“Candra. Aku minta maaf, jika selama ini sikapku sudah sangat keterlaluan padamu. Aku sadar, seharusnya aku tak memperlakukanmu seperti itu, hingga akhirnya kamu pergi meninggalkan putraku Hugo. Aku berharap kamu bisa memaafkanku Candra, meskipun aku akui kesalahanku mungkin sudah terlalu besar terhadapmu.”Candra tak menyangka, jika nyonya Wallington bisa berkata demikian padanya. Mengakui kesalahannya dan meminta maaf atas kesalahan yang pernah ia lakukan terhadap Candra.Candra menyentuh tangan nyonya Wallington, seraya menganggukkan kepalanya pelan. Candra tersenyum begitu juga dengan nyonya Wallington.“Iya nyonya. Aku sudah memaafkanmu nyonya, jauh sebelum nyonya minta maaf padaku,” jawab Candra seketika membuat nyonya Wallington berbinar-binar wajahnya.“Sungguhkah? Kamu memaafkanku Candra..? Kam
"Ya, ibu bantu cari pengasuh yang lebih kompenten.”“Kamu tidak butuh pengasuh untuk Aurelio, tapi seorang ibu untuk anakmu,” ujar Lily melirik Hugo dengan hati-hati.“Ibu ....” Hugo menatap ibunya tidak suka topik itu di bahas lagi.“Kamu tidak berniat mencari ibu untuk Aurelio? Apa karena kamu tidak bisa melupakan Candra?”Hugo terdiam, pikirannya kembali memikirkan Candra. Wanita itu memperlakukan Aurelio dengan baik saat itu dan dia pula yang menemukan putranya.Hugo menggelengkan kepala mengusir bayangan gadis itu dan berpura-pura mengetik sesuatu di laptop. "Aku sibuk, tolong tinggalkan aku, Bu.”Lily mendesah pasrah dan meninggalkan Hugo untuk mengurus pekerjaannya.....Beberapa hari kemudian sejak pertemuannya dengan Paman Hugo, Candra masih tidak memiliki keberanian mencari pria itu.Gadis berparas manis itu, bolak-balik tak jelas dan gelisah di ruang tamu kamar hotelnya seolah-olah mengukur ruang luas di kamar hotel tempat ia menginap selama berada di kota tersebut. Pikira
Candra merasa sedih atas sikap Hugo Wallington bersikap dingin dan mengabaikannya. Dia meninggalkan taman hiburan dan kembali ke hotel tempat dia menginap. Candra gelisah terus memikirkan pertemuannya dengan Hugo. Dia berusaha menahan diri untuk tidak mencari tahu tentang pria itu selama lima tahun sejak dia meninggalkannya. Pada akhirnya dia tidak bisa menahan keinginannya dan menelepon seorang asisten yang mengurus semua keperluannya. Dia menyuruh asistennya mencari tahu tentang Hugo selama lima tahun ini. Setelah itu Candra menunggu informasi dari asistennya semalaman. Beberapa jam kemudian asistennya datang ke kamar hotelnya. “Bagaimana, Vivi?” Candra bertanya gelisah meraih tangan wanita itu. “Nona muda, Tuan Wallington tidak pernah menikah, tapi dia memiliki seorang anak yang sampai saat ini masih dia sembunyikan dari mata publik. Ibu dari anak itu, mantan pelacur Tuan Wallington meninggal saat melahirkan.” Mata Candra melebar, jantung berdegup kencang merasa senang karena
“Kamu tidak usah takut dengan kakak. Kakak tidak jahat kok, jadi adik kecil jangan menangis lagi ya. Tenang saja, Kakak akan bantuin kamu kok.” Candra terus mengajak anak kecil tersebut berbicara, meskipun ia tetap bungkam tak mau bicara sepatah kata pun.“Ayo sini..! Ikut dengan kakak. Kita cari keberadaan orang tua kamu ya,” ujar Candra mengulurkan tangannya pada anak kecil itu.Anak itu seolah mengerti dan menghapus air matanya. dia mengulurkan tangan kecilnya meraih tangan wanita di depannya.Candra tersenyum hangat meremas tangan kecilnya. Dia pun menggendong dan mengajaknya menuju ke arah ruangan bagian informasi. Candra berpikir jika anak tersebut adalah anak hilang, mungkin dengan bantuan bagian informasi dapat mempertemukan kembali anak kecil yang terpisah dari orang tuanya bisa berkumpul lagi dengan keluarganya.Anak kecil tersebut saat ini berada dalam gendongan Candra tidak menangis dan memeluk leher Candra saat dibawa masuk ke pusat informasi taman hiburan.Candra mendeka
Lima tahun kemudian.Langit biru cerah dan angin bertiup lembut. Taman hiburan tampak hidup dan meriah.Gadis itu memandang langit musim panas dan memejamkan mata menikmati sinar matahari bersinar cukup cerah.Dia cantik berada di usia muda 25 tahun, kecantikannya mekar dengan indah. Jejak naif dan polos seorang gadis memudar dengan kecantikan wanita dewasa. Dia menarik perhatian beberapa pria yang lewat.Candra memuka mata, memperlihat matanya yang cerah dan cemerlang, namun menyimpan jejak kesedihan.Lima tahun telah berlalu, kota ini tak begitu banyak perubahannya. Kerinduannya begitu besar terhadap kota ini, begitu banyak kenangan yang tak mudah dilupakan di sini. Candra telah kembali ke kota di mana dulu ia memiliki story dan kenangan yang begitu membekas untuk dirinya.Bagaimana kabarnya kamu paman Hugo?Pasti saat ini dia sudah bahagia menikah dengan perempuan itu.Candra mendesah. Tak ada gunanya lagi mengingat semuanya jika saat ini paman Hugo sudah menjadi milik perempua
Candra tidak menjawab, dia menatap bibir tipis Hugo sebelum menundukkan kepala mencium bibirnya. Ciumannya agak grogi dan gugup. Hugo merasa terkejut. Sudah lama sekali Candra tidak mengambil inisitif menciumnya. Tapi dia tidak membalas ciuman Candra dan menahan keinginannya untuk melumat bibirnya menggoda. Dia harus memberinya pelajaran hari ini. Merasa Hugo tidak membalas ciumannya membuat Candra agak cemas dan malu. Tapi Hugo tidak mendoronya. Candra agak berani memperdalam ciumannya, bibir menghisap bibir bawah pria itu dan menyapu lidahnya di sepanjang bibir Hugo. Hugo mengerang pelan dalam bibirnya, tangannya mencengkeram pinggang ramping gadis itu. Candra semakin berani menyelipkan lidahnya menggoda bibir Hugo, tanganya mengusap-ngusap dada pria itu dengan gerakan menggodanya. Pinggulnya mengosok pangkal paha Hugo, menggoda ‘junior’ pria itu. Napas Hugo semakin dalam, dia mengcengkeram pinggang gadis itu semakin erat. Salah satu tangannya meremas pantat Candra di balik cel
“Tidak,” balas Candra serak dan menundukkan kepala agar Hugo tidak melihat dia menangis.“Benarkah?” Hugo meraih dagu gadis agar mendongak menatapnya. Dia melihat mata Candra berkaca-kaca dan basah. “Kamu menangis? Mengapa kamu menangis?” tanyanya dengan kening berkerut.Candra menggelengkan kepala. “Tidak, aku hanya mengantuk kok.”Candra mengusap matanya dan berpura-pura menguap. “Aku tidak tidur nyenyak semalam dan bangun pagi-pagi sekali untuk membuat bubur.”Hugo menatapnya lekat-lekat seolah mencari kebohongan dari mata gadis itu.Candra menguap hingga air matanya keluar. “Aku mengantuk. Bangunkan aku jika makan malam sudah selesai ....” Lalu dia dengan hati-hati memeluk pinggang Hugo agar menekan luka di perutnya dan bersandar di dada Hugo. Matanya terpenjam, dalam hitungan beberapa menit, dia sudah tertidur.Hugo mengamati gadis yang tertidur itu dan mendesah memeluk kepalanya di dadanya. Dia mencium kepala Candra dan memejamkan mata mencoba untuk tidur.Satu jam kemudian, Hug