Tiga hari setelah Aiden meninggalkan rumah, pria itu sulit dihubungi dan menolak kunjungan Iris di kantornya benar-benar membuatnya frustasi. Iris tidak fokus di tempat kerjanya. Dia harus menghindari Hugo agar sepupunya tidak mengetahui masalah rumah tangganya dan membuat masalahnya bertambah besar.Di dalam toilet wanita.Iris menyalakan keran air dan mencuci wajahnya. Dia melihat bayangan dirinya di dalam cermin. Wajah pucat dan lesu. Masalah belakangan ini, membuatnya benar-benar stres.Apa ini hukuman karena keegoisannya?“Nyonya, pakai tisu ini.”Iris melirik refleksi Lisa di dalam cermin yang sedang menyodorkan sebuah tisu basah padanya.“Terima kasih Lisa,” ujarnya menerima tisu dari sekretarisnya.“Nyonya, apa kamu baik-baik saja?” tanya Lisa memandang Iris dengan tatapan prihatin melihat wajah pucat Iris di cermin.Iris mengangguk sambil tersenyum lemah. “Ini hanya mual biasa. Hal biasa yang selalu dialami setiap ibu hamil.”“Beristirahatlah Nyonya. Kamu terlihat tidak sehat
“Nyonya Ridley, kamu baik-baik saja?” Jack bertanya dengan hati-hati.Iris menatap pria itu sambil menggigit bibir bawahnya agar tidak memaki pria itu.“Aku baik-baik saja,” ujarnya memaksakan senyum di wajahnya.“Aku minta maaf jika sudah membuat masalah padamu,” ujar Jack dengan penuh penyesalan dan tulus. dia sedikit merendahkan tubuhnya ketika dia meminta maaf membuat Iris tidak bisa marah pada pria itu.Iris menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya.“Tidak apa-apa. lanjutkan kegiatanmu, aku harus berangkat kerja,” ujarnya sopan pada Jack.Tiba-tiba ponselnya berdering. Iris menunduk dan mengambil ponselnya dari dalam tas. Dia melihat Bibi Marry meneleponnya, segera mengangkat teleponnya sambil berbalik membelakangi Jack.“Halo Bibi Marry, ada apa?”“Nyonya! Tuan Muda jatuh sakit! Dia tiba-tiba demam! Suhu tubuhnya sangat tinggi!” suara Bibi Marry terdengar di telepon.Iris menegang dan ikut panik.“Apa yang terjadi pada Dimitri? Mengapa dia tiba-tiba demam?! Jelaskan a
Jack melirik Iris, terlihat ingin mengatakan sesuatu namun di tahannya.“Apa yang ingin kamu katakan, katakan saja,” ujar Iris tanpa menatap pria itu. “Ehmm ... aku tahu ini bukan urusanku, tapi aku penasaran. Apa yang sebenarnya terjadi pada Tuan Ridley? Aku merasa aneh sejak kita bertemu di hotel itu. apa sesuatu terjadi padanya?” tanya Jack melirik Iris hati-hati.Iris hanya tersenyum memandang taman di depannya.“Kamu ingat tengah bulan lalu suamiku di rawat di rumah sakit?”“Ya.”“Dia amnesia. Dia tidak ingat bagaimana hubungan kami. Dia hanya mengingat saat umurnya 25 tahun.”“Ah, begitu, itu menjelaskan mengapa Tuan Ridley salah paham saat mendengar berita kehamilanmu. Apa kamu baik-baik saja dengan Tuan Ridley?”Iris menoleh memandang Jack dan mengangguk dengan senyum palsu. “Ya, kami baik-baik saja. Terima kasih sudah mengantar dan menemaniku di rumah sakit.”Jack balas tersenyum. “Senang bisa membantumu. Bagaimana pun kamu putri Bibi Lilian. Sebelum pergi, Bibi Lilian berp
Aiden terpaku melihat sosok Iris di ambang pintu. Sudah tiga hari dia mengabaikan wanita itu dan menolaknya datang ke kantor.Iris mengalihkan pandangannya ke kelilingan ruang mencari sosok Aiden di antara banyak orang di ruangan itu. Pandangannya langsung berhenti pada sosok Aiden yang duduk salah satu sofa besar dengan diapit dua wanita berpakaian seksi dan terbuka.Matanya menyipit menatap pria itu tajam.“Siapa kamu? Apa kamu salah wanita klub yang dikirim manajer Watson?” salah satu pria berkata sambil memandang Iris dari atas ke bawah. Dia bersiul melihat rok yang dikenakan Iris sangat pendek.Mata Aiden langsung berubah dingin menyadari rok yang dikenakan Iris sangat pendek. Rok itu sebatas paha dan ketat yang memperlihatkan kulit pahanya mulus dan cantik.“Apa yang kamu lakukan di sini?” Aiden berkata dengan suara kasar dan memelototi Peter yang berada di belakang Iris."Apa kamu yang membawa dia kemari?!”Peter terlihat meringis. “Maafkan aku Presdir, Nyonya Ridley yang memak
“Presdir, Nyonya tidak bisa minum alkohol ... Nyonya sedang—“ Sebelum Peter melanjutkan kalimatnya Iris tertawa.“Tidak masalah. Panggilkan juga aku layanan gigolo, aku ingin pria yang tampan dan muda menemaniku minum,” ujarnya ersenyum manis.Semua orang di ruangan itu sontak memandang Iris dengan mulut menganga seolah menganggapnya sudah gila. Aiden mencengkeram gelas di tangannya erat dan menatap Iris sedingin es kutub.“Apa kamu bilang?” Suaranya terdengar berbahaya.Iris tersenyum manis melipat tangannya di depan dada.“Suamiku bersenang-senang dengan wanita cantik seksi, mengapa aku tidak bisa? Aku juga bisa minum dan bersenang-senang dengan pria lain.” Dia menatap Aiden dengan tatapan provokatif.Aiden memandang selama beberapa saat sebelum melemparkan gelas di tangannya ke dinding di sebelah Iris hingga hancur berkeping-keping.“Nyonya!”“Aiden!”Semua orang tersentak kaget dan berkeringat dingin memandang Aiden ketakutan. Sementara Iris menatap Aiden dengan wajah tanpa ekspre
“Kamu brengsek ....”Aiden menangkap tangan wanita itu dan meraih belakang lehernya sebelum menunduk mencium bibirnya untuk menghentikan tangisannya.“Hmph—“ mata Iris melebar memandang Aiden dengan tatapan kosong.Aiden memejamkan matanya merasakan bibir mungil Iris di bibinya. Bibirnya manis dan lezat seperti yang diingat. Dia hanya ingin membungkamnya, tapi ketagihan ingin terus mencium bibir Iris. Tiga hari dia menahan diri dan menjauh dari Iris membuatnya sangat frustasi.Aiden memperdalam ciumanya dan menekan tubuh Iris di sofa. Dia menjulurkan lidahnya membujuk Iris membuka mulutnya.Iris mengatupkan bibirnya dan meletakkan tangannya di dada Aiden, berusaha mendorongnya.“Lepaskan ... brengsek—ah!” Iris mengerang saat Aiden menyerang mulutnya lidahnya yang panas dan bernafsu.Iris membuka mulutnya dan menggigit bibir Aiden dengan kuat. Tapi pria itu tampak tidak peduli dan terus menciumnya dengan penuh nafsu. Tangannya terulur untuk meraba-raba tubuh Iris sebelum menangkup sala
Keenam pria yang tak dikenal menyeringai memandang Iris dan mengelilingi wanita itu. “Kamu tidak perlu tahu tentang kami, jalang. Bermainlah dengan kami, kami akan menyenangkan kamu, hahaha ....” Salah satu pria itu berkata dengan tawa cabul memandang tubuh Iris. Teman-temannya yang lain tertawa terbahak-bahak. Wajah Iris pucat. Jelas tujuan keenam pria itu adalah dirinya. Dia tidak bisa melarikan diri karena pintu keluar ditutupi oleh dua orang pria. Dia dengan cepat mengambil ponselnya di dalam tas panik untuk menghubungi polisi tapi tasnya ditarik dan dilempar ke sudut kamar mandi. “Jangan coba-coba panggil polisi jalang!” “Aku tidak mengenal kalian. Aku akan membayar berapa pun jika kalian melepaskan aku,” ujar Iris memohon dan panik. “Kamu tidak bisa membayar kami Nona, karena seseorang sudah membayar kami dengan sangat mahal untuk memperkosa kamu.” Mata Iris menyipit mendengar ucapan salah satu pria itu. “Seseorang membayar kalian? Siapa dia?” Keenam orang itu saling pa
Kelompok pria itu saling pandang dan pemimpin pria itu memerintahkan anak buahnya. “Hajar orang itu! jangan diam saja! kalian tidak akan mendapat apa-apa jika tidak menyelesaikan ini!” Mereka berjumlah enam orang tidak mungkin bisa dikalah oleh satu orang. Serentak kelompok pria itu bergegas menghajar Aiden. Tapi yang tidak mereka sangka pria itu ahli bela diri dan melawan enam orang sekaligus. Iris meringkuk memeluk dirinya dengan gemetar memandang Aiden cemas.Suara perkelahian mereka menyebabkan keributan dan menarik perhatian orang-orang yang berada di dekat toilet. Mereka mendekat dan tercengang melihat Aiden melawan enam orang sendirian. “Tolong hentikan mereka! panggilkan keamanan!” Iris berteriak putus asa melihat orang-orang hanya berdiri di depan toilet tanpa niat untuk membantu. Tapi orang-orang itu pengecut dan mabuk, tidak berani terlibat atau menghentikan perkelahian yang tidak seimbang itu. Tidak peduli Aiden terlatih bela diri, tenaganya tidak mampu melawan enam