“Maaf jika aku terlalu ikut campur dalam urusanmu.” Hugo menenangkan amarahnya dan bersikap tenang.“Aku ingin memberitahumu Bibi Lilian ....” Hugo merendahkan suaranya. “Aku mendapat berita dari keluarga bahwa Bibi Lilian meninggal malam ini.”Iris mendongak dengan ekspresi tercengang. Kata-kata Hugo seperti petir yang menyambarnya.“A-apa ....”Hugo menatapnya tanpa ekspresi. “Bibi Lilian meninggal karena serangan jantung. Aku berencana terbang malam ini. Pemakaman Bibi Lilian besok. Terserah kamu akan tinggal di sini, atau melewatkan pemakaman ibumu.”Setelah mengatakan itu, Hugo berbalik meninggalkan Iris yang membeku. Hugo melewati Peter yang baru datang.“Tuan Wallington, apa kabar ....”Hugo mengabaikannya dengan ekspresi dingin dan berjalan cepat meninggalkan tempat itu.Peter mengusap belakang lehernya dan menghampiri Iris.“Nyonya, apa yang terjadi pada— Nyonya!” Peter buru-buru menahan tubuh Iris yang tiba-tiba lunglai dan akan pingsan. Dia berlutut di depan Iris dan menaha
Aiden memandangnya dengan alis terangkat. “Ada apa?” “N-nyonya ... dia tidak ada di rumah sakit sekarang. Kamu tidak bisa menemuinya sekarang.” Peter menjawab dengan tergagap. “Mengapa?” tuntut Aiden tidak sabar. Sebelum Aiden menjawab, terdengar suara kekanakkan memanggilnya. “Daddy!” Aiden berbalik melihat Dimitri berlari menghampirinya. “Dimitri.” Dia sangat merindukan putranya dan berlutut membuka lengan untuk memeluk putranya. Tapi dia justru mendapat pukulan di wajahnya. “Daddy jahat!” Dimitri berseru memukul Aiden. “Aku benci Daddy! Aku tidak mau sama Daddy! Aku mau sama Mommy! Antar aku pada Mommy! Aku tidak mau tinggal sama Daddy!” Anak itu menangis memukul-mukul Aiden. Aiden kewalahan dengan serangan tiba-tiba putranya. “Tuan muda, kamu tidak boleh begitu pada Daddy.” Bibi Marry mencoba menahan Dimitri dan menariknya menjauh dari Aiden. “Biarkan dia,” perintah Aiden pada Bibi Marry. Dia menangkap tangan mungil Dimitri yang memukulnya. “Dimitri, apa yang sudah da
Awan gelap menaungi pemakaman tempat peristirahatan Lilian Wallington. Rintik-rintik mulai hujan turun seolah ikut berkabung. Pemakaman tampak khusyuk. Semua orang mengenakan pakaian hitam berkabung mengucapkan belasungkawa pada Iris dan Hugo sebelum berjalan meninggalkan pemakaman saat hujan turun semakin deras. Iris berdiri dengan wajah tanpa ekspresi memegang payung hitam di tangannya memandang batu nisan yang bertuliskan nama Lilian. Dia pikir tidak akan merasa sakit kehilangan ibunya karena Lilian adalah sosok ibu yang dingin dan tegas padanya. Dia tidak pernah merasakan kasih sayang atau kehangatan ibu kandungnya sejak tinggal di keluarga Wallington. Dia tetap merasa kehilangan mendengar kematian Lilian. “Meski Bibi Lilian adalah orang dingin, dia menyayangimu dan Dimitri. Sebelum meninggal, Bibi Lilian membuat wasiat dan meninggalkan banyak aset untukmu dan Dimitri agar kalian bisa hidup tanpa khawatir,” kata Hugo di sebelah Iris.“Aku tahu,” balas Iris tenang.Hugo menoleh
Iris mengerut keningnya mendengar ucapan pelayan itu. “Jangan khawatir tentang itu. Aku tidak akan membiarkan orang-orang mengangguku. Aku membutuhkan ponselku untuk menghubungi suami dan anakku. Aku ingin tahu kabar mereka. berikan ponselku,” ujar Iris mengulurkan tangan meminta ponselnya. Pelayan menggelengkan kepala dan berkata dengan tenang. “Maafkan aku Nona, aku belum bisa memberi ponselmu tanpa persetujuan Tuan Hugo.” “Kalau begitu telepon dan beritahu dia. Aku membutuhkan ponselku sekarang,” ujar Iris tidak sabar. “Tuan Hugo sedang sibuk dan tidak bisa dihubungi. Tuan Hugo berkata akan pulang malam ini dan berbicara denganmu,” balas pelayan itu tenang. Iris tidak bisa berkata-kata mendengar ucapan pelayan itu. “Apa maksudnya ini? Sudahlah, aku akan menemuinya sendiri,” ujarnya kesal berjalan meninggalkan kamarnya. Ketika keluar dari kediaman seorang pria berpakaian seperti pengawal menghentikannya di depan pintu.. “Nona, kamu akan ke mana?” Iris mengerutkan keningnya
Aiden balas memeluk Iris dengan erat dan mencium pucuk kepalanya.“Apa yang terjadi padamu, mengapa kamu sangat kurus. Apa kamu tidak makan dengan baik?” bisiknya merasakan tubuh Iris tampak kurus dalam pelukannya. Orang-orang bilang bahwa ibu hamil akan menjadi gemuk ketika sedang menangandung. Tapi mengapa istrinya tampak kurus?Iris melepaskan pelukannya dan menatap Aiden dengan mata berkaca-kaca dan cemberut. Namun tidak ada kata-kata yang keluar dari bibirnya.Aiden menghela napas dan mengusap rambutnya dengan lembut.“Aku sudah dengar tentang ibumu. Maaf aku tidak hadir di pemakaman Nyonya Lilian. Tapi bukan berarti kamu harus mengabaikan kesehatanmu. Bagaimana pun anak kita juga butuh nutrisi,” ujarnya dengan ekspresi tidak setuju dan mengelus perut Iris lembut.Iris mengerjap menatap wajah Aiden dengan ekspresi aneh.“Kamu ... bukankah kamu meragukan anak ini dan ingin aku menggugurkannya?” bisiknya dengan nada menyindir.Aiden berkedip dan berkata dengan marah. “Omong kosong.
“Tapi dia menahanmu di sini dan kalian hanya berdua di sini.”“Ada pelayan juga.”“Iris!” Suara Aiden meninggi.“Kamu tahu apa maksudku, kan? Dia menahanmu di sini seolah dia ingin menyimpan kamu sebagai wanitanya! Dia orang gila!” serunya dengan ekspresi gelap di wajahnya.“Jangan membuat asumsi konyol, itu tidak mungkin,” balas Iris menggelengkan kepalanya dengan ekspresi tidak setuju.“Mengapa itu tidak mungkin? Dia menyukaimu dan menyembunyikan barang-barangmu agar kamu tidak meninggalkan rumah ini atau kembali ke York City. Dia bajingan sakit,” desis Aiden menggertakkan gigi.Iris mengalihkan pandangannya dari Aiden. “Aku akan berbicara dengan Hugo agar dia mengembalikan barang-barangku.”“Saat dia menyita barang-barangmu, dia tidak akan berniat mengembalikannya.”“Lalu apa ingin aku melakukan apa?!” Iris menatapnya kesal.“Tinggalkan tempat ini dan kembali bersamaku. Aku akan mengeluarkan kamu dari sini. aku tidak akan membiarkan bajingan itu menahanmu di sini dan memisahkan kit
“Tidak ada gunanya dengan berbicara dengan orang itu. Ikut denganku tinggalkan tempat ini. Jangan khawatir tentang WLT Group. Seperti katamu, Hugo bisa memimpin perusahaan karena dia sangat kompeten. Keberadaanmu tidak akan berguna di sini. Tapi kamu memiliki aku dan Dimitri,” ujar Aiden menggenggam tangannya lembut.“Aku akan menjagamu dan anak-anak kita. Aku tidak akan membiarkan kalian menjalani hidup yang sulit bahkan jika keluarga Wallington tidak mendukungmu. Pulanglah denganku, sayang.” Aiden mencium punggung tangannya lembut.Mata Iris memanas. Dia menunduk mengepalkan tangannya dalam genggaman Aiden.“Aku ....”Pintu tiba-tiba dibuka. Keduanya tersentak dan menoleh memandang ke arah pintu.Di ambang pintu, Hugo berdiri dengan di kelilingi sekelompok orang seperti pengawal. Raut wajah Hugo tampak gelap memandang Aiden berada di kamar Iris.“Apaan ini Hugo? Mengapa kamu menerobos ke kamarku dengan membawa para penjaga?” Iris menatapnya tidak senang.“Mundur sayang.” Aiden mena
“Lepaskan suamiku, brengsek,” desis Iris dingin, benar-benar sangat marah.Para pengawal Hugo terkejut dan berhenti memukul Aiden.Aiden menyeringai melihat Iris akhirnya mengumpat dan menampar Hugo. Gusinya berdarah ketika dia menyeringai.Salah satu pengawal mendekati Iris dengan cepat dan ingin menarik menjauh.“Berhenti,” desis Hugo mengangkat tangan untuk menghentikan pengawalnya.Hugo menyentuh pipinya memerah karena di tampar dan menatap Iris.Iris menatapnya tajam. Tapi tangannya yang menampar Hugo gemetar. Untuk pertama kalinya dia sangat marah pada pria yang dianggap sebagai saudara.“Iris, aku tidak akan membiarkan kamu bersama dengan bajingan itu. Dia selalu membuatmu terluka,” desis Hugo dengan tatapan dingin.“Aku tidak peduli, aku yang ingin bersamanya. Jadi lepaskan dia!” balas Iris gentar.Hugo mengalihkan pandangannya dari wanita itu dan tanpa ekspresi memerintah anak buahnya.“Keluarkan orang itu dari sini.”Pengawalnya mengangguk. Mereka memaksa Aiden berdiri tanp