“Kamu akan menemui gadis itu kan?!” tuduh Tiffanya dengan marah. “Apa dia lebih penting dari anakmu?” serunya mengelus perut buncitnya.Hugo menatapnya dingin. “Kamu tidak boleh menemui gadis itu! Kamu mulai mengabaikan sejak gadis itu ada. Tolong jangan pergi!” mohon Tiffany menarik-narik lengan kemeja Hugo panik dan cemas.“Aku tidak selamanya menemanimu di sini. jangan membuang waktuku, aku punya urusan yang lebih penting daripada menemani kegilaanmu,” desis Hugo tidak sabar menahan dirinya agar tidak mendorong wanita itu menjauh darinya dan melepaskan kecengkeraman dari kemejanya dengan paksa.Air mata mengalir di pipi Tiffany dan mulai menangis histeris melempar barang-barang yang dijangkaunya. Bantal, selimut, gelas dan lain-lain di atas meja.“Kenapa kamu tidak pernah peduli padaku! Aku yang mencintaimu bukan wanita-wanita jalang itu! Aku mengandung anakmu, aku akan melakukan apa pun untukmu! Mengapa kamu tidak pernah peduli sedikitpun padaku!” tangisnya.Hugo memejamkan
Para pelayan saling pandang dengan ekspresi aneh. Sudah satu jam tapi tapi Tuan Wallington tidak kunjung datang. Sementara gadis yang berulang tahun tahun tetap duduk di tempatnya dengan ekspresi kosong. Dia berdandan cantik untuk ulang tahunnya, tapi hanya duduk sendirian dan menunggu seseorang yang tidak pasti kapan datangnya. Mereka kasihan dan juga lelah hanya berdiri selama hampir satu jam. Tapi mereka sudah terlatih bersikap profesional dan tidak mengeluh untuk menunjukkan perilaku yang tidak nyaman.“Sajikan kuenya, dan aku ingin wine dengan kadar alkohol tinggi,” perintah Candra tiba-tiba tanpa memandang para staf.Keempat staf saling pandang dan mengangguk melaksanakan perintah Candra. Mereka seharusnya menunggu Hugo untuk menyajikan kue ulang tahun gadis itu. tapi mereka tidak menolak perintah Candra dan tidak ada perintah atau pemberitahuan dari Tuan Wallington.Candra tidak tahu bagaimana menjelaskan perasaannya. Kecewa, sakit hati dan pasrah campur aduk dalam dadanya. Dia
“Mobilnya cepat sekali ... aku pusing .... mau muntah ....” Candra mengoceh sambil saat mobil melaju di tengah jalan. dia berputar menghadap belakang dan merangkak meninggalkan tempat duduknya.Hugo yang sedang menyetir mobil sesekali melirik gadis itu. “Duduk yang benar ....” ujarnya cemas menahan pundak gadis itu. Dia lupa memasang sabuk pengaman di tubuh Candra. Dia terburu-buru meninggalkan hotel.Sambil menekan bahu Candra agar tetap di tempatnya, Hugo mencari tempat untuk menepikan mobil dan memasang sabuk pengaman.Candra memandang Hugo dengan mata mabuk. Dia tiba-tiba marah dan berseru. “Paman Hugo, ach! Kenapa kamu ada di sini! aku tidak menyukaimu lagi!” Dia mendorong tangan Hugo dari dadanya dan hendak membuka pintu mobil.“Candra, bersikap baiklah!” Hugo menegurnya dan menarik tangannya agar tidak membuka pintu saat mobil sedang jalan di tengah jalan sementara matanya fokus ke depan.“Jangan perlakukan aku seperti anak kecil, aku membencimu Paman! Kamu sudah banyak menyak
Candra menoleh dengan wajah pucat dan melihat sosok pria yang mengenakan sweter abu-abu menatapnya dengan ekspresi khawatir. Dia mengerut kening cemberut dan berdiri mencoba mengabaikan pria itu.Dia menghampiri wastafel dan berkumur serta mencuci wajahnya. Dia memandang sosok dirinya di dalam cermin. Wajahnya pucat dan lesuh, ada lingkaran gelap di bawah matanya. gaunnya kotor semalam sudah diganti dengan piama satin yang pas di tubuh Candra.Candra mengusap perban di kepalanya dan merasakan rasa sakit akibat benturan semalam di dalam mobil.“Ugh,” rintihnya.“Ada apa Candra, kepalamu sakit?” Hugo berdiri di belakangnya dan mengulurkan tangannya untuk menyentuh jidat Candra dengan penuh perhatian.Candra memejamkan mata saat kehangatan pria itu melingkupinya, tapi ingatan kejadian semalan membanjiri benaknya. Tentang Hugo yang melewatkan perayaan ulang tahunya dan memilih bersama Tiffany. Sakit hati dan sesak di dadanya kembali. Candra menepis tangannya dan berbalik menghadap pria it
“Candra ....” Joy mengetuk pintu kamar asrama gadis itu. Namun tidak mendapat tanggapan dari dalam. Dia menghela napas dan membuka pintu kamar Candra yang tidak terkunci. Dia disambut dengan pemandangan kamar yang gelap dan sosok Candra yang berbaring di tempat tidur dengan sekujur tubuhnya ditutupi selimut. Sudah tiga hari Candra mengurung diri di kamarnya dan tidak masuk kelas. Dia hanya keluar untuk makan, minum dan mandi. Joy sudah berusaha berbicara dengan gadis itu atau menghiburnya tapi Candra hanya ingin sendirian. “Hei, berhenti mengurung diri di kamar terus. Ada paket datang untukmu.” “Taruh saja di ruang tamu,” balas Candra lesu tanpa mengangkat kepalanya dari bantal dan memejamkan matanya dengan punggung membelakangi pintu. “Ini dari kakakmu.” Candra langsung membuka matanya dan menolehkan kepalanya memandang Joy. “Apa kamu bilang tadi?” Dia berkata dengan suara serak seperti dia sudah menangis berhari-hari. Joy menggelengkan kepala menatapnya prihatin. “Ada paket
“Bagaimana kamu bisa merayu orang sudah membesarkanmu? Apa kamu begitu membutuhkan uang? Jika iya, datang saja padaku, aku akan memberi berapa pun yang kamu inginkan.”Candea mengepalkan tangannya.“Aku tidak menginginkan uang Paman Hugo!” “Tantu kamu mungkin tidak menginginkan uangnya karena putraku sudah menyediakanmu dan kakakmu selama bertahun-tahun. Kamu tidak puas? Kamu ingin status sosial dan berharap menikah dengannya agar mempertahankan semua yang kamu dapatkan dari putraku?” Lily berkata dengan nada memerahi dan keras menyebab perhatian beberapa pengujung kafe tertuju pada mereka.“Kamu pikir dengan merayu dan menjadi simpanan, kamu akan mendapatkan semua itu? Jangan mimpi! Aku tidak akan membiarkan gadis rendahan sepertimu masuk ke keluarga kami!”Mata Candra memerah. “Aku … aku tidak menginginkan status sosial itu. Aku … aku hanya mencintai Paman Hugo.”Lily mendengus. “Cinta? Karena cinta kamu begitu rela merendahkan merayu walimu dan menjadi simpanan? Itu bukan cinta, i
Seminggu berlalu sejak pertemuannya dengan Lily. Candra berusaha fokus pada kuliahnya dan mempertimbangkan tawaran Lily untuk pindah ke luar negeri. Tapi Candra tidak ingin pergi ke Jerman. Dia mempertimbangkan untuk pindah kembali ke London seperti yang diminta Marcus beberapa bulan yang lalu dan dia sangat akrab dengan lingkungan di London. tapi ketika Candra menghubungi Marcus, panggilannya tetap tidak pernah diangkat. Dia tidak tahu di mana Marcus berada dan tinggal di mana.Jika bukan karena kado ulang tahun yang Marcus kirim, Candra ingin melamporkan Marcus sebagai orang hilang karena hilang kontak. Dia takut saudara laki-lakinya di culik.Candra menggelengkan kepala. Marcus adalah dewasa meski usianya 21 tahun. Dia pernah bekerja sebagai supir dan pengawal yang terlatih serta memiliki koneksi yang tidak biasa. Tidak mungkin suadara laki-lakinya hilang atau diculik.Marcus mungkin pergi ke suatu tempan untuk menenangkan diri. Lagi pula, bagaimana mungkin dia ingin bekerja kembal
Candra lega mendengar ucapan Joy. Dia meraih lengan gadis itu. “Aku mendukungmu, ayo ... aku akan mentraktirmu.”Mata Joy langsung cerah dan langsung melupakan kekesalannya. “Ada kafe baru di depan kampus ....”Candra terkekeh dan menggangguk. Keduanya mengobrol banyak hal keluar dari gerbang kampus.“Candra!” seseroang memanggil Candra di dekat gerbang kampus.Candra langsung berhenti. Matanya melebar melihat seorang pria paruh baya melambaikan tangannya padanya dengan senyum lebar di dekat gerbang.Joy juga ikut berhenti dan memandang ke arah pria paruh baya itu.“Siapa orang itu? Apa kamu mengenalnya?” tanya Joy.Candra mengepalkan tangannya dan menoleh memandang Joy. “Joy, bisakah kamu duluan ke kafe. Aku akan menyusulmu nanti.”“Oh okey ....” Joy memiringkan kepala memandang Candra khawatir tapi berjalan duluan meninggalkan Candra.Setelah Joy pergi, Candra menarik napas dalam-dalam sebelum berjalan mendekati Carter.“Apa yang kamu lakukan di sini? Bukankah aku sudah memperingatk
Mereka pun telah selesai makan malam bersama. Lily dan Candra melangkah menuju ke arah ruang tamu. Sementara itu Aurelio sudah terlelap di kamarnya. Candra sengaja menemani putra tunggal Hugo hingga ia terlelap agar dirinya bisa pergi meninggalkan Aurelio tanpa merasa terbebani oleh rasa bersalah, karena sang putra tak ingin melepaskannya. “Candra apakah kamu yakin tetap balik hotel malam ini? Sudah larut malam Candra, apa tidak sebaiknya besok pagi-pagi sekali kamu kembali ke hotel. Kurasa belum terlambat jika kamu memang akan kembali besok ke Italia.” Ucap Lily seraya melangkah di sisi Candra. “Sekali lagi aku minta maaf Bibi Lily. Aku harus kembali malam ini ke hotel, jika aku harus menginap malam ini di sini dan kembali pagi harinya ke hotel, rasanya aku tak punya banyak waktu untuk berberes-beres barang-barangku yang berada di hotel, karena besok pagi aku harus segera berangkat ke Italia.” Jelas Candra menanggapi tawaran dari nyonya Wallington. “Ya sudah. Jika memang demikian,
Lily mengerucutkan bibirnya melihat sikap dingin Hugo. Dia menatap Candra dan menepuk lengannya menenangkan.“Jangan berkecil hati. Hugo selalu seperti ini.”Candra mengangguk, dia tidak mengambil sikap dingin Hugo, apalagi setelah mendengar kata-kata Aurelio bahwa Hugo menyimpan foto dirinya.Lily menyruh pelayan menyiapkan camilan ringan dan menghabiskan waktu mengobrol bersama Candra dan bermain dengan Aurelio.Sepanjang hari itu Hugo tidak turun dan berada di ruang kerjanya. Entah dia sengaja untuk menghindari Candra atau pria itu memang seperti itu. Candra tidak terlalu memikirkannya. Dia menikmati bermain dengan Aurelio. Candra tampak bahagia ia menikmati kebersamaannya bersama Aurelio di rumah Hugo Wallington. Meskipun Hugo terlihat cuek tak mengacuhkannya, namun Candra tidak mempedulikannya.Ia justru semakin akrab dan dekat dengan putra tunggal CEO berwajah tampan tersebut.Lily menyukai Candra, setelah melihat ketika Candra begitu pintar mengambil hati cucunya. Ini peluang te
“Tidak kok nyonya. Aku tidak memikirkan apapun, dan aku baik-baik saja kok nyonya,” ucapnya kembali berbohong menutupi jika sesungguhnya pikirannya justru melayang ke arah Hugo berada.“Candra. Aku minta maaf, jika selama ini sikapku sudah sangat keterlaluan padamu. Aku sadar, seharusnya aku tak memperlakukanmu seperti itu, hingga akhirnya kamu pergi meninggalkan putraku Hugo. Aku berharap kamu bisa memaafkanku Candra, meskipun aku akui kesalahanku mungkin sudah terlalu besar terhadapmu.”Candra tak menyangka, jika nyonya Wallington bisa berkata demikian padanya. Mengakui kesalahannya dan meminta maaf atas kesalahan yang pernah ia lakukan terhadap Candra.Candra menyentuh tangan nyonya Wallington, seraya menganggukkan kepalanya pelan. Candra tersenyum begitu juga dengan nyonya Wallington.“Iya nyonya. Aku sudah memaafkanmu nyonya, jauh sebelum nyonya minta maaf padaku,” jawab Candra seketika membuat nyonya Wallington berbinar-binar wajahnya.“Sungguhkah? Kamu memaafkanku Candra..? Kam
"Ya, ibu bantu cari pengasuh yang lebih kompenten.”“Kamu tidak butuh pengasuh untuk Aurelio, tapi seorang ibu untuk anakmu,” ujar Lily melirik Hugo dengan hati-hati.“Ibu ....” Hugo menatap ibunya tidak suka topik itu di bahas lagi.“Kamu tidak berniat mencari ibu untuk Aurelio? Apa karena kamu tidak bisa melupakan Candra?”Hugo terdiam, pikirannya kembali memikirkan Candra. Wanita itu memperlakukan Aurelio dengan baik saat itu dan dia pula yang menemukan putranya.Hugo menggelengkan kepala mengusir bayangan gadis itu dan berpura-pura mengetik sesuatu di laptop. "Aku sibuk, tolong tinggalkan aku, Bu.”Lily mendesah pasrah dan meninggalkan Hugo untuk mengurus pekerjaannya.....Beberapa hari kemudian sejak pertemuannya dengan Paman Hugo, Candra masih tidak memiliki keberanian mencari pria itu.Gadis berparas manis itu, bolak-balik tak jelas dan gelisah di ruang tamu kamar hotelnya seolah-olah mengukur ruang luas di kamar hotel tempat ia menginap selama berada di kota tersebut. Pikira
Candra merasa sedih atas sikap Hugo Wallington bersikap dingin dan mengabaikannya. Dia meninggalkan taman hiburan dan kembali ke hotel tempat dia menginap. Candra gelisah terus memikirkan pertemuannya dengan Hugo. Dia berusaha menahan diri untuk tidak mencari tahu tentang pria itu selama lima tahun sejak dia meninggalkannya. Pada akhirnya dia tidak bisa menahan keinginannya dan menelepon seorang asisten yang mengurus semua keperluannya. Dia menyuruh asistennya mencari tahu tentang Hugo selama lima tahun ini. Setelah itu Candra menunggu informasi dari asistennya semalaman. Beberapa jam kemudian asistennya datang ke kamar hotelnya. “Bagaimana, Vivi?” Candra bertanya gelisah meraih tangan wanita itu. “Nona muda, Tuan Wallington tidak pernah menikah, tapi dia memiliki seorang anak yang sampai saat ini masih dia sembunyikan dari mata publik. Ibu dari anak itu, mantan pelacur Tuan Wallington meninggal saat melahirkan.” Mata Candra melebar, jantung berdegup kencang merasa senang karena
“Kamu tidak usah takut dengan kakak. Kakak tidak jahat kok, jadi adik kecil jangan menangis lagi ya. Tenang saja, Kakak akan bantuin kamu kok.” Candra terus mengajak anak kecil tersebut berbicara, meskipun ia tetap bungkam tak mau bicara sepatah kata pun.“Ayo sini..! Ikut dengan kakak. Kita cari keberadaan orang tua kamu ya,” ujar Candra mengulurkan tangannya pada anak kecil itu.Anak itu seolah mengerti dan menghapus air matanya. dia mengulurkan tangan kecilnya meraih tangan wanita di depannya.Candra tersenyum hangat meremas tangan kecilnya. Dia pun menggendong dan mengajaknya menuju ke arah ruangan bagian informasi. Candra berpikir jika anak tersebut adalah anak hilang, mungkin dengan bantuan bagian informasi dapat mempertemukan kembali anak kecil yang terpisah dari orang tuanya bisa berkumpul lagi dengan keluarganya.Anak kecil tersebut saat ini berada dalam gendongan Candra tidak menangis dan memeluk leher Candra saat dibawa masuk ke pusat informasi taman hiburan.Candra mendeka
Lima tahun kemudian.Langit biru cerah dan angin bertiup lembut. Taman hiburan tampak hidup dan meriah.Gadis itu memandang langit musim panas dan memejamkan mata menikmati sinar matahari bersinar cukup cerah.Dia cantik berada di usia muda 25 tahun, kecantikannya mekar dengan indah. Jejak naif dan polos seorang gadis memudar dengan kecantikan wanita dewasa. Dia menarik perhatian beberapa pria yang lewat.Candra memuka mata, memperlihat matanya yang cerah dan cemerlang, namun menyimpan jejak kesedihan.Lima tahun telah berlalu, kota ini tak begitu banyak perubahannya. Kerinduannya begitu besar terhadap kota ini, begitu banyak kenangan yang tak mudah dilupakan di sini. Candra telah kembali ke kota di mana dulu ia memiliki story dan kenangan yang begitu membekas untuk dirinya.Bagaimana kabarnya kamu paman Hugo?Pasti saat ini dia sudah bahagia menikah dengan perempuan itu.Candra mendesah. Tak ada gunanya lagi mengingat semuanya jika saat ini paman Hugo sudah menjadi milik perempua
Candra tidak menjawab, dia menatap bibir tipis Hugo sebelum menundukkan kepala mencium bibirnya. Ciumannya agak grogi dan gugup. Hugo merasa terkejut. Sudah lama sekali Candra tidak mengambil inisitif menciumnya. Tapi dia tidak membalas ciuman Candra dan menahan keinginannya untuk melumat bibirnya menggoda. Dia harus memberinya pelajaran hari ini. Merasa Hugo tidak membalas ciumannya membuat Candra agak cemas dan malu. Tapi Hugo tidak mendoronya. Candra agak berani memperdalam ciumannya, bibir menghisap bibir bawah pria itu dan menyapu lidahnya di sepanjang bibir Hugo. Hugo mengerang pelan dalam bibirnya, tangannya mencengkeram pinggang ramping gadis itu. Candra semakin berani menyelipkan lidahnya menggoda bibir Hugo, tanganya mengusap-ngusap dada pria itu dengan gerakan menggodanya. Pinggulnya mengosok pangkal paha Hugo, menggoda ‘junior’ pria itu. Napas Hugo semakin dalam, dia mengcengkeram pinggang gadis itu semakin erat. Salah satu tangannya meremas pantat Candra di balik cel
“Tidak,” balas Candra serak dan menundukkan kepala agar Hugo tidak melihat dia menangis.“Benarkah?” Hugo meraih dagu gadis agar mendongak menatapnya. Dia melihat mata Candra berkaca-kaca dan basah. “Kamu menangis? Mengapa kamu menangis?” tanyanya dengan kening berkerut.Candra menggelengkan kepala. “Tidak, aku hanya mengantuk kok.”Candra mengusap matanya dan berpura-pura menguap. “Aku tidak tidur nyenyak semalam dan bangun pagi-pagi sekali untuk membuat bubur.”Hugo menatapnya lekat-lekat seolah mencari kebohongan dari mata gadis itu.Candra menguap hingga air matanya keluar. “Aku mengantuk. Bangunkan aku jika makan malam sudah selesai ....” Lalu dia dengan hati-hati memeluk pinggang Hugo agar menekan luka di perutnya dan bersandar di dada Hugo. Matanya terpenjam, dalam hitungan beberapa menit, dia sudah tertidur.Hugo mengamati gadis yang tertidur itu dan mendesah memeluk kepalanya di dadanya. Dia mencium kepala Candra dan memejamkan mata mencoba untuk tidur.Satu jam kemudian, Hug