Kemarin Author tidak update karena kurang sehat. Akhir-akhir ini cuaca tidak bersahabat, semoga para reader menjaga kesehatan. Terima kasih untuk ulasan dan vote di cerita ini, Author sangat menghargainya😇😙🥰 See you again di chapter selanjutnya
Sebuah mobil van berhenti di halaman vila yang cukup luas.Aiden membuka pintu penumpang dan membantu Dimitri dengan hati-hati keluar dari mobil. Dimitri melompat keluar dengan bersemangat. “Hati-hati Dimi, jangan melompat. Kamu bisa jatuh,” tegur Iris dari dalam mobil.Dimitri menyengir sambil menunjuk Aiden dengan bangga. “Kan ada Daddy bisa menangkap Dimi.”Aiden tersenyum mengacak-acak rambut Dimitri dan menoleh untuk menatap Iris. Dia mengulurkan tangannya pada Iris ingin membantunya keluar dari mobil.“Kaki dan tanganku masih utuh,” kata Iris dingin menepis tangan Aiden dan keluar dari mobil.Sementara sopir mobil mengeluarkan tas-tas berisi pakaian Dimitri dan koper Aiden dari bagasi mobil.Aiden menghela napas. Dia mengalihkan pandangannya pada vila di depannya. Vila yang ditinggal Iris dan Dimitri berukuran minimalis dengan dua lantai, tidak terlalu besar atau pun mewah. Cocok untuk ditinggali ibu dan anak berdua.“Daddy, ini rumah Mommy dan Dimi! Aku dan Mommy tinggal di si
Kelly menyilangkan tangannya di depan dada memandang Aiden dengan pandangan menilai.“Meski kamu sudah menyelamatkan Tuan Muda, kamu cukup tidak tahu malu ikut tinggal bersama di rumah yang hanya di tempati dua orang wanita dan satu anak kecil. Apa Anda orang yang cabul?”Meski Aiden Ridley adalah ayah kandung Dimitri dan Presdir RDY Group, Kelly tidak cukup menghormatinya. Sikapnya mewakili Iris, berarti dia tidak harus menghormati Aiden, yang seorang mantan suami dari bosnya.Aiden menatapnya dengan tatapan tajam, tersinggung dengan kalimat terakhir sekretaris Iris. Dia sangat ingin menegur wanita itu, tapi karena dia adalah sekretaris Iris, dia menahan diri. Bisa saja itu niat Iris. Jika Aiden memarahinya, Iris tidak akan segan mengusirnya dari vila.Kelly tersenyum menantang pria itu untuk mendebatnya.Aiden mengabaikan Kelly dan mengambil kopernya masuk ke dalam vila seolah itu adalah rumahnya. Kelly menatap punggung pria itu kesal. “Dia cukup tidak tahu malu juga,” gerutunya
Dia harap Aiden tidak keberatan dengan kamar pembantu yang diberinya. Iris menatap sinis sambil melewati kamar itu acuh tak acuh menuju ke dapur.Iris membuka kulkas dan mengeluarkan bahan-bahan makan malam, kemudian membuka keran air untuk mencuci sayur. Tetapi, tidak ada air yang mengalir. “Tersumbat lagi? Bukankah sudah diperbaiki bulan lalu?” gumam Iris berdecak mematikan keran. Dia akan mencari tukang servis besok untuk memperbaiki keran air dapur. Iris meraih sebuah baskom untuk mengambil air di kamar mandi yang disediakan di dekat dapur. Tanpa mengetuk dia membuka pintu kamar mandi. Namun, Iris disambut punggung telanjang seorang pria yang hendak membuka baju.“Ops!” Dia langsung berbalik dengan malu.“Ka-amu ... Aiden, apa yang kamu lakukan di sini? Mengapa kamu tidak mengunci pintu!” Iris berseru membelakangi Aiden. Gambar punggung telanjang Aiden terngiang-ngiang di kepalanya.Dia tersipu menggelengkan kepalanya mengusir gambar itu. Entah kenapa pipinya memanas.Aiden men
“Siapa yang pemalu!” Iris melotot mendekati pria itu sambil menggerutu. Aiden tersenyum saat Iris berhenti di depannya. “Apa yang harus aku bantu?” Iris berpura-pura acuh tak acuh mencoba untuk tidak mengintip dada bidang nan kekar Aiden yang setengah terbuka. “Pertama, bantu lepaskan penyanggah lengan dan gispku,” kata Aiden menunjuk lengan kirinya yang terluka. Iris mengangguk membantu Aiden melepaskan penyanggah lengan kiri dengan hati-hati dan menopang lengannya yang digips agar tidak tertekuk. Setelah itu dia melepaskan lengan kemeja kirinya, berusaha mati-matian agar tidak mengintip tubuh atas Aiden yang setengah telanjang. Namun, godaan tubuh pria ini terlalu berat saat otot dadanya yang kencang dan perut 'six pack' terpampang di depan matanya. Iris melirik-lirik tubuh Aiden dan mau tak mau tersipu. Butir-butir keringat mengalir di kulit dadanya, membuat pria itu terlihat seksi dan 'hot'. Tiba-tiba ingatan saat pria itu berkeringat dalam sesi intim ketika mereka masih men
Mata Iris melotot ngeri dengan pikiran itu. Dia menggelengkan kepalanya dan mendorong dada bidang Aiden dengan telapak tangannya.“Kamu tidak kidal, Tuan Ridley. Gunakan tangan kananmu sendiri!” seru Iris gusar dan berbalik ingin meninggalkan kamar mandi. Berada di kamar mandi berdua dengan seorang yang tampak akan menimbulkan sesuatu yang berbahaya. “Iris!” panggil Aiden lagi menahan lengannya. “Apa lagi?” gerutu Iris. “Bisa gosokkan punggungku?” kata Aiden menunjukkan tubuhnya atasnya yang telanjang. “Lakukan sendiri!” semburnya galak melepas lengan Aiden dan buru-buru keluar dari kamar mandi sambil membanting pintu dengan marah. Aiden terkekeh melihat pipi Iris yang memerah dan melarikan diri seperti kelinci. 'Dia manis,' batin Aiden tersenyum miring. Beberapa saat setelah pintu kamar mandi tertutup, senyum di wajahnya menghilang dan kembali ke acuh tak acuh. Dia kemudian melepaskan celananya dengan satu tangan dan menyalakan pancuran tanpa membasahi gips di tangannya. Aide
“Tuan Ridley adalah mantan suamimu. Apa kamu tidak merasa aneh tinggal bersama dengan mantan suamimu di bawah atap yang sama?”Iris mengangkat bahu sambil mendesah.“Aku tidak punya pilihan lain. Dimitri merengek agar Aiden tinggal bersama kami. Aku tidak bisa menjelaskan pada Dimitri bahwa aku dan Aiden sudah bercerai.”“Ah, begitu ... Tuan Ridley sama sekali tidak keberatan?”Iris menggelengkan kepala. “Ini juga yang dia inginkan. Aiden tidak pernah tahu saat Dimitri lahir hingga dia berusia lima tahun. Dia sangat marah dan menginginkan hak asuh Dimitri.” Dia menghela napas sesaat sebelum melanjutkan kalimatnya, “Jika aku mengizinkannya berada di sisi Dimitri, dia tidak akan lagi menuntut hak asuh Dimitri. Membiarkannya tinggal di sini untuk bersama, mungkin sepadan agar dia tidak mengambil Dimitri dariku.”Kelly terdiam menatap Iris sebelum berkata dengan hati-hati, “Mengapa kalian tidak mencoba rujuk?”Iris langsung menoleh memelototinya. “Itu tidak mungkin.”“Tapi, Nona, jika kal
“Memangnya apa yang aku lakukan?” balas Aiden dengan alis terangkat tinggi.Aiden berdiri di depannya dengan kemeja hitam lengan panjang menonjolkan tubuhnya yang kekar. Penyanggah lengan masih terpasang di lengannya. Iris heran bagaimana pria itu bisa mengenakan kemeja dengan kondisi lengannya.Dia menggelengkan kepalanya tidak ingin ambil pusing dan kembali ke topik pembicaraannya saat ini. “Kamu bersikap terlalu intim sejak tadi. Apa tujuanmu sebenarnya?” Iris memelototinya.Aiden berpura-pura tidak mengerti. “Terlalu intim? Terlalu intim seperti apa maksudmu?” dia dengan sengaja menatap ke arah dada Iris.Iris hanya mengenakan dress dengan kerah V yang memperlihatkan belahan dadanya yang putih. Iris mengikuti pandangan Aiden lalu memerah, menutup dadanya dari pandangan pria itu. “Apa yang kamu lihat?!”Aiden tersenyum mengalihkan pandangannya ke wajah Iris. “Kamu. Kamu cantik.”Iris menatapnya dengan wajah keheranan. Pipinya sedikit memanas. “Apa kamu salah makan obat hari ini?”
Benar, dia masih mengingat sumpahnya itu. Jika dia begitu mudah kembali rujuk pada Aiden, Esme dan Alice akan meremehkannya dan menganggapnya masih tergila-gila dengan Aiden. Iris tidak kembali seperti dulu dan diremehkan oleh keluarga itu.Aiden mengerutkan kening muram mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Iris. “Kamu sungguh mengatakan itu?”Iris mengangkat dagu dan berkata dengan tenang. “Ya. Tidak mungkin bagi kita untuk rujuk. Jadi, jangan pikirkan itu.”Aiden menatapnya selama beberapa saat sebelum kemudian tersenyum. “Bagaimana ... kalau kita tidak pernah bercerai?”Iris mengerut kening. “Apa maksudmu?”“Surat cerai yang kamu tinggalkan tidak pernah sah karena kita tidak mengurus sidang gugatan cerai, sebab kamu langsung pergi setelah meninggalkan surat cerai.”Iris membeku.Aiden tersenyum mendekatinya. “Aku mengerti kamu masih muda dan lugu saat itu hingga tidak tahu apa pun tentang prosedur perceraian, dan pengacara yang kamu temukan adalah seorang penipu.” Dia mengulur