Iris mengerti bahwa Felicia menyukai Aiden selama bertahun-tahun. Namun, Aiden tampaknya tidak pernah membalas perasaan wanita itu.'Mengapa wanita itu bersikap seolah Aiden adalah miliknya dan tidak punya kesadaran diri?' pikir Iris sinis.“Mengapa Aiden tinggal di sini?!” Felicia bertanya kasar sekali lagi menarik Iris dari pikirannya.Dia tampak akan menerobos masuk jika Iris tidak menghalangi pintu.Iris mendengus melihat sikap defensif Felicia dan berkata dingin, “Mengapa aku harus menjawabmu? Dia tinggal di sini apa urusannya denganmu?”Felicia memelototinya dan mendesis mengancam, “Iris, aku sudah memperingatkanmu untuk menjauh dari Aiden, apa kamu tidak mendengarkanku?!”Iris menatapnya dingin dan membelas acuh tak acuh, “Dan mengapa aku harus mendengarkan perintahmu? Memangnya siapa kamu bagi Aiden?”“Aku tidak peduli. Kamu harus membuat Aiden keluar dari rumahmu!” balas Felicia kasar.Iris mencibir memandang Felicia dari atas ke bawah. “Nona Hills, apa kamu sadar dengan siap
Felicia memelototinya dengan muram.Jika Iris tidak pernah kembali ke York City, dia tidak akan pernah terdesak seperti ini dan membuatnya dipermalukan oleh wanita itu!“Iris Jessen, aku bersumpah akan membalas penghinaan hari ini,” desisnya sebelum berbalik dengan gusar meninggalkan vila Iris.Mata Iris menyipit tajam memandang punggung Felicia yang menjauh.Dia tidak meremehkan ancaman Felicia. Dia mengingat perkataan Hugo bahwa ada yang sengaja ingin mencelakai Dimitri. Meskipun di pikirannya, Iris menuduh Felicia atau Esme, dia tidak memiliki bukti. Dia menggertakkan gigi. Iris tidak takut menghadapi ancaman Felicia. Akan bagus jika Felicia tergelincir agar dia menangkapnya dengan bukti.“Kamu berbicara dengan siapa?” Suara Aiden tiba-tiba terdengar dari belakangnya membuat Iris tersentak.Dia berbalik dengan cepat melihat Aiden tampak sudah siap dengan pakaian kerjanya. Kali ini pria itu tidak mengenakan jas kerja seperti biasa.Aiden mengenakan kemeja hitam dengan mantel abu-abu
Ketika Aiden tiba di kantor bersama Peter, dia melihat Felicia sudah lebih dulu tiba di kantor. Wanita itu berdiri dari mejanya melihat kedatangan Aiden.“Selamat pagi Aiden,” Felicia menyapanya dengan sapaan akrab dan manis.Aiden menoleh, tiba-tiba merasa terganggu dengan sapaan sekretarisnya. Aiden berhenti di depan meja kerja Felicia sementara Peter sudah kembali duduk di meja kerjanya.Melihat Aiden berhenti di depannya, Felicia segera berkata, “Aiden, aku dengar kamu sudah pindah dari apartemenmu? Apa yang terjadi?” “Bagaimana kamu tahu aku pindah dari apartemenku?” balas Aiden acuh tak acuh.“Aku ke apartemenmu tadi pagi, tapi kamu tidak ada di apartemenmu dan teleponmu tidak aktif,” kata Felicia dengan nada mengeluh seolah dia bukan sekretaris Aiden, melainkan seseorang yang dekat dengan bosnya.“Kata sekuriti kamu pindah ke tempat istrimu. Tapi, aku tahu kamu belum menikah lagi. Jadi, kupikir untuk datang ke rumah Iris.” Felicia segera menjelaskan karena takut Iris melapor d
Aiden sekali lagi mengerut kening pada panggilan Felicia untuknya. “Saat di kantor, jangan panggil namaku seolah kita teman atau memiliki hubungan dekat.”Senyum di wajah Felicia membeku. Dia berkata dengan kaku, “Kenapa? Aku sudah memanggilmu seperti ini selama bertahun-tahun. Kamu sekali tidak pernah keberatan. Mengapa kamu tiba-tiba berubah?” Dia berkata dengan ekspresi yang dibuat sedih.Wajah Aiden tetap acuh tak acuh. “Apa aku harus menjelaskan semuanya padamu? Kamu sudah lupa posisimu di sini?” Dia menatap Felicia tajam saat dia melanjutkan kalimatnya. “Apa karena sudah bertahun-tahun menjadi sekretarisku, kamu sudah mulai melangkahi batasmu?!” Senyum sedih di wajah Felicia menghilang digantikan ekspresi tegang.“A-Aiden apa maksudmu ... Apa aku membuat kesalahan?” matanya memerah dan berkaca-kaca seolah dia akan menangis.Namun, wajah Aiden sangat dingin.“Apa yang kamu katakan pada Iris pagi ini?” desisnya dengan suara menusuk.“A-aku tidak tahu apa yang dikatakan Iris pada
Wajah Aiden mengeras saat dia membentak Felicia, “Tutup mulutmu, jangan berani menghina Iris!”“Kenapa? Apa yang Iris miliki hingga dia lebih baik dariku! Aku yang lebih dulu bersamamu dari perempuan jalang itu!” teriak Felicia kehilangan semua ketenangannya.Aiden berdiri dan menampar Felicia membuat wanita itu membeku.“Jangan pernah menghina istriku. Dia adalah ibu dari anakku,” desis Aiden mengancam dan berbahaya.Rasa sakit menyengat di pipinya membuat mata Felicia memerah. Air mata mengalir di pipinya saat dia menoleh menatap Aiden getir. “Istri? Kamu masih menganggapnya istrimu? Kamu lupa dia sudah menceraikanmu?”“Aku dan Iris tidak pernah bercerai. Surat cerai yang ditinggalkan Iris tidak pernah sah dan dia masih berstatus sebagai istriku. Dan aku tidak mau mendengar kamu menghina istriku lagi, Felicia,” balas Aiden dengan ekspresi gelap. “Ini peringatan terakhirku. Keluar dari kantorku dan perusahaan ini, aku sudah memecatmu.”Felicia menggertakkan gigi dengan rasa sakit taj
Mata Iris membelalak lebar merasakan sensasi bibir lembut Aiden di bibirnya, membuatnya mati rasa. Syok menyerangnya, membuat otak Iris membeku selama beberapa saat. Bibir Aiden bergerak mencium Iris semakin dalam. Aiden memiringkan kepalanya, salah satu tangannya menangkup sisi wajah Iris, menahan Iris saat dia memperdalam ciumannya. Lidahnya melesat menjilat di sepanjang garis bibir membujuk Iris membuka bibirnya. Sensasi mati rasa menyerang Iris, membuatnya ingin menyerah dalam ciuman panas pria itu. Dia tak bisa menahan erangannya saat satu tangan besar meluncur meremas pinggangnya sebelum turun ke pahanya. Iris tersentak merasakan tangan asing berusaha menyusup ke dalam rok gaun tidurnya. Dia menggelengkan kepalanya dan mendorong dada Aiden dengan sekuat tenaganya. Bibir mereka terlepas, Aiden terhuyung mundur menjauh dari Iris.Iris menutup mulutnya dengan pipi terasa panas, memelototi pria di depannya. “Apa kamu gila?!” desisnya marah dan pelan, takut menarik perhatian Kell
Iris terbangun keesokan paginya oleh dering alarm jam weker yang mengganggu seperti biasa. Dia mengerang tidak ingin membuka matanya atau pun bangkit dari kenyamanan kasurnya. Namun, alarm jam wekernya terus mengganggu, tidak membiarkannya tidur. Iris dengan terpaksa membuka matanya dan menguap ingin bangun. Sebuah tarikan lengan di perutnya membuatnya membeku.Suara di belakangnya terdengar menggerutu menarik Iris ke dada hangatnya, “Lima menit lagi ....” Mata mengantuk Iris langsung melebar. Dia sepenuhnya tersadar dari kantuknya dan melirik ke bawah melihat tangan kekar dengan kulit putih memeluk perutnya dan menariknya ke pelukan hangat di belakang Iris. Hidung Aiden mengendus leher Iris dan mengecup leher Iris. “Hmm, masih terlalu pagi untuk bangun.”Pipi Iris memanas malu dan marah. Dia langsung bangkit dan berbalik ke belakang melihat Aiden berbaring di sebelahnya bertelanjang dada.Iris spontan menarik selimut ke dadanya dan mengintip dalam selimut untuk melihat kondisi baj
“Aku sakit kepala,” balas Aiden bergumam mencium leher Iris.Iris merinding dan membentak, “Salahmu karena minum semalam!”“Hmm, biarkan aku tidur lima menit,” gumam Aiden memejamkan matanya.“Tidur di kamarmu sendiri! Kamu sangat berat tahu,” desis Iris menggeliat.“Jangan menggeliat,” perintah Aiden dengan suara berat.“Minggir dulu.” Iris menggeliat tidak nyaman di bawah tubuh Aiden. Tiba-tiba dia membeku merasakan sesuatu yang keras menekan perutnya. Dia berhenti menggeliat. Pipinya merona.“Aku bilang, jangan menggeliat,” desah Aiden membuka matanya melirik Iris dari ujung matanya tersenyum.Iris tersipu, balas menatap pria itu dengan kesal. “Ka-kamu mesum ... menggir dari tubuhku!”“Mommy.” Pintu terbuka dari luar dan sosok mungil Dimitri berlari masuk ke dalam kamar. Dia berhenti di tengah ruangan. Matanya yang besar membelalak polos menatap orang tuanya saling menindih di atas di tempat tidur.Iris dan Aiden menoleh melihat Dimitri masih mengenakan piyama bergambar kartun, men