Aiden sekali lagi mengerut kening pada panggilan Felicia untuknya. “Saat di kantor, jangan panggil namaku seolah kita teman atau memiliki hubungan dekat.”Senyum di wajah Felicia membeku. Dia berkata dengan kaku, “Kenapa? Aku sudah memanggilmu seperti ini selama bertahun-tahun. Kamu sekali tidak pernah keberatan. Mengapa kamu tiba-tiba berubah?” Dia berkata dengan ekspresi yang dibuat sedih.Wajah Aiden tetap acuh tak acuh. “Apa aku harus menjelaskan semuanya padamu? Kamu sudah lupa posisimu di sini?” Dia menatap Felicia tajam saat dia melanjutkan kalimatnya. “Apa karena sudah bertahun-tahun menjadi sekretarisku, kamu sudah mulai melangkahi batasmu?!” Senyum sedih di wajah Felicia menghilang digantikan ekspresi tegang.“A-Aiden apa maksudmu ... Apa aku membuat kesalahan?” matanya memerah dan berkaca-kaca seolah dia akan menangis.Namun, wajah Aiden sangat dingin.“Apa yang kamu katakan pada Iris pagi ini?” desisnya dengan suara menusuk.“A-aku tidak tahu apa yang dikatakan Iris pada
Wajah Aiden mengeras saat dia membentak Felicia, “Tutup mulutmu, jangan berani menghina Iris!”“Kenapa? Apa yang Iris miliki hingga dia lebih baik dariku! Aku yang lebih dulu bersamamu dari perempuan jalang itu!” teriak Felicia kehilangan semua ketenangannya.Aiden berdiri dan menampar Felicia membuat wanita itu membeku.“Jangan pernah menghina istriku. Dia adalah ibu dari anakku,” desis Aiden mengancam dan berbahaya.Rasa sakit menyengat di pipinya membuat mata Felicia memerah. Air mata mengalir di pipinya saat dia menoleh menatap Aiden getir. “Istri? Kamu masih menganggapnya istrimu? Kamu lupa dia sudah menceraikanmu?”“Aku dan Iris tidak pernah bercerai. Surat cerai yang ditinggalkan Iris tidak pernah sah dan dia masih berstatus sebagai istriku. Dan aku tidak mau mendengar kamu menghina istriku lagi, Felicia,” balas Aiden dengan ekspresi gelap. “Ini peringatan terakhirku. Keluar dari kantorku dan perusahaan ini, aku sudah memecatmu.”Felicia menggertakkan gigi dengan rasa sakit taj
Mata Iris membelalak lebar merasakan sensasi bibir lembut Aiden di bibirnya, membuatnya mati rasa. Syok menyerangnya, membuat otak Iris membeku selama beberapa saat. Bibir Aiden bergerak mencium Iris semakin dalam. Aiden memiringkan kepalanya, salah satu tangannya menangkup sisi wajah Iris, menahan Iris saat dia memperdalam ciumannya. Lidahnya melesat menjilat di sepanjang garis bibir membujuk Iris membuka bibirnya. Sensasi mati rasa menyerang Iris, membuatnya ingin menyerah dalam ciuman panas pria itu. Dia tak bisa menahan erangannya saat satu tangan besar meluncur meremas pinggangnya sebelum turun ke pahanya. Iris tersentak merasakan tangan asing berusaha menyusup ke dalam rok gaun tidurnya. Dia menggelengkan kepalanya dan mendorong dada Aiden dengan sekuat tenaganya. Bibir mereka terlepas, Aiden terhuyung mundur menjauh dari Iris.Iris menutup mulutnya dengan pipi terasa panas, memelototi pria di depannya. “Apa kamu gila?!” desisnya marah dan pelan, takut menarik perhatian Kell
Iris terbangun keesokan paginya oleh dering alarm jam weker yang mengganggu seperti biasa. Dia mengerang tidak ingin membuka matanya atau pun bangkit dari kenyamanan kasurnya. Namun, alarm jam wekernya terus mengganggu, tidak membiarkannya tidur. Iris dengan terpaksa membuka matanya dan menguap ingin bangun. Sebuah tarikan lengan di perutnya membuatnya membeku.Suara di belakangnya terdengar menggerutu menarik Iris ke dada hangatnya, “Lima menit lagi ....” Mata mengantuk Iris langsung melebar. Dia sepenuhnya tersadar dari kantuknya dan melirik ke bawah melihat tangan kekar dengan kulit putih memeluk perutnya dan menariknya ke pelukan hangat di belakang Iris. Hidung Aiden mengendus leher Iris dan mengecup leher Iris. “Hmm, masih terlalu pagi untuk bangun.”Pipi Iris memanas malu dan marah. Dia langsung bangkit dan berbalik ke belakang melihat Aiden berbaring di sebelahnya bertelanjang dada.Iris spontan menarik selimut ke dadanya dan mengintip dalam selimut untuk melihat kondisi baj
“Aku sakit kepala,” balas Aiden bergumam mencium leher Iris.Iris merinding dan membentak, “Salahmu karena minum semalam!”“Hmm, biarkan aku tidur lima menit,” gumam Aiden memejamkan matanya.“Tidur di kamarmu sendiri! Kamu sangat berat tahu,” desis Iris menggeliat.“Jangan menggeliat,” perintah Aiden dengan suara berat.“Minggir dulu.” Iris menggeliat tidak nyaman di bawah tubuh Aiden. Tiba-tiba dia membeku merasakan sesuatu yang keras menekan perutnya. Dia berhenti menggeliat. Pipinya merona.“Aku bilang, jangan menggeliat,” desah Aiden membuka matanya melirik Iris dari ujung matanya tersenyum.Iris tersipu, balas menatap pria itu dengan kesal. “Ka-kamu mesum ... menggir dari tubuhku!”“Mommy.” Pintu terbuka dari luar dan sosok mungil Dimitri berlari masuk ke dalam kamar. Dia berhenti di tengah ruangan. Matanya yang besar membelalak polos menatap orang tuanya saling menindih di atas di tempat tidur.Iris dan Aiden menoleh melihat Dimitri masih mengenakan piyama bergambar kartun, men
Dimitri menoleh menatap Iris dengan tatapan penuh harap dan memohon.“Mommy, boleh ya punya adik perempuan yang manis. Dimi mau adik.” Iris dibuat tak berkutik di bawah tatapan memohon putranya.“Dimi, ayo cuci muka dan mandi. Mommy akan membawamu ke taman bermain hari ini.” Iris membawa putranya turun dari tempat tidur dan mengantarnya keluar dari kamar. Dia tidak memedulikan Aiden yang masih berbaring di kamar tidurnya.“Ah, Mommy harus janji beri adik perempuan!” Dimitri berontak dalam pelukannya.Iris menutup telinga dari permintaan putranya dan tawa dari Aiden. Dia membawa Dimitri keluar dari kamarnya dan memandikan Dimitri di kamar mandi, di kamar Dimitri.....Setelah memandikan Dimitri dan membiarkannya bermain dengan Aiden, Iris ke dapur untuk membuat sarapan. Kelly sudah berangkat pagi-pagi menggantikan Iris mengawasi proyek Big Island yang sedang berjalan.“Kamu akan ke taman bermain?” Suara Aiden tiba-tiba dari belakang membuat Iris tersentak.Dia berbalik melihat Aiden b
Seperti yang dijanjikan Iris, dia membawa putranya jalan-jalan ke wahana taman bermain. Aiden memaksa ikut dengan mereka karena dia mengambil cuti hari ini untuk menghabiskan waktu bersama keluarga kecilnya. Di bawah permintaan memohon putranya, Iris tidak bisa menolak Aiden ikut bersama mereka. Mereka tiba di wahana bermain dengan mobil Aiden. Aiden memutuskan mengemudi mobil tanpa sopir ataupun membawa asistennya seperti biasa ke mana pun hanya agar mereka bertiga yang bisa pergi sebagai keluarga tiga orang. Wahana taman bermain di pusat kota agak ramai ketika keluarga tiga orang ini tiba di lokasi. Tempat itu sangat luas dan ramai. Ada banyak wahana yang memacu adrenalin yang bisa membuat tulang gemetar. Meski bukan pertama kali, Iris tetap membawa Dimitri jalan-jalan ke wahana taman bermain hingga putranya sangat senang menarik orang tuanya ke sana mari. “Mommy, aku mau naik itu!” seru Dimitri menunjukkan salah satu wahana perahu berayun berbentuk naga. Iris sedikit khawatir
Memang ada perbedaan dibesarkan orang tua tunggal dan orang tua lengkap. Ponselnya bergetar di dalam tasnya, mengalihkan Iris dari pikirannya. Dia mengeluarkan ponsel dan mengangkat alis melihat nama Hugo di layar ponsel. Sudah agak lama dia tidak mendengar kabar sepupunya. Iris segera mengangkat panggilan Hugo dan mencari tempat sepi karena di sekitarnya cukup bising. “Halo Hugo, bagaimana kabarmu?” [“Baik, bagaimana denganmu, Iris? Semua baik-baik saja dengan Dimitri?”]“Yah, Dimitri sembuh dengan cepat. Tidak ada tanda-tanda trauma pasca kecelakaan. Sekarang kami berada di wahana taman bermain. Kamu harus datang mengunjunginya.” [“Syukurlah, aku senang mendengar Dimitri baik-baik saja. Aku akan datang mengunjungi kalian setelah urusan pekerjaanku selesai.”] Suara Hugo terdengar lelah menjawab Iris. Iris mengerut kening dan bertanya khawatir, “Kamu baik-baik saja, Hugo? Suaramu terdengar lelah.” Di seberang teleponnya, Hugo duduk bersandar di kursi dari kantor yang luas mengh