Mata Iris melotot ngeri dengan pikiran itu. Dia menggelengkan kepalanya dan mendorong dada bidang Aiden dengan telapak tangannya.“Kamu tidak kidal, Tuan Ridley. Gunakan tangan kananmu sendiri!” seru Iris gusar dan berbalik ingin meninggalkan kamar mandi. Berada di kamar mandi berdua dengan seorang yang tampak akan menimbulkan sesuatu yang berbahaya. “Iris!” panggil Aiden lagi menahan lengannya. “Apa lagi?” gerutu Iris. “Bisa gosokkan punggungku?” kata Aiden menunjukkan tubuhnya atasnya yang telanjang. “Lakukan sendiri!” semburnya galak melepas lengan Aiden dan buru-buru keluar dari kamar mandi sambil membanting pintu dengan marah. Aiden terkekeh melihat pipi Iris yang memerah dan melarikan diri seperti kelinci. 'Dia manis,' batin Aiden tersenyum miring. Beberapa saat setelah pintu kamar mandi tertutup, senyum di wajahnya menghilang dan kembali ke acuh tak acuh. Dia kemudian melepaskan celananya dengan satu tangan dan menyalakan pancuran tanpa membasahi gips di tangannya. Aide
“Tuan Ridley adalah mantan suamimu. Apa kamu tidak merasa aneh tinggal bersama dengan mantan suamimu di bawah atap yang sama?”Iris mengangkat bahu sambil mendesah.“Aku tidak punya pilihan lain. Dimitri merengek agar Aiden tinggal bersama kami. Aku tidak bisa menjelaskan pada Dimitri bahwa aku dan Aiden sudah bercerai.”“Ah, begitu ... Tuan Ridley sama sekali tidak keberatan?”Iris menggelengkan kepala. “Ini juga yang dia inginkan. Aiden tidak pernah tahu saat Dimitri lahir hingga dia berusia lima tahun. Dia sangat marah dan menginginkan hak asuh Dimitri.” Dia menghela napas sesaat sebelum melanjutkan kalimatnya, “Jika aku mengizinkannya berada di sisi Dimitri, dia tidak akan lagi menuntut hak asuh Dimitri. Membiarkannya tinggal di sini untuk bersama, mungkin sepadan agar dia tidak mengambil Dimitri dariku.”Kelly terdiam menatap Iris sebelum berkata dengan hati-hati, “Mengapa kalian tidak mencoba rujuk?”Iris langsung menoleh memelototinya. “Itu tidak mungkin.”“Tapi, Nona, jika kal
“Memangnya apa yang aku lakukan?” balas Aiden dengan alis terangkat tinggi.Aiden berdiri di depannya dengan kemeja hitam lengan panjang menonjolkan tubuhnya yang kekar. Penyanggah lengan masih terpasang di lengannya. Iris heran bagaimana pria itu bisa mengenakan kemeja dengan kondisi lengannya.Dia menggelengkan kepalanya tidak ingin ambil pusing dan kembali ke topik pembicaraannya saat ini. “Kamu bersikap terlalu intim sejak tadi. Apa tujuanmu sebenarnya?” Iris memelototinya.Aiden berpura-pura tidak mengerti. “Terlalu intim? Terlalu intim seperti apa maksudmu?” dia dengan sengaja menatap ke arah dada Iris.Iris hanya mengenakan dress dengan kerah V yang memperlihatkan belahan dadanya yang putih. Iris mengikuti pandangan Aiden lalu memerah, menutup dadanya dari pandangan pria itu. “Apa yang kamu lihat?!”Aiden tersenyum mengalihkan pandangannya ke wajah Iris. “Kamu. Kamu cantik.”Iris menatapnya dengan wajah keheranan. Pipinya sedikit memanas. “Apa kamu salah makan obat hari ini?”
Benar, dia masih mengingat sumpahnya itu. Jika dia begitu mudah kembali rujuk pada Aiden, Esme dan Alice akan meremehkannya dan menganggapnya masih tergila-gila dengan Aiden. Iris tidak kembali seperti dulu dan diremehkan oleh keluarga itu.Aiden mengerutkan kening muram mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Iris. “Kamu sungguh mengatakan itu?”Iris mengangkat dagu dan berkata dengan tenang. “Ya. Tidak mungkin bagi kita untuk rujuk. Jadi, jangan pikirkan itu.”Aiden menatapnya selama beberapa saat sebelum kemudian tersenyum. “Bagaimana ... kalau kita tidak pernah bercerai?”Iris mengerut kening. “Apa maksudmu?”“Surat cerai yang kamu tinggalkan tidak pernah sah karena kita tidak mengurus sidang gugatan cerai, sebab kamu langsung pergi setelah meninggalkan surat cerai.”Iris membeku.Aiden tersenyum mendekatinya. “Aku mengerti kamu masih muda dan lugu saat itu hingga tidak tahu apa pun tentang prosedur perceraian, dan pengacara yang kamu temukan adalah seorang penipu.” Dia mengulur
Iris mengerti bahwa Felicia menyukai Aiden selama bertahun-tahun. Namun, Aiden tampaknya tidak pernah membalas perasaan wanita itu.'Mengapa wanita itu bersikap seolah Aiden adalah miliknya dan tidak punya kesadaran diri?' pikir Iris sinis.“Mengapa Aiden tinggal di sini?!” Felicia bertanya kasar sekali lagi menarik Iris dari pikirannya.Dia tampak akan menerobos masuk jika Iris tidak menghalangi pintu.Iris mendengus melihat sikap defensif Felicia dan berkata dingin, “Mengapa aku harus menjawabmu? Dia tinggal di sini apa urusannya denganmu?”Felicia memelototinya dan mendesis mengancam, “Iris, aku sudah memperingatkanmu untuk menjauh dari Aiden, apa kamu tidak mendengarkanku?!”Iris menatapnya dingin dan membelas acuh tak acuh, “Dan mengapa aku harus mendengarkan perintahmu? Memangnya siapa kamu bagi Aiden?”“Aku tidak peduli. Kamu harus membuat Aiden keluar dari rumahmu!” balas Felicia kasar.Iris mencibir memandang Felicia dari atas ke bawah. “Nona Hills, apa kamu sadar dengan siap
Felicia memelototinya dengan muram.Jika Iris tidak pernah kembali ke York City, dia tidak akan pernah terdesak seperti ini dan membuatnya dipermalukan oleh wanita itu!“Iris Jessen, aku bersumpah akan membalas penghinaan hari ini,” desisnya sebelum berbalik dengan gusar meninggalkan vila Iris.Mata Iris menyipit tajam memandang punggung Felicia yang menjauh.Dia tidak meremehkan ancaman Felicia. Dia mengingat perkataan Hugo bahwa ada yang sengaja ingin mencelakai Dimitri. Meskipun di pikirannya, Iris menuduh Felicia atau Esme, dia tidak memiliki bukti. Dia menggertakkan gigi. Iris tidak takut menghadapi ancaman Felicia. Akan bagus jika Felicia tergelincir agar dia menangkapnya dengan bukti.“Kamu berbicara dengan siapa?” Suara Aiden tiba-tiba terdengar dari belakangnya membuat Iris tersentak.Dia berbalik dengan cepat melihat Aiden tampak sudah siap dengan pakaian kerjanya. Kali ini pria itu tidak mengenakan jas kerja seperti biasa.Aiden mengenakan kemeja hitam dengan mantel abu-abu
Ketika Aiden tiba di kantor bersama Peter, dia melihat Felicia sudah lebih dulu tiba di kantor. Wanita itu berdiri dari mejanya melihat kedatangan Aiden.“Selamat pagi Aiden,” Felicia menyapanya dengan sapaan akrab dan manis.Aiden menoleh, tiba-tiba merasa terganggu dengan sapaan sekretarisnya. Aiden berhenti di depan meja kerja Felicia sementara Peter sudah kembali duduk di meja kerjanya.Melihat Aiden berhenti di depannya, Felicia segera berkata, “Aiden, aku dengar kamu sudah pindah dari apartemenmu? Apa yang terjadi?” “Bagaimana kamu tahu aku pindah dari apartemenku?” balas Aiden acuh tak acuh.“Aku ke apartemenmu tadi pagi, tapi kamu tidak ada di apartemenmu dan teleponmu tidak aktif,” kata Felicia dengan nada mengeluh seolah dia bukan sekretaris Aiden, melainkan seseorang yang dekat dengan bosnya.“Kata sekuriti kamu pindah ke tempat istrimu. Tapi, aku tahu kamu belum menikah lagi. Jadi, kupikir untuk datang ke rumah Iris.” Felicia segera menjelaskan karena takut Iris melapor d
Aiden sekali lagi mengerut kening pada panggilan Felicia untuknya. “Saat di kantor, jangan panggil namaku seolah kita teman atau memiliki hubungan dekat.”Senyum di wajah Felicia membeku. Dia berkata dengan kaku, “Kenapa? Aku sudah memanggilmu seperti ini selama bertahun-tahun. Kamu sekali tidak pernah keberatan. Mengapa kamu tiba-tiba berubah?” Dia berkata dengan ekspresi yang dibuat sedih.Wajah Aiden tetap acuh tak acuh. “Apa aku harus menjelaskan semuanya padamu? Kamu sudah lupa posisimu di sini?” Dia menatap Felicia tajam saat dia melanjutkan kalimatnya. “Apa karena sudah bertahun-tahun menjadi sekretarisku, kamu sudah mulai melangkahi batasmu?!” Senyum sedih di wajah Felicia menghilang digantikan ekspresi tegang.“A-Aiden apa maksudmu ... Apa aku membuat kesalahan?” matanya memerah dan berkaca-kaca seolah dia akan menangis.Namun, wajah Aiden sangat dingin.“Apa yang kamu katakan pada Iris pagi ini?” desisnya dengan suara menusuk.“A-aku tidak tahu apa yang dikatakan Iris pada
Mereka pun telah selesai makan malam bersama. Lily dan Candra melangkah menuju ke arah ruang tamu. Sementara itu Aurelio sudah terlelap di kamarnya. Candra sengaja menemani putra tunggal Hugo hingga ia terlelap agar dirinya bisa pergi meninggalkan Aurelio tanpa merasa terbebani oleh rasa bersalah, karena sang putra tak ingin melepaskannya. “Candra apakah kamu yakin tetap balik hotel malam ini? Sudah larut malam Candra, apa tidak sebaiknya besok pagi-pagi sekali kamu kembali ke hotel. Kurasa belum terlambat jika kamu memang akan kembali besok ke Italia.” Ucap Lily seraya melangkah di sisi Candra. “Sekali lagi aku minta maaf Bibi Lily. Aku harus kembali malam ini ke hotel, jika aku harus menginap malam ini di sini dan kembali pagi harinya ke hotel, rasanya aku tak punya banyak waktu untuk berberes-beres barang-barangku yang berada di hotel, karena besok pagi aku harus segera berangkat ke Italia.” Jelas Candra menanggapi tawaran dari nyonya Wallington. “Ya sudah. Jika memang demikian,
Lily mengerucutkan bibirnya melihat sikap dingin Hugo. Dia menatap Candra dan menepuk lengannya menenangkan.“Jangan berkecil hati. Hugo selalu seperti ini.”Candra mengangguk, dia tidak mengambil sikap dingin Hugo, apalagi setelah mendengar kata-kata Aurelio bahwa Hugo menyimpan foto dirinya.Lily menyruh pelayan menyiapkan camilan ringan dan menghabiskan waktu mengobrol bersama Candra dan bermain dengan Aurelio.Sepanjang hari itu Hugo tidak turun dan berada di ruang kerjanya. Entah dia sengaja untuk menghindari Candra atau pria itu memang seperti itu. Candra tidak terlalu memikirkannya. Dia menikmati bermain dengan Aurelio. Candra tampak bahagia ia menikmati kebersamaannya bersama Aurelio di rumah Hugo Wallington. Meskipun Hugo terlihat cuek tak mengacuhkannya, namun Candra tidak mempedulikannya.Ia justru semakin akrab dan dekat dengan putra tunggal CEO berwajah tampan tersebut.Lily menyukai Candra, setelah melihat ketika Candra begitu pintar mengambil hati cucunya. Ini peluang te
“Tidak kok nyonya. Aku tidak memikirkan apapun, dan aku baik-baik saja kok nyonya,” ucapnya kembali berbohong menutupi jika sesungguhnya pikirannya justru melayang ke arah Hugo berada.“Candra. Aku minta maaf, jika selama ini sikapku sudah sangat keterlaluan padamu. Aku sadar, seharusnya aku tak memperlakukanmu seperti itu, hingga akhirnya kamu pergi meninggalkan putraku Hugo. Aku berharap kamu bisa memaafkanku Candra, meskipun aku akui kesalahanku mungkin sudah terlalu besar terhadapmu.”Candra tak menyangka, jika nyonya Wallington bisa berkata demikian padanya. Mengakui kesalahannya dan meminta maaf atas kesalahan yang pernah ia lakukan terhadap Candra.Candra menyentuh tangan nyonya Wallington, seraya menganggukkan kepalanya pelan. Candra tersenyum begitu juga dengan nyonya Wallington.“Iya nyonya. Aku sudah memaafkanmu nyonya, jauh sebelum nyonya minta maaf padaku,” jawab Candra seketika membuat nyonya Wallington berbinar-binar wajahnya.“Sungguhkah? Kamu memaafkanku Candra..? Kam
"Ya, ibu bantu cari pengasuh yang lebih kompenten.”“Kamu tidak butuh pengasuh untuk Aurelio, tapi seorang ibu untuk anakmu,” ujar Lily melirik Hugo dengan hati-hati.“Ibu ....” Hugo menatap ibunya tidak suka topik itu di bahas lagi.“Kamu tidak berniat mencari ibu untuk Aurelio? Apa karena kamu tidak bisa melupakan Candra?”Hugo terdiam, pikirannya kembali memikirkan Candra. Wanita itu memperlakukan Aurelio dengan baik saat itu dan dia pula yang menemukan putranya.Hugo menggelengkan kepala mengusir bayangan gadis itu dan berpura-pura mengetik sesuatu di laptop. "Aku sibuk, tolong tinggalkan aku, Bu.”Lily mendesah pasrah dan meninggalkan Hugo untuk mengurus pekerjaannya.....Beberapa hari kemudian sejak pertemuannya dengan Paman Hugo, Candra masih tidak memiliki keberanian mencari pria itu.Gadis berparas manis itu, bolak-balik tak jelas dan gelisah di ruang tamu kamar hotelnya seolah-olah mengukur ruang luas di kamar hotel tempat ia menginap selama berada di kota tersebut. Pikira
Candra merasa sedih atas sikap Hugo Wallington bersikap dingin dan mengabaikannya. Dia meninggalkan taman hiburan dan kembali ke hotel tempat dia menginap. Candra gelisah terus memikirkan pertemuannya dengan Hugo. Dia berusaha menahan diri untuk tidak mencari tahu tentang pria itu selama lima tahun sejak dia meninggalkannya. Pada akhirnya dia tidak bisa menahan keinginannya dan menelepon seorang asisten yang mengurus semua keperluannya. Dia menyuruh asistennya mencari tahu tentang Hugo selama lima tahun ini. Setelah itu Candra menunggu informasi dari asistennya semalaman. Beberapa jam kemudian asistennya datang ke kamar hotelnya. “Bagaimana, Vivi?” Candra bertanya gelisah meraih tangan wanita itu. “Nona muda, Tuan Wallington tidak pernah menikah, tapi dia memiliki seorang anak yang sampai saat ini masih dia sembunyikan dari mata publik. Ibu dari anak itu, mantan pelacur Tuan Wallington meninggal saat melahirkan.” Mata Candra melebar, jantung berdegup kencang merasa senang karena
“Kamu tidak usah takut dengan kakak. Kakak tidak jahat kok, jadi adik kecil jangan menangis lagi ya. Tenang saja, Kakak akan bantuin kamu kok.” Candra terus mengajak anak kecil tersebut berbicara, meskipun ia tetap bungkam tak mau bicara sepatah kata pun.“Ayo sini..! Ikut dengan kakak. Kita cari keberadaan orang tua kamu ya,” ujar Candra mengulurkan tangannya pada anak kecil itu.Anak itu seolah mengerti dan menghapus air matanya. dia mengulurkan tangan kecilnya meraih tangan wanita di depannya.Candra tersenyum hangat meremas tangan kecilnya. Dia pun menggendong dan mengajaknya menuju ke arah ruangan bagian informasi. Candra berpikir jika anak tersebut adalah anak hilang, mungkin dengan bantuan bagian informasi dapat mempertemukan kembali anak kecil yang terpisah dari orang tuanya bisa berkumpul lagi dengan keluarganya.Anak kecil tersebut saat ini berada dalam gendongan Candra tidak menangis dan memeluk leher Candra saat dibawa masuk ke pusat informasi taman hiburan.Candra mendeka
Lima tahun kemudian.Langit biru cerah dan angin bertiup lembut. Taman hiburan tampak hidup dan meriah.Gadis itu memandang langit musim panas dan memejamkan mata menikmati sinar matahari bersinar cukup cerah.Dia cantik berada di usia muda 25 tahun, kecantikannya mekar dengan indah. Jejak naif dan polos seorang gadis memudar dengan kecantikan wanita dewasa. Dia menarik perhatian beberapa pria yang lewat.Candra memuka mata, memperlihat matanya yang cerah dan cemerlang, namun menyimpan jejak kesedihan.Lima tahun telah berlalu, kota ini tak begitu banyak perubahannya. Kerinduannya begitu besar terhadap kota ini, begitu banyak kenangan yang tak mudah dilupakan di sini. Candra telah kembali ke kota di mana dulu ia memiliki story dan kenangan yang begitu membekas untuk dirinya.Bagaimana kabarnya kamu paman Hugo?Pasti saat ini dia sudah bahagia menikah dengan perempuan itu.Candra mendesah. Tak ada gunanya lagi mengingat semuanya jika saat ini paman Hugo sudah menjadi milik perempua
Candra tidak menjawab, dia menatap bibir tipis Hugo sebelum menundukkan kepala mencium bibirnya. Ciumannya agak grogi dan gugup. Hugo merasa terkejut. Sudah lama sekali Candra tidak mengambil inisitif menciumnya. Tapi dia tidak membalas ciuman Candra dan menahan keinginannya untuk melumat bibirnya menggoda. Dia harus memberinya pelajaran hari ini. Merasa Hugo tidak membalas ciumannya membuat Candra agak cemas dan malu. Tapi Hugo tidak mendoronya. Candra agak berani memperdalam ciumannya, bibir menghisap bibir bawah pria itu dan menyapu lidahnya di sepanjang bibir Hugo. Hugo mengerang pelan dalam bibirnya, tangannya mencengkeram pinggang ramping gadis itu. Candra semakin berani menyelipkan lidahnya menggoda bibir Hugo, tanganya mengusap-ngusap dada pria itu dengan gerakan menggodanya. Pinggulnya mengosok pangkal paha Hugo, menggoda ‘junior’ pria itu. Napas Hugo semakin dalam, dia mengcengkeram pinggang gadis itu semakin erat. Salah satu tangannya meremas pantat Candra di balik cel
“Tidak,” balas Candra serak dan menundukkan kepala agar Hugo tidak melihat dia menangis.“Benarkah?” Hugo meraih dagu gadis agar mendongak menatapnya. Dia melihat mata Candra berkaca-kaca dan basah. “Kamu menangis? Mengapa kamu menangis?” tanyanya dengan kening berkerut.Candra menggelengkan kepala. “Tidak, aku hanya mengantuk kok.”Candra mengusap matanya dan berpura-pura menguap. “Aku tidak tidur nyenyak semalam dan bangun pagi-pagi sekali untuk membuat bubur.”Hugo menatapnya lekat-lekat seolah mencari kebohongan dari mata gadis itu.Candra menguap hingga air matanya keluar. “Aku mengantuk. Bangunkan aku jika makan malam sudah selesai ....” Lalu dia dengan hati-hati memeluk pinggang Hugo agar menekan luka di perutnya dan bersandar di dada Hugo. Matanya terpenjam, dalam hitungan beberapa menit, dia sudah tertidur.Hugo mengamati gadis yang tertidur itu dan mendesah memeluk kepalanya di dadanya. Dia mencium kepala Candra dan memejamkan mata mencoba untuk tidur.Satu jam kemudian, Hug