Iris merasakan firasat buruk dan buru-buru mendekati putranya. Aiden berdiri di belakang Iris dan menghadapi wanita yang marah. Dia terlihat seusia Iris dan memelototi Dimitri geram.“Apa yang kamu lakukan? Kamu menyakiti lengan putraku!” seru Iris melihat wanita itu mencengkeram lengan kecil Dimitri dan segera menepisnya dengan kasar.Iris berjongkok memandang putranya dan memeriksa tubuhnya. “Dimi, apa yang terjadi? Apa kamu terluka?” Dia bertanya cemas melihat tangan mungil dan putih Dimitri tampak memar akibat cengkeraman wanita itu.“Mommy ....” Mata Dimitri berkaca-kaca dan mulai menangis, dia memeluk leher Iris sambil menunjuk ke arah wanita yang memarahinya.“Mommy, Bibi itu memarahiku! Sakit, Mommy, Bibi itu jahat!” serunya menangis.“Apa yang terjadi? Mengapa kamu memarahi putraku dan mencengkeram lengannya?” Aiden berkata menghadapi wanita itu.“Kamu orang tua anak itu?” Wanita itu tergagap, terpesona melihat wajah tampan Aiden.“Ya, bisa jelaskan apa yang terjadi hingga ka
Ibu gadis kecil itu semakin marah dan meraih pundak Dimitri. Namun, sebuah tangan menghentikannya.Dia menoleh memelototi Aiden.“Kami akan mengganti rugi atas apa yang diperbuat putra kami jika Dimitri benar menyakiti putrimu,” kata Aiden tenang.Wanita itu semakin marah. “Kamu pikir mengganti rugi cukup untuk luka di wajah putriku? Anakmu dan istrimu bahkan tidak mencoba meminta maaf!”Aiden mengusap keningnya menatap ke arah Iris yang melindungi Dimitri dengan sikap protektif. Dia kemudian berjongkok dan meraih pundak Dimitri.“Dimi, jelaskan apa yang sudah kamu lakukan pada temanmu? Jika kamu salah kamu harus meminta maaf,” ujarnya dengan suara tegas.“Aiden ....” desis Iris menatapnya tidak suka.Tetapi, Aiden mengabaikannya.“Dimitri, kamu dengar daddy!” Suara Aiden keras cukup untuk menakuti anak itu.Dimitri melepaskan pelukan Iris dan berbalik memandang ayahnya dengan wajah cemberut dan takut. Melihat wajah tegas Aiden, dia takut membuat ayahnya marah. Dia tidak ingin dimarah
“Minta maaf pada temanmu dan katakan kamu salah,” kata Aiden tegas.Mata Dimitri berkaca-kaca dan takut menghadapi Aiden. Tetapi, anak itu tidak merasa dirinya salah dan tidak mau dimarahi.Sepanjang yang dia ingat, tidak ada yang pernah memarahi atau menyalahkannya. Ibu dan neneknya sangat mencintai dan memanjakannya. Orang-orang di sekitarnya memperlakukannya seperti dia kaisar kecil. Tidak ada yang pernah memerahi atau menyalahkannya.Dia menangis keras.“Aku tidak salah. Aku benci Daddy! Mommy!” Dia berbalik melemparkan dirinya ke pelukan Iris.“Mommy, aku mau pulang, huhuhu .... aku mau pulang! Daddy jahat!”Iris memandang Aiden dan para ibu di sekitar yang memandangnya dengan pandangan menghakimi.Ibu gadis kecil itu terlihat masih marah dan mencibir. “Anak liar!”Ibu-ibu lain berbisik dengan suara yang masih bisa di dengar, menghakimi Iris dan putranya.“Dia terlihat masih muda, tidak heran dia tidak bisa mengajarkan putranya dan membesarkannya dengan semborono! Tidak heran ana
“Tidak apa-apa.” Aiden menahan wanita itu agar tidak membungkuk padanya.“Di sini anakku juga yang salah. Aku akan datang lain kali dengan anakku untuk meminta maaf pada putrimu,” Dia berkata dengan suara rendah hati dan tidak terlihat sombong menunjukkan kekuasaannya.Wanita itu tergagap tidak tahu harus berkata apa-apa.“Jika Anda butuh sesuatu terkait luka dan perawatan putrimu, jangan ragu untuk menghubungiku.” Aiden kemudian meletakkan kartu namanya di tangan Ibu gadis kecil itu dan berbalik menghadap Iris.Dimitri masih menangis di tanah dan menoleh membujuk Iris. Dia meraih tubuh kecil Dimitri ke gendongannya.Dimitri langsung memberontak. “Aku tidak mau dengan Daddy!”“Diam!” Aiden memukul pantat putranya yang membuat anak itu terdiam, matanya berlinang air mata.“Daddy akan menghukummu nanti. Kamu sebaiknya patuh atau daddy akan memukulmu.”Ancaman Aiden sukses membuat Dimitri terdiam tidak memberontak. Matanya berlinang air mata menatap ibunya dengan memelas mengulurkan tang
Iris melihat pantat kecil putranya merah dan bengkak, sangat khawatir. Dia ingin menghampiri putranya dan mengobati luka Dimitri. Namun, Aiden menahan lengannya.“Jangan memanjakannya. Biarkan dia mempelajari kesalahannya biar tidak terulang lagi.”“Aku tahu, aku hanya mengobati lukanya. Kamu sudah memukulnya terlalu keras.” Dia menatap Aiden dengan tatapan menyalahkan.“Dia akan baik-baik saja. Dia anak laki-laki, tanpa merasakan hukuman dia tidak akan belajar dari kesalahannya,” balas Aiden tegas.Iris menatapnya sesaat sebelum berkata dengan pelan, “Apa kamu tidak takut Dimitri akan membencimu karena ini?”Aiden tidak langsung menjawab. Pandangannya menatap ke arah Dimitri yang terisak-isak menghadap dinding di sudut kamar karena hukumannya.“Mungkin itu lebih baik daripada aku menjadi ayah yang gagal mendidiknya bertanggung jawab. Bagaimanapun dia adalah anak laki-laki. Kelak ada banyak tanggung jawab menantinya di masa depan. Meski aku terlambat mendidiknya karena tidak ada di si
“Tentu tidak, sayang. Daddy tidak akan pergi lagi dan tinggal bersama kita,” kata Iris lembut. “Benarkah, Mommy?!”Iris mengangguk dan hati tercubit melihat ekspresi lega di wajah putranya. Dia tidak ingin putranya suatu saat mengetahui perpisahan orang tuanya.“Mommy ....” panggil Dimitri menarik cardigan Iris mengalihkan wanita itu dari pikirannya.Iris menunduk menatap putranya, “Ya, sayang?”“Apa Daddy ... masih marah pada Dimi?”“Kenapa Dimi tidak bicara saja pada Daddy, hm?” Iris tersenyum mengusap rambut putranya.“Tapi, aku takut Daddy akan memukul pantat Dimi lagi.”Iris terkekeh mencium kepala Dimitri. “Daddy tidak akan menghukum Dimi lagi jika Dimi tidak berkelahi lagi dengan temanmu. Apa yang harus Dimi lakukan agar Daddy tidak marah dan tidak menghukum Dimi?”Dimitri memandang Iris dan berkata pelan, “Dimi harus minta maaf.”“Benar, anak mommy sangat pintar.”“Tidurlah Sayang, nanti baru bicara dengan Daddy,” ujar Iris melepaskan kompres es dari pantat Dimitri. Hari mas
Tatapan pria itu terlalu intens membuat Iris salah tingkah dan mengalihkan pandangannya. Dia menggelengkan kepalanya saat pengaruh alkohol mulai menghampiri kepalanya. “Uhm ... tentang perceraian, aku berpikir untuk menunda pengajuan perceraian. Setidaknya demi Dimitri.” Bibir Aiden berhenti menyesap gelas winenya dan menatap Iris. “Apa yang membuatmu berubah pikiran?” Iris menunduk menatap jari-jarinya di gelas wine yang kosong. “Aku melihat caramu mendidik Dimitri hari ini dan aku menyadari diriku lalai sebagai seorang ibu. Aku hanya tahu memanjakan putraku dan sikap protektifku hanya memperburuk pertumbuhan Dimitri kelak di masa depan.” Dia berhenti sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya dengan pelan. “Aku ... aku membutuhkanmu.” Aiden tidak mengucapkan sepatah kata pun selama beberapa saat membuat Iris gelisah. “Bukankah kamu yang tidak ingin bercerai? Aku memberimu kesempatan—“ Iris segera menutup mulutnya. Itu terdengar seperti dia terlalu percaya diri Aiden mencintainya.
Iris tidak bisa tidur meski merasa pegal dan sakit di sekujur tubuhnya. Dia berguling-guling di tempat tidur untuk menenangkan detak jantungnya yang berdebar. Setelah beberapa saat jantungnya mulai tenang Iris bangun dari tempat tidur. Dia menggerutu merasakan sakit di pinggang dan pangkal pahanya. Dia duduk di tepi ranjang menunggu sampai rasa sakitnya menghilang, kemudian mengambil gaun dan celana dalamnya yang berserakan di lantai. Iris mengenakan pakaiannya. Dia mencium tubuhnya sendiri dan tersipu menyadarinya dirinya berbau keringat sex dan alkohol. Kepalanya masih sakit dan sisa-sisa alkohol masih ada di tubuhnya. Iris bersumpah tidak akan menyentuh alkohol lagi di masa depan. Dia sangat ingin mandi dan menghilangkan sakit kepalanya. Iris meninggalkan kamar Aiden dan mengintip keluar, dia malu jika ada yang melihatnya keluar dari kamar Aiden yang berbau keringat sex. Masih ada Kelly yang juga tinggal bersamanya dan Dimitri. Iris tidak ingin digoda dengan putranya yang meminta