Iris melihat pantat kecil putranya merah dan bengkak, sangat khawatir. Dia ingin menghampiri putranya dan mengobati luka Dimitri. Namun, Aiden menahan lengannya.“Jangan memanjakannya. Biarkan dia mempelajari kesalahannya biar tidak terulang lagi.”“Aku tahu, aku hanya mengobati lukanya. Kamu sudah memukulnya terlalu keras.” Dia menatap Aiden dengan tatapan menyalahkan.“Dia akan baik-baik saja. Dia anak laki-laki, tanpa merasakan hukuman dia tidak akan belajar dari kesalahannya,” balas Aiden tegas.Iris menatapnya sesaat sebelum berkata dengan pelan, “Apa kamu tidak takut Dimitri akan membencimu karena ini?”Aiden tidak langsung menjawab. Pandangannya menatap ke arah Dimitri yang terisak-isak menghadap dinding di sudut kamar karena hukumannya.“Mungkin itu lebih baik daripada aku menjadi ayah yang gagal mendidiknya bertanggung jawab. Bagaimanapun dia adalah anak laki-laki. Kelak ada banyak tanggung jawab menantinya di masa depan. Meski aku terlambat mendidiknya karena tidak ada di si
“Tentu tidak, sayang. Daddy tidak akan pergi lagi dan tinggal bersama kita,” kata Iris lembut. “Benarkah, Mommy?!”Iris mengangguk dan hati tercubit melihat ekspresi lega di wajah putranya. Dia tidak ingin putranya suatu saat mengetahui perpisahan orang tuanya.“Mommy ....” panggil Dimitri menarik cardigan Iris mengalihkan wanita itu dari pikirannya.Iris menunduk menatap putranya, “Ya, sayang?”“Apa Daddy ... masih marah pada Dimi?”“Kenapa Dimi tidak bicara saja pada Daddy, hm?” Iris tersenyum mengusap rambut putranya.“Tapi, aku takut Daddy akan memukul pantat Dimi lagi.”Iris terkekeh mencium kepala Dimitri. “Daddy tidak akan menghukum Dimi lagi jika Dimi tidak berkelahi lagi dengan temanmu. Apa yang harus Dimi lakukan agar Daddy tidak marah dan tidak menghukum Dimi?”Dimitri memandang Iris dan berkata pelan, “Dimi harus minta maaf.”“Benar, anak mommy sangat pintar.”“Tidurlah Sayang, nanti baru bicara dengan Daddy,” ujar Iris melepaskan kompres es dari pantat Dimitri. Hari mas
Tatapan pria itu terlalu intens membuat Iris salah tingkah dan mengalihkan pandangannya. Dia menggelengkan kepalanya saat pengaruh alkohol mulai menghampiri kepalanya. “Uhm ... tentang perceraian, aku berpikir untuk menunda pengajuan perceraian. Setidaknya demi Dimitri.” Bibir Aiden berhenti menyesap gelas winenya dan menatap Iris. “Apa yang membuatmu berubah pikiran?” Iris menunduk menatap jari-jarinya di gelas wine yang kosong. “Aku melihat caramu mendidik Dimitri hari ini dan aku menyadari diriku lalai sebagai seorang ibu. Aku hanya tahu memanjakan putraku dan sikap protektifku hanya memperburuk pertumbuhan Dimitri kelak di masa depan.” Dia berhenti sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya dengan pelan. “Aku ... aku membutuhkanmu.” Aiden tidak mengucapkan sepatah kata pun selama beberapa saat membuat Iris gelisah. “Bukankah kamu yang tidak ingin bercerai? Aku memberimu kesempatan—“ Iris segera menutup mulutnya. Itu terdengar seperti dia terlalu percaya diri Aiden mencintainya.
Iris tidak bisa tidur meski merasa pegal dan sakit di sekujur tubuhnya. Dia berguling-guling di tempat tidur untuk menenangkan detak jantungnya yang berdebar. Setelah beberapa saat jantungnya mulai tenang Iris bangun dari tempat tidur. Dia menggerutu merasakan sakit di pinggang dan pangkal pahanya. Dia duduk di tepi ranjang menunggu sampai rasa sakitnya menghilang, kemudian mengambil gaun dan celana dalamnya yang berserakan di lantai. Iris mengenakan pakaiannya. Dia mencium tubuhnya sendiri dan tersipu menyadarinya dirinya berbau keringat sex dan alkohol. Kepalanya masih sakit dan sisa-sisa alkohol masih ada di tubuhnya. Iris bersumpah tidak akan menyentuh alkohol lagi di masa depan. Dia sangat ingin mandi dan menghilangkan sakit kepalanya. Iris meninggalkan kamar Aiden dan mengintip keluar, dia malu jika ada yang melihatnya keluar dari kamar Aiden yang berbau keringat sex. Masih ada Kelly yang juga tinggal bersamanya dan Dimitri. Iris tidak ingin digoda dengan putranya yang meminta
“Tidak apa-apa, ini juga salah putraku karena sudah mencakar muka putrimu Nyonya ... uhm ....” Iris terlihat bingung ingin memanggil nama wanita itu. “Ah, aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Megan, nama keluarga suamiku Fuller,” ujar Megan memperkenalkan dirinya. “Ah, baik, Nyonya Fuller. Aku Iris Wallington, dan anakku Dimitri,” balas Iris tersenyum dan menunjukkan putranya duduk diam di sebelahnya. “Kami datang untuk meminta maaf atas perbuatan putraku. Maaf kami baru datang, karena ada banyak kesibukkan dan anakku baru sembuh dari lukanya.” Megan melirik Dimitri, dia sudah tidak mengenakan penyanggah lengan atau pun perban di kepala kecilnya. Meski anak itu sudah melukai putrinya, dia tidak bisa menunjukkan ketidaksukaannya di depan orang tuanya. “Hahaha, insiden itu sudah lama, baik aku dan suamiku sudah melupakannya. Putri kami juga baik-baik saja hanya mengalami trauma kulit,” ujarnya memaksakan tawa yang terdengar canggung. “Meskipun begitu, Dimitri belum meminta maaf pad
Meskipun Iris berkata seperti itu, dia tidak benar-benar yakin akan memasukan Dimitri ke sekolah di York City. Dia belum yakin akan menetap di York City dan hubungannya dengan Aiden belum terlalu jelas. Aiden meliriknya dengan ekspresi tenang menyimak percakapan antara Iris dan Megan sampai akhirnya mereka meninggalkan kediaman Fuller. Di dalam mobil, Aiden mengemudi dalam perjalanan pulang menuju vila. Dimitri tertidur di kursi belakang dengan kursi khusus untuk anak. “Kamu akan memasukan Dimitri ke sekolah di York City?” tanya Aiden tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan di depannya. "Aku belum memutuskannya. Daftar rumah tangga dan Kartu keluargaku dan Dimitri berada di Negara S. Jika aku menetap di sini, aku harus membuat daftar rumah tangga lagi.” Aiden meliriknya sesaat sebelum mengalihkan pandangannya lagi ke depan. “Kamu masih istriku dan Dimitri adalah putraku, yang berarti namamu masih dalam daftar rumah tangga kita. Kita hanya perlu memasukkan Dimitri sebagai putra
“Bagaimana ibu bisa mengabarimu sementara kamu tidak pernah membalas panggilan ibu selama sebulan ini,” balas Lilian dingin. “Ah, maaf aku cukup sibuk dan tidak sempat—“ “Sibuk membangun hubungan dengan mantan suamimu?” potong Lilian. “Aku memintamu mengurus bisnis di York City, bukan menjalin kembali hubungan dengan mantan suamimu. Aku dengar juga kamu sudah absen dari pekerjaan selama satu bulan lebih. Apa kamu pikir sedang liburan luar negeri?!” “Bukan seperti itu, Bu, hanya saja Dimitri terluka dan aku harus merawatnya.” “Jangan menggunakan Dimitri untuk alasan kemalasanmu.” “Dimitri terluka karena kecelakaan dan aku—“ “Mengapa ibu tidak mendapat kabar Dimitri mengalami kecelakaan?” Lilian tidak memberi Iris kesempatan untuk menjelaskan dirinya dan mengkritiknya di depan semua orang. Iris terdiam, tubuhnya tampak tegang. Keheningan jatuh di ruang tamu. Kelly tidak berani bersuara, sementara Aiden memandang interaksi Iris dan Lilian dengan pandangan bertanya-tanya. Tampakn
“Ibu, Aiden bekerja sangat keras—“ “Iris, apa kamu ingat kehidupan yang kamu jalani di keluarga Ridley?” potong Lilian menyilangkan tangannya di depan dada, menatap tajam pada putrinya. “Itu ....” Iris tidak bisa menjawab pertanyaan Lilian. Aiden menggengam tangan Iris. Iris menoleh menatap pria di sebelahnya, tapi Aiden menatap lurus pada wanita di depannya. “Aku dapat menyakinkan Anda, Nyonya, aku tidak akan membiarkan Iris menderita lagi di keluarga Ridley,” kata Aiden menyakinkan Lilian. Ekspresi Lilian tetap tidak berubah. Dia mencibir membalas ucapan Aiden, “Kata-kata memang sangat meyakinkan. Tapi, tidak bisa membuktikan apa pun. Janji pun bahkan bisa dilanggar.” “Aku selalu memegang janjiku—“ Lilian memotong dengan tawa meremehkan. “Banyak anak muda sepertimu yang berkata seperti itu. Aku sudah melewati paruh usiaku mendengar omong kosong itu. Putriku masih muda, dia tentu dengan mudah termakan rayuan kosongmu.“ Dia menatap putrinya meremehkan sebelum melanjutkan kalim