“Wah, apa suamimu yang mengirim pengawal untuk menjagamu? Itu romantis sekali,” ujar wanita itu.Iris mendengus getir. Dia mendekatkan wajahnya ke wanita itu dan balas berbisik dengan suara pelan yang tidak bisa didengar Marcus.“Dia tidak dikirim oleh suamiku. Tapi dikirim oleh keluargaku untuk mengawasiku.”Iris tidak ingin memberitahu bahwa Hugo yang mengirim Marcus untuk mengawasinya. Akan terdengar tidak memalukan jika lelaki lain menahan dan mengawasi seorang wanita yang sudah bersuami dan sedang hamil.“Hah?” Wanita itu menatap Iris heran. “Lalu di mana suamimu? Mengapa mereka mengawasimu?”Iris menggigit bibir bawahnya dan menatap wanita itu dengan tatapan penuh harap.“Keluargaku tidak menyukai suamiku. Mereka memisahkan kami dan tidak membiarkan kami bertemu. Aku sangat ingin bertemu dengan suamiku,” ujarnya kecut. Wanita itu menatap Iris prihatin. Dia meraih tangan Iris menghiburnya. “Apa kamu ingin aku membantumu lepas dari pengawasan orang itu?” bisiknya dengan suara pel
Iris berjalan cepat sambil menundukkan kepalanya menghindar ketika dia melihat beberapa pria bersetelan seperti Marcus di mana-mana. Untunglah dia sudah mengganti gaunnya dengan seragam perawat yang diambil di ruang ganti.Iris menggigit bibirnya bawahnya cemas melihat ada begitu banyak pria berpakaian setelan hitam di mana seolah mereka sedang mencari seseorang. Bahkan ada yang berjaga di pintu keluar rumah sakit, membuatnya tidak bisa keluar.Apa yang terjadi? Apa mereka mencarinya?Dia pikir hanya Marcus orang yang mengawasinya.“Apa sih yang diperbuat Hugo,” gerutu Iris panik melihat dari kejauhan Marcus tampak sedang berbicara dengan seorang pria tua yang mengenakan jas putih dokter, yang terlihat seperti orang penting.Iris langsung menunduk ketika pandangan Marcus tertuju padanya. Dia berjalan dengan senormal mungkin mendorong keranjang berisi obat-obatan. Untunglah dia mengenakan masker steril hingga wajahnya tidak bisa dikenali.Dia melirik dari ujung matanya melihat Marcus
Keduanya terengah-engah dengan tubuh saling menempel di dinding dengan pakaian yang berantakan. Bagian depan seragam Iris terbuka memperlihat lembah payudarannya yang lembab dan menggoda. Roknya kusut dan terangkat sampai ke atas pinggul, sementara potongan celana dalam Iris tergelatak robek di lantai gudang.Pemandangan itu sangat menggoda Aiden dan membuatnya ingin melanjutkan ronde selanjutnya, tapi dia menahan dirinya.Aiden menyandarkan keningnya ke sisi wajah Iris. “Apa aku terlalu keras” bisiknya serak meraba-raba perut Iris.“Hmmm ... lumayan, tapi tidak menyakitiku,” balas Iris malu-malu.Aiden menyeringai puas. Ekspresi wajahnya berubah lembut. Dia mencium sudut bibirnya dengan lembut tanpa nafsu.“Aku sangat merindukanmu.”“Aku juga. Aku merindukanmu dan Dimitri,” Iris memeluk pinggang Aiden dan menyandarkan wajahnya di dada bidang pria itu. semua keluhan, kecemasan dan kerinduannya menguap saat bersama pria itu.Aiden balas memeluknya tak kalah erat. Matanya terpenjam meng
Iris menunduk menatap ke bawah. Dia memiliki keterikatan dengan WLT Group karena dia tahu bagaimana ibunya berjuang dan bekerja keras menghadapi tekan para kerabat yang menginginkan WLT Group dari keluarga utama.Tapi dia tidak merasa pantas untuk memegang WLT Group di tangannya. Dia tidak kompeten seperti Hugo dan dewan direksi sering mengkritiknya. Iris mengakui dirinya sangat egois ingin lepas dari tanggung jawab mengelola WLT Group setelah semua upaya yang dilakukan ibunya untuk membuat Iris menjadi pewaris WLT Group.Dia hanya ingin hidup tenang membesarkan anak-anak dan suaminya.Iris menghela napas dan mendongak memandang Aiden sambil tersenyum.“Aku hanya ingin hidup bersamamu dan anak-anak kita. Tolong bebaskan aku.”Aiden menghembuskan napas lega dan tersenyum mencium bibir Iris dengan kuat.“Aku tahu kamu akan peduli padaku dan anak-anak kita,” bisiknya mengelus perut Iris.Iris memejamkan matanya memeluk Aiden. “Jangan membuatku menunggu lama.”“Tidak akan. Ini akan sege
Marcus mengawal Iris kembali ke kediaman Wallington. Kediaman Wallington dulu hangat dengan anggota keluarga Wallington yang menghuni dan datang berkunjung. Namun sejak kematian Lilian, tidak ada kerabat yang datang berkunjung dan rumah itu selalu sunyi. Rumah itu hanya di huni oleh Iris dan beberapa pelayan yang bekerja dengan tertib. Sejak Hugo menahannya di rumah, Iris tidak merasakan kehangatan seperti dulu dan kesepian tanpa ibu dan Dimitri.Namun ketika dia kembali ke kediaman itu, Iris tidak merasa tertekan seperti seminggu lalu. karena pertemuan dan janji Aiden untuk mengeluarkannya dari kekangan Hugo, membuat perasaan Iris menjadi lebih ringan, bahkan tidak terganggu ketika melihat Hugo menunggunya di ruang tamu.Hugo duduk di sofa ruang tamu sambil memutar-mutar gelas vodka di tangannya dengan wajah tanpa ekspresi. Botol vodka di atas meja tinggal setengah, sementara wajah Hugo tampak muram dan merah mabuk.Marcus berhenti di depan Hugo dan menyapanya dengan hormat.“Tuan, a
Seharian Iris mengurung diri di kamarnya, dia tidak ingin keluar dan bertemu dengan Hugo meski yang dia dengar dari pelayan bahwa sepupunya sudah meninggalkan kediaman.Ada hal lain yang dicemaskan Iris. setelah pertengkarannya dengan Hugo, Iris semakin tidak ingin tinggal di kediaman ini dan dia mencemaskan Aiden. Bagaimana jika Aiden menyusup masuk ke kediaman dan ditembak oleh para penjaga? Memikirkannya saja membuat Iris tidak bisa beristirahat dengan baik.Dia harus memikirkan sesuatu untuk memperingatkan Aiden. Dia tidak ingin kehilangan pria itu karena kegilaan sepupunya.Iris berjalan mondar-mandir memikirkan cara untuk memperingatkan Aiden atau bagaimana membebaskan dirinya dari belenggu Hugo.“Aku tidak bisa seperti ini dan menunggu Aiden menyelematkanku,” bisiknya pada dirinya sendiri. Setelah beberapa saat, dia berhenti dan berjalan mendekati jendela kamarnya. Dia membuka jendela kamar dan melihat ke bawah. Kamarnya berada di lantai dua, meski tidak terlalu tinggi, Iris
Satu minggu.Iris benar-benar menunggu selama satu minggu tanpa ada kabar dari Aiden atau situasi di luar kediaman bagaimana pertarungan bisnis antara RDY Group dan WLT Group.Dia mencoba tenang dan percaya pada Aiden. Tapi kemudian dua minggu telah berlalu benar-benar tanpa ada kabar. Dia bahkan tidak melihat keberadaan Hugo selama hampir setengah bulan.Tapi Iris jatuh sakit. Dia demam tinggi, berita itu sampai pada Hugo pada hari ketiga Iris demam. Hugo memanggil dokter pribadi keluarga Wallington untuk memeriksa Iris.“Nona Iris menderita demam psikogenik. Demam ini sebabkan oleh pasien yang mengalami stres,” ujar Dokter itu dengan ekspresi serius membeberkan hasil diagnosisnya pada Hugo.Hugo berdiri tanpa ekspresi di samping raniang memandang wanita yang terbaring lemah di tempat tidur.Raut wajahnya sangat datar hingga orang lain tidak bisa menebak apa yang sedang dia pikirkan.“Lakukan sesuatu untuk meredakan demamnya,” ujarnya acuh tak acuh.“Meski saya meresepkan obat, itu t
“Tidurlah lagi. aku akan di sini menjagamu,” ujar suara lembut Aiden yang menenangkan. Telapak tangan hangat menempel di dahinya membuat Iris merasa nyaman.Demam dan pening di kepalanya membuat perasaan sangat tidak enak dan rentan hingga dia bermimpi bahwa Aiden ada di sini, bersamanya.Meski hanya mimpi, Iris ingin bersamanya lebih lama. dia mengulurkan tangannya meraih sosok kabur Aiden dan berbisik dengan suara pelan, “Jangan pergi.”Telapak tangan besar dan hangat menggenggam tangannya. “Tidak akan. Beristirahatlah, aku akan membawamu dari sini, sayang.” Kemudian sosok Aiden berbaring di sebelahnya dan menarik Iris ke pelukan hangat yang akrab.Iris merasa nyaman mendengar ucapan itu meski hanya dalam mimpi. Kantuk berat membuatnya enggan membuka mata dan kembali tertidur dalam pelakukan Aiden.“Mommy jangan sakit.”Iris tersentak dalam tidurnya mendengar suara akrab yang dia rindukan dan telapak tangan mungil di terasa sejuk dahinya yang panas.“Dimi, jangan ganggu Mommy. Mommy