Bagaimana menurut reader tentang bab terakhir ini? Apa bab chemistry Aiden dan Iris kurang romantis dan terlalu lambay kah? Hehehe mohon maklum Author masih kurang dalam membuat alur chemistry antara Aiden dan Iris.🥰 ada romance lebih hot di ‘Istri Jahat Presdir’ dan romantis manis ‘Istri Tawanan CEO’ (ups malah promo🤭) Pokoknya jangan berhenti dukung Author, okey^_^ Author menghargai review Reader tercinta😘😘
“Mommy, mana Daddy?” Dimitri bertanya ketika Iris meletakkan roti tawar dengan selai cokelat di depan putranya. Aiden tidak sarapan bersama mereka membuat Dimitri kecewa. “Daddy, sudah berangkat pagi-pagi,” kata Iris melirik putranya yang manyun.“Maaf sayang, apa kamu masih marah sama Daddy?”Dimitri tidak menjawab sambil menundukkan kepala memainkan sendok di tangannya.Iris menghela napas mengerti perasaan putranya. Tapi Aiden sudah berangkat pagi-pagi sekali dengan tergesa-gesa, dia bahkan tidak sarapan atau pun membawa bekal.Iris penasaran masalah apa yang terjadi di perusahaan hingga membuat pria itu menjadi sangat sibuk. Dia belum melihat Aiden begitu tergesa-gesa ke kantor.“Sayang, Daddy lagi banyak pekerjaan. Daddy berangkat pagi-pagi sekali ke kantor, tapi Daddy sempat berpamitan dengan Dimi. Tapi sayang Dimi lagi tidur,” ujarnya menenangkan Dimitri dan meletakkan susu di depan putranya“Benarkah?” Dimitri mendongak menatap ibunya. Ekspresi manyun di wajahnya menghila
Tak lama kemudian mobil mereka berhenti di depan gedung perusahaan RDY Group.Iris keluar dari mobil dan memasuki lobi perusahaan diikuti Kelly di belakangnya.Iris tidak menghampiri meja resepsionis untuk bertanya seperti kemarin karena dia sudah tahu di mana kantor Aiden.Beberapa karyawan di lobi menoleh, sekali lagi tertarik dengan kedatangan Iris yang kedua kalinya di perusahaan. Mereka belum mengetahui identitas Iris.Saat melewati lobi menuju lift, kebetulan Iris bertemu dengan Felicia yang berjalan dengan rombongan orang di belakangnya. Keduanya bertatapan sesaat.Iris mencoba mengabaikan Felicia saat berjalan melewatinya.“Berhenti!” Felicia berhenti dan menghalangi jalannya. rombongan di belakangnya juga berhenti dan menatap Iris penasaran.“Minggir, aku tidak ada urusan denganmu,” kata Iris dingin karena Felicia menghadang jalan.Felicia tertawa. “Maaf saja, aku harus menghentikanmu. Kamu tidak urusan di sini dan tidak boleh masuk seenaknya ke perusahaan kami,” Dia berkata
“Presdir Ridley.”Aiden berjalan cepat menghampiri Iris. Kedua satpam masih menahan Iris dan sekretarisnya. Raut wajah Aiden muram dan dingin melihat tangan seorang satpam mencengkreram lengan Iris meninggalkan bekas merah di tangannya.“Aku sudah memerintahkanmu untuk melepaskan dia, apa kamu tuli!” Suara Aiden terdengar dingin dan marah melemparkan tatapan belati pada satpam yang menahan Iris.Satpam itu tersentak kaget buru-buru melepaskan lengan Iris, begitu pun dengan rekannya yang menahan Kelly.“Maafkan kami Tuan.” Mereka membungkuk meminta maaf.Aiden tidak menghiraukan permintaan maaf mereka dan memeluk pundak Iris protektif.“Sayang, kamu baik-baik saja? Apa yang kamu lakukan di sini?” Raut wajah berubah dua puluh derajat begitu berbicara pada Iris.Raut wajah Felicia berubah melihat sikap perhatian Aiden yang terlalu mencolok di depan karyawan.Wajah para karyawan di sekitar berubah heran melihat sikap Presdir mereka yang terkenal dingin langsung berubah lembut dan mencema
Iris menyentak tangannya yang digenggam Aiden begitu mereka tiba di dalam kantor pria itu.Aiden berbalik memandangnya. “Sayang, apa yang membuatmu datang ke sini?”Iris tersenyum dingin. “Kenapa? Aku sudah tidak berhak datang karena pemutusan kerja sama dengan WLT Group, begitu?”Ekspresi Aiden menjadi kaku. Dia meraih pundak Iris, “Bukan begitu—“Iris menepis tangan Aiden dan menjauh darinya, “Mengapa kamu tidak memberitahuku apa pun dan menuduh WLT Group melakukan kecurangan dana proyek dan membuatku menjadi orang bodoh yang tidak tahu apa pun?!”“Aku tidak ingin membuatmu khawatir. Aku sudah bilang akan mengurus masalah ini....”“Memangnya kamu siapa ?!” Iris menatapnya tajam.Aiden mengerjap dengan ekspresi serius. “Aku suamimu. Aku akan mengurus masalah ini untukmu.” Dia berkata dengan suara membujuk.“Aiden Ridley!” potong Iris menatap marah.“Dalam bisnis ini kamu dan aku bukan suami-istri. Aku adalah Direktur Utama yang akan memimpin WLT Group! WLT Group adalah tanggung jaw
“Aku tidak akan ada di rumah dan mengurus masalah yang terjadi dengan proyek Big Island. Kamu temani Dimitri selama beberapa hari saat aku tidak ada. Dan ... kamu tidak perlu menemaniku pesta pembukaan cabang perusahan WLT Group malam ini. Hubungan RDY dan WLT Group sedang tegang. Tidak baik kita terlihat bersama.”Setelah mengatakan itu dia berjalan meninggalkan kantor Aiden meninggalkan pria yang frustasi di belakangnya.Begitu dia membuka pintu, dia melihat Kelly menunggunya di depan meja kerja Peter. Peter berdiri menyapanya dengan sopan.“Nona, apa kamu sudah selesai?” Kelly bertanya dengan hati-hati melihat raut wajah Iris tampak jelek. Lalu mengintip ke dalam kantor pribadi Aiden dan melihat pria itu terlihat muram.Iris memikirkan peringatan Aiden tentang Kelly dan menggelengkan kepalanya.Itu konyol, Kelly tidak mungkin menusuknya dari belakang, batinya muram.“Ya, mari kita pergi,” kata Iris meninggalkan kantor Aiden diikuti Kelly di belakangnya.Aiden mengusap rambut belak
Pesta pembukaan cabang perusahaan WLT Group di adakan di Hotel Socco yang baru akuisisi WLT Group. Banyak kalangan pebisnis dan politik diundang, termasuk beberapa tokoh-tokoh masyarakat kelas atas.ketika Iris masuk ke aula pesta bersama Hugo, dia mendapat banyak soroton seperti yang dikatakan sepupunya.Meski bukan pertama kali menghadiri pesta yang dihadiri oleh tokoh-tokoh masyarakat kelas atas di Negara S, Iris terap gugup karena ini pertama kali di muncul di depan eselon kelas atas York City.Ketika masih menjadi istri Aiden, dia tidak memiliki kesempatan untuk hadir dalam pesta para elite York City.Karena statusnya yang rendah, Esme tidk akan membiarkannya hadir di depan masyarakat elite dan mempermalukan keluarga Ridley.“Jangan gugup, lakukan seperti yang kamu lakukan di Negara S. Di sini kamu adalah ahli waris WLT Group,” bisik Hugo menepuk tangan Iris yang melingkari lengannya dengan gerakan menenangkan ketika merasakan kegugupan wanita itu.Ucapan Hugo sedikit menenangk
Dia selalu benci interaksi dengan para kolongmerat yang terlalu menyanjungkan kekayaan dan kemuliaan keluarga mereka di masyarakat kelas atas. Dia harus memasang senyum palsu setiap kali ada yang menjilatnya.Yang membuat Iris agak kecewa dia tidak melihat Aiden muncul pesta yang sudah berjalan seperempat jam.“Kamu terlihat kesal, apa kamu tidak menyukai pesta ini?” kata Hugo begitu mereka berdua tanpa para mengelilingi mereka.“Tidak, pestanya luar biasa. Aku hanya lelah terus tersenyum dan berdiri,” kata Iris menghela napas.Hugo memandangnya, “Apa Aiden tidak datang? Meski apa yang terjadi dengan proyek Big Island membuat hubungan antar perusahaan tegang, kami tidak akan begitu picik mengecualikannya dari pesta ini. Dia seharusnya datang, bukan?” Ujarnya melirik Iris dengan tatapan penuh arti.“Apa kalian bertengkar? Dia bahkan tidak bisa datang bersamamu.”Iris memasang wajah acuh tak acuh ketika nama Aiden disebutkan.“Tidak, kami baik-baik saja. Dia hanya sangat sibuk. Perusah
Iris tersenyum dingin melihat kemarahan berkobar di mata Alice tertuju padanya ketika status mereka dibandingkan. Felicia sungguh berbakat menggunakan orang lain untuk menyerangnya.Iris tidak ingin peduli, dia tidak ingin mengacaukan pesta ini karena dua wanita itu.“Jika kalian ingin bertengkar, silakan lakukan di luar. Ini pesta perusahaan WLT Group, bukan rumah kalian,” ujar Iris dingin menegur mereka.“Iris, jangan begitu ketus. Aku hanya ingin menyapamu untuk memberi selamat karena WLT Group sudah membuka cabang di York City. Aku menawarkan perdamaian denganmu,” kata Felicia tersenyum ramah.Iris menatapnya tidak peduli, muak dengan wajah munafik wanita itu.Perdamaian? Siapa yang ingin mempercayai wanita munafik seperti itu. Hari ini dia menawarkan perdamaian, besok dia menusuk di belakang punggungmu. Iris belajar untuk tidak mempercayai orang bermuka dua.“Tidak, terima kasih,” balas Iris tidak sabar dan ingin mereka meninggalkannya sendirian.“Maaf, aku harus pergi menyapa t
Mereka pun telah selesai makan malam bersama. Lily dan Candra melangkah menuju ke arah ruang tamu. Sementara itu Aurelio sudah terlelap di kamarnya. Candra sengaja menemani putra tunggal Hugo hingga ia terlelap agar dirinya bisa pergi meninggalkan Aurelio tanpa merasa terbebani oleh rasa bersalah, karena sang putra tak ingin melepaskannya. “Candra apakah kamu yakin tetap balik hotel malam ini? Sudah larut malam Candra, apa tidak sebaiknya besok pagi-pagi sekali kamu kembali ke hotel. Kurasa belum terlambat jika kamu memang akan kembali besok ke Italia.” Ucap Lily seraya melangkah di sisi Candra. “Sekali lagi aku minta maaf Bibi Lily. Aku harus kembali malam ini ke hotel, jika aku harus menginap malam ini di sini dan kembali pagi harinya ke hotel, rasanya aku tak punya banyak waktu untuk berberes-beres barang-barangku yang berada di hotel, karena besok pagi aku harus segera berangkat ke Italia.” Jelas Candra menanggapi tawaran dari nyonya Wallington. “Ya sudah. Jika memang demikian,
Lily mengerucutkan bibirnya melihat sikap dingin Hugo. Dia menatap Candra dan menepuk lengannya menenangkan.“Jangan berkecil hati. Hugo selalu seperti ini.”Candra mengangguk, dia tidak mengambil sikap dingin Hugo, apalagi setelah mendengar kata-kata Aurelio bahwa Hugo menyimpan foto dirinya.Lily menyruh pelayan menyiapkan camilan ringan dan menghabiskan waktu mengobrol bersama Candra dan bermain dengan Aurelio.Sepanjang hari itu Hugo tidak turun dan berada di ruang kerjanya. Entah dia sengaja untuk menghindari Candra atau pria itu memang seperti itu. Candra tidak terlalu memikirkannya. Dia menikmati bermain dengan Aurelio. Candra tampak bahagia ia menikmati kebersamaannya bersama Aurelio di rumah Hugo Wallington. Meskipun Hugo terlihat cuek tak mengacuhkannya, namun Candra tidak mempedulikannya.Ia justru semakin akrab dan dekat dengan putra tunggal CEO berwajah tampan tersebut.Lily menyukai Candra, setelah melihat ketika Candra begitu pintar mengambil hati cucunya. Ini peluang te
“Tidak kok nyonya. Aku tidak memikirkan apapun, dan aku baik-baik saja kok nyonya,” ucapnya kembali berbohong menutupi jika sesungguhnya pikirannya justru melayang ke arah Hugo berada.“Candra. Aku minta maaf, jika selama ini sikapku sudah sangat keterlaluan padamu. Aku sadar, seharusnya aku tak memperlakukanmu seperti itu, hingga akhirnya kamu pergi meninggalkan putraku Hugo. Aku berharap kamu bisa memaafkanku Candra, meskipun aku akui kesalahanku mungkin sudah terlalu besar terhadapmu.”Candra tak menyangka, jika nyonya Wallington bisa berkata demikian padanya. Mengakui kesalahannya dan meminta maaf atas kesalahan yang pernah ia lakukan terhadap Candra.Candra menyentuh tangan nyonya Wallington, seraya menganggukkan kepalanya pelan. Candra tersenyum begitu juga dengan nyonya Wallington.“Iya nyonya. Aku sudah memaafkanmu nyonya, jauh sebelum nyonya minta maaf padaku,” jawab Candra seketika membuat nyonya Wallington berbinar-binar wajahnya.“Sungguhkah? Kamu memaafkanku Candra..? Kam
"Ya, ibu bantu cari pengasuh yang lebih kompenten.”“Kamu tidak butuh pengasuh untuk Aurelio, tapi seorang ibu untuk anakmu,” ujar Lily melirik Hugo dengan hati-hati.“Ibu ....” Hugo menatap ibunya tidak suka topik itu di bahas lagi.“Kamu tidak berniat mencari ibu untuk Aurelio? Apa karena kamu tidak bisa melupakan Candra?”Hugo terdiam, pikirannya kembali memikirkan Candra. Wanita itu memperlakukan Aurelio dengan baik saat itu dan dia pula yang menemukan putranya.Hugo menggelengkan kepala mengusir bayangan gadis itu dan berpura-pura mengetik sesuatu di laptop. "Aku sibuk, tolong tinggalkan aku, Bu.”Lily mendesah pasrah dan meninggalkan Hugo untuk mengurus pekerjaannya.....Beberapa hari kemudian sejak pertemuannya dengan Paman Hugo, Candra masih tidak memiliki keberanian mencari pria itu.Gadis berparas manis itu, bolak-balik tak jelas dan gelisah di ruang tamu kamar hotelnya seolah-olah mengukur ruang luas di kamar hotel tempat ia menginap selama berada di kota tersebut. Pikira
Candra merasa sedih atas sikap Hugo Wallington bersikap dingin dan mengabaikannya. Dia meninggalkan taman hiburan dan kembali ke hotel tempat dia menginap. Candra gelisah terus memikirkan pertemuannya dengan Hugo. Dia berusaha menahan diri untuk tidak mencari tahu tentang pria itu selama lima tahun sejak dia meninggalkannya. Pada akhirnya dia tidak bisa menahan keinginannya dan menelepon seorang asisten yang mengurus semua keperluannya. Dia menyuruh asistennya mencari tahu tentang Hugo selama lima tahun ini. Setelah itu Candra menunggu informasi dari asistennya semalaman. Beberapa jam kemudian asistennya datang ke kamar hotelnya. “Bagaimana, Vivi?” Candra bertanya gelisah meraih tangan wanita itu. “Nona muda, Tuan Wallington tidak pernah menikah, tapi dia memiliki seorang anak yang sampai saat ini masih dia sembunyikan dari mata publik. Ibu dari anak itu, mantan pelacur Tuan Wallington meninggal saat melahirkan.” Mata Candra melebar, jantung berdegup kencang merasa senang karena
“Kamu tidak usah takut dengan kakak. Kakak tidak jahat kok, jadi adik kecil jangan menangis lagi ya. Tenang saja, Kakak akan bantuin kamu kok.” Candra terus mengajak anak kecil tersebut berbicara, meskipun ia tetap bungkam tak mau bicara sepatah kata pun.“Ayo sini..! Ikut dengan kakak. Kita cari keberadaan orang tua kamu ya,” ujar Candra mengulurkan tangannya pada anak kecil itu.Anak itu seolah mengerti dan menghapus air matanya. dia mengulurkan tangan kecilnya meraih tangan wanita di depannya.Candra tersenyum hangat meremas tangan kecilnya. Dia pun menggendong dan mengajaknya menuju ke arah ruangan bagian informasi. Candra berpikir jika anak tersebut adalah anak hilang, mungkin dengan bantuan bagian informasi dapat mempertemukan kembali anak kecil yang terpisah dari orang tuanya bisa berkumpul lagi dengan keluarganya.Anak kecil tersebut saat ini berada dalam gendongan Candra tidak menangis dan memeluk leher Candra saat dibawa masuk ke pusat informasi taman hiburan.Candra mendeka
Lima tahun kemudian.Langit biru cerah dan angin bertiup lembut. Taman hiburan tampak hidup dan meriah.Gadis itu memandang langit musim panas dan memejamkan mata menikmati sinar matahari bersinar cukup cerah.Dia cantik berada di usia muda 25 tahun, kecantikannya mekar dengan indah. Jejak naif dan polos seorang gadis memudar dengan kecantikan wanita dewasa. Dia menarik perhatian beberapa pria yang lewat.Candra memuka mata, memperlihat matanya yang cerah dan cemerlang, namun menyimpan jejak kesedihan.Lima tahun telah berlalu, kota ini tak begitu banyak perubahannya. Kerinduannya begitu besar terhadap kota ini, begitu banyak kenangan yang tak mudah dilupakan di sini. Candra telah kembali ke kota di mana dulu ia memiliki story dan kenangan yang begitu membekas untuk dirinya.Bagaimana kabarnya kamu paman Hugo?Pasti saat ini dia sudah bahagia menikah dengan perempuan itu.Candra mendesah. Tak ada gunanya lagi mengingat semuanya jika saat ini paman Hugo sudah menjadi milik perempua
Candra tidak menjawab, dia menatap bibir tipis Hugo sebelum menundukkan kepala mencium bibirnya. Ciumannya agak grogi dan gugup. Hugo merasa terkejut. Sudah lama sekali Candra tidak mengambil inisitif menciumnya. Tapi dia tidak membalas ciuman Candra dan menahan keinginannya untuk melumat bibirnya menggoda. Dia harus memberinya pelajaran hari ini. Merasa Hugo tidak membalas ciumannya membuat Candra agak cemas dan malu. Tapi Hugo tidak mendoronya. Candra agak berani memperdalam ciumannya, bibir menghisap bibir bawah pria itu dan menyapu lidahnya di sepanjang bibir Hugo. Hugo mengerang pelan dalam bibirnya, tangannya mencengkeram pinggang ramping gadis itu. Candra semakin berani menyelipkan lidahnya menggoda bibir Hugo, tanganya mengusap-ngusap dada pria itu dengan gerakan menggodanya. Pinggulnya mengosok pangkal paha Hugo, menggoda ‘junior’ pria itu. Napas Hugo semakin dalam, dia mengcengkeram pinggang gadis itu semakin erat. Salah satu tangannya meremas pantat Candra di balik cel
“Tidak,” balas Candra serak dan menundukkan kepala agar Hugo tidak melihat dia menangis.“Benarkah?” Hugo meraih dagu gadis agar mendongak menatapnya. Dia melihat mata Candra berkaca-kaca dan basah. “Kamu menangis? Mengapa kamu menangis?” tanyanya dengan kening berkerut.Candra menggelengkan kepala. “Tidak, aku hanya mengantuk kok.”Candra mengusap matanya dan berpura-pura menguap. “Aku tidak tidur nyenyak semalam dan bangun pagi-pagi sekali untuk membuat bubur.”Hugo menatapnya lekat-lekat seolah mencari kebohongan dari mata gadis itu.Candra menguap hingga air matanya keluar. “Aku mengantuk. Bangunkan aku jika makan malam sudah selesai ....” Lalu dia dengan hati-hati memeluk pinggang Hugo agar menekan luka di perutnya dan bersandar di dada Hugo. Matanya terpenjam, dalam hitungan beberapa menit, dia sudah tertidur.Hugo mengamati gadis yang tertidur itu dan mendesah memeluk kepalanya di dadanya. Dia mencium kepala Candra dan memejamkan mata mencoba untuk tidur.Satu jam kemudian, Hug