Iris membuka matanya dan menoleh menatap Bibi Lina.“Biarkan dia masuk,” balasnya kembali melakukan gerakan King pigeon di atas tikar.Bibi Lina menganguk sebelum kembali ke dalam rumah. Tak lama kemudian seorang pria datang menemui Iris di halaman kolam.“Nyonya, apa kabar,” Peter menundukkan kepalanya dengan ekspresi hormat di depan Iris.“Apa yang membuatmu ke sini?” tanya Iris tanpa membuka matanya.“Nyonya, kamu sudah lima hari tidak mengunjungi Presdir. Apa kamu baik-baik saja?” tanya Presdir berbasa-basi.“Aku sedang berusaha untuk tidak memikirkan pria itu agar tidak membuatku stres. Jadi jangan mengungkitnya di depanku.”Peter meringis. “Tapi tujuanku ke sini ... ini tentang Presdir.”Iris menghela napas dan menurunkan kakinya. Dia mengubah posisi duduknya bersila di atas tikar dan memandang pria itu.“Bukankah Felicia sedang merawat Aiden? Kenapa? Apa wanita itu melakukan sesuatu yang melecehkan suamiku hingga membuat suamiku marah dan memecatnya?” balas Iris tersenyum mence
“Peter, aku lihat kamu semakin dekat dengan Iris selama beberapa hari ini. Kamu bahkan sering keluar masuk dari rumahnya. Jangan bilang padaku, kamu mulai menyukai istri bosmu? Aku mengerti Iris kesepian karena suaminya koma dan sakit, hingga dia melakukan tindakan tak bermoral dengan berselingkuh dengan asisten pribadi suaminya.”“Nona Hills jangan sembarangan menfitnah aku dan Nyonya Iris!” bentak Peter memelototi Felicia lalu menatap Aiden cemas.“Presdir, tolong jangan dengarkan ucapan Nona Hills yang tidak benar. Nyonya bukan orang yang seperti itu. Dia sangat setia padamu, Presdir.”Ekspresi Aiden acuh tak acuh. “Bagaimana aku bisa percaya dengan ucapamu? Felicia benar, kamu dekat wanita itu dan melaporkan kata-kata wanita itu padaku. Kamu juga selalu membelanya. Seberapa dekat kamu dengan wanita itu?”Aiden enggan menyebut wanita itu sebagai istrinya. Dia bahkan tidak ingat kapan dia menikah, apalagi memiliki anak dan istri. Sejauh ini hanya wanita itu yang dia lihat ketika ban
Aiden melihat daftar saham RDY Group dan tidak bisa berkata-kata melihat nama Iris Wallington di daftar pemegang saham pemegang. Dia mengambil saham yang dulu dimiliki ibu tirinya. “Jadi aku memberikan saham ini pada ‘istri’ku secara cuma-cuma?” Aiden mendongak menatap Peter dengan tatapan tidak percaya. Peter mengangguk. “Benar Presdir. Anda mengubah kepemiliki saham 20% atas nama Nyonya.” Aiden memegang dagunya dengan ekspresi berpikir. “Seberapa penting wanita itu bagiku?” “Sangat penting hingga Anda rela mengusir Nona Hills dan memenjarakan Nyonya Esme,” balas Peter dengan ekspresi tegas. Aiden mengangkat sebelah alisnya, memandangnya dengan wajah tanpa ekspresi. “Wanita itu hebat juga, tapi aku tidak suka hidupku di kendalikan oleh seseorang,” desisnya menggertakkan gigi. Tidak hanya wajahnya mirip dengan Letizia, wanita memiliki kemampuan untuk mengendalikan hatinya agar melakukan segalanya untuk wanita itu. Aiden sangat membenci ini. dia sudah meremehkan wanita itu. “Ap
“Keluar!” Aiden mendorong Iris keluar dari kantornya.Iris menancapkan kakinya dengan kuat di ambang pintu, menolak di usir keluar. “Kenapa kamu mangusirku? Memangnya aku salah? Jangan bilang kamu malu?” Iris menatapnya dengan mata lebar.Semburat merah tipis muncul di pipi Aiden. Dia memelototi wanita itu kesal,“Jangan berani—““Astaga kamu beneran malu? Ya, ampun padahal kamu sudah menjadi ayah dari dua anak.” Iris menutup mulutnya dengan menahan suara tawanya. Dia tidak menyangka suatu saat melihat Aiden yang malu-malu. Sebelumnya pria itu sangat tidak tahu malu dan berperilaku seperti pria hidung belang.Aiden mengerutkan keningnya dengan ekspresi gelap sebelum mendorong wanita keluar dari kantornya dan menutup pintu tepat di depan hidung wanita itu.Aiden memejamkan matanya menahan detak jantungnya berdebar tidak jelas.Mengapa wanita itu membuatnya berdebar?“Tidak masuk akal,” decak Aiden. dia seharusnya membenci wanita itu.Wajahnya itu mirip dengan mantan pacar yang mencam
Putranya pulang ketika Iris sedang berkemas untuk memindahkan barang-barangnya ke rumah baru.“Mommy, Dimi kangen!” Dimitri melompat ke pelukan Iris, hampir membuat Iris terjungkal ke belakang.Hugo dengan cemas ingin menarik Dimitri menjauh dari tubuh Iris.“Dimi, hati-hati dengan Mommy. Mommy sedang mengandu—““Aduh sayangku, kamu menjadi semakin besar.” Iris menepuk-nepuk punggung kecil putranya saat Dimitri memeluknya dengan erat dan menatap Hugo dengan penuh isyarat untuk tidak memberitahu putranya tentang kehamilannya.Hugo mengerut keningnya sebelum mengangguk meski wajahnya tampak enggan.“Mommy, mommy, aku bermain dengan kakek Alphard dan Nenek Gina. Mereka membawaku bermain salju dan mengunjungi banyak tempat! Ada banyak tempat seru Mommy! Seru sekali!” Dimitri bercerita dengan menggebu-gebu.“Benarkah? Dimi pasti bersenang-senang.” Iris mengusap rambut putranya sebelum memeluknya dengan penuh kerinduan.“Okey, sayangku. Kamu pasti lelah. Ayo mommy akan memandikanmu.” Iris b
“Lalu apa yang kamu lakukan pada Aiden?”“Aku akan mengejarnya sampai dia mendapatkan kembali ingatannya. Aku tidak ingin diam membiarkan wanita lain mengambil suamiku dan ayah dari anak-anakku. Aiden juga menjadi seperti ini karenaku,” balas Iris tenang.Hugo ingin membalas bahwa Iris tidak perlu merasa bersalah. Jika Aiden mencintainya, dia akan mengorbankan dirinya untuk wanita itu. Tapi Hugo menutup mulutnya. Itu hanya membuat perasaan Iris pada Aiden semakin besar.Andai saat itu, dia tahu penculikkan Iris dan menyelamatkannya sebelum Aiden dan terluka karenannya, apa Iris akan memikirkannya seperti dia memikirkan Aiden?Hugo mendengus pada dirinya sendiri. Berandai-andai dan menyesal hanya dilakukan seorang pecundang.“Mommy, kenapa Mommy dan Paman diam di tangga?” Suara Dimitri terdengar di belakang mereka.Iris berbalik melihat putranya yang terlihat segar dengan baju ganti dan berbau harum turun dengan Bibi Marry menemaninya.“Mommy dan Paman Hugo hanya mengobrol.” Dia kemudi
Apa anak itu adalah ... putranya?“Dimitri, kamu harus menyapa dadd-mu dengan benarr ....” Suara lembut terdengar memanggil nama anak itu.Aiden mendongak dan melihat sosok anggun Iris mendekati mereka dengan senyum menawan di wajahnya.Dia berhenti di depan Aiden sambil mengangkat tangannya. “Halo, sayang. Apa kami mengganggumu?”Aiden mengerut keningnya ingin membalas tapi anak di bawahnya menarik-narik kain celananya.“Daddy, kenapa daddy tidak pulang kemarin? Daddy juga tidak menelepon Dimi selama ini.” Anak itu berkata dengan wajah cemberutnya yang menggemaskan dan marah.“Ah ....” Aiden tidak tahu bagaimana menanggapi seorang anak yang tiba-tiba muncul dan mengaku sebagai anaknya.“Daddy ... daddy sibuk kerja.” Aiden berkata secara naluriah untuk tidak menyakiti hati anak itu. “Daddy selalu berbohong berkata sibuk kerja. Daddy hanya tidak suka Dimi, dan tidak mau main sama Dimi lagi.” Dimitri berkata dengan wajah sedih dan marah.Aiden dibuat tak berkutik oleh anak itu.“Siapa
“Baiklah, tolong tangani masalah ini. kalian juga pergilah untuk makan siang,” kata Aiden lalu mengalihkan pandangannya pada Dimitri dan mengulurkan tangannya. “Dimi akan makan di mana?” Wajah cemberut anak itu langsung cerah meraih tangan Aiden agar digendong. Aiden tidak keberatan menggendongnya. “Daddy, Mommy membawa makan bekal,” kata Dimitri menunjuk kota bekal yang sedari tadi digenggam Iris. Iris tersenyum. “Tidak perlu jauh-jauh. Kita bisa makan di kantormu. Aku juga ingin membahas tentang proyek Big Island.” Aiden menatapnya dengan ekspresi menilai. Dia tidak bisa menoleh Iris di depan putranya. Dia hanya bisa cemberut dan berkata, “Baiklah, mari makan di kantorku.” “Daddy.” Dimitri menarik dasi Aiden meminta perhatian pria itu. “Daddy, sekarang aku dan Mommy sudah pindah di rumah baru. daddy harus pulang dan tidur di rumah.” ucapan Dimitri terdengar seperti Aiden seorang pria yang tidak bertanggung jawab dan gemar tinggal di luar rumah. Aiden memaksakan senyum saat m