Wajah Aiden masam. “Seseorang memprovokasiku hari ini.”“Siapa? Apa itu ada hubungannya dengan perkelahianmu?” tanya Iris menatap sudut bibir Aiden yang terluka.Aiden menatapnya tenang. “Hugo Wallington, kudengar dia menyukaimu.”Ekspresi Iris langsung membeku. “Apa kamu bilang? Apa kamu mendengar percakapan kami?” Dia khawatir Aiden melihat apa yang terjadi di toilet.“Lebih baik kamu menjauhi pria itu,” peringat Aidem.Iris mengernyit agak tidak senang. “Kamu tidak bisa mengaturku menjauhi siapa pun. Hugo adalah saudaraku yang selalu membantuku selama ini. Aku tidak bisa menjauhinya begitu saja.”“Tapi dia menyukaimu. Apa kamu membiarkan pria lain mendekatimu saat kamu masih bersamaku?! Wanita macam apa kamu?”Suasana tiba-tiba menjadi panas di antara mereka.“Aku bersedia bersamamu karena Dimitri, bukan agar kamu bisa mengaturku!” balas Iris dingin.“Lalu kamu ingin Dimitri melihat ibunya menjalin hubungan dengan pria lain dan bermain-main dengan mereka?”Iris menamparnya marah,
Karena vila yang ditinggali Iris tidak memiliki banyak kamar, Lilian menunda pindah ke tempat mereka – yang membuat Aiden agak bersyukur— dan menunggu Aiden merenovasi salah satu properti rumah miliknya.Sementara Iris mencari sekolah untuk Dimitri di waktu luangnya. Namun ada banyak sekolah TK swasta dan semuanya adalah terbaik di York City hingga Iris kesulitan memilih. Akhirnya Iris menghubungi Nyonya Fuller untuk bertanya tentang sekolah karena Nyonya Fuller salah satu kenalan yang dia miliki di York City. Nyonya Fuller juga memasukkan putrinya, Ariella ke sekolah bulan ini. Jadi mereka membuat janji untuk bertemu di salah satu kafe.Iris memutuskan membawa serta putranya dalam pertemuan. Ketika dia sampai di salah satu kafe yang terkenal dan mewah. Dia melihat Megan melambaikan tangan memanggilnya. Dia membawa putrinya Ariella yang membuatnya senang. Dia sangat suka dengan gadis kecil itu.“Apa kabar Nyonya Fuller, aku harap tidak mengganggu waktumu,” kata Iris duduk di seberang
“Ya, Ariella adalah satu-satunya putri kami dan permata berharga kami. Suamiku mengajari Ariella belajar untuk bisnis karena aku tidak bisa hamil lagi,” kata Megan masam.“Ah, begitu. Pasti berat bagimu,” kata Iris hati-hati menatapnya prihatin. Dia tidak bertanya lebih lanjut apa Megan sakit, tapi karena itu terlihat masalah sensitif bagi wanita karena tidak bisa hamil lagi.Namun Megan tersenyum terlihat tidak keberatan menceritakan masalahnya. “Aku sakit kanker perut karena itu suamiku tidak ingin kami memiliki anak lagi.”Iris menutup mulutnya terkejut. “Apa kamu sudah menjalani perawatan? Tidak apa-apa kamu keluar seperti ini?” Dia bertanya cemas karena meminta Megan untuk bertemu di luar di luar.Megan tertawa kecil sambil melambaikan tangannya. “Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja karena sudah menjalani perawatan.”“Aku senang kamu membawaku keluar, karena aku sangat bosan di rumah terus. Suamiku tidak ingin aku menjalani aktivitas berat karena penyakitku.,” lanjutnya kemudian t
Mata Iris melebar menatap wanita itu dengan tatapan tidak percaya.“Tiga juta dolar? Kamu bercanda?!” cibir Iris.Tiga juta dolar bukan harga yang fantasi menurut Iris, apalagi hanya menggantikan high heels yang kotor karena secuil kue. Dia tidak ingin menyia-nyiakan uang untuk Alice yang selalu menindasnya di masa lalu.Alice terkikik merendahkan sambil menyilangkan tangannya di depan dada memandnag Iris meremehkan. “Kenapa, tidak sanggup membayar, ya? Oh aku lupa kamu mantan pelayan bar tentu tidak akan mampu mengganti rugi sepatuku ini!”Iris menatap datar, tidak terpengaruh dengan penghinaan Alice. “Aku hanya tidak ingin menyia-nyiakan uangku untukmu.”Alice tertawa menghadap teman-temannya. “Apa kalian dengar itu? ‘Aku tidak ingin menyia-nyiakan uangku untukmu’ seolah-olah dia punya uang!”Teman-temannya menyeringai menatap Iris merendahkan.Alice kembali menghadap Iris dan mencibir, “Tidak perlu bersikap sok kaya. Aku tahu kamu mencoba terlihat berkelas seperti kami dan putus a
“Hahaha, itu tidak benar. Kalian percaya perempuan ini? Dia itu semut pemanjat status sosial! Aku memang sepupu Aiden Ridley. Bibiku adalah Nyonya Ridley dan Ibu Aiden!” seru Alice panik dan marah.Iris menyeringai saat dia mencibir dingin. “Setahu aku Nyonya Ridley saat ini adalah hanya ibu tiri Aiden. Dia juga berasal dari kalangan miskin yang menikah Tuan Ridley saat itu. Bukankah itu juga disebut ‘panjat status sosial’ seperti yang selalu kamu katakan? Kamu menghina orang lain panjat status, sementara kamu sendiri tak jauh berbeda.”Wajah Alice berubah dari pucat ke merah karena marah. Dia mengangkat tangannya untuk menampar Iris.“Tutup mulutmu jalang sialan—“Tiba-tiba sebuah tangan menangkap pergelangan tangan Alice sebelum dia menyentuh Iris. Alice menoleh dengan marah.“Siapa kamu ?!”Iris menoleh dan terkejut melihat Megan berdiri di sebelahnya dan menahan tangan Alice.Megan menatap Alice tidak ramah. “Kamu tahu menggunakan kekerasan bisa membuatmu dituntut.”Alice menarik
“Ayo pergi, jangan membuang waktu dengan orang-orang tidak penting ini. Dimitri mencarimu karena kamu lama,” ujar Megan meraih lengan Iris.“Ah, tunggu sebentar, kue yang kupesan sudah kotor. Aku akan memesan lagi ... untuk suamiku.” Iris berkata dengan sengaja sambil melirik ke arah Alice.Alice menatapnya dengan penuh kebencian sebelum berbalik pergi dengan gusar tanpa mengambil kertas cek uang yang lempari Iris. Teman-temannya segera mengikutinya, salah satu mengambil cek uang yang ditinggal Alice tanpa merasa malu dan mengejar teman-temannya.Iris dan menggelengkan kepalanya. Iris segera memanggil pelayan untuk membersihkan kotak kuenya yang tumpah di lantai dan memesan dua kotak kue lagi. Dia tidak berbohong akan membawa kue untuk Aiden karena dia berniat mengunjungi pria itu di perusahaannya untuk membahas proyek Big Island yang mengalami beberapa kendala.“Ayo menunggu di meja,” kata Iris pada Megan dan keduanya kembali ke meja mereka selagi menunggu kue yang dipesan dibungkus
Iris berbalik melihat asisten pribadi Aiden, Peter yang memegang sebuah kotak di tangannya berjalan menghampirinya sebelum berhenti di depannya.“Jangan memanggilku Nyonya Ridley di sini,” bisiknya pada pria itu.Peter tersenyum meminta maaf sebelum bertanya. “Nyonya, apa kamu yang kamu lakukan di sini. Apa kamu akan bertemu dengan Presdir?”“Ya, apa Aiden ada di kantornya?”“Ya, Presdir masih di kantornya.”“Oh, apa itu di tanganmu?” tanya Iris menunjuk kotak di tangan Peter.“Makan siang. Presdir tidak makan siang karena banyak pekerjaan. Aku harus membawanya makan siang.”“Ah, begitu. Apa dia begitu sibuk?” Iris merasa bersalah karena hanya membawa kue saat mengunjungi Aiden. Dia kurang perhatian pada suaminya yang bekerja keras.“Ya, banyak yang terjadi di perusahaan hingga pekerjaa Presdir bertambah dua kali lipat. Mau aku antar ke kantor?”“Ya, terima kasih,” balas Iris mengangguk.“Ikuti saya, Nyonya.” Peter menuntun Iris meninggalkan lobi dan menuju ke lift.Iris mengikutinya
Roy merasa gelisah melihat perusaha ekspresi Iris. Dia mendengar rumor dari para karyawan tentang hubungan khusus Presdir dan mantan sekretarisnya, Felicia Hills. Felicia Hills dikabarkan sebagai kekasih dan calon istri Presdir Ridley.Hari ini wanita itu tiba-tiba datang dan mengunjungi Aiden dengan identitas khusus, eksekutif perusahaan. Roy belum tahu Presdir sudah memiliki istri dan datang berkunjung bertepatan dengan kedatangan Felicia yang dikabarkan adalah kekasih Aiden. Roy seolah merasa drama akan datang.Peter terkejut mendengar pemberitahuan Roy dan menatap Iris hati-hati. Dia segera menegur Roy. “Roy, aku sudah bilang padamu untuk tidak membiarkan orang yang tidak penting masuk ke kantor Presdir!”Roy meringis. “Nona Hills adalah eksekutif baru perusahaan, aku tidak berani mencegah Nona Hills.”Wajah Iris terlihat tenang mendengar penjelasan Roy. “Ah, aku tidak tahu Felicia sudah menjadi Ekseskutif perusahaan setelah dipecat dari posisi sekretaris Aiden,” ujarnya menatap
Mereka pun telah selesai makan malam bersama. Lily dan Candra melangkah menuju ke arah ruang tamu. Sementara itu Aurelio sudah terlelap di kamarnya. Candra sengaja menemani putra tunggal Hugo hingga ia terlelap agar dirinya bisa pergi meninggalkan Aurelio tanpa merasa terbebani oleh rasa bersalah, karena sang putra tak ingin melepaskannya. “Candra apakah kamu yakin tetap balik hotel malam ini? Sudah larut malam Candra, apa tidak sebaiknya besok pagi-pagi sekali kamu kembali ke hotel. Kurasa belum terlambat jika kamu memang akan kembali besok ke Italia.” Ucap Lily seraya melangkah di sisi Candra. “Sekali lagi aku minta maaf Bibi Lily. Aku harus kembali malam ini ke hotel, jika aku harus menginap malam ini di sini dan kembali pagi harinya ke hotel, rasanya aku tak punya banyak waktu untuk berberes-beres barang-barangku yang berada di hotel, karena besok pagi aku harus segera berangkat ke Italia.” Jelas Candra menanggapi tawaran dari nyonya Wallington. “Ya sudah. Jika memang demikian,
Lily mengerucutkan bibirnya melihat sikap dingin Hugo. Dia menatap Candra dan menepuk lengannya menenangkan.“Jangan berkecil hati. Hugo selalu seperti ini.”Candra mengangguk, dia tidak mengambil sikap dingin Hugo, apalagi setelah mendengar kata-kata Aurelio bahwa Hugo menyimpan foto dirinya.Lily menyruh pelayan menyiapkan camilan ringan dan menghabiskan waktu mengobrol bersama Candra dan bermain dengan Aurelio.Sepanjang hari itu Hugo tidak turun dan berada di ruang kerjanya. Entah dia sengaja untuk menghindari Candra atau pria itu memang seperti itu. Candra tidak terlalu memikirkannya. Dia menikmati bermain dengan Aurelio. Candra tampak bahagia ia menikmati kebersamaannya bersama Aurelio di rumah Hugo Wallington. Meskipun Hugo terlihat cuek tak mengacuhkannya, namun Candra tidak mempedulikannya.Ia justru semakin akrab dan dekat dengan putra tunggal CEO berwajah tampan tersebut.Lily menyukai Candra, setelah melihat ketika Candra begitu pintar mengambil hati cucunya. Ini peluang te
“Tidak kok nyonya. Aku tidak memikirkan apapun, dan aku baik-baik saja kok nyonya,” ucapnya kembali berbohong menutupi jika sesungguhnya pikirannya justru melayang ke arah Hugo berada.“Candra. Aku minta maaf, jika selama ini sikapku sudah sangat keterlaluan padamu. Aku sadar, seharusnya aku tak memperlakukanmu seperti itu, hingga akhirnya kamu pergi meninggalkan putraku Hugo. Aku berharap kamu bisa memaafkanku Candra, meskipun aku akui kesalahanku mungkin sudah terlalu besar terhadapmu.”Candra tak menyangka, jika nyonya Wallington bisa berkata demikian padanya. Mengakui kesalahannya dan meminta maaf atas kesalahan yang pernah ia lakukan terhadap Candra.Candra menyentuh tangan nyonya Wallington, seraya menganggukkan kepalanya pelan. Candra tersenyum begitu juga dengan nyonya Wallington.“Iya nyonya. Aku sudah memaafkanmu nyonya, jauh sebelum nyonya minta maaf padaku,” jawab Candra seketika membuat nyonya Wallington berbinar-binar wajahnya.“Sungguhkah? Kamu memaafkanku Candra..? Kam
"Ya, ibu bantu cari pengasuh yang lebih kompenten.”“Kamu tidak butuh pengasuh untuk Aurelio, tapi seorang ibu untuk anakmu,” ujar Lily melirik Hugo dengan hati-hati.“Ibu ....” Hugo menatap ibunya tidak suka topik itu di bahas lagi.“Kamu tidak berniat mencari ibu untuk Aurelio? Apa karena kamu tidak bisa melupakan Candra?”Hugo terdiam, pikirannya kembali memikirkan Candra. Wanita itu memperlakukan Aurelio dengan baik saat itu dan dia pula yang menemukan putranya.Hugo menggelengkan kepala mengusir bayangan gadis itu dan berpura-pura mengetik sesuatu di laptop. "Aku sibuk, tolong tinggalkan aku, Bu.”Lily mendesah pasrah dan meninggalkan Hugo untuk mengurus pekerjaannya.....Beberapa hari kemudian sejak pertemuannya dengan Paman Hugo, Candra masih tidak memiliki keberanian mencari pria itu.Gadis berparas manis itu, bolak-balik tak jelas dan gelisah di ruang tamu kamar hotelnya seolah-olah mengukur ruang luas di kamar hotel tempat ia menginap selama berada di kota tersebut. Pikira
Candra merasa sedih atas sikap Hugo Wallington bersikap dingin dan mengabaikannya. Dia meninggalkan taman hiburan dan kembali ke hotel tempat dia menginap. Candra gelisah terus memikirkan pertemuannya dengan Hugo. Dia berusaha menahan diri untuk tidak mencari tahu tentang pria itu selama lima tahun sejak dia meninggalkannya. Pada akhirnya dia tidak bisa menahan keinginannya dan menelepon seorang asisten yang mengurus semua keperluannya. Dia menyuruh asistennya mencari tahu tentang Hugo selama lima tahun ini. Setelah itu Candra menunggu informasi dari asistennya semalaman. Beberapa jam kemudian asistennya datang ke kamar hotelnya. “Bagaimana, Vivi?” Candra bertanya gelisah meraih tangan wanita itu. “Nona muda, Tuan Wallington tidak pernah menikah, tapi dia memiliki seorang anak yang sampai saat ini masih dia sembunyikan dari mata publik. Ibu dari anak itu, mantan pelacur Tuan Wallington meninggal saat melahirkan.” Mata Candra melebar, jantung berdegup kencang merasa senang karena
“Kamu tidak usah takut dengan kakak. Kakak tidak jahat kok, jadi adik kecil jangan menangis lagi ya. Tenang saja, Kakak akan bantuin kamu kok.” Candra terus mengajak anak kecil tersebut berbicara, meskipun ia tetap bungkam tak mau bicara sepatah kata pun.“Ayo sini..! Ikut dengan kakak. Kita cari keberadaan orang tua kamu ya,” ujar Candra mengulurkan tangannya pada anak kecil itu.Anak itu seolah mengerti dan menghapus air matanya. dia mengulurkan tangan kecilnya meraih tangan wanita di depannya.Candra tersenyum hangat meremas tangan kecilnya. Dia pun menggendong dan mengajaknya menuju ke arah ruangan bagian informasi. Candra berpikir jika anak tersebut adalah anak hilang, mungkin dengan bantuan bagian informasi dapat mempertemukan kembali anak kecil yang terpisah dari orang tuanya bisa berkumpul lagi dengan keluarganya.Anak kecil tersebut saat ini berada dalam gendongan Candra tidak menangis dan memeluk leher Candra saat dibawa masuk ke pusat informasi taman hiburan.Candra mendeka
Lima tahun kemudian.Langit biru cerah dan angin bertiup lembut. Taman hiburan tampak hidup dan meriah.Gadis itu memandang langit musim panas dan memejamkan mata menikmati sinar matahari bersinar cukup cerah.Dia cantik berada di usia muda 25 tahun, kecantikannya mekar dengan indah. Jejak naif dan polos seorang gadis memudar dengan kecantikan wanita dewasa. Dia menarik perhatian beberapa pria yang lewat.Candra memuka mata, memperlihat matanya yang cerah dan cemerlang, namun menyimpan jejak kesedihan.Lima tahun telah berlalu, kota ini tak begitu banyak perubahannya. Kerinduannya begitu besar terhadap kota ini, begitu banyak kenangan yang tak mudah dilupakan di sini. Candra telah kembali ke kota di mana dulu ia memiliki story dan kenangan yang begitu membekas untuk dirinya.Bagaimana kabarnya kamu paman Hugo?Pasti saat ini dia sudah bahagia menikah dengan perempuan itu.Candra mendesah. Tak ada gunanya lagi mengingat semuanya jika saat ini paman Hugo sudah menjadi milik perempua
Candra tidak menjawab, dia menatap bibir tipis Hugo sebelum menundukkan kepala mencium bibirnya. Ciumannya agak grogi dan gugup. Hugo merasa terkejut. Sudah lama sekali Candra tidak mengambil inisitif menciumnya. Tapi dia tidak membalas ciuman Candra dan menahan keinginannya untuk melumat bibirnya menggoda. Dia harus memberinya pelajaran hari ini. Merasa Hugo tidak membalas ciumannya membuat Candra agak cemas dan malu. Tapi Hugo tidak mendoronya. Candra agak berani memperdalam ciumannya, bibir menghisap bibir bawah pria itu dan menyapu lidahnya di sepanjang bibir Hugo. Hugo mengerang pelan dalam bibirnya, tangannya mencengkeram pinggang ramping gadis itu. Candra semakin berani menyelipkan lidahnya menggoda bibir Hugo, tanganya mengusap-ngusap dada pria itu dengan gerakan menggodanya. Pinggulnya mengosok pangkal paha Hugo, menggoda ‘junior’ pria itu. Napas Hugo semakin dalam, dia mengcengkeram pinggang gadis itu semakin erat. Salah satu tangannya meremas pantat Candra di balik cel
“Tidak,” balas Candra serak dan menundukkan kepala agar Hugo tidak melihat dia menangis.“Benarkah?” Hugo meraih dagu gadis agar mendongak menatapnya. Dia melihat mata Candra berkaca-kaca dan basah. “Kamu menangis? Mengapa kamu menangis?” tanyanya dengan kening berkerut.Candra menggelengkan kepala. “Tidak, aku hanya mengantuk kok.”Candra mengusap matanya dan berpura-pura menguap. “Aku tidak tidur nyenyak semalam dan bangun pagi-pagi sekali untuk membuat bubur.”Hugo menatapnya lekat-lekat seolah mencari kebohongan dari mata gadis itu.Candra menguap hingga air matanya keluar. “Aku mengantuk. Bangunkan aku jika makan malam sudah selesai ....” Lalu dia dengan hati-hati memeluk pinggang Hugo agar menekan luka di perutnya dan bersandar di dada Hugo. Matanya terpenjam, dalam hitungan beberapa menit, dia sudah tertidur.Hugo mengamati gadis yang tertidur itu dan mendesah memeluk kepalanya di dadanya. Dia mencium kepala Candra dan memejamkan mata mencoba untuk tidur.Satu jam kemudian, Hug