Pria itu mengenakan kemeja hitam dan celana pendek selutut. Aiden berjongkok di depannya dan menyodorkan satu gelas wine pada Iris. “Kupikir kamu tidak akan mengizinkan aku minum lagi.” Iris menyindir tapi tetap mengambil gelas wine dari tangan Aiden. Dia enggan keluar dari kolam renang dan memberi Aiden kesenangan melihat tubuhnya mengenakan bikini. “Hanya saat kamu minum denganku,” balas Aiden tersenyum menatap tubuh Iris di dalam air. Kulit pundaknya yang putih basah dan bercahaya di bawah lampu. Rambut panjang basah tergerai di pundaknya. Bra yang menutupi buah dada Iris yang bulat, putingnya menonjol di balik kain tipis itu. Aiden menelan ludah kering dan mengulurkan tangannya untuk menyentuh payudara Iris. Iris langsung menepis tangannya. “Jangan pegang-pegang.” “Sayang, aku hanya gemas karena payudaramu menjadi semakin besar.” Aiden tersenyum dengan tampilan yang tidak senonoh mengerling ke dadanya. Iris menunduk menatap payudaranya dan berkata tidak pasti. “Benarkah?”
Keesokkan harinya mereka berkemas dan kembali ke ibukota. Mereka hanya bisa mengambil cuti satu hari. Tampaknya perusahaan sangat sibuk karena begitu mereka tiba di rumah, Peter sudah menunggu Aiden dan kemudian tergesa-gesa pergi ke perusahaan.Iris menghela napas. Mengapa Aiden mengambil cuti jika dia sangat sibuk? Pikirnya masam dan menyuruh asisten rumah tangga memasukkan barang-barangnya di dalam mobil ke dalam rumah.Iris awalnya ingin masuk ke dalam rumah dan beristirahat, tapi tiba-tiba berhenti. Dia tiba-tiba mengingat sesuatu. Dia tidak memiliki sekretaris lagi. tanpa Kelly, Iris akan kerepotan mengurus pekerjaannya.“Mommy.” Dimitri mendongak memandang ibunya yang tiba-tiba berhenti.Iris menunduk memandang putranya dan kemudian tersenyum.“Dimi capek? Mau tidur?” Dimitri menggelengkan kepalanya.“Kalau begitu ikut Mommy. Kita akan menemui Nenek, okey?”Dimitri hanya menggangguk.Iris menghela napas mengacak rambut Dimitri. Dia kemudian berbalik mengambil mobil
Iris tidak ingin ada Kelly kedua yang bekerja untuk Lilian atau Hugo jika tujuan mereka mengawasinya.“Lalu bagaimana kamu akan memilih sekretarismu? Memilih sekretaris adalah urusan perusahaan, bukan urusan pribadimu,” balas Hugo tenang.Wajah Iris muram.“Meski kamu akan menjadi pewaris Perusahaan, masih ada orang yang akan mengaturmu.”Iris menggertakkan gigi. “Mengapa bukan kamu yang menjadi pewaris? Kamu lebih cakap daripada aku. Aku bahkan tidak bisa melakukan apa pun tanpa Kelly, atau selalu ada orang lain yang mengaturku.”Hugo terdiam tidak menjawab Iris.Iris memandang Hugo sambil tersenyum ironis. “Aku terus memikirkan apa yang diperbuat Kelly padaku, dan aku tidak mengerti apa pun mengapa dia melakukan ini padaku. Tapi aku sedikit mengerti. Pada awalnya Kelly adalah salah satu direktur perusahaa, tapi posisinya diturunkan untuk menjadi sekretarisku. Dia bekerja untuk mengajari aku yang tidak tahu apa pun tentang bisnis tapi tiba-tiba menjadi pewaris perusahaan. Itu pasti
Hari sudah petang ketika Iris pulang ke rumah dengan putranya, dia melihat seorang tamu yang tidak pernah dia harapkan ada di rumahnya, sedang menunggu di ruang tamu.Raut wajah Iris langsung berkerut menggenggam tangan putranya.“Mengapa kamu ada di sini? Siapa yang mengizinkan dia masuk?” Iris mengalihkan pandangannya tidak senang pada asisten rumah tangga, Bibi Lina yang menyajikan teh di depan seorang wanita paruh baya yang duduk di sofa ruang tamu dengan segala keangkuhannya.Bibi Lina tersentak cemas mendengar suara marah Iris. “Nyonya ini bilang dia adalah ibu mertua Anda dan datang berkunjung untuk bertemu dengan Anda Nyonya. Saya tidak berani menolak.”Esme mendongak menatap Iris dengan dagu terangkat sambil menyilangkan tangannya di depan dada. Wajahnya tetap angkuh seperti dulu.“Kamu sangat tidak sopan pada ibu mertuamu. Karena kamu tidak jadi bercerai dengan Aiden, kamu masih harus menghormatiku sebagai ibu mertuamu.” Iris menatapnya tanpa ekspresi. Dia tidak menanggap
Esme tersenyum dengan angkuh. “Aku benar, bukan? Aku dengar keluarga Wallinton tidak terlalu mengakuimu dan anak haram yang kamu bawa. Karena itu kamu datang kembali ke sini, agar putra kecilmu yang tidak berharga mendapat warisan keluarga Ridley. Ckckck, kamu dan putramu benar-benar parasit menjijikkan. Sekarang datang anak kedua yang mengikuti jejakmu dan anak cacatmu.”Iris tiba-tiba mengambil cangkir teh Esme sebelum menyiramnya ke wajah wanita itu.Esme tersentak memandang Iris dengan penuh amarah.“Jalang sialan, beraninya—““Dengar! Aku tidak peduli kamu menghinaku, tapi jangan berani menghina anakku!” bentak Iris memelototi wanita tua itu.“Anak-anakku bukan parasit atau pun anak haram! Sekali lagi kamu menghina anak-anakku, aku tidak hanya menyirammu dengan teh, aku akan membunuhmu, pelacur sialan!” Iris terengah-engah setelah men“A-apa? Pelacur sialan?!” Esme menatapnya dengan tatapan membunuh.“Ya, pelacur! Kamu selalu merendahkan aku di mana karena aku mantan pelayan bar
Iris mendengus cemberut dan menghapus air matanya. “Penghiburan macam apa itu? Kamu sangat tidak romantis.”“Aku serius, hatiku sangat sakit melihat tangisanmu, sayang,” balas Aiden membuat ekspresi kesakitan sambil meraba dadanya seperti orang yang sekarat. Namun raut wajahnya justru terlihat menggelikan. Dia tidak bisa berakting dengan wajah datar itu.“Maksudnya, itu tidak cocok denganmu. Kamu terlihat seperti orang sekarat.”“Hatiku benar-benar sekarat melihatmu menangis.” Aiden membuat ekspresi benar-benar sekarat saat memegang dadanya.Iris tersenyum geli memukul pundaknya.“Oh, hentikan kamu terlihat menggelikan. Dari siapa kamu belajar cara aneh itu. Itu garing tahu, dan tidak cocok denganmu.”Aiden tersenyum masam. “Saya sedang mencoba romantis.”Dia kemudian tersenyum lembut mengusap pipi Iris. “Kamu sudah merasa lebih baik?”Iris mengangguk sambil tersenyum tipis.“Omong-omong mengapa kamu tidak mengatakan akan ada pesta di kediaman Ridley.”Wajah Aiden terlihat kaku sewakt
Iris menarik kerah tuxedonya dengan ekspresi mengancam.“Ah, seseorang yang aku kenal. Kupikir kamu kenal karena kalian terlihat mirip. Saat melihatmu tadi aku tiba-tiba mengingat Letizia Hadid.”“Benarkah?” Iris meraba wajahnya. “Siapa Letizia Hadid?”“Dia hanya model yang kusukai. Aku penggemarnya karena aku suka gaya busananya. Tunggu sebentar aku akan memperlihatkan akun media sosialnya padamu. Kamu mengingatkan aku padanya,” Mega kemudian mengambil ponselnya sebelum menunjukkan pada Iris akun media sosial Letizia Hadid.“Ini dia, benar-benar mirip denganmu, kan?” ujarnya menunjukkan foto-foto seorang wanita cantik yang mirip Iris.Iris terkejut melihat kemiripan wajah wanita itu dengannya. “Memang mirip.”“Benarkan kubilang. Awalnya kupikir kalian kalian bersaudara dan aku ingin minta tanda tangannya,” kikik Megan.Iris tersenyum mengembalikan ponselnya. “Mungkin mitos kita punya tujuh kembaran di dunia benar adanya."Megan mengangguk. “Tapi aku sangat menyayangkan karir Letizia.
Pesta pendirian RDY Group oleh keluarga Ridley diadakan dengan sangat meriah. Banyak tamu dari berbagai keluarga bergengsi hadir menyapa Esme dan Aiden dengan kata-kata menyanjung.Aiden menggoyang-goyangkan gelas wine di tangannya saat seorang pria paruh baya mendekat dengan istrinya.“Tuan Ridley, bagaimana kabarmu?” Dia mengulurkan tangannya pada Aiden dengan senyum lebar di wajahnya.Aiden mendongak dan tersenyum sopan menyambut uluran tangannya. “Tuan Steven, kabarku baik. Bagaimana denganmu?”Tuan Steven tersenyum lebar.“Baik kurasa. Pesta RDY Group semakin menakjubkan setiap tahun,” ujarnya memuji memandang aula pesta di kediaman keluarga Ridley.“Tapi tidakkah kamu berpikir Nyonya Ridley terlalu boros? Pesta kali ini sangat besar daripada tahun lalu. Ini sudah seperti pesta perdana menteri. Istri perdana menteri, kakak perempuanku akan merasa tidak enak jika seandainya dia undang,” ujar wanita di sebelah Tuan Steven dengan nada menyindir.Aiden tersenyum datar dan membalas a
Mereka pun telah selesai makan malam bersama. Lily dan Candra melangkah menuju ke arah ruang tamu. Sementara itu Aurelio sudah terlelap di kamarnya. Candra sengaja menemani putra tunggal Hugo hingga ia terlelap agar dirinya bisa pergi meninggalkan Aurelio tanpa merasa terbebani oleh rasa bersalah, karena sang putra tak ingin melepaskannya. “Candra apakah kamu yakin tetap balik hotel malam ini? Sudah larut malam Candra, apa tidak sebaiknya besok pagi-pagi sekali kamu kembali ke hotel. Kurasa belum terlambat jika kamu memang akan kembali besok ke Italia.” Ucap Lily seraya melangkah di sisi Candra. “Sekali lagi aku minta maaf Bibi Lily. Aku harus kembali malam ini ke hotel, jika aku harus menginap malam ini di sini dan kembali pagi harinya ke hotel, rasanya aku tak punya banyak waktu untuk berberes-beres barang-barangku yang berada di hotel, karena besok pagi aku harus segera berangkat ke Italia.” Jelas Candra menanggapi tawaran dari nyonya Wallington. “Ya sudah. Jika memang demikian,
Lily mengerucutkan bibirnya melihat sikap dingin Hugo. Dia menatap Candra dan menepuk lengannya menenangkan.“Jangan berkecil hati. Hugo selalu seperti ini.”Candra mengangguk, dia tidak mengambil sikap dingin Hugo, apalagi setelah mendengar kata-kata Aurelio bahwa Hugo menyimpan foto dirinya.Lily menyruh pelayan menyiapkan camilan ringan dan menghabiskan waktu mengobrol bersama Candra dan bermain dengan Aurelio.Sepanjang hari itu Hugo tidak turun dan berada di ruang kerjanya. Entah dia sengaja untuk menghindari Candra atau pria itu memang seperti itu. Candra tidak terlalu memikirkannya. Dia menikmati bermain dengan Aurelio. Candra tampak bahagia ia menikmati kebersamaannya bersama Aurelio di rumah Hugo Wallington. Meskipun Hugo terlihat cuek tak mengacuhkannya, namun Candra tidak mempedulikannya.Ia justru semakin akrab dan dekat dengan putra tunggal CEO berwajah tampan tersebut.Lily menyukai Candra, setelah melihat ketika Candra begitu pintar mengambil hati cucunya. Ini peluang te
“Tidak kok nyonya. Aku tidak memikirkan apapun, dan aku baik-baik saja kok nyonya,” ucapnya kembali berbohong menutupi jika sesungguhnya pikirannya justru melayang ke arah Hugo berada.“Candra. Aku minta maaf, jika selama ini sikapku sudah sangat keterlaluan padamu. Aku sadar, seharusnya aku tak memperlakukanmu seperti itu, hingga akhirnya kamu pergi meninggalkan putraku Hugo. Aku berharap kamu bisa memaafkanku Candra, meskipun aku akui kesalahanku mungkin sudah terlalu besar terhadapmu.”Candra tak menyangka, jika nyonya Wallington bisa berkata demikian padanya. Mengakui kesalahannya dan meminta maaf atas kesalahan yang pernah ia lakukan terhadap Candra.Candra menyentuh tangan nyonya Wallington, seraya menganggukkan kepalanya pelan. Candra tersenyum begitu juga dengan nyonya Wallington.“Iya nyonya. Aku sudah memaafkanmu nyonya, jauh sebelum nyonya minta maaf padaku,” jawab Candra seketika membuat nyonya Wallington berbinar-binar wajahnya.“Sungguhkah? Kamu memaafkanku Candra..? Kam
"Ya, ibu bantu cari pengasuh yang lebih kompenten.”“Kamu tidak butuh pengasuh untuk Aurelio, tapi seorang ibu untuk anakmu,” ujar Lily melirik Hugo dengan hati-hati.“Ibu ....” Hugo menatap ibunya tidak suka topik itu di bahas lagi.“Kamu tidak berniat mencari ibu untuk Aurelio? Apa karena kamu tidak bisa melupakan Candra?”Hugo terdiam, pikirannya kembali memikirkan Candra. Wanita itu memperlakukan Aurelio dengan baik saat itu dan dia pula yang menemukan putranya.Hugo menggelengkan kepala mengusir bayangan gadis itu dan berpura-pura mengetik sesuatu di laptop. "Aku sibuk, tolong tinggalkan aku, Bu.”Lily mendesah pasrah dan meninggalkan Hugo untuk mengurus pekerjaannya.....Beberapa hari kemudian sejak pertemuannya dengan Paman Hugo, Candra masih tidak memiliki keberanian mencari pria itu.Gadis berparas manis itu, bolak-balik tak jelas dan gelisah di ruang tamu kamar hotelnya seolah-olah mengukur ruang luas di kamar hotel tempat ia menginap selama berada di kota tersebut. Pikira
Candra merasa sedih atas sikap Hugo Wallington bersikap dingin dan mengabaikannya. Dia meninggalkan taman hiburan dan kembali ke hotel tempat dia menginap. Candra gelisah terus memikirkan pertemuannya dengan Hugo. Dia berusaha menahan diri untuk tidak mencari tahu tentang pria itu selama lima tahun sejak dia meninggalkannya. Pada akhirnya dia tidak bisa menahan keinginannya dan menelepon seorang asisten yang mengurus semua keperluannya. Dia menyuruh asistennya mencari tahu tentang Hugo selama lima tahun ini. Setelah itu Candra menunggu informasi dari asistennya semalaman. Beberapa jam kemudian asistennya datang ke kamar hotelnya. “Bagaimana, Vivi?” Candra bertanya gelisah meraih tangan wanita itu. “Nona muda, Tuan Wallington tidak pernah menikah, tapi dia memiliki seorang anak yang sampai saat ini masih dia sembunyikan dari mata publik. Ibu dari anak itu, mantan pelacur Tuan Wallington meninggal saat melahirkan.” Mata Candra melebar, jantung berdegup kencang merasa senang karena
“Kamu tidak usah takut dengan kakak. Kakak tidak jahat kok, jadi adik kecil jangan menangis lagi ya. Tenang saja, Kakak akan bantuin kamu kok.” Candra terus mengajak anak kecil tersebut berbicara, meskipun ia tetap bungkam tak mau bicara sepatah kata pun.“Ayo sini..! Ikut dengan kakak. Kita cari keberadaan orang tua kamu ya,” ujar Candra mengulurkan tangannya pada anak kecil itu.Anak itu seolah mengerti dan menghapus air matanya. dia mengulurkan tangan kecilnya meraih tangan wanita di depannya.Candra tersenyum hangat meremas tangan kecilnya. Dia pun menggendong dan mengajaknya menuju ke arah ruangan bagian informasi. Candra berpikir jika anak tersebut adalah anak hilang, mungkin dengan bantuan bagian informasi dapat mempertemukan kembali anak kecil yang terpisah dari orang tuanya bisa berkumpul lagi dengan keluarganya.Anak kecil tersebut saat ini berada dalam gendongan Candra tidak menangis dan memeluk leher Candra saat dibawa masuk ke pusat informasi taman hiburan.Candra mendeka
Lima tahun kemudian.Langit biru cerah dan angin bertiup lembut. Taman hiburan tampak hidup dan meriah.Gadis itu memandang langit musim panas dan memejamkan mata menikmati sinar matahari bersinar cukup cerah.Dia cantik berada di usia muda 25 tahun, kecantikannya mekar dengan indah. Jejak naif dan polos seorang gadis memudar dengan kecantikan wanita dewasa. Dia menarik perhatian beberapa pria yang lewat.Candra memuka mata, memperlihat matanya yang cerah dan cemerlang, namun menyimpan jejak kesedihan.Lima tahun telah berlalu, kota ini tak begitu banyak perubahannya. Kerinduannya begitu besar terhadap kota ini, begitu banyak kenangan yang tak mudah dilupakan di sini. Candra telah kembali ke kota di mana dulu ia memiliki story dan kenangan yang begitu membekas untuk dirinya.Bagaimana kabarnya kamu paman Hugo?Pasti saat ini dia sudah bahagia menikah dengan perempuan itu.Candra mendesah. Tak ada gunanya lagi mengingat semuanya jika saat ini paman Hugo sudah menjadi milik perempua
Candra tidak menjawab, dia menatap bibir tipis Hugo sebelum menundukkan kepala mencium bibirnya. Ciumannya agak grogi dan gugup. Hugo merasa terkejut. Sudah lama sekali Candra tidak mengambil inisitif menciumnya. Tapi dia tidak membalas ciuman Candra dan menahan keinginannya untuk melumat bibirnya menggoda. Dia harus memberinya pelajaran hari ini. Merasa Hugo tidak membalas ciumannya membuat Candra agak cemas dan malu. Tapi Hugo tidak mendoronya. Candra agak berani memperdalam ciumannya, bibir menghisap bibir bawah pria itu dan menyapu lidahnya di sepanjang bibir Hugo. Hugo mengerang pelan dalam bibirnya, tangannya mencengkeram pinggang ramping gadis itu. Candra semakin berani menyelipkan lidahnya menggoda bibir Hugo, tanganya mengusap-ngusap dada pria itu dengan gerakan menggodanya. Pinggulnya mengosok pangkal paha Hugo, menggoda ‘junior’ pria itu. Napas Hugo semakin dalam, dia mengcengkeram pinggang gadis itu semakin erat. Salah satu tangannya meremas pantat Candra di balik cel
“Tidak,” balas Candra serak dan menundukkan kepala agar Hugo tidak melihat dia menangis.“Benarkah?” Hugo meraih dagu gadis agar mendongak menatapnya. Dia melihat mata Candra berkaca-kaca dan basah. “Kamu menangis? Mengapa kamu menangis?” tanyanya dengan kening berkerut.Candra menggelengkan kepala. “Tidak, aku hanya mengantuk kok.”Candra mengusap matanya dan berpura-pura menguap. “Aku tidak tidur nyenyak semalam dan bangun pagi-pagi sekali untuk membuat bubur.”Hugo menatapnya lekat-lekat seolah mencari kebohongan dari mata gadis itu.Candra menguap hingga air matanya keluar. “Aku mengantuk. Bangunkan aku jika makan malam sudah selesai ....” Lalu dia dengan hati-hati memeluk pinggang Hugo agar menekan luka di perutnya dan bersandar di dada Hugo. Matanya terpenjam, dalam hitungan beberapa menit, dia sudah tertidur.Hugo mengamati gadis yang tertidur itu dan mendesah memeluk kepalanya di dadanya. Dia mencium kepala Candra dan memejamkan mata mencoba untuk tidur.Satu jam kemudian, Hug